Anda di halaman 1dari 13

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum kimia dasar lanjut dengan judul Pembuatan dan
Sifat Koloid disusun oleh :

nama : Lisnawati

NIM : 1513040005

kelas/kelompok : Pendidikan Kimia A/I (satu)

telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh asisten dan koordiantor asisten, maka
laporan ini dinyatakan telah diterima.

Makassar, 2016

Koordinator asisten, Asisten

Ulben syariffudin Rahmawati Arfah

Mengetahui,

Dosen penanggung jawab

Dra. Hj.Sumiati Side,M.Si

(NIP.19610923 198503 2002)


A. JUDUL

Pembuatan dan Sifat Koloid

B. TUJUAN

Mempelajari cara pembuatan dan sifat-sifat koloid.

C. LANDASAN TEORI
Kebanyakan zat dapat berada dalam keadaan koloid, semua cabang ilmu
kimia koloid dalam satu atau lain cara. Semua jaringan hidup bersifat koloidal.
Banyak reaksi kimia kompleks yang perlu untuk kehidupan, harus ditafsirkan secara
kimia koloid. Bagian kerak bumi yang dikatakan sebagai tanah yang bisa dicangkul
terdiri dari bagian-bagian yang bersifat koloid. Proses seperti ini memutihkan,
menghilangkan bau, menyamak, mewarnai dan pemurnian serta pengapungan bahan
galian, melibatkan adsorpsi pada permukaan materi koloid dan karena itu
berkepentingan dengan kimia koloidal. Dalam camouran homogen dan stabil yang
disebut larutan, molekul, atom ataupun ion disebarkan dalam suatu zat kedua.
Dengan cara yang agak mirip, materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan
dalam suatu medium sinambung, sehingga dihasilkan suatu dispersi (sebaran) koloid
atau sistem koloid. Selai, mayones, tinta cina, susu dan kabut merupakan contoh yang
dikenal. Dalam sistem-sistem semacm itu, partikel koloid dirujuk sebagai zat
terdispersi (tersebarkan) dan materi kontinu dalam mana artikel itu tersebar disebut
zat pendispersi atau medium pendispersi (Keenam,1984:457).
Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak
diantara larutan suspensi (campuran kasar). Nama koloid diberikan oleh Thomas
Graham pada tahun 1861. Istilah itu berasal dari bahasa Yunani yaitu kolla dan
old. Kolla berarti tem, sedangkan old berarti seperti. Dalam hal ini yang dikatakan
dengan tem adalah sifat difusinya sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi yang
rendah seperti tem. Larutan biasa, misalnya larutan garam yang mempunyai nilai
difusi lebih besar disebut kristaloid. Koloid mempunyai nilai difusi yang rendah
karena koloid memiliki partikel berukuran lebih besar daripada molekul yaitu
berukuran maksimum 1 mikrometer (Purba, 2006 : 282).
Menurut Thomas Graham kecepatan difusi bergantung pada massa partikel,
makin besar massa makin kecil kecepatannya. Massa ada hubungannnya dengan
ukuran partikel, yang massanya besar maka besar pula ukurannya. Berdasarkan
ukuran partikel, campuran dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu larutan pati
koloid dan suspensi kasar. Sebenarnya cukup sulit untuk membedakan ketiga jenis
campuran tersebut kecuali dilihat dari ukuran (jari-jari) partikelnya. Partikel larutan

0,1-1 m , partikel koloid 1-100 m dan partikel suspensi kasar >100 m .

Karena ukuran partikelnya amat kecil, maka koloid tidak dapat disaring dengan kertas
saring biasa dan filter porselin, tetapi dapat dengan filter ultra atau kolodium, karena
poro-porinya lebih kecil. Ada dua cara terbentuknya partikel koloid. Pertama, dari
senyawa bermolekul besar, yaitu satu molekul menjadi satu partikel koloid,
contohnya protein dan plastik. Kedua, satu partikel koloid terbentuk dari gabungan
(agregat) banyak partikel kecil (Syukri, 1999 : 453).
Koagulasi adalah proses pengolahan air/limbah cair dengan menstabilisasi
partikel-partikel koloid dengan untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama
flokulasi. Sedangkan flokulasi adalah proses pengolahan air dengan cara mengadakan
kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi sehingga
ukuran-ukuran partikel-partikel yng lebih besar tersebut bertambah menjadi partikel-
partikrl yang lebih besar. Koagulasi/flokulasi diperlukan untuk menghilangkan
material limbah berbentuk suspense atau koloid. Koloid merupakan partikel-partikel
berdiameter sekitar 1 nm (10-7 cm) hingga 0,1 nm (10-8 cm). Partikel-partikel ini
tidak dapat mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan
dengan proses perlakuan fisika biasa. Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan
air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat
mengendap dengan sendirinya (Coniwanti, 2013 : 23).
Menurut Manurung (2012: 39) koagulasi merupakan prose penting yang
telah dilaksanakan secara meluas dalam pengolahan air, terutama terhadap air
permukaan, proses ini juga diterapkan untuk pengolahan air buangan rumah tangga
maupun industri. Koagulasi terhadap air dilaksanakan karena beberapa alasan. Alasan
utama adalah untuk menghilangkan kekeruhan bahan organik dan anorganik, warna,
bakteri, algae dan lain organisme seperti plankton, rasa dan bahan-bahan penyebab
rasa, fosfat sebagai sumber makanan bagi pertumbuhan algae. Beberapa faktor yang
diduga dapat mempengaruhi koagulasi, flokulasi dalam kaitannya dengan
penggunaan tepung biji kelor sebagai koagulan, yaitu : suhu; suhu rendah dapat
mempengaruhi koagulasi; ini berkaitan dengan pH optimal cairan, dimana proses
koagulasi dinyatakan dapat berjalan baik jika pH air baku olahan berkisar 8-10;
bentuk koagulan secara ekonomis laju pencampuran lebih efektif jika koagulan
diberikan pada keadaan cair dibandingkan jika diberikan dalam bentuk padat; tingkat
kekeruhan dimana pada tingkat kekeruhan rendah destabilisasi sulit terjadi, lebih
mudah jika dilakukan pada tingkat kekeruhan tinggi; dan kecepatan pengadukan
dimana pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi
(koloid0 dalam abo dengan koagulan yang diitambahkan. Jika pengadukan lambat
pengikatan akan rendah, sehingga flok yang terbentuk juga sedikit.
Proses koagulasi dan ultrafiltrasi dilakukan dengan mengukur kekeruhan
(turbidas) air berlumut sebelum proses koagulasi dilakukan. Pengukuran turbiditas
dilakukan dengan menggunakan turbidimeter Orbeco-Helligs dengan satuan standar
NTU. Pengaruh pH pada proses koagulasi dimana bahwa pH yang [aling baik untuk
kedua jenis koagulan agar menghasilkan produk dengan turbiditas rendah adalah pada
kondisi pH netral. Pada kondisi pH netral, penambahan koagulan akan menghasilkan
reaksi kimia dimana muatan-muatan negatif yang saling tolak menolak disekitar
partikel terlarut berukuran koloid akan ternetralisasi oleh ion-ion positif dari koagulan
dan pada akhirnya partikel-partikel koloid tersebut akan saling tarik menarik dan
menggumpal membentuk flok, pada pH sekitar 6-7 koagulan tawas dan PAC
memiliki kelarutan yang lebih rendah dari pH lain. Dimana kelarutam yang rendah
tersebut menyebabkan jumlah koagulan yang terkonversi menjadi flok akan lebih
maksimal. pH mempengaruhi hasil koagulasi karena pada pH yang tidak sesuai,
padatan terlarut masih dalam keadan stabil dan pembentukan flok tidak maksimal.
Ketika pH diatur sesuai jenis koagulan akan terjadi destabilisasi muatan padatan
terlarut dan proses koagulasi berjalan secara efektif.pengaruh dosis koagulan terhadap
hasil koagulasi. Pada kedua jenis koagulan, semakin tinggi konsentrasi koagulan,
semakin baik proses koagulasi berlangsung. Dengan semakin tingginya dosis
koagulan dalam proses koagulasi, maka akan semakin banyak zat yang aktif
mendestabilisasikan muatan partikel-partikel koloid lumut yang terlarut. Tidak
stabilnya muatan partikel-partikel koloid tersebut menyebabkan patikel yang satu
akan berikatan dengan partikel lainnya membentuk flok. Dengan semakin tingginya
dosis koagulan, semakin banyak flok yang terbentuk dan turbiditas air yang
dihasilkan akan semakin rendah (Arinaldi, 2013 : 10).
Mekanisme koagulasi dikelompokkan atas teori kimia dan teori fisika.
Teori kimia menyatakan bahwa koloid memperoleh muatan listrik pada
permukaannya oleh ionisasi gugus kimia dan koagulasi atas destabilisasi terjadi
karena interaksi kimia dinatara partikel koloid dan koagulan. Muatan-muatan partikel
koloid penyebab kekeruhan didalam air adalah sejenis, oleh karena itu jika kekuatan
didalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil. Teori fisika menekankan terhadap
faktor fisik sebagai lapisan listrik ganda dan absorpsi counter ion dimana koagulasi
terjadi melalui pengurangan gaya sebagaimana halnya zeta potensial. Partikel koloid
menyerap ion positif, ion-ion kemudian menyerap ion negatif tetapi jumlahnya yang
diserap lebih sedikit dari ion positif yang ada sehingga terjadi lapisan listrik ganda.
Antara permukaan partikel koloid dan larutan terjadi beda potensial yang disebut
potensial elektrokinetik atau potensial zeta sedangkan ion-ion positif dan negatif
diluar lapisan listrik ganda dapat bergerak bebas didalam larutan. Beberapa koagulan
anorganik yang banyak digunakam dalam pengolahan air (Manurung, 2012 : 40).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Rak tabung 1 buah
b. Tabung reaksi 6 buah
c. Gelas kimia 100 mL 5 buah
d. Erlenmeyer 100 mL 1 buah
e. Pembakar spiritus 1 buah
f. Gelas ukur 10 mL 2 buah
g. Penjepit 1 buah
h. Cawan penguap 1 buah
i. Kaki tiga 1 buah
j. Pipet tetes 6 buah
k. Spatula 2 buah
l. Botol semprot 1 buah
m. Kain kasar 1 buah
n. Kain halus 3 buah
o. Corong biasa 2 buah
p. Lumpang dan alu 1 buah
q. Sendok 1 buah
2. Bahan
a. Larutan besi (III) klorida (FeCl3) jenuh
b. Larutan perak nitrat (AgNO3) encer
c. Larutan natrium klorida (NaCl) encer
d. Larutan asam nitrat (HNO3) encer
e. Tepung kanji
f. Benzena (C6H6)
g. Air sabun (natrium oleat)
h. Larutan kalsium asetat (Ca(C2H3OO)2)
i. Etanol (C2H5OH) 95%
j. Gula pasir kotor
k. Norit
l. Aquades (H2O)
m. Kertas saring
n. Tissue
o. Korek api

E. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan kolid Fe(OH)3
25 mL air dipanaskan sampai mendidih, lalu larutan FeCl3 jenuh ditambahkan
setetes demi setetes, sambil diaduk sampai menjadi merah coklat.
2. Koagulasi
Masing-masing 25 mL air dimasukkan kedalam dua gelas kimia. Kedalam
masing-masing gelas kimia ditambahkan 1 mL larutan perak nitrat encer. Lalu
salah satu bejana didiamkan, sedangkan bejana yang lain dipanaskan sampai
mendidih. Kecepatan koagulasi dari kedua peristiwa tersebut dibandingkan.
3. Dispersi
a. Satu sendok teh amilum (tepung kanji) diambil, dan dicampurkan dengan 10 mL
air dalam suatu gelas kimia. Kemudian diaduk dengan batang pengaduk,
kemudian disaring kedalam gelas kimia yang lain.
b. Satu sendok teh amilum (tepung kanji) diambil lagi dan digerus sampai halus
dalam mortar, lalu 10 mL air ditambahkan kedalam mortar. Kemudian campuran
ini disaring.
c. Filtrat a dan filtrat b diatas dibandingkan, kemudian filtrat b ditambahkan
beberapa tetes larutan iod.
4. Emulsi
a. Didalam satu tabung reaksi yang bersih, 1 mL benzena dimasukkan kedalam
tabung reaksi, lalu 10 mL aquades ditambahkan, lalu dikocok dengan keras.
Kemudian tabung reaksi diletakkan pada rak tabung, kemudian waktu yang
diperlukan untuk pemisahan kedua zat tersebut menjadi dua lapisan kembali
diperhatika.
b. Pada perlakuan a, 5 tetes larutan natrium oleat (air sabun) ditambahkan, dan
dikocok dengan kuat. Kemudian tabung reaksi diletakkan pada rak tabung selama
10-15 menit.
5. Pembuatan gel
Dalam suatu tabung reaksi kesil 1,5 mL larutan kalsium asetat jenuh dimasukkan
dan kedalam tabung reaksi kecil yang lain 8,5 mL etanol 95% dimasukkan. Lalu
kedua larutan tersebut dicampurkan secara bersamaan kedalam wadah gelas
dengan segera. Sedikit gel yang terbentuk dimasukkan kedalam cawan penguap
lalu dipanaskan.
6. Adsorpsi
Satu sendok gula pasir merah (kotor) dilarutkan kedalam 10 mL air dalam tabung
reaksi. Lalu, setengah sendok norit ditambahkan, kemudian tabung reaksi
tersebut diletakkan kedalam bejana gelas kimia yang berisi air panas. Setelah itu,
tabung reaksi tersebut dikocok berkali-kali dan sesudah 10 menit isinya disaring
kedalam suatu tabung reaksi yang bersih. Kemudian,, warna larutan tersebut
diperhatikan dan dibandingkan dengan larutan sebelumnya.

F. HASIL PENGAMATAN
No Perlakuan Hasil
.
1. Pembuatan koloid Warna larutan dari bening
25 ml H2O ( dipanaskan) + 8 tetes
berubah menjadi merah
FeCl3
kecoklatan
2. Koagulasi
a. 25 mL H2O + 1 mL AgNO3 Bening bening
b.25 mL H2O + 1 mL AgNO3 + 1 mL Bening keruh
NaCl
Keruh keruh
c. 25 mL H2O + 1 mL AgNO3 + 1 mL
NaCl + 5 mL HNO3 Mengalami pengendapan pada t =
Larutan I dipanaskan 4,30 s
Mengalami pengendapan pada t =

Larutan II didiamkan 6,57 s


3. Dispersi
a. 1 sendok amilum + 10 mL H2O Larutan jernih setelah disaring
(tidak digerus)
Larutan keruh setelah disaring
b. 1 sendok amilum + 10 mL H2O
(digerus) Larutan berubah wara menjadi
c. Filtrat b + 11 tetes larutan iod
ungu
4. Emulsi
a. Benzena 1 mL + H2O (10 mL) Larutan bening
Setelah dikocok Terbentuk 2 lapisan pada t = 36 s
Lapisan atas : benzena
Lapisan bawah : air
b. Campuran larutan a + natrium Larutan keruh
oleat (15 tetes)
Antara larutan benzena dan
Dikocok lalu didiamkan 10
aquades meyatu dan terdapat buih
menit
5. Pembuatan gel
- 1,5 mL kalsium asetat jenuh - Terbentuk gel warna bening
(bening) + 8,5 mL etanol 95%
- Serbuk (memadat) putih
- Gel dipanaskan
6. Adsorpsi
- Satu sendok gula pasir merah + - Larutan bening
10 mL aquades
- Larutan berwarna hitam pekat
- 1 sendok gula pasir merah + 10

1
mL H2O + 2 sendok norit
- Terdapat endapan hitam
(disimpan pada bejana berisi air - Larutan keruh
panas)
- Larutan didiamkan 10 menit
- Larutan disaring

G. PEMBAHASAN
1. Pembuatan koloid besi (III) hidroksida (Fe(OH)3)
Dari percobaan yang telah dilakukan yaitu dengan melarutkan larutan ferri
klorida (FeCl3) kedalam air mendidih sampai berubah warna menjadi merah
kecoklatan. Fungsi penambahan FeCl3 untuk membantu proses pembentukan
Fe(OH)3. Pemanasan tersebut bertujuan untuk mempercepat proses pendispersian.
Campuran ni menghasilkan koloid ferri hidroksida (Fe(OH)3) dimana hasil reaksinya
yaitu :
FeCl3 (aq) + 3H2O (l) Fe(OH)3 (s) + 3HCl (aq)
(Ferri klorida) (air) (ferri hidroksida) (asam korida)

2. Koagulasi
Koagulasi adalah proses pengolahan air/limbah cair dengan menstabilisasi
partikel-partikel koloid dengan untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama
flokulasi (Coniwanti, 2013: 23). Prinsip percobaan ini dilakukan dengan
menggunakan 2 gelas kimia yang masing-masing diisi dengn H 2O, AgNO3, NaCl dan
HNO3. Asam nitrat berfungsi sebagai katalisator yang berperan untuk mempercepat
terjadinya reaksi tanpa ikut bereaksi. Pada gelas I dan gelas II diberi perlakuan yang
berbeda, dimana pada gelas pertama H2O ditambah dengan AgNO3 menghasilkan
warna larutan yang sama yait bening. Pada gelas kedua dimana H2O ditambah dengan
AgNO3 dan ditambah dengan NaCl dari yang berwarna bening menjadi keruh. Pada
gelas ketiga dimana H2O ditambah dengan AgNO3 ditambah dengan NaCl dan
ditambah dengan HNO3 dari yang semulanya keruh tetap menghasilkan kekeruhan.
Pada saat larutan pertama dipanaskan mengalami pengendapan yang berlangsung
selama 4.30 menit, dan larutan kedua didiamkan saja mengalami pengendapan yang
berlangsung selama 6.57 menit. Dimana perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui
kecepatan koagulasi pada kedua gelas kimia tersebut.
Dari hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori, dimana larutanyang
dipanaskan akan lebih cepat membentuk endapan (menggumpal) sebab pemanasan
dapat mengakibatkan kestabilan hilang untuk mempertahankan partikel agar merata
dalam media pendispersinya. Adapun reaksinya yaitu :
AgNO3(aq) + NaCl (aq) HNO3 AgCl (s) + NaNO3 (aq)
(perak nitrat) (natrium klorida) (perak klorida) (natrium nitrat)

3. Dispersi
Dispersi adalah cara dimana partikel-partikel besar diubah menjadi partikel-
partikel dengan ukuran koloid (Tim Dosen, 2016 : 10). Prinsip pada percobaan ini
yaitu penggerusan, pengadukan atau pengocokan. Fungsi pengadukan yaitu
menciptakan larutan yang homogen dan pemberian energi agar terjadi tumbukan
antar partikel tersuspensi dan koloid agar terbentuk gumpalan sehingga dapat
dipisahkan melalui proses pengendapan dan penyaringan. Percobaan ini dilakukan
dengan dua gelas kimia yang masing-masing diberi amilum dan air. Namun pada
gelas kimia kedua amilum yang digunakan terlebih dahulu digerus. Ini bertujuan agar
ukuran partikel amilum yang digunakan berbeda. Sebelum pencampuran larutan iod
pada gelas kimia kedua dimana hasilnya keruh ketika disaring. Setelah pencampuran
amilum dengan air, larutan tersebut ditambahkan dengan larutan iod pada gelas kimia
kedua. Ketika larutan pada gelas kimia kedua ditambahkan dengan larutan iod
sebanyak 11 tetes larutan berubah warna menjadi ungu. Larutan iod ditambahkan
bertujuan untuk mendeteksi keberadaan amilum. Pada gelas kimia pertama larutan
hanya disaring tanpa adanya campuran dari larutan iod. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan ukuran partikel amilum yang digunakan.

4. Emulsi
Jika suatu zat cair didespersikan pada zat cair yang lain (yang tidak saling
melarutkan), maka sistem koloid ini disebut emulsi ( Tim Dosen, 2016 : 10). Pada
percobaan ini dilakukan dengan mencampurkan H2O dengan benzena dimana
menghasilkan warna bening. Setelah larutan ini dikocok, dimana fungsi pengocokan
adalah untuk memecah fase terdispersi menjadi tetes yang lebih kecil. Larutan ini
terbentuk menjadi 2 lapisan pada waktu 36 menit dimana lapisan atas benzena dan
lapisan bawah adalah air. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan massa jenis dari
senyawa tersebut dimana massa jenis air 1,00 g/Ml. Sedangkan benzena adalah 0,897
g/mL, dan juga disebabkan karena adanya perbedan kepolaran dari kedua senyawa
ini, yang dimana benzena merupakan senyawa non polar dan air merupakan senyawa
polar. Selanjutnya emulsi benzena air ditambahkan dengan natrium oleat sebanyak 15
tetes dimana larutan tersebut sebelum dikocok menjadi keruh. Ketika setelah dikocok
dan didiamkan selama 10 menit dimana antara benzena dan air menyatu dan terdapat
buih. Natrium oleat bertujuan sebagai emolgator, dimana emolgator bersifat minyak
yang berfungsi membuat air dan benzena saling terikat sehingga campuran antara air
dan benzena dapat menyatu. Reaksi yang terjadi pada pembuatan gel adalah :
C6H6 + H2O larutan 2 lapisan dimana diatas benzena dan dibawah air
C6H6 + H2O + air sabun larutan bercampur dan keruh

5. Pembuatan gel
Pembuatan gel dilakukan dengan mencampurkan kalsium asetat dengan
etanol, dimana menghasilkan bentuk gel yang berwarna bening. Terbentuknya gel,
dikarenakan kalsium asetat sukar larut pada larutan etanol. Ketika gel dipanaskan,
menghasilkan serbuk (memadat) putih. Reaksi yang terjadi pada pembuatan gel
adalah :

Ca(C2H3OO)2 + C2H5OH 2Ca(CH3COO)C2H5 + H2O


(kalsium asetat) (etanol) (etil asetat) (air)

6. Adsorpsi
Percobaan ini dilakukan dengan melarutkan gula pasir kotor dengan
menggunakan air dan menghasilkan warna larutan bening. Kemudian ditambahkan
dengan setengah sendok norit yang berfungsi untuk mengikat zat-zat atau moleku-
molekul pengotor yang terdapat dalam larutan, dimana larutan tersebut disimpan pada
bejana yang berisi air panas, sehingga menghasilkan larutan yang berwarna hitam
pekat. Larutan didiamkan selama 10 menit, sehingga terdapat endapan hitam. Ketika
larutan disaring, menghasilkan larutan yang keruh, dimana tujuan dari penyaringan
ini yaitu untuk memisahkan larutan gula dengan norit dan zat pengotor.reaksi dari
percobaan ini yaitu :
C12H23O11 + H2O + Norit 2C6H12O6 (larutan hitam pekat)

H. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa, ada dua cara pembuatan partikel koloid yakni
dengan cara kondensasi yaitu molekul-molekul yang berukurn besar diubah menjadi
partikel koloid. Dan dengan cara dispersi yaitu mengubah partikel-partikel kecil
menjadi partikel-partikel dengan ukuran koloid.

2. Saran
Sebaiknya untuk praktikan selanjutnya diharapkan agar lebih memahami
prosedur kerjanya agar tidak terjadi suatu kesalahan dalam melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Arinaldi dan Ferdian.2003. Pengolahan Air Lumut dengan Kombinasi Proses


Koagulasi dan Ultrafiltrasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri,
Vol.2,No.2,Hal: 8-10.

Coniwanti,Pamilia,Indah Desfia Mertha, dan Diana Eprianie. 2013. Pengaruh


Beberapa Jenis Koagulan Terhadap Pengolahan Limbah Cair Industri
Tahu Dalam Tinjauannya Turbidity,TTS dan COD. Jurnal Teknik Kimia.
No.3, Vol.19. Hal: 22-24.

Keenam, dkk. 1984. General Colledge Chemistry Kimia Untuk Universitas Sixth
Edition. Jakarta: Erlangga.

Manurung, Tambak, Yusriani Sapta Dewi, dan Benjamin Julies Lekatompessy. 2012.
Efektivitas Biji Kelor (Moringa Oleifer) Pada Pengolahan Air Sumur
Tecemar Limbah Domestik. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMITS.
Vol.8 No.1. Hal: 37-40.

Purba, Michael. 2006. Kimia. Jakarta: Erlangga.

S, Syukri.1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai