Jika pemeriksaan spiro metri normal , untuk menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus
dilakuakn uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus
seperti uji provokasi dengan histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam,
hipertonik dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan VEP, sebesar 20% atau lebih dianggap
bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat selama
6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90%, dari maksimum. Dianggap bermakna bila
menunjukkan penurunanAPE (Arus pUncak Ekspirasi) paling sedikit 10%. Akan halnya uji
provokasi dengan allergen, hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang diuji
Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat berkarakteristik untuk asma, sedangkan netrofil ssangatdominan pada
bronkilis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil , Kristal Charcot-Leyden, dan Spiral
Curschmann, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergilus fumigates.
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma hal ini dapat membantu
dalam membedakan asma dari bronchitis kronik. Pemeriksaan inijuga dapat dipakai sebagai
patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma.
Uji kulit
Tujuan ujikulit adalah untuk menunjukkan adanya antibody IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini
hanya menyokong anamnesis, karena uji allergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab
asma, demikian pula sebaliknya.
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untukn menyokong adanya atopi. Pemeriksaan IgE
spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat
dipercaya.
Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan
adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelektasis dan lain lain
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awalserangan, tejadi hipoksemia
dan hipokapnia (PaCO2 < 35mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru
mendekati normal sampai normo-kapnia/ selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya
hiperkapnia (PaCO2 45 mmHg), hippksemia dan asidosis respiratorik.
Diagnosis banding
Bronchitis kronik
Bronchitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti TBC, bronchitis atas keganasan
harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien
berumur > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya di mulai pada pagi hari, lama-kelamaan
disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat
ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.
Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.
Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma pada emfisema tidak pernah ada masa remisi.
Pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung,
peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah.
Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.
Dulu gagal jantung kiri atai dikenal dengan asma kardial, dan bila timbul pada malam hari
disebut paroxysmal nocturnal dyspnoea. Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena
sesak. Tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal
yang memperberat atau memperingan gejala gagal jantung. Di samping ortopnea, pada
pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal jantung dan
trombofeblitis. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk yang dapat disertai darah,
nyeri pleura, keringat dingin, kejang dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
ortopnea, takikardi, gagal jnatung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi.
Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.
Penyakit lain yang jarang seperti stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa.
Komlikasi asma :
1. Pneumotoraks
2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5. Gagal nafas
6. Bronchitis
7. Fraktur iga
PENGOBATAN
Berdasarkan pathogenesis yang telah dikemukakan, strategi pengoatan asma dapat ditinjau
dari berbagai pendekatan. Seperti mengurangi respons saluran napas, mencegah ikatan
allergen dengan IgE, mencegah penglepasan mediator kimia, dam merelaksasi otot-otot polos
bronkus.
Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus yang dicetuskan oleh
allergen. Natrium kromolin mekanisme kerjanya diduga mencegah penglepasan mediator
dari mastosit.obat tersebut tidak dapat mengatasi spasme bronkus yang telah terjadi. Oleh
karena itu hanya dipakai sebagai obat profilaktif pada terapi pemeliharaan.
Natrium kromolin paling efektif untuk asma anak yang penyebabnya alergi. Meskipun juga
efektif pada sebagian pasien asma instrinsik dan asma karena kegaiatan jasmani. Obat
golongan agonis beta 2 maupun teofilin selain bersifat sebagai bronkodilator juga dapat
mencegah penglepasan mediator.
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa asma baik yang ringan maupun yang berat
menunjukkan inflamasi saluran napas. Secara histopatologis ditemukan adanya infaltrasi sel-sel
radang serta mediator inflamasi di tempat tersebut. Implikasi terapi proses inflamasi di atas
adalah meredam inflamasi yang ada baik dengan natrium kromolin atau secara lebih proten
denagn kortikosteroid baik secara oral, parenteral, atau inhalasi seperti pada asma akut atau
kronik.
Obat-obat anti asma. Pada dasarnya obat-obat anti asma dipakai untuk mencegah dan
mengendalikan gejala asma. Fungsi penggunaan obat anti asma antara lain:
Pencegah (kontroller) yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan tujaun agar gejala asma
persisten tetap terkendali. Termasuk golongan ini adalah obat-obat anti inflamasi dan
bronkodilator kerja panjang (long acting). Obat-obat anti inflamasi khususnya kortikosteroid
hirup adalah obat yang paling efektif sebagai pencegah. Obat-obat anti alergi, bronkodilator atau
obat golongan lain sering dianggap sebagai obat pencegah, meskipun sebenarnyakurang tepat,
karena obat-obat tersebut mencegah dalam ruang lingkup yang terbatas misalnya mengurangi
serangan asma, mengurangi gejala asma kronik, memperbaiki fungsi paru, menurunkan
reaktivitas bronkus dan memperbaiki kualitas hidup. Obat anti inflamasi dapat mencegah
terjadinya inflamasi serta mempunyai daya pforilaksis dan supresi. Dengan pengobatan anti
inflamasi jangka panjang ternyata perbaikan gejala asma, perbaikan fungsi paru serta penurunan
reaktivitas bronkus lebih baik bila dibandingkan bronkodilator.
Termasuk golongan obat pencegah adalah kortikosteroid hirup, kortikosteroid sistemik, natrium
kromolin, natrium nedrokomil, teofilin lepas lamabat(TLL), agonis beta 2 kerja panjang hirup
(salmaterol dan formoterol) dan oral,, dan obat-obat anti alergi. Falmaterol, antileukotrien dan
anti IgE.
Penghilang gejala (reliever). Obat peghilang gejala yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi
bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera. Termasuk dalam
golongan ini yaitu agonis beta 2 hirup kerja pendek (short-acting), kortikosteroid sistemik, anti
kolinergik hirup, teofilin kerja pendek, agonis beta 2 oral kerja pendek.
Agonis beta 2 hirup (fenoterol, salbutamol, terbutalin, prokaterol) merupakan obat terpilih untuk
gejala asma akut serta bila di berikan sebelum kegiatan jasmani. Agonis beta2 hirup juga dipakai
sebagai penghilang gejala pada asma episodic.
Peran kortikosteroid sistemik pada asma akut adalah untuk mencegah perburukan gejala lebih
lanjut. Obat tersebut secara tidak langsung mencegah dan mengurangi frekuensi perawatan di
ruang rawat darurat atau inap. Anti kolinergik hirup atau ipatropim bromide selain dipakai
sebagai tambahan terapi agonis beta 2 hirup pada asma akut, juga dipakai sebagai obat
alternative pada pasien yang tidak dapat mentoleransi efek samping agonis beta 2. Teofilin
maupun agonis beta 2 oral dipakai pada pasien yang secara teknis tidak bisa memakai sediaan
hiruip.
Para ahli asma dari berbagai Negara terkemuka telah berkumpul dalam suatu lokakarya (Global
Initiative for Asthma : Management and prevention yang dikoordinasikan oleh national heart,
lung and blood institute Amerika Serikat dan WHO. Publikasi lokakarya tersebut yang dikenal
sebagai GINA diterbitkan pada tahun 1995, yang diperbaharui tahun 1998, 2002, 2006 dan yang
terakhir 2008. Hampeir seluruh Negara di dunia mengikuti protocol pengobatan yang dianjurkan
namun cara pengobatan tersebut masih mahal bagi Negara sedang berkembang, sehingga
masing-masing Negara dianjurkan membuat kebijakan sesuai dengan kondisi social ekonomi
serta lingkungannya.
Asma akan mempenyai dampak terhadap kehidupan pasien, keluarganya maupun masyarakat.
Sampai saat inibelum ada cara untuk menyembuhkan asma, namun dengan penatalaksanaan yang
baik tujuan untuk dapat memperoleh kontrol asma yang baik, pada sebagian besar dapat tercapai.
Dalam pembicaraan berikut, akan dibahas mengenai tujuan penatalaksanaan asma, tes kontrol
asma (TKA), obat-obat asma, serta komponen-komponen yang berperan dalam mencapai
keberhasilan pengobatan.
Untuk mecapai tujuan di atas GINA merekomendasikan 5 komponen yang saling terkait dalam
penatalaksanaan asma :
Pada sebagian besar pasien dengan intervensi obat asma dengan hubungan dokter pasien
yang baik tujuan di atas dapat tercapai. Pengobatan merupakan proses yang
berkesinambungan. Bila dengan obat yang diberikan saat ini asma belum terkontrol, dosis
atau jenis obat ditingkatkan. Seperti diketahui pada panduan penatalaksanaan asma yang
baru, terdapat 5 tingkatan pengobatan asma. Bila kontrol asma dapat tercapai dan dapat
dipertahankan terkontrol paling tidak selama 3 bulan maka tingkat pengobatan asma
dapat dicoba untuk diturunkan. Sebaliknya bila respons pengobatan belum memadai
tingkat pengobatan dinaikkan. Pada tingkat berapa pengobatan untuk mencapai kontrol
dimulai, tergantung berat atau tidaknya kontrol asma. Bila dianggap ringan tingkat 2,
yanag agak berat tingkat 3
Pengaturan kontrol asma
Pada penyakit-penyakit kronik sasaran pengobatan umumnya sudah jelas, sehingga
pengobatan ditujukkan kepada sasaran tersebut. Hipertensi dikatakan terkontrol bila
tekanan darah 140/90 mmHg, diabetes mellitus terkontrol bila kadar HbA1c 6.5%
atau dislipidemia dianggap terkontrol bila kadar LDL kolesterol 100 mg/dL. Namun
asma sebagai penyakit multidimensi persepsi tentang kontrol asma belum ada
kesepakatan, sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar asma tidak terkontrol.
Seperti dilaporkan dari berbagai Negara maju. Oleh karena itu para ahli berupaya
mencari alat ukur yang diperkirakan dapat mewakili kontrol asma secara keseluruhan
mulai dari pengukuran salah satu variable sampai kepada gabungan beberapa variable.
Sejauh ini paling tidak terdapat 5 alat ukur berupa kuisioner dengan atau tanpa
pemeriksaan fungsi paru, tetapi yang lazim dipakai adalah tes kontrol asma seperti
terlihat pada gambar 2.
Asthma control test (Tes Kontrol Asma) diperkenalkan oleh Nathan dkk yang berisi 5
pertanyaan dan masing-masing pertanyaan mempunyai skor 1 sampai 5 sehingga nilai
terendah ACT adalah 5 dan tertinggi adalah 25. Interpretasi dari skor tersebut adalah :
a. Bila kurang atau sama dengan 19 berarti asma tidak terkontrol, sedangkan dibawah
15 berarti di katakana terkontrol buruk
b. 20-24 dikatakan control baik.
c. 25 dikatakan terkontrol total atau sempurna
ACT ini juga telah di uji coba oleh Susilawati Poliklinik Alergi Imunologi Klinik
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK UI RSCM.
Pengobatan dimulai sesuai dengan tahap atau tingkat berikutnya. Tetapi sebelumnya
perhatikan lebih dahulu apakah teknik pengobatan, ketaatan berobat, serta
pengendalian lingkungan (penghindaran allergen atau factor pencetus)telah
dilaksanakan dengan baik.
Setelah asma terkendali paling tidak untuk jangka waktu 3 bulan, dapat dicoba
menurunkan obat-obat anti asma secara bertahap, sampai mencapai dosis minimum
yang dapat mengendalikan gejala.
Akhir-akhir ini diperkenalkan terapi anti IgE untuk asma alergi yang berat. Penelitian
menunjukkan anti IgE dapat menurunkan berat asma, pemakaian obat anti asma,
kunjungan ke gawat darurat karena serangan asma akut dan kebutuhan rawat inap.
Pengobatan asma berdasarkan system wilayah bagi pasien
System pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien mengetahui
perjalanan dan kronisitas asma. Memantau kondisi penyakitnya, mengenal tanda-
tanda dini serangan asma dan dapat bertindak segera mengatasi kondisi tersebut.
Dengan menggunakan peak flow meter pasien diminta mengukur secara teratur setiap
hari dan membandingkan nilai APE yang didapat pada waktu itu dengan nilai terbaik
APE pasien atau nilai prediksi normal.
4. Merencanakan pengobatan asma (serangan asma)
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak napas, mengi atau kombinasi dari gejala-
gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai berat yang
dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau bida juga perlahan-lahandalam
jangka waktu berhari-hari.satu hal yang perlu di ingat bahwa serangan asma akut
menunjukkan rencana pengobatanjangka panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan
factor pencetus.
Tujuan pengobatan serangan asma yaitu :
a. Menghlilangkan obstruksi saluran napas dengan segera
b. Mengatasi hipoksemia
c. Mengembalikan fungsi paru kea rah normal secepat mungkin
d. Mencegah terjadinya serangan berikutnya
e. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai cara-cara
megatasi dan mencegah asma
Dalam penatalaksanaan serangan asma perlu diketahui lebih dahulu derajat beratnya
serangan asma baik berdasarkan cara bicara, aktivitas, tanda-tanda fisis, nilai APE
dan bila mungkin analisis gas darah seperti terlihat pada tabel 2. Hal ini juga perlu
diketahui apakah pasien termasuk pasien asma yang beresiko tinggi untuk kematian
karena asma, yaitu pasien yang :
1. Sedang memakai tau baru saja lepas dari kortikosteroid sistemik
2. Riwayat rawat inap atau kunjungan ke unit gawat darurat karena asma dalam
setahun terakhir
3. Gangguan kejiwaan atau psikososial
4. Pasien yang tidak taat mengikuti rencana pengobatan
Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (Sa O2 92%)
dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan pemberian bronkodilator aerosol
( agonis beta 2 dan Ipratropium bromide) dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan
dengan memberikan kortikosteroid sistemik. Pemberian oksigen 1-3 liter/menit, di usahakan
mencapai saturasi 92% sehingga bila penderita telah mencapai saturasi 92% sebenarnya tidak
lagi membutuhkan inhalasi oksigen.
Bronkodilator khususnya agonis beta 2 hirup ( kerja pendek) merupakan obat anti asma pada
serangan asma, baik dengan MDI atau nebulizer. Pada serangan asma ringan atau sedang,
pemberian aerosol 2-4 kali setiap 20 menit cukup memadai untuk mengatasi serangan. Obat-obat
anti asma yang lain seperti antikolinergik hirup, teofilin, dan agonis beta 2oral merupakan obat-
obat alternative karena mula kerja yang lama serta efek sampingnya lebih besar. Pada serangan
asma yang lebih berat,dosisi agonis beta 2 hirup dapat ditingkatkan. Sebagian peneliti
menganjurkan pemberian kombinasi Ipratropium bromide dengan salbutamol karena dapat
mengurangi perawatan rumah sakit dan mengurangi biaya pengobatan.
Kortikosteroid sistemik diberikan bila respons terhadap agonis beta 2 hirup tidak memuaskan.
Dosis prednisolon antara 0,5-1 mg/kgBB atau ekuivalennya. Perbaikan biasanya terjadi secara
bertahap, oleh karena itu pengobatan diteruskan untuk beberapa hari. Tetapi bila tidak ada
perbaikan atau minimal, segera pasien dirujuk ke fasillitas pengobatan yang lebih baik.
Beberapa keadaan pada asma yang perlu mendapat perhatian khusus apabila pasien asma juga
mangalami kehamilan, pembedahan, retinitis, sinusitis, refluks gastroesofageal dan anafilaksis.
Kehamilan
Asma yang tidak terkontrol akan berdampak pada janin, menyebabkan kematian perinatal,
prematuritas, dan berat lahir rendah. Secara umum dapat dikatakan wanita hamil dengan asma
yang terkontrol. Prognosisnya sama dengan wanita hamil tidak asma. Oleh karena itu pemakaian
obat obat anti asma untuk memperoleh control asma dapat diterima, meskipun keamanannya
pada kehamilan belum terbukti. Dengan demikian penatalaksanaan asma pada kehamilan
ditujukan untuk memperoleh control asma.
Pembedahan
Komplikasi pembedahan juga ditentukan oleh beratnya asma sewaktu operasi. Lokasi operasi
dimana daerah torak dan abdomen atas mempunyai resiko yang paling besar serta jenis anastesi
dengan intubasi mempunyai resiko yang lebih tinggi. Penilaian sebaiknya dilakukan beberapa
hari sebelum operasi, agar bila terjadi kelaianan dapat diatasi sebelum operasi. Kortikosteroid
sistemik oral dapat diberikan bila pada fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi. Demikian
pula pasien asma yang 6 bulan terakhir mendapat kortikosteroid sistemik. Perlu mendapat
perlindungan dengan 100mg hidrokortison sebelum operasi. Steroid mulai dikurangi 24 jam
setelah operasi.
Pada pasien asma perlu dipikirkan adanya rhinitis, sinusitis dan polip hidung,dsb, karena
mempunyai hubungan yang erat. Sekitar 70-80% pasien asma mempunyai gejala rhinitis,
sebaiknya sekitar 30% pasien rhinitis mempunyai asma. Untuk kepastian diagnosis dianjurkan
pemeriksaan CT Scan sinus paranasal. Perlu diwaspadai adanya asma, rhinitis dan polip hidung
yang sering disertai alergi terhadap asam asetil saliksilat. Infeksi saluran napas atas yang
disebabkan virus sering memicu terjadinya serangan asma. Pengobatan tidak berbeda dengan
serangan asma. Pengobatan tidak berbeda dengan serangan asma yang disebabkan oleh factor
pencetus lainnya.
Refluks Gastroesofageal
Refluks gastroesofageal perlu dipikirkan terutama pada pasien asma yang sulit dikontrol.
Penanganan keadaan ini diharapkan mengurangi gejala asma. Pengobatan yang dianjurkan yaitu
posri makanan yang sedikit tetapi sering, hindari makan atau minuman sebelum tidur, hindari
makanann yang berlemak, alcohol, teofiin dan agonis beta oral. Berikan Proton Pump Inhibitor
atau antagonis H2, serta tidur dengan tempat tidur bagian kepala yang ditinggikan
Anafilaksis
Kejadian anafilaksis bisa terjadi pada pasien asma, sehingga pada serangan asma yagn resisten
terhadap pengobatan perlu dicari gejala-gejala lain dari anafilaksis. Sekali diagnosis anafilaksis
ditegakkan, pengobatan utamanya adalah epinefrin atau adrenalin 0,3 mL IM yang dapat diulangi
beberapa kali.