Anda di halaman 1dari 3

Hukum isbal bagi laki-laki

1. Pendapat Yang Mengatakan Mutlak Haram

Tidak sulit untuk mencari literatur pendapat yang mengharamkan isbal secara mutlak. Fatwa-fatwa dari kalangan
ulama Saudi umumnya cenderung memutlakkan keharaman isbal.
Kalau boleh disebut sebagai sebuah contoh, ambillah misalnya fatwa Syeikh Bin Baz rahimahullah. Jelas dan
tegas sekali beliau mengatakan bahwa isbal itu haram, apapun alasannya. Dengan niat riya atau pun tanpa niat
riya. Pendeknya, apapun bagian pakaian yang lewat dari mata kaki adalah dosa besar dan menyeret pelakunya
masuk neraka.
Beliau amat serius dalam masalah ini, sampai-sampai fatwa beliau yang paling terkenal adalah masalah
keharaman mutlak perilaku isbal ini. Setidaknya, fatwa inilah yang selalu dan senantiasa dicopy-paste oleh para
murid dan pendukung beliau, sehingga memenuhi ruang-ruang cyber di mana-mana. Berikut ini adalah salah
satu petikan fatwa beliau:
Apa yang di bawah kedua mata kaki berupa sarung maka tempatnya di Neraka [Hadits Riwayat Bukhari dalam
sahihnya]

Ada tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah di hari Kiamat, tidak dilihat dan tidak disucikan (dari dosa)
serta mendapatkan azab yang sangat pedih, yaitu pelaku Isbal (musbil), pengungkit pemberian dan orang yang
menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu. (HR Muslim)

Kedua hadits ini dan yang semakna dengannya mencakup orang yang menurunkan pakaiannya (isbal) karena
sombong atau dengan sebab lain. Karena Rasulullah SAW mengucapkan dengan bentuk umum tanpa
mengkhususkan. Kalau melakukan Isbal karena sombong, maka dosanya lebih besar dan ancamannya lebih
keras.

Tidak boleh menganggap bahwa larangan melakukan Isbal itu hanya karena sombong saja, karena Rasullullah
SAW tidak memberikan pengecualian hal itu dalam kedua hadist yang telah kita sebutkan tadi, sebagaiman juga
beliau tidak memberikan pengecualian dalam hadist yang lain.

Beliau SAW menjadikan semua perbuatan isbal termasuk kesombongan karena secara umum perbuatan itu tidak
dilakukan kecuali memang demikian. Siapa yang melakukannya tanpa diiringi rasa sombong maka perbuatannya
bisa menjadi perantara menuju ke sana. Dan perantara dihukumi sama dengan tujuan, dan semua perbuatan itu
adalah perbuatan berlebihan-lebihan dan mengancam terkena najis dan kotoran.
Adapun Ucapan Nabi SAW kepada Abu Bakar As Shiddiq ra. ketika berkata: Wahai Rasulullah, sarungku sering
melorot (lepas ke bawah) kecuali aku benar-benar menjaganya. Maka beliau bersabda: Engkau tidak termasuk
golongan orang yang melakukan itu karena sombong. [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Yang dimaksudkan oleh oleh Rasulullahbahwa orang yang benar-benar menjaga pakaiannya bila melorot
kemudian menaikkannya kembali tidak termasuk golongan orang yang menyeret pakaiannya karena sombong.
Karena dia (yang benar-benar menjaga ) tidak melakukan Isbal. Tapi pakaian itu melorot (turun tanpa sengaja)
kemudian dinaikkannya kembali dan menjaganya benar-benar. Tidak diragukan lagi ini adalah perbuatan yang
dimaafkan.

Adapun orang yang menurunkannya dengan sengaja, apakah dalam bentuk celana atau sarung atau gamis,
maka ini termasuk dalam golongan orang yang mendapat ancaman, bukan yang mendapatkan kemaafan ketika
pakaiannya turun. Karena hadits-hadits shahih yang melarang melakukan Isbal besifat umum dari segi teks,
makna dan maksud.

Maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati terhadap Isbal. Dan hendaknya dia takut kepada Allah ketika
melakukannya. Dan janganlah dia menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki dengan mengamalkan hadits-
hadits yang shahih ini. Dan hendaknya juga itu dilakukan karena takut kepada kemurkaan Alllah dan hukuman-
Nya. Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq.

[Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ibn Abdullah Ibn Bazz dinukil dari Majalah Ad Da'wah hal 218]

2. Pendapat Yang Mengharamkan Bila Dengan Niat Riya

Sedangkan pendapat para ulama yang tidak mengharamkan isbal asalkan bukan karena riya, di antaranya
adalah pendapat Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, seorang yang dengan sukses menulis syarah (penjelasan)
kitab Shahih Bukhari. Kitab beliau ini boleh dibilang kitab syarah yang paling masyhur dari Shahih Bukhari. Beliau
adalah ulama besar dan umat Islam berhutang budi tak terbayarkan kepada ilmu dan integritasnya.

Khusus dalam masalah hukum isbal ini, beliau punya pendapat yang tidak sama dengan Syeikh Bin Baz yang
hidup di abad 20 ini. Beliau memandang bahwa haramnya isbal tidak bersifat mutlak. Isbal hanya haram bila
memang dimotivasi oleh sikap riya. Isbal halal hukumnya bila tanpa diiringi sikap itu.

Ketika beliau menerangkan hukum atas sebuah hadits tentang haramnya isbal, beliau secara tegas memilah
maslah isbal ini menjadi dua. Pertama, isbal yang haram, yaitu yang diiringi sikap riya. Kedua, isbal yang halal,
yaitu isbal yang tidak diiringi sikap riya. Berikut petikan fatwa Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.
, ,
,
Di dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa isbal izar karena sombong termasuk dosa besar. Sedangkan isbal
bukan karena sombong (riya), meski lahiriyah hadits mengharamkannya juga, namunhadits-hadits ini
menunjukkan adalah taqyid (syarat ketentuan) karena sombong. Sehingga penetapan dosa yang terkait dengan
isbal tergantung kepada masalah ini. Maka tidak diharamkan memanjangkan kain atau isbalasalkan selamatdari
sikap sombong. (Lihat Fathul Bari, hadits 5345)

Al-Imam An-Nawawi
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah adalah ulama besar di masa lalu yang menulis banyak kitab, di antaranya
Syarah Shahih Muslim. Kitab ini adalah kitab yang menjelaskan kitab Shahih Muslim. Beliau juga adalah penulis
kitab hadits lainnya, yaitu Riyadhus-Shalihin yang sangat terkenal ke mana-mana. Termasuk juga menulis kitab
hadits sangat populer, Al-Arbain An-Nawawiyah. Juga menulis kitab Ianatut-Thalibin dan lainnya.

Di dalam Syarah Shahih Muslim, beliau menuliskan pendapat:


. , ,
Adapun hadits-hadits yang mutlak bahwa semua pakaian yang melewati mata kaki di neraka, maksudnya adalah
bila dilakukan oleh orang yang sombong. Karena dia mutlak, maka wajib dibawa kepada muqayyad, wallahu
alam.
. .
, ,
Dan Khuyala adalah kibir (sombong). Dan pembatasan adanya sifat sombong mengkhususkan keumuman
musbil (orang yang melakukan isbal) pada kainnya, bahwasanya yang dimaksud dengan ancaman dosa hanya
berlaku kepada orang yang memanjangkannya karena sombong. Dan Nabi SAW telah memberikan rukhshah
(keringanan) kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq ra seraya bersabda, Kamu bukan bagian dari mereka. Hal itu
karena panjangnya kain Abu Bakar bukan karena sombong.

Maka klaim bahwa isbal itu haram secara mutlak dan sudah disepakati oleh semua ulama adalah klaim yang
kurang tepat. Sebab siapa yang tidak kenal dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar dan Al-Imam An-Nawawi
rahimahumallah. Keduanya adalah begawan ulama sepanjang zaman. Dan keduanya mengatakan bahwa isbal
itu hanya diharamkan bila diiringi rasa sombong.
Maka haramnya isbal secara mutlak adalah masalah khilafiyah, bukan masalah yang qathi atau kesepakatan
semua ulama. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Dan itulah realitasnya.

Pendapat mana pun dari ulama itu, tetap wajib kita hormati. Sebab menghormati pendapat ulama, meski tidak
sesuai dengan selera kita, adalah bagian dari akhlaq dan adab seorang muslim yang mengaku bahwa
Muhammad SAW adalah nabinya. Dan Muhammad itu tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlaq.
Pendapat mana pun dari ulama itu, boleh kita ikuti dan boleh pula kita tinggalkan. Sebab semua itu adalah ijtihad.
Tidak ada satu pun orang yang dijamin mutlak kebenaran pendapatnya, kecuali almashum Rasulullah SAW.
Selama seseorang bukan nabi, maka pendapatnya bisa diterima dan bisa tidak.

Bila satu ijtihad berbeda dengan ijtihad yang lain, bukan berarti kita harus panas dan naik darah. Sebaliknya, kita
harus mawas diri, luas wawasan dan semakin merasa diri bodoh. Kita tidak perlu menjadi sok pintar dan merasa
diri paling benar dan semua orang harus salah. Sikap demikian bukan ciri thalabatul ilmi yang sukses, sebaliknya
sikap para juhala (orang bodoh) yang ilmunya terbatas.

Anda mungkin juga menyukai