Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini
bisa disebabkan karena, penurunan kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat,
peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagi masalah (Smeltzer & Bare, 2001).
Di Amerika, ekstrimitas bawah distal anterior adalah yang paling
banyak dipelajari untuk sindrom kompartment. Dianggap sebagai yang kedua
paling sering untuk trauma yaitu sekitar 2-12%. Sindrom kopartment lebih
sering di diagnosa pada pria dari pada wanita, tetapi hal ini memiliki bias
dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. Sindrom kompartment
bilateral terjadi pada 82% pasien yang menderita sindrom kompartemen
kronis.
Insiden sindrom kompartemen tergantung pada traumanya. Pada
fraktur humerus atau fraktur lengan bawah, insiden dari sindrom
kompertemen dilaporkan berkisar antara 0,6-2%. Prevalensi sindrom
kompartemen meningkat pada kasus yang berhubungan dengan kerusakan
vaskuler, sindrom kompartemen yang sesungguhnya mungkin lebih besar
dariyang dilaporkan karena sindrom kompartemen tersebut tidak terdeteksi
pada pasien yang keadaan sangat buruk (Ciu, 2011).
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat dimana otot
dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Daerah yang sering terkena adalah
tungkai bawah, lengan bawah, kaki, tangan, region glutea, dan paha.Gejala
dan tanda-tanda sindroma kompartemen adalah simetris pada daerah
kompartemen, parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena,
menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati
kompartemen tersebut, dan nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan

1
gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutan (Parahita, 2013).
Berdasarkan penjelasan diatas maka kelompok tertarik untuk membahas
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Compartement Syndrom
B. Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini terdapat beberapa tujuan penulisan makalah
tentang Compartement Syndrom antara lain yaitu:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian
Compartement Syndrom
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami anatomi fisiologi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi Compartement
Syndrom
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manifestasi
Compartement Syndrom
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi
Compartement Syndrom
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi
Compartement Syndrom
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis
Compartement Syndrom
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang
Compartement Syndrom
9. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada
klien dengan Compartement Syndrom
C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan oleh tim penyusun adalah
menggunakan metode:
Metode Kepustakaan : Tim Penyusun memilih metode perpustakaan
karena metode ini merupakan metode yang berlandaskan atas referensi yang
terdapat dalam buku buku di perpustakaan serta yang terdapat di web
(internet).

D. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN

2
Bab yang memberikan gambaran awal dari makalah yang berisikan: latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Bab yang berisi tentang isi dari makalah yang terdiri dari pengertian, etologi,
manifestasi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan medis, pemeriksaan
penunjang dan asuhan keperawatan pada klien dengan Compartement
Syndrom
BAB III : PENUTUP
Bab yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

3
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya
kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian
jaringan.
Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan
pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot
individual yang dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat,
parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi
sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling sering
disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan
tungkai atas.
Sindrom kompartemen terjadi saat peningkatan tekanan jaringan
dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot (Novelandi, 2011).

B. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan Fisiologi Secara anatomik, sebagian besar kompartemen
terletak di anggota gerak. Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang
berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fasia
serta otot-otot yang masing-masing dibungkus oleh epimisium. Berdasarkan
letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
1. Anggota gerak atas
a. Lengan atas:
1) Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari
tangan, nervus ulnar dan nervus median.
2) Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan
dan jari tangan, nervus interosseous posterior.

4
b. Lengan bawah:
1) Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari
tangan, nervus ulnar dan nervus median.
2) Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan
dan jari tangan, nervus interosseous posterior.
3) Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot
ekstensor carpi radialis brevis, otot brachioradialis.
2. Anggota gerak bawah
a. Tungkai atas : terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial dan
posterior.
b. Tungkai bawah (regio cruris):
1) Kompartemen anterior, berisi otot tibialis anterior dan ekstensor
ibu jari kaki, nervus peroneal profunda.
2) Kompartemen lateral, berisi otot peroneus longus dan brevis,
nervus peroneal superfisial.
3) Kompartemen posterior superfisial, berisi otot gastrocnemius dan
soleus, nervus sural.
4) Kompartemen posterior profunda, berisi otot tibialis posterior dan
flexor ibu jari kaki, nervus tibia.
Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah
tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior
superfisial dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen).

5
C. Etiologi
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan
lokal yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara
lain:
1. Penurunan volume kompartemen Kondisi ini disebabkan oleh:
a. Penutupan defek fascia
1) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
b. Peningkatan tekanan eksternal
1) Balutan yang terlalu ketat
2) Berbaring di atas lengan
3) Gips
c. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen Beberapa hal yang
bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
1) Pendarahan atau Trauma vaskuler
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Penggunaan otot yang berlebihan
4) Luka bakar
5) Operasi
6) Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering
adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya
terjadi di anggota gerak bawah.

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal
dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang

6
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada
kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen
sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala
khas, antara lain:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit.
3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

E. Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan
lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan
aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup.
Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan
arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah
yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam
kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.
Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen,
tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan
berhenti.

7
Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga
terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi
iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel
komponen tersebut.
F. Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan
segera akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul
deformitas pada tangan, jari dan pergelangan tangan karena adanya
trauma pada lengan bawah
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi
defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal,
melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi
yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan.
Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah
indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi.
1. Terapi
a. Terapi Medikal/non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih
dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan
ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena
dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat
iskemi.
2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka
dan pembalut kontriksi dilepas.

8
3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat
menghambat perkembangan sindroma kompartemen.
4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk
darah.
5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan
manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol
mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi
seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui
kemampuan dari radikal bebas.

b. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai


> 30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan
tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.
Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi
dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau
keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase
berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan

9
fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6
jam.
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi
tunggal dan insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling
sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi
tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan
arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah fasciotomi dapat berarti
membuka keempat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu
segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis
otot dapat dilakukan debridemen jika jaringan sehat luka dapat dijahit
( tanpa regangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit. Indikasi untuk
melakukan operasi dekompresi, antara lain :
1) Adanya tanda - tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.
2) Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi ( pasien
koma, pasien dengan masalah psikiatrik dan dibawah pengaruh
narkoba ), dengan tekanan jaringan > 30 mmHg pada pasien
yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.
3) Bila ada indikasi operasi dekompresi harus segera dilakukan
karena penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan
jaringan intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi.
Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom
kompartemen.
4) Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya
hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom
kompartemen, pengukuran dan konsultasi yang diperlukan harus
segera dilakukan secepatnya. Beberapa teknik telah diterapkan
untuk operasi dekompresi untuk semua sindrom kompartemen
akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk mencegah
terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan operator
juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan
didekompresi.

10
5) Setiap yang berpotensi mambatasi ruang termasuk kulit dibuka
di sepanjang daerah kompartemen, semua kelompok otot harus
lunak pada palpasi setelah prosedur selesai.
6) Debridemen otot harus seminimal mungkin selama operasi
dekompresi kecuali terdapat otot yang telah nekrosis.
Perawatan pasca operasi :
1) Rawat luka sebaik mungkin
2) Ekstensi anggota gerak
3) Ganjal bantal/elevasi anggota gerak setinggi level jantung
4) Observasi ketat: nyeri, parestesia, paresis.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Comprehensive metabolic panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran
keseluruhan keseimbangan kimia tubuh dan metabolisme.
Metabolisme mengacu pada semua proses fisik dan kimia dalam tubuh
yang menggunakan energi.
b. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar :
Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC),
Trombosit (platelet), Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit
(MCV, MCH, MCHC),Laju Endap Darah atau rithrocyte
Sedimentation Rate (ESR), Hitung Jenis Leukosit (Diff Count),
Platelet Disribution Width (PDW), Red Cell Distribution Width
(RDW).Amylase and lipase assessment
c. Pengukuran level serum laktat
d. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH,
laktat dan basa.
e. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
f. Serum myoglobin
g. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi pasiennya.

11
h. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat
mengarah ke diagnosis rhabdomyolisis.
2. Imaging :
a. Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT).

II.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas : Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa,
pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk
Rumah Sakit.
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit saat ini
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
7. Pemeriksaan Fisik
B. Diagnosa dan Intervensi
1. Syok hipovelemik berhubungan dengan defisit volume cairan.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang
mengakibatkan iskemik jaringan.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen yang
mengakibatkan penekanan diafragma (penghambatan relaksasi diafragma).
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
5. Gangguan perfusi serebri berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke otak.

NO. DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL

12
1. Syok hipovelemik 1. Pantau tanda-tanda 1. Indikator
berhubungan dengan vital dan CVP, keadekuatan
defisit volume cairan perhatikan adanya volume sirkulasi
/derajat perubahan Hipotensi
tekanan darah ortostatikdapat
postural. Observasi terjadi dengan
terhadap peningkatan risiko jatuh atau
suhu / demam. Palpasi cedera segera
nadi perifer. setelah perubahan
Perhatikan pengisian posisi.
kapiler , warna, / suhu
kulit kaji status
mental.
2. Pantau jumlah dan 2. Pasien tidak
tipe masukan cairan mengkonsumsi
Ukur haluran urin cairan Oliguria bisa
dengan akurat. terjadi dan toksin
dalam sirkulasi
mempengaruhi
antibiotik.
3. Timbang berat badan 3. Memberikan
badan setiap hari dan informasi tentang
bandingkan dengan keadekuatan
keseimbangan cairan masukan
24 jam. diet/penentuan
kebutuhan nutrisi

13
2. Nyeri berhubungan 1. Berikan kesempatan 1.Istirahat akan
dengan peningkatan waktu istirahat bila merelaksasi semua
tekanan intra abdomen terasa nyeri dan jaringan sehingga
yang mengakibatkan berikan posisi yang akan meningkatkan
iskemik jaringan nyaman. kenyamanan.
2. Mengajarkan tehnik 2.Akan melancarkan
relaksasi dan metode peredaran darah,
distraksi. dan dapat
mengalihkan
perhatian nyerinya
ke hal-hal yang
menyenangkan.
3.Menghindari adanya
3. Beritahu pasien untuk
tekanan intra
menghindari
abdomen
mengejan, meregang,
batuk, dan
mengangkat benda
yang berat. Ajarkan
pasien untuk menekan
insisi dengan tangan
atau bantal selama
episode batuk; ini
khususnya penting
selama periode
pascaoperasi awal dan
4.Analgesik memblok
selama 6 minggu
lintasan nyeri,
setelah pembedahan.
4. Kolaborasi analgesic. sehingga nyeri
berkurang

BAB III

14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini
bisa disebabkan karena, penurunan kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat,
peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagi masalah.
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya
kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian
jaringan.
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal
dengan 5 P yaitu: Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada
otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Pallor (pucat),
diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut. Pulselesness
(berkurang atau hilangnya denyut nadi ). Parestesia (rasa kesemutan).
Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen
sindrom.
B. Saran
Sebaiknya sedini mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes
laboratorium, disusul pada pemberian antibiotik, hingga akhirnya diadakan
operasi karena banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh kegawatan sistem
muskuloskletal ini. Proses asuhan keperawatan yang tepat juga akan
menentukan proses penyembuhan dari penyakit kompartemen sindrom
tersebut.

15

Anda mungkin juga menyukai