Prospek Pengembangan Dan Teknologi Pengolahan Beras Siger (Tiwul Dan Oyek Yang Telah Dimodernisasi) PDF
Prospek Pengembangan Dan Teknologi Pengolahan Beras Siger (Tiwul Dan Oyek Yang Telah Dimodernisasi) PDF
Pidato Ilmiah
Oleh
Ir. Beni Hidayat, M.Si
Pidato Ilmiah
Oleh
Ir. Beni Hidayat, M.Si
ISBN:978-602-70530-3-8
Penerbit
UP Politeknik Negeri Lampung
Bandar Lampung
2016
KATA PENGANTAR
Penerbit
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN . 1
LAMPIRAN ............... 42
BAB I
PENDAHULUAN
Tiwul dan oyek merupakan produk pangan pokok berbahan baku ubi kayu
yang bagi sebagian masyarakat di Provinsi Lampung (khususnya suku jawa) sejak
turun-temurun telah dijadikan sebagai alternatif selingan makanan pokok pengganti
beras. Selain menjadi alternatif makanan pokok, tiwul dan oyek ternyata juga
berprospek sebagai pangan fungsional bagi penderita diabetes dan kolesterol karena
nilai indeks glikemiknya yang rendah dan kandungan serat pangannya yang tinggi
(Hidayat, dkk., 2015). Hasil kajian Hidayat, dkk. (2012b) menunjukkan bahwa
upaya untuk memperluas pemasaran dan penggunaan beras tiwul sangat prospektif
dilakukan dengan mempromosikan aspek manfaatnya bagi kesehatan.
Pada era Presiden Jokowi saat ini, telah dicanangkan program swasembada
pangan untuk tiga komoditas strategis yaitu padi, jagung, dan kedelai (pajale).
Swasembada padi/beras merupakan program swasembada paling prioritas,
mengingat tingginya konsumsi beras per kapita di Indonesia (110-114
kg/kapita/tahun) yang lebih tinggi 20 kg dibandingkan konsumsi beras rata-rata
penduduk Asia yang hanya 90 kg/kapita/tahun. Menurut Kusnardi (2015),
keswasembadaan pangan khususnya padi/beras dapat dicapai melalui dua aspek,
yaitu produksi dan konsumsi. Melalui aspek konsumsi, swasembada padi/beras
dapat dicapai dengan menganekaragamkan pangan pokok sehingga konsumsi beras
menurun.
Potensi penggunaan tiwul dan oyek sebagai pangan alternatif dan pangan diet
terkendala dengan penampakan dan cita-rasa tiwul dan oyek yang kurang menarik.
Secara umum, tidak terdapat perbedaan yang besar antara proses produksi tiwul
dan oyek. Jika pada pembuatan tiwul, irisan singkong/gaplek dikeringkan dahulu
baru dilakukan perendaman; pada proses pembuatan oyek, irisan singkong/gaplek
direndam dahulu baru kemudian dikeringkan. Jika proses pengeringan pada
~1~
pembuatan tiwul dan oyek dilakukan dalam waktu berhari-hari karena kendala
cuaca maka produk tiwul akan berwarna kehitaman; sedangkan pada produk oyek
walaupun warnanya cenderung lebih putih atau cerah akan berasa masam dan kecut.
Potensi pasar Beras Siger terutama didasarkan pada data tingginya konsumsi
beras per kapita di Indonesia dan dibutuhkannya pangan alternatif pengganti beras
khususnya bagi konsumen yang menjalankan diet diabetes dan kolestrol. Hasil
penelitian Purwani, dkk.(2007), menunjukkan bahwa sebagian besar varietas beras
memiliki nilai IG sedang hingga tinggi. Tingginya konsumsi beras dan tingginya
nilai IG beras merupakan salah satu penyebab hingga jumlah penderita diabetes di
Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hasil penelusuran data menunjukkan
bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia pada Tahun 2013 telah mencapai 7,6
juta orang (www.tempo.co). Dengan asumsi 10% dari penderita diabetes akan
mengkonsumsi Beras Siger sebagai pangan pokok alternatif pengganti beras yaitu
sejumlah 760.000 orang, dengan konsumsi sejumlah 10% saja dari 100 kg/tahun
(10 kg), maka akan terdapat potensi pasar sebesar 7,6 juta kg atau 7.600 ton per
tahun. Jika diasumsikan, 10% dari kebutuhan tersebut dapat diraih maka akan
terdapat potensi pasar Beras Siger sebesar 760 ton per tahun.
~2~
BAB II
PEMBUATAN BERAS SIGER
Beras siger diproses dengan metode yang sama seperti halnya pada produk
tiwul/oyek yaitu metode granulasi, sehingga akan memiliki kesamaan kandungan
gizi dan karakteristik fungsional. Hasil penelitian Septiyani (2012), menunjukkan
bahwa beras analog berbahan baku singkong tidak memiliki nilai indeks glikemik
yang rendah seperti halnya tiwul yang diproses dengan metode tradisional.
Warna beras siger yang relatif lebih cerah direkayasa pada tahap penyiapan
tepung dengan cara mempersingkat waktu pengeringannya. Secara umum tahapan
proses pembuatan beras siger meliputi pengupasan dan pencucian singkong,
pengirisan dalam bentuk irisan tipis/chips, pengeringan I, perendaman, pengeringan
II, penepungan, pembentukan butiran, pemasakan, pengeringan lanjutan, dan
penggilingan.
Meskipun diolah dengan bahan baku dan metode yang sama dengan beras
tiwul, beras siger memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan penampilan
antara Beras Siger dan tiwul tradisional, disajikan pada Gambar 1.
Adapun perbedaan karakteristik antara beras siger dan beras tiwul adalah
(1) Perbedaan Karakteristik Warna
Beras siger memiliki warna yang relatif lebih cerah dibandingkan tiwul.
Warna yang lebih cerah ini disebabkan proses pengeringan selama proses
~3~
pembuatannya dilakukan dalam waktu yang singkat sehingga
meminimalisasi terjadinya pembentukan warna menyimpang akibat
pertumbuhan mikroba maupun reaksi-reaksi enzimatis dan non-enzimatis
(Hidayat, dkk., 2012a).
(2) Perbedaan Karakteristik Bau
Beras siger memiliki bau khas singkong, sedangkan pada produk tiwul
seringkali tercium adanya bau asam, bau apek, maupun bau-bau
menyimpang lainnya. Proses pengeringan yang relatif singkat selama proses
pembuatannya akan meminimalisasi pertumbuhan mikroba maupun reaksi-
reaksi enzimatis yang menyebabkan timbulnya bau-bau menyimpang
(Hidayat, dkk., 2012a).
Bahan Baku
Bahan baku yang dapat digunakan pada pengolahan Beras Siger adalah ubi
kayu/singkong makan ataupun singkong dengan kandungan HCN tinggi (singkong
racun). Singkong dikatakan beracun jika memiliki kadar HCN lebih dari 50 ppm
(part per million) atau 50 mg per kg singkong.
Pemanfaatan singkong racun sebagai bahan baku beras siger didasarkan pada
prinsip bahwa HCN bersifat mudah diuapkan dan terlarut dalam air. Oleh
karenanya pada pembuatan beras siger, jika menggunakan singkong racun, maka
perendaman dilakukan selama kurang lebih 2 hari (48 jam). Hasil penelitian
~4~
menunjukkan bahwa kandungan beras siger yang dibuat dari singkong racun
mendekati 0 atau dibawah 5 ppm sehingga aman untuk dikonsumsi
Ubi kayu/singkong yang digunakan sebagai bahan baku Beras Siger disarankan
memiliki umur panen 9 bulan atau lebih. Umur panen berkaitan dengan kadar air,
kadar pati, dan rendemen Beras Siger yang dihasilkan. Jika digunakan ubi
kayu/singkong muda, maka rendemen beras siger yang dihasilkan akan rendah
(kurang dari 25%).
Peralatan
Beberapa peralatan utama yang digunakan pada pengolahan Beras Siger
disajikan pada Gambar 2.
~5~
Gambar 3. Irisan singkong berbentuk chips
~6~
(1) Pemilihan singkong
Bahan baku singkong yang digunakan pada proses pembuatan beras siger
adalah singkong makan ataupun singkong pahit yang cukup tua (umur panen
lebih dari 9 bulan).
(2) Pengupasan dan pencucian
Singkong selanjutnya dikupas dan dicuci, dan ditiriskan.
(3) Pengirisan dalam bentuk irisan tipis (chips)
Singkong selanjutnya diiris dalam bentuk irisan tipis ( 2 cm) menggunakan
alat pengiris keripik mesin ataupun manual. Pengirisan dalam bentuk irisan
tipis (chips) bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga perendaman dan
pengeringan dapat dilakukan dalam waktu singkat.
(4) Pengeringan
Proses pengeringan dapat dilakukan secara alami menggunakan sinar matahari.
Jika cuaca tidak memungkinkan pengeringan dilakukan menggunakan alat
pengering kabinet pada suhu 50-60oC hingga kering.
(5) Perendaman
Perendaman dilakukan untuk menghilangkan/ meminimalisasi kandungan
HCN. Untuk singkong makan perendaman cukup dilakukan semalam,
sedangkan untuk singkong pahit direndam minimal dua hari dua malam.
Perendaman dilakukan dalam air yang telah diberi garam 1%.
(6) Pengeringan II
Proses pengeringan dapat dilakukan secara alami menggunakan sinar matahari
dan diupayakan dilakukan dalam waktu kurang dari 6 jam dan bahan tidak
sampai menginap. Jika cuaca tidak memungkinkan pengeringan dilakukan
menggunakan alat pengering kabinet pada suhu 50-60oC selama 3 hingga 4
jam.
(7) Penepungan
Proses penepungan dilakukan dengan cara penggilingan hingga diperoleh
tepung singkong dengan ukuran 60 mesh (tidak perlu terlalu halus)
~7~
(8) Pembentukan butiran
Proses pembentukan butiran beras dilakukan dengan cara penambahan air
secukupnya dan diputar-putar (dikitir) proses pembentukan butiran dapat
dilakukan secara manual menggunakan tampah ataupun menggunakan
granulator (alat pembentuk butiran).
(9) Pemasakan
Pemasakan dilakukan dengan cara dikukus selama 30 menit
(10) Pengeringan lanjutan
Proses pengeringan lanjutan dilakukan untuk memperoleh beras siger instan.
Proses pengeringan ini dapat dilakukan secara alami ataupun menggunakan
alat pengering yang penting bahan tidak sampai menginap. Jika menggunakan
alat pengering kabinet, pengeringan dilakukan pada suhu 50-60oC selama 4-5
jam.
Selain dimasak dengan cara dikukus, karena bersifat instan, Beras Siger dapat
disajikan dengan menggunakan rice cooker. Pemasakan menggunakan rice cooker
hanya disarankan untuk jumlah kecil 250 gram, sedangkan untuk jumlah besar
disarankan tetap dengan cara dikukus.
Pemasakan dengan menggunakan rice cooker dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut
Cuci beras siger sebanyak 250 gram dengan air bersih dan tiriskan
Rendam dalam air bersih hingga terendam selama 20 menit dan tiriskan
Tambahkan air - 1 gelas tergantung tingkat ketirisan
Masukkan dalam rice cooker
Masak hingga matang selama 20 menit
Jika dimasak dengan cara dikukus, Beras Siger terlebih dahulu dicuci lalu
direndam dalam air selama 20 menit dan ditiriskan.
~8~
2.4 Peningkatan Skala Produksi
~9~
selama 48 jam, racun HCN tersebut akan hilang, dan Beras Siger aman
dikonsumsi
(4) Tahapan produksi yang panjang
Faktor pembatas lainnya adalah tahapan produksi yang panjang. Secara
umum, proses pembuatan Beras Siger dimulai dari pengupasan dan pencucian
hingga siap dikemas membutuhkan waktu 1 minggu. Sehingga, jika
produksi dimulai pada hari Senin maka baru pada hari Senin minggu
berikutnya dapat diperoleh Beras Siger siap jual. Tahapan yang panjang
tersebut akan menyebabkan inefisiensi tenaga kerja dan peralatan.
Kendala tersebut dapat diatasi dengan penerapan siklus produksi. Sistem siklus
produksi ini mengandung pengertian bahwa produksi dilakukan setiap hari.
Beras siger yang diproduksi pada hari Senin, siap dipasarkan pada hari Senin
berikutnya; sedangkan Beras Siger yang mulai diproduksi pada hari Selasa,
akan siap dipasarkan pada hari Selasa berikutnya, dan seterusnya.
~ 10 ~
BAB 3
KANDUNGAN GIZI DAN KOMPONEN FUNGSIONAL BERAS SIGER
Tabel 1. Kandungan gizi beras siger dibandingkan dengan beras padi (per 100 g
bahan)
~ 11 ~
dijadikan pangan pokok pengganti beras tanpa khawatir mengalami defisiensi
protein.
Tingginya kandungan serat kasar merupakan salah satu indikasi bahwa beras
siger metode tiwul dan oyek memiliki potensi sebagai pangan fungsional, seperti
yang akan dijabarkan berikutnya.
Meskipun memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan
beras padi, karbohidrat pada beras siger memiliki karakteristik yang lebih lambat
dicerna oleh tubuh seperti yang akan diuraikan berikutnya.
Serat pada bahan pangan dibedakan menjadi serat kasar dan serat pangan. Serat
kasar (crude fiber) didefinisikan sebagai komponen bahan pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh asam dan basa, sedangkan serat pangan (dietary fiber)
didefinisikan sebagai komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim-enzim percernaan manusia (Schmidl and Labuza, 2000). Berdasarkan
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan serat pangan dapat lebih
mewakili karakteristik nilai gizi suatu bahan pangan dibandingkan serat kasar.
Oleh karena sebagian komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim-enzim percernaan manusia dapat terhidrolisis oleh asam dan basa, maka
umumnya kandungan serat pangan suatu bahan pangan akan lebih tinggi
dibandingkan kandungan serat kasarnya.
~ 12 ~
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras siger mengandung serat pangan
sebesar 14,95%. Kandungan serat pangan beras siger yang tinggi merupakan
sumbangan dari tingginya kandungan serat pangan tepung ubi kayu utamanya
terkait dengan kandungan pati resistennya yang terbentuk selama proses
pengolahan.
Tingginya kandungan serat kasar dan serat pangan beras siger (4,45% dan
14,95%) menunjukkan beras siger memiliki karakteristik sebagai pangan
fungsional. Bahan pangan dengan kandungan serat pangan yang tinggi dapat
digunakan sebagai pangan fungsional untuk menurunkan kadar kolestrol darah.
Nirmagustina (2007), melaporkan bahwa minuman fungsional yang mengandung
isoflavon dan serat pangan larut dapat menurunkan kadar total kolesterol, HDL,
LDL, dan trigeliseride serum tikus setelah 2 bulan percobaan. Bahan pangan
dengan kandungan serat pangan yang tinggi dapat digunakan sebagai pangan
fungsional untuk menurunkan kadar kolestrol darah. Nirmagustina (2007),
melaporkan bahwa minuman fungsional yang mengandung isoflavon dan serat
pangan larut dapat menurunkan kadar totalkolesterol, HDL, LDL, dan trigeliseride
serum tikus setelah 2 bulan percobaan.
Kandungan serat pangan juga berperan pada nilai indeks glikemik suatu bahan
pangan. Hasil penelitian Hidayat, dkk. (2015), menunjukkan bahwa beras siger
metode tiwul dan oyek memiliki nilai indeks glikemik yang rendah masing-masing
sebesar 36,84 dan 34,21 yang antara lain merupakan sumbangan dari tingginya
kandungan serat pangannya. Pangan dengan IG rendah memiliki potensi sebagai
pangan fungsional bagi penderita diabetes mellitus (Rimbawan dan Siagian, 2004).
~ 13 ~
difermentasi oleh bakteri-bakteri menguntungkan seperti Bifidobacteria dan
Lactobacilli, sehingga pati resisten juga berpotensi sebagai prebiotik (Haralampu,
2000). Prebiotik didefinisikan sebagai bahan makanan yang tidak dapat dicerna
yang mampu berfungsi sebagai substrat bagi pertumbuhan atau penyeleksian
sejumlah bakteri yangmenguntungkan yang tumbuh dalam usus manusia (Schmidl
and Labuza, 2000).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa beras siger memiliki daya cerna pati
sebesar 17,65% dan pati resisten sebesar 7,78%. Kandungan pati resisten berkaitan
erat dengan daya cerna pati suatu produk pangan. Pangan dengan kandungan pati
resisten yang tinggi akan cenderung memiliki daya cerna pati yang rendah, dan
sebaliknya.
Tingginya kandungan pati resisten beras siger (7,78%), diduga terbentuk
selama tahapan proses pengeringan setelah pemasakan akibat proses retrogradasi
pati. Frederikson et al. (1998), melaporkan bahwa beberapa jenis pati mengalami
retrogradasi selama penyimpanan setelah tergelatinisasi.
Daya cerna pati beras siger yang rendah (17,65%), selain disebabkan
terbentuknya pati resisten selama pengolahan juga berkaitan dengan rasio amilosa-
amilopektin pati tepung ubi kayu yang tinggi. Pati tepung ubi kayu memiliki rasio
amilopektin sebesar 84,8%.
Pati merupakan polimer glukosa yang tersusun dalam bentuk rantai amilosa
(berantai lurus) dan amilopektin (berantai lurus dan cabang). Menurut Kearsley and
Dziedzic (1995), berdasarkan mekanisme hidrolisis enzimatis, amilosa dapat
dihidrolisis dengan satu enzim yaitu -amylase, sedangkan amilopektin yang
berantai lurus dan cabang membutuhkan dua jenis enzim yaitu -amylase dan -
amylase (glukoamilase). Oleh karenanya amilopektin akan membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk dicerna dibandingkan amilosa.
~ 14 ~
3.3 Nilai Indeks Glikemik
Kandungan serat makanan, pati resisten, dan daya cerna pati merupakan faktor-
faktor yang saling berinteraksi sehingga beras siger dan beras siger fortifikasi akan
memiliki nilai IG yang rendah.
Indeks Glikemik adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula
darah. Dengan kata lain indeks glikemik adalah respon glukosa darah terhadap
makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa murni.
Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis
dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Rimbawan dan Siagian, 2004). Pangan
dengan IG rendah memiliki potensi sebagai pangan fungsional untuk pengganti
makanan pokok beras bagi penderita diabetes mellitus yang kian hari semakin
meningkat.
Hasil penelitian pada Tabel 2, menunjukkan bahwa beras siger aneka varian
hitam, kuning/coklat, ataupun putih memiliki indeks glikemik yang rendah masing-
masing sebesar 37,50; 36,84; dan 34,21.
Beras Siger berwarna hitam (tiwul tradisional) justru memiliki nilai IG yang
lebih tinggi. Hal ini diduga karena pada produk Beras Siger hitam telah ditumbuhi
kapang. Kapang yang tumbuh tersebut akan mencerna komponen pati sehingga
daya cerna pati menjadi lebih tinggi.
~ 15 ~
Beras Siger berwarna putih (oyek) memiliki nilai IG yang lebih rendah. Hal
ini berkaitan dengan kandungan serat kasar yang lebih tinggi (Tabel 2). Kandungan
serat kasar yang lebih tinggi pada produk oyek disebabkan adanya tahapan proses
pengepresan untuk mengurangi kandungan pati agar tidak lengket saat proses
pengukusan.
Secara umum, seluruh varian Beras Siger memiliki nilai indeks glikemik yang
rendah (kurang dari 40) dan lebih rendah dibandingkan beras padi. Hasil penelitian
Purwani, dkk. (2007) menunjukkan bahwa sebagian besar varietas beras memiliki
nilai IG sedang hingga tinggi (lebih dari 50).
~ 16 ~
BAB 4
PENGEMBANGAN PRODUK
BERAS SIGER
Untuk meningkatkan daya terima konsumen, Beras Siger dapat diolah lebih
lanjut dengan menganekaragamkan aneka varian rasa, produk, dan cara
penyajiannya.
Beras siger dapat disajikan dalam aneka varian rasa modern seperti rasa buah
(pisang, nanas, strawberry, dan nangka), rasa kacang hijau, rasa keju, dan coklat,
seperti dapat dilihat pada Gambar berikut 4.
Pemanfaatan lebih lanjut dari Beras Siger adalah dapat digunakan sebagai
bahan baku aneka kue, baik kue kering maupun kue basah, kerupuk, lemper, dan
semar mendem, seperti dapat dilihat pada Gambar berikut:
~ 17 ~
Untuk penyajiannya, Beras Siger dapat disajikan tersendiri, dicampur bersama
nasi, atau disajikan dalam bentuk tiwul goreng, seperti pada Gambar 6 berikut.
Selain ubi kayu/singkong, bahan baku lainnya yang potensial dijadikan bahan
baku pada pembuatan Beras Siger adalah adalah ubi jalar dan jagung.
Ubi jalar terutama ubi jalar ungu memiliki keunggulan karena mengandung
pigmen antosianin. Hasil uji coba menunjukkan, bahwa ubi jalar dapat dijadikan
sebagai bahan baku Beras Siger dengan mengadopsi proses pembuatan Beras Siger
metode Granulasi. Kendala pemanfaatan ubi jalar adalah tingginya kandungan gula
pada bahan baku yang dikhawatirkan akan merubah karakteristik fungsional Beras
Siger.
Kendala utama yang dihadapi adalah aroma/flavour Beras Siger yang kurang
disukai konsumen. Saat ini sedang diteliti upaya-upaya pengembangan agar
~ 18 ~
dihasilkan Beras Siger berbahan baku jagung dengan cita-rasa yang disukai
konsumen.
Tabel 3. Hasil pengujian nilai indeks glikemik beras siger pada berbagai perlakuan
rasio penambahan tepung jagung
Hasil pengujian pada Tabel 3, menunjukkan bahwa subtitusi tepung ubi kayu
dengan tepung jagung modifikasi hingga konsentrasi 50% secara nyata (p<0,05)
akan menurunkan nilai indeks glikemik beras siger dari 36,84% menjadi 30,26%.
Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), pangan dengan nilai IG kurang dari 50
diklasifikasikan sebagai pangan dengan nilai IG rendah.
Untuk memperpendek waktu proses, bekerja sama dengan tim peneliti dari
Jurusan THP Universitas Lampung, saat ini sedang diteliti upaya untuk
memperpendek tahapan pembuatan Beras Siger dengan mengembangkan metode
pencetakan/ekstruder.
Jika pada metode granulasi, Beras Siger hasil pencetakan berbentuk granul
mentah yang harus dikukus dan dikeringkan kembali, baru siap dikemas; Adapun
pada metode pencetakan/ekstruder, butiran Beras Siger yang dihasilkan sudah
dalam kondisi masak sehingga siap dikemas.
~ 19 ~
Selain akan memperpendek proses produksi, metode pencetakan akan
menghasilkan Beras Siger dengan bentuk yang lebih mendekati beras. Hanya saja
masih sedang dikaji apakah Beras Siger yang dihasilkan akan memiliki kualitas
tanak, dan karakteristik fungsional yang sama seperti Beras Siger yang diproses
dengan metode granulasi. Selain itu masih dikaji juga apakah cita-rasa produk
dapat diterima oleh masyarakat dan diterima pasar seperti halnya produk Beras
Siger metode granulasi yang saat ini sudah cukup diterima masyarakat.
~ 20 ~
BAB 5
ANALISIS USAHA
Usaha pengolahan Beras Siger jika dikelola serius dapat menjadi industri
rumah tangga pedesaan yang menjanjikan. Usaha tersebut tentu saja harus ditunjang
dengan perencanaan produksi yang baik dan kualitas Beras Siger yang baik dan
seragam.
Analisis usaha untuk kegiatan usaha satu bulan adalah sebagai berikut:
A. Pendapatan
1. Produksi Beras Siger per bulan : 25 x 100 kg = 2.500 kg
2. Harga jual = Rp. 9.000 per kg, kemasan 1 kg
3. Pendapatan per bulan = 2.500 kg x Rp. 9.000 = Rp. 22.500.000
~ 21 ~
B. Peralatan
Nilai Umur
Penyusutan
No Nama Alat Jumlah pembelian ekonomis
(Rp)
(Rp) (thn)
Alat Pencuci singkong, kap. 1
1 1 unit 12,000,000 5 200,000.00
ton/jam
2 Alat perajang, kap. 100 kg/jam 4 unit 8,000,000 5 133,333.33
Pengering kabinet, kapasitas
3 1 unit 20,000,000 10 166,666.67
100 kg/hari
Penggiling Disk Mill, kapasitas
4 1 unit 8,000,000 5 133,333.33
50 kg/jam
5 Granulator, kap. 50 kg/jam 1 unit 12,000,000 5 200,000.00
6 Timbangan duduk 1 unit 1,500,000 10 12,500.00
C. Pengeluaran
D. Analisis Usaha
~ 22 ~
Nilai R/C = Revenue/Cost = Rp. 22.500.000/Rp. 18.229.000 = 1,23
Nilai B/C = Benefit/Cost = Rp. 4.270.883/ Rp.18.229.000 = 0,19
Harga BEP = Rp. 18.229.000/2.500 kg = Rp. 7.300 (dibulatkan)
PBP (Pay Back Period/Waktu Pengembalian Investasi) = Rp 63.500.000/Rp
4.270.883 = 14,9 bulan
Berdasarkan hasil analisis usaha dapat dilihat bahwa usaha pengolahan Beras
Siger dengan sistem siklus akan memberikan keuntungan sebesar Rp 4.270.000 per
bulan dengan waktu pengembalian investasi selama 14,9 bulan.
~ 23 ~
BAB 6
PENUTUP
Prospek pasar Beras Siger yang sangat luas ini tentunya harus dimanfaatkan
oleh para pengrajin tiwul/oyek tradisional dengan cara memodernisasi usahanya
dan mengelola usaha secara serius seperti halnya sebuah industri kecil.
Saat ini telah dibentuk pula Asosiasi Produsen Beras Siger yang mewadahi
produsen-produsen Beras Siger yang telah ada sebagai wadah untuk
menyeragamkan kualitas produk dan memperluas pemasaran produk.
~ 24 ~
DAFTAR PUSTAKA
~ 25 ~
Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih
Bahan Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Septiyani, Imas. 2012. Indeks Glikemik Berbagai Produk Tiwul Berbasis
Singkong (Manihot Esculenta Crantz) pada Orang
Normal.http://repository.ipb.ac.id. Diakses 20 Mei 2013.
Schmidl, M.K. and T.P. Labuza. 2000. Essentials of Functional Food. Aspen
Publisher, Inc. Gaitherburg, Maryland.
~ 26 ~
IDENTITAS DIRI
A. Riwayat Pendidikan
~ 27 ~
B. Pelatihan Profesional
Jenis Pelatihan
Jangka Waktu
Tahun (Dalam/ Luar Penyelenggara
Negeri)
2015 Pelatihan Asesor Badan Nasional 5-8 Oktober 2015
Kompetensi Sertifikasi Profesi
2014 Pelatihan Prodi Magister 30Oktober 2014
Pengelolaan dan Teknologi FMIPA Unila
Indeksasi Jurnal dan Hayati Jounal of
Biosciences IPB
2011 Training of PT. Bank Mandiri 31 Januari 2012
Trainers Modul
Kewirausahaan
2010 Pelatihan Direktorat Penelitian 18-20 Maret 2010 (3
Pemanfaatan Hasil dan Pengabdian Kepada hari)
Penelitian Masyarakat, Dirjen
Berpotensi Paten Dikti
2009 Pelatihan Auditor M-BRIO Training Body 17-21 November
HACCP Bogor 2009 (5 hari)
2004 Pelatihan FITS-Mandiri (Seafast 14-20 Agustus 2004
Pengolahan Aneka Centre) IPB Bogor (7 hari)
Produk Pangan
Berbasis Jagung
~ 28 ~
2012 Aplikasi Metode Pragelatinisasi Parsial untuk Dirjen Dikti, Hibah
Memproduksi Tepung Jagung Modifikasi serta Bersaing Tahun I
Aplikasinya pada Pengolahan Aneka Produk
Pangan
2012 Kajian Ilmiah Peningkatan Kualitas Tiwul Badan Ketahanan
Tradisional Pangan Daerah
Propinsi Lampung
~ 29 ~
E. Publikasi Ilmiah (5 tahun terakhir)
Tahun Judul Penerbit/Jurnal
2016 Functional Component of High- Journal of Science and Technology
Protein Tiwul (dalam proses penerbitan)
(Indonesian Traditional Analog
Rice) as a Functional Food
2015 Kajian Potensi Beras Siger (Tiwul Seminar Nasional Swasembada
Instan) Fortifikasi sebagai Pangan Pangan. Politeknik Negeri
Fungsional. Lampung 29 April 2015. ISBN
978-602-70530-2-1 halaman 467-
473.
2014 Pengembangan Formulasi Mi Seminar Nasional Pengembangan
Jagung Berbahan Baku Tepung Teknologi Pertanian, 24 Mei 2014,
Jagung Modifikasi Politeknik Negeri Lampung,
Bandar Lampung, ISBN 978-602-
70530-0-7
2014 Efektivitas Transfer Teknologi Jurnal Inovasi dan Pembangunan,
Pengolahan Beras Siger Terhadap Vol 02(III): 32-45, November 2014,
Peningkatan Produktivitas Usaha ISSN :2354-5704 Bappeda Provinsi
Beras Tiwul Tradisional Lampung
2014 Transfer Teknologi Pengolahan Prosiding Seminar Nasional
Beras Siger Bagi Pengrajin Beras Pengabdian Kepada Masyarakat,
Tiwul Di Desa ISBN 978-602-70050-1-3, 10-11
MargomulyoKecamatan Jati September 2014
Agung Kabupaten Lampung
Selatan
2013 Karakterisasi Tepung Jagung Seminar Nasional Sains dan
Modifikasi yang Diproses Teknologi V Satek dan Indonesia
Menggunakan Metode Hijau Universitas Lampung, 19-20
Pragelatinisasi Parsial November 2013, ISBN 978-979-
8510-71-7
2011 Pengaruh Umur Panen Ubi Kayu Prosiding Seminar Nasional Sains
Terhadap Rendemen dan dan Teknologi IV. Bandar
Karakteristik Beras Singkong Lampung, 29-30 November 2011
Instan
2010 Optimasi Proses Pragelatinisasi Prosiding Seminar Nasional
Parsial pada Pembuatan Tepung Teknologi Tepat Guna. Lampung,
Ubi Kayu Modifikasi 5-6 April 2010
2010 Kajian Formulasi Pembuatan Prosiding Seminar Nasional
Produk Sweet Potato Stick Teknologi Tepat Guna. Lampung,
Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar 5-6 April 2010
(Ipomoea Batatas L) Varietas
Shiroyutaka
~ 30 ~
2009 Karakteristik Tepung Ubi Kayu Jurnal Teknologi dan Industri Hasil
Modifikasi yang diproses Pertanian. Volume 14 No.2,
menggunakan Metode September 2009.
Pragelatinisasi Parsial
2009 Pengembangan Formulasi Produk Jurnal Penelitian Pertanian Terapan.
Flake Berbahan Baku Ubi Jalar Volume 9 No.1, Januari 2009.
Shiroyutaka
~ 31 ~
H. Penghargaan yang Pernah Diterima
Tahun Bentuk Penghargaan Pemberi
2002 Penerima Grand Award Peneliti Terbaik PT ISM Bogasari
Lustrum I Bogasari Nugraha, 1998-2002. Flour Mills
2006 Dosen Pembimbing PIMNAS Dirjen Dikti
2008 Dosen Pembimbing PIMNAS Dirjen Dikti
2009 Dosen Pembimbing PIMNAS Dirjen Dikti
2010 Juara I Lomba Penelitian dan Pemerintah Provinsi
Pengembangan Teknologi Terapan Provinsi Lampung
Lampung
2011 Dosen Berprestasi Peringkat I Politeknik Negeri
Lampung
I. Organisasi Profesi/Ilmiah
Tahun Jenis/Nama Organisasi Jabatan/Jenjang keanggotaan
2016- Asosiasi Produsen Beras Koordinator Bidang Produksi
Siger
2010-2014 Perhimpunan Ahli Teknologi Sekretaris
Pangan Indonesia (PATPI)
Cabang Lampung
1998-saat ini Perhimpunan Ahli Teknologi Anggota
Pangan Indonesia (PATPI)
Cabang Lampung
2006-2013 Ikatan Sarjana Pertanian Koordinator Bidang Ekonomi
(ISP) Universitas Lampung
1997-1999 Perhimpunan Mikrobiologi Pengurus
Indonesia (PERMI) Cabang
Lampung
~ 32 ~