Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan pembangunan pada hakikatnya adalah untuk mencapai
kesejahteraan bagi semua, yakni terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup
sehat, hingga dapat meraih hidup yang produktif dan berbahagia. Untuk
mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan strategi dalam
setiap aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi diperlukan
strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi yang
ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan maupun masyarakat sendiri,
guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
faktor lain yang mempengaruhi derajat kesehatan (Prasetyawati, 2012).
Unsur-unsur kebudayaan adalah meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat-masyarakat, yang merupakan hasil budi atau akal
manusia. Dalam mengatasi masalah-masalah lebih berorientasi pada adaptasi
dan pelaksanaan strategi terhadap keadaan social (Koentjaraningrat, 2002).
Strategi adaptasi social budaya yang melahirkan system-sistem medis,
tingkah laku dan bentuk-bentuk kepercayaan yang berlandaskan budaya, yang
timbul sebagai respon terhadap ancaman-ancaman yang disebabkan oleh
penyakit. Dunn pola-pola dari pranata-pranata social dan tradisi-tradisi
budaya yang menyangkut perilaku yang sengaja untuk meningkatkan
kesehatan, meskipun hasil dari tingkah laku khusus tersebut belum tentu
menghasilkan kesehatan yang baik (Alamsyah, 2011).
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting
dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui
pembangunan di bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan
tingkat kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh
semua lapisan masyarakat secara memadai (Notoatmodjo, 2007).
Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai dengan lingkungan
yang kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit, pelayanan
kesehatan yang berhasil dan berdaya guna tersebar merata di seluruh wilayah
Indonesia.Akan tetapi pada kenyataanya, pembangunan kesehatan masih jauh
dari yang diharapkan. Permasalahan-permasalahan kesehatan masih banyak
terjadi. Beberapa diantaranya adalah: penyakit-penyakit seperti DBD, flu
burung, dan sebagainya yang semakin menyebar luas, kasus-kasus gizi buruk
yang semakin marak, prioritas kesehatan rendah, serta tingkat pencemaran
lingkungan yang semakin tinggi. sebenarnya individu yang menjadi faktor
penentu dalam menentukan status kesehatan. Dengan kata lain, merubah pola
hidup ataupun kebudayaan tentang kesehatan yang biasa kita lakukan dan
mengikuti perubahan zaman (Prasetyawati, 2012).
Masyarakat dan kebudayaan manusia dimanapun selalu berada dalam
keadaan berubah, baik dari masyarakat dengan kebudayaan primitive yang
terisolasi dari hubungan masyarakat di luar dunianya sendiri. Perubahan yang
terjadi dalam kebudayaan primitive terjadi karena adanya sebab yang yang
berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan itu sendiri (Notoatmodjo,
2007).
Mitos telah menjadi adat istiadat yang bersifat turun temurun dari
orang tua kita terdahulu, menjadi suatu hal yang biasa dan sangat mereka
yakini. Tidak sedikit mitos yang hanya tinggal mitos, bahkan tidak layak
untuk sekedar diyakini. Namun ternyata banyak pula mitos yang dapat
dinalar, diterima oleh akal dan ternyata ada faktanya. Sehingga tidak ada
salahnya apabila sekali waktu kita mengulas soal mitos-mitos yang banyak
ditemui di masyarakat sekaligus mengetahui faktanya (Alamsyah, 2011).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang
yaitu lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, dimana
lingkungan sosial ini dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Manusia
sebagai makhluk sosial yang saling ketergantungan satu sama lain dengan
lingkungannya sangat membutuhkan pertolongan dari orang lain, dalam
memecahkan berbagai masalah individu maupun masalah-masalah sosial
yang terjadi dalam lingkungan sekitar manusia.
Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, budaya dan adat
istiadat yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang
termasuk dalam perilaku kesehatan, sehingga petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang mempunyai latar
belakang suku, adat istiadat dan budaya yang berbeda, harus mampu
memahami budaya masyarakat yang dilayaninya.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah pengaruh
sosial budaya terhadap pelayanan kesehatan ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh sosial budaya terhadap pelayana kesehatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan
2. Untuk mengetahui kebudayaan dan pengobatan tradisional
3. Untuk mengetahui konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat
4. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
pengobatan dalam masyarakat
6. Untuk mengetahui faktor penghambat pengobatan dalam masyarakat
7. Untuk mengetahui solusi peranan pengobatan tradisional dalam
pelayanan kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesehatan


Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
(Prasetyawati, 2012).
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di
dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.

2.2 Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional


Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk
penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu
kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman,
kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman
penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu
disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-
hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang
mengganggu manusia dan menyebabkan sakit (Koentjaraningrat, 2002).
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul
akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun
untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki
dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna
tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku.
Begitu pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional
masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit
(Notoatmodjo, 2007).
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika
anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan
biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena
serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban
tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti (Prasetyawati, 2012).
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat
disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang
terkena dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut
Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman akan
mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.

2.3 Konsep Sehat Sakit Menurut Budaya Masyarakat


Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan
universal karena ada faktorfaktor lain diluar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks
pengertian yang lain (Simatupang, 2008).
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan
lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian
tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu.
Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan
kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan
baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya (Notoatmodjo, 2007).
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit
menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas
kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari)
seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan
kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit (Simatupang, 2008).
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan
resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun
masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk,
genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai
psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor
yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan
dengan ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan
faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya
derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan
pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan
suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang
ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien (Notoatmodjo, 2007).
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan
pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran,
sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam
kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai
aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. WHO mendefinisikan
pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani,
maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat
dianggap sempurna jasmaninya (Prasetyawati, 2012).
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai
disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan
sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi
antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini
karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat
menjalankan peran normalnya secara wajar (Simatupang, 2008).
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan
kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai
masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah
berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan
lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau
sakit, maunya tiduran atau istirahat saja (Simatupang, 2008).
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan
yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian
penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di
masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan
dapat berkembang luas (Prasetyawati, 2012).
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang
saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya).
Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa
-rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat.
Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib
yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya
(Notoatmodjo, 2007).
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah
pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan
gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh
dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun
dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh
tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh. (Simatupang,
2008).
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit
akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman
berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu
penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam
hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka
masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria (Notoatmodjo,
2007).

2.4 Faktor Pendorong dan Penghambat


Dalam Agusmarni (2012) Ada beberapa faktor mengapa masyarakat lebih
memilih pengobatan alternatif atau tradisional sebagai pengobatan untuk
menyembuhkan penyakit :

1. Faktor Sosial
Faktor ini melibatkan interaksi sosial yang kemudian diberikan
sugesti-sugesti atau suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang
sehingga masyarakat tersebut mengikuti pandangan/pengaruh tersebut
tanpa harus berpikir lama.
2. Faktor ekonomi
Faktor ini sangat berperan besar dalam penerimaan atau penolakan
suatu pengobatan karena faktor ini sebagai pemerkuat presepsi
masyarakat tentang seberapa besar tenaga, biaya, dan waktu yang
dibutuhkan
3. Faktor budaya
Budaya merupakan suatu pikiran, adat-istidadat, kepercayaan, yang
menjadi kebiasaan masyarakat Nilai-nilai budaya ini mempengaruhi
pembentukan suatu individu. Semua kebudayaan memiliki cara-cara
pengobatan sesuai dengan kepercayaan pada suku bangsanya dalam
hal ini suku bangsa sangat mendominasi pertimbangan untuk menolak
atau menerima yang didasari pada kecocokan suku bangsa yang di
anut. Beberapa kebudayaan melibatkan metode ilmiah atau melibatkan
kekuatan supranatural dan supernatural tergantung bagaimana
kepercayaan dari suku bangsa sang pasien.
4. Faktor psikologis
Peranan sakit merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan,
karena itu berbagai cara akan dijalani oleh pasien dalam rangka
mencari kesembuhan maupun meringankan beban sakitnya

5. Faktor kejenuhan terhadap pelayanan


Faktor ini disebabkan akan kejenuhan sang penderita dalam proses
pengobatan membuat sang penderita memilih alternatif pengobatan
lain yang dapat mempercepat proses penyembuhannya.
6. Faktor manfaat dan keberhasilan
Keberhasilan dan efektifitas dari pengobatan menjadi alasan yang
sangat berpengaruh terhadap pemilihan pengobatan
7. Faktor pengetahuan
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui alat indera atau
pikiran yang merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam Masyarakat


Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam Masyarakat
tentunya tidak dapat lepas dari pengaruh adat, budaya, agama dan kepercayaan
yang dianutnya. Sebagai contoh kehidupan adat masyarakat Jawa merupakan
perpaduan dari kepercayaan animism, dinamisme, Hindu, Buddhisme, dan
Islam (Agoes 1996).
Dalam Masyarakat Jawa pada umumnya mempercayai adanya
keberadaan roh roh penghuni lautan, sungai, pohon, gua, batu, dan benda
lain, terutama pusaka pusaka keluarga peninggalan nenek moyang. Roh roh
tersebut dianggap mampu memberikan perlindungan kepada tuannya atau
bahkan dapat berbuat jahat pada manusia dengan menyebabkan penyakit baik
fisik maupun mental.
Oleh Karena itu beberapa masyarakat Jawa percaya dengan
menyimpan benda pusaka tertentu akan menghindarkan pengaruh ilmu hitam
dan mereka cenderung mencari pertolongan dukun atau tiyang saged untuk
menyembuhkan penyakit yang diderita.

Selain faktor budaya menurut Anderson (dalam Supardi, dkk 2011) dalam
behavioral model of families use of health services, perilaku orang sakit
berobat ke pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh:

1. Faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan),


2. Faktor pemungkin (ekonomi keluarga, akses terhadap sarana
pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya berobat)
3. Faktor kebutuhan (kondisi individu yang mencakup keluhan sakit).

2.6 Faktor Penghambat Pengobatan dalam Masyarakat


Dalam sistem nilai dan kepercayaan serta dalam struktur sosial, masyarakat
rumpun dan masyarakat petani menampakkan bentuk yang kadang kadang
menghambat penerimaan pengobatan ilmiah (Foster 1986) Hal ini didasari
oleh beberapa faktor seperti :
Status sosial,
Psikologis,
Kesehatan dan keuntungan,
Biaya-biaya ekonomi,
Biaya sosial,
Beratringannya penyakit,
Kebutuhan penyembuh
Sistim medis tidak kompetitif.
Oleh karena itu agar program kesehatan tidak ditolak oleh masyarakat, maka
program-program kesehatan yang dirancang harus memperhitungkan faktor-faktor
budaya, kepercayaan serta sikap dari kelompok sasaran, jadi tidak semata-
mata mengadalkan keilmiahan pengobatan.

2.7 Solusi Peranan Pengobatan Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan


Peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system pelayanan kesehatan
akan sangat diperlukan dalam upaya meningkatakan kualitas kesehatan
masyarakat, Beberapa langkah kebijakan dapat diambil dalam meningkatkan
peranan pengobatan tradisional , yaitu :

1. Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan


peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan primer.
2. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan, namun perlu
membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.
3. Perlu dilakukan penelitian, pengujian dan pengembangan obat-obatan
dan car-cara pengobatan tradisional.
4. Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak
memerlukan izin, namun perlu pendataan untuk kemungkinan
pembinaan dan pengawasannya
5. Pengobatan tradisional yang berlandaskan pada cara-cara
organobiologik, setelah diteliti, diuji dan diseleksi dapat diusahakan
untuk menjadi bagian program pelayanan kesehatan primer. Contoh :
dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang. Sedangkan cara-cara
psikologik dan supranatural perlu diteliti lebih lanjut, sebelum dapat
dimanfaatkan dalam program.
6. Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan
menjadi tokoh masyarakat dapat dilibatkan dalam upaya kesehatan
masyarakat, khususnya sebagai komunikator antara pemerintah dan
masyarakat

BAB III
PEMBAHASAN

Dalam masalah kesehatan, kaum wanita selain menjadi sasaran bagi


pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Blita (AKABA) merupakan
indikator status kesehatan suatu negara.
Masyarakat di Indonesia pada umumnya masih pengobatan tradisional
dimana masih berpegang teguh dengan adat dan budaya yang dimilikinya.
Masyarakat tradisional sering kali membatasi perempuan untuk memilih
pengobatan yang tepat baginya. Perempuan sering kali menuruti orang yang
dituakan atau pengambil keputusan hanya untuk memenuhi pengobatan yang
dibutuhkannya.
Padahal pada umunya pola komunikasi keluarga di Indonesia
menunjukkan ibu memiliki peranan yang penting dalam mengurus, mendidik dan
mengatur , dan menjaga kesehatan serta tumbuh kembang anak anak. Namun
perempuan sering kali menghadapi permasalahan permasalahan di antaranya
adalah :
1. Pendapatan yang rendah
2. Sebagian waktu perempuan Indonesia dipergunakan untuk
mengurus rumah tangga sehingga kesempatan untuk melakukan
kegiatan lain berkurang
3. Kurangnya Pengetahuan, kemampuan, ketrampilan menyebabkan
ketidakmampuan mampuan perempuan untuk berperan dalam
masyarakat
4. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan, nutrisi, dan sanitasi,
akan menjadi salah satu factor yang mempunya kaitan terhadap
tingginya kematian bayi dan anak
5. Adat istiadat yang membatasi perilaku perempuan untuk berperan
dalam pembangunan
6. Kurangnya pengetahuan Perempuan sehingga perempuan kurang
bisa mengambil keputusan baik di keluarga maupun masyarakat.
7. Sedikitnya kesempatan yang diberikan kepada wanita untuk ikut
dalam perencanaan dan penilaian program-program masyarakat.
Dengan adanya masalah masalah tersebut di atas diperlukan
penyelesaian yang berkaitan dengan pemnberdayaan perempuan. Peningkatan
peran perempuan dapat dilakukan dengan kegiatan PKK dan Posyandu. Program
Program tersebut dapat digunakan sebagai wadah edukasi bagi perempuan
sehingga lebih berdaya.
Selain pemberdayaan perempuan, usaha lain yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan status kesehatan perempuan adalah kerjasama petugas kesehatan
dan pelaksana pengobatan tradisional seperti dukun paraji. Kerjasama yang
dilakukan dengan pelaksana pengobatan tradisional akan membuat masyarakat
memberikan kepercayaan kepada petugas kesehatan sehingga pelayanan
kesehatan dapat diberikan secara maksimal.
Keikutsertaan pelaksana pengobatan tradisional hendaknya diikuti dengan
pembinaan, pendataan dan pengawasan sehingga kegiatan pelaksanya dapat
terpantau dan terawasi.

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan secara umum dapat disimpulkan sebagai keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Dalam pemenuhan kebutuhan Kesehatan, terkadang masyarakat
memilih pengobatan tradisional sebagai metode pengobatannya.
Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab
penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut
dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional,
tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala
mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat
atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit
akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman
berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu
penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam
hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka
masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat.
Pada umumnya faktor faktor yang mendorong dan menghambat
pengobatan tradisional antara lain faktor Sosial, faktor ekonomi, faktor
budaya, faktor psikologis, faktor kejenuhan terhadap pelayanan, faktor
manfaat dan keberhasilan, dan faktor pengetahuan
Peranan pengobatan tradisional tentunya dapat membantu
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, namun perlu pendataan untuk
kemungkinan pembinaan dan pengawasannya. Selain itu perlu dilakukan
penelitian, pengujian dan pengembangan obat-obatan dan car-cara pengobatan
tradisional.

3.2 Saran
a. Tenaga kesehatan hendaknya tidak mengabaikan aspek sosio cultural klien
sehingga pelayanan kesehatan dapat terlaksana dengan baik.
b. Tenaga kesehatan hendaknya mampu bekerjasama dengan pelaksana
pengobatan tradisional dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
c. Tenaga kesehatan hendaknya mampu membangun hubungan yang baik
dengan pelaksana pengobatan tradisional yang menjadi tokoh masyarakat
untuk dilibatkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya sebagai
komunikator antara pemerintah dan masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Azwar dkk. 1996. Antropologi Kesehatan Indonesia: Jilid I


Pengobatan tradisional. Jakarta : EGC

Agusmarni, Soraya. 2012. Gambaran Health belief model pada individu


penderita diabetes yang menggunakan pengobatan medis dan
alternatif

Alamsyah, D, 2011. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta

Foster, George M. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Universitas


Indonesia (UI-Press)

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka


Cipta
Prasetyawati AE, 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Yogyakarta. Nuha
Medika.

Simatupang, Erna Juliana. 2008. Manajemen Pelayanan Kebidanan. Jakarta: EGC

Supardi, dkk. 1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Penggunaan Obat dan Obat Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri
di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi
Badan Litbangkes.

PENGARUH SOSIAL BUDAYA TERHADAP PELAYANAN


KESEHATAN

Disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Woman Empowering


Dosen Pembimbing : Sri Rahayu, S.Kep., Ns., M.Kes,
Disusun Oleh:

Verlina Maya Gita 1602420003


Kuni Arifiyana 1602420043

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN MALANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang Pengaruh Sosial Budaya
Terhadap Pelayanan Kesehatan sebagai sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Woman Empowering pada Program Studi DIIV Kebidanan Malang Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang.
Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapakn banyak terima kasih
kepada :

1. Budi Susatia, S.Kep, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Malang,


yang telah memberikan kesempatan menyusun Laporan Tugas Akhir ini.
2. Herawati Mansur, SST, S.Psi, M.Pd selaku Ketua Jurusan Kebidanan Polteknik
Kesehatan Malang.
3. Naimah, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi DIV Kebidanan Poltekkes
Kemenkes
4. Sri Rahayu, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dalam mata kuliah Woman Empowering.
5. Orang tua dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan dukungan
sehingga makalah dapat terselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal
baik yang telah diberikan dan semoga makalah ini berguna bagi semua pihak
yang memanfaatkan.

Malang, Oktober 2016

Penulis

Anda mungkin juga menyukai