Anda di halaman 1dari 17

HEPATOMA

Rio kristian,Tety hariyanti sudiro

A. Pendahuluan

Karsinoma hepatoseluler/ hepatocellular carcinoma (HCC) merupakan

penyakit neoplasma ganas primer hepar tersering yang terdiri dari sel

menyerupai hepatosit dengan derajat diferensiasi bervariasi. HCC adalah

istilah terminologi yang lebih baik dibandingkan hepatoma dan kanker liver

yang sebaiknya dihindari. Pada manusia, sebagian besar HCC muncul dengan

latar belakang hepatitis kronis atau sirosis. 1

HCC sudah menjadi masalah kesehatan global, merupakan kanker kelima

terbanyak di dunia, yaitu 5,4% dari semua jenis kanker, dan penyebab

kematian ketiga ter tinggi akibat kanker. HCC menjadi salah satu keganasan

terbanyak pada dewasa, lebih dominan pada laki-laki dengan per banding an

2-4 : 1. Angka kejadian tertinggi ditemu kan di Asia dan Afrika dengan

kelompok populasi berusia 20-40 tahun, sedangkan di Negara barat jarang

terjadi sebelum usia 60 tahun. HCC merupakan karsinoma kedua paling

mematikan setelah karsinoma pankreas.1

Hampir seluruh pasien meninggal dalam 6-7 bulan setelah didiagnosis.

Hal ini umum terjadi di daerah endemisitas tinggi. Prognosis buruk ini

berhubungan dengan masih kurang baiknya diagnosis awal dan resistensi

tumor terhadap tatalaksana.1

1
B. Definisi

Karsinoma hepatoseluler (KHS) adalah salah satu jenis keganasan hati

primer yang paling sering ditemukan dan banyak menyebabkan kematian.

Dari seluruh keganasan hati, 80-90% adalah KHS. Dua jenis virus yang dapat

dikatakan menjadi penyebab dari tumor ini adalah virus hepatitis B (HBV)

dan virus hepatitis C (HCV). Karsinoma hati primer dibedakan atas karsinoma

yang berasal dari sel-sel hati (KHS), karsinoma dari sel-sel saluran empedu

(karsinoma kolangioseluler), dan campuran dari keduanya.2

Karsinoma juga dapat berasal dari jaringan ikat hati seperti misalnya

fibrosarkoma hati. Secara makroskopis karsinoma hati dapat dijumpai dalam

bentuk (i) masif yang biasanya di lobus kanan, berbatas tegas, dapat disertai

nodul-nodul kecil di sekitar masa tumor dan bisa dengan atau tanpa sirosis; (ii)

noduler, dengan nodul di seluruh hati, (iii) difus, seluruh hati terisi

sel tumor. Secara mikroskopis, sel-sel tumor biasanya lebih kecil dari sel hati

yang normal, berbentuk poligonal dengan sitoplasma granuler. Sering

ditemukan sel raksasa yang atipik.2

C. Epidemiologi

Primary Liver Cancer (PLC) merupakan kanker hati paling ganas di dunia

dan merupakan jenis kanker yang paling sering dialami laki-laki di negara

berkembang (Di Amerika Serikat, sekitar 90% dari PLC merupakan kelompok

Hepatocellular carcinoma (HCC). Angka kematian HCC di dunia mencapai

satu juta kematian per tahun. Di Asia, angka kejadiannya mencapai 30 kasus

per 100.000 orang per tahun. Di Indonesia HCC sendiri termasuk dalam 10

2
besar jenis kanker paling mematikan. Tingginya insiden HCC di Asia

disebabkan oleh tingginya angka kejadian hepatitis kronis viral, terutama

hepatitis B kronis. Karena sulitnya mengenali gejala pada stadium awal dan

pesatnya perkembangan tumor, kebanyakan kasus HCC ditemukan pada

stadium lanjut.3

D. Etiologi

Pada umumnya negara yang memiliki prevalensi tinggi HCC adalah

negara yang juga memiliki prevalensi tinggi infeksi hepatitis B kronik.

Namun, selain itu negara yang memiliki kofaktor dari lingkungan seperti

paparan aflatoxin juga diperhitungkan. Insidensi HCC secara umum

meningkat dengan bertambahnya usia, meskipun tetap dapat terjadi pada usia

yang beragam di beberapa negara yang kondisi geografisnya berbeda.

Perbandingan angka kejadian HCC pada laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1

sampai 5 : 1, penyebab pasti laki-laki lebih rentan terkena HCC masih belum

diketahui, namun diketahui bahwa tumor memiliki akseptor androgen karena

androgen dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumor. Di

samping itu, ada pula faktor resiko predominan lainnya pada laki-laki seperti

hepatitis kronik, alkohol, dan rokok.3

E. Klasifikasi

3
System klasifikasi secara klinis dibentuk agar memudahkan dalam proses

assesement, estimasi prognosis, dan pemilihan terapi. Hingga kini, ada tujuh

cara pengklasifikasian yang berbeda dalam memanajemen HCC. Setiap

metode klasifikasi memiliki keunggulan masing-masing.4

Gambar 1. System klasifikasi HCC.(dikutip dari kepustakaan 4)

System pengklasifikasian BCLC yang mayoritas digunakan dalam dunia

medis dan juga banyak digunakan dalam percobaan klinik untuk menguji

pengobatan terbaru untuk HCC. Proses pengklasifikasian BCLC dapat

digambarkan dalam bagan di gambar 2.

4
Gambar 2. System klasifikasi HCC dengan metode BCLC. (dikutip dari

kepustakaan 5).

Gambar 3. Pengklasifikasian staging BCLC. (dikutip dari kepustakaan

6).
F. Patofisiologi

Mekanisme virus dapat menyebabkan kanker masih belum diketahui

secara pasti. Di samping efek langsung virus terhadap genom, HCC juga dapat

meningkat sebagai hasil yang tidak langsung dari siklus infeksi menjadi

nekrosis dan regenerasi. Resiko yang berhubungan dengan HHC adalah

5
serologi pasien yang (+) terhadap antigen permukaan Hepatitis B Virus (HBV)

yakni HbsAg, pasien tersebut memiliki resiko untuk terkena HCC 98 kali

lebih kuat daripada pasien yang negatif uji serologisnya. Selain itu, untuk

yang (+) antigen e (HbeAg) mengindikasikan replikasi aktif dan beresiko 36

kali lebih kuat daripada yang negative.3

HBV memiliki genom DNA rantai ganda 3,2 kb yang tertutup oleh protein

(HbsAg). Genom dikemas dengan protein inti (HbcAg) dan DNA polimerase.

Setelah penetrasi virus ke dalam sel, genomnya menjadi tertutup sehingga

keseluruhan genom rantai ganda dapat berintegrasi dengan genom host.

Protein pembungkus dari gen S, pre S, proses pre-S2 ; HbeAg dan HbcAg dari

gen C dan sekuens gen pre C, DNA polimerase dari gen P dan protein x dari

gen x. DNA bereplikasi bergantung pada transkripsi RNA intermediate dalam

nukleus. Lalu, virus berkembang dalam sitoplasma dan dihilangkan oleh

hepatosit.3

Integrasi HBV ke dalam genom host terlihat sebagai karsinogenetik.

Beberapa gen HBV ditemukan dalam jaringan yang terinfeksi, sepert gen pre-

S2/S hepatitis Bx (HBx) dan HB spliced protein (HBSP), protein berekspresi

dari gen-gen yang berinteraksi tersebut yang telah menunjukkan efek

intraseluler, termasuk efek dalam pertumbuhan sel dan apoptosis. 154 asam

amino yang diproduksi virus telah menunjukkan peranan penting untuk infeksi

HBV in vivo. Hal ini dapat menjadi kandidat primer yang memediasi efek

patologi HBV. HBx dapat menginaktivasi tumor supresor p53 dan

menurunkan regulator pertumbuhan gen p55 dan dapat menurunkan regulasi

6
p21 dan sui 1 yang dapat menghambat pertumbuhan HCC. Selain itu, HBx

juga dapat berpengaruh melalui efeknya dalam homeostasis Ca+ dan aktivasi

Ca dependen kinase dalam NF-kB. Faktor transkripsi untuk mengontrol

respon imun yang juga berhubungan dengan HCV polipeptida. Protein HBV

lain yang berpengaruh adalah protein pembungkus (L dan M) yang secara

tidak langsung dapat memediasi terjadinya HCC melalui protein pembungkus

karena stres seluler.3

G. Manifestasi Klinis

Beberapa faktor patogenesis karsinoma hepatoseluler telah

didefinisikan baru-baru ini. Hampir semua tumor di hati berada dalam konteks

kejadian cedera kronik (chronic injury) dari sel hati, peradangan dan

meningkatnya kecepatan perubahan hepatosit. Respons regeneratif yang

terjadi dan adanya fibrosis menyebabkan timbulnya sirosis, yang

kemudian diikuti oleh mutasi pada hepatosit dan berkembang menjadi

karsinoma hepatoseluler. HBV atau HCV mungkin terlibat di dalam berbagai

tahapan proses onkogenik ini. 2

Misalnya, infeksi persisten dengan virus menimbulkan inflamasi,

meningkatkan perubahan sel, dan menyebabkan sirosis. Sirosis selalu

didahului oleh beberapa perubahan patologis yang reversibel, termasuk

steatosis dan inflamasi; baru kemudian timbul suatu fibrosis yang ireversibel

dan regenerasi nodul. Lesi noduler diklasifikasikan sebagai regeneratif dan

7
displastik atau neoplastik. Nodul regenerative merupakan parenkim hepatik

yang membesar sebagai respons terhadap nekrosis dan dikelilingi oleh septa

fibrosis. 2

Selain proses di atas, pada waktu periode panjang yang tipikal dari

infeksi (10-40 tahun), genom virus hepatitis dapat berintegrasi ke dalam

kromosom hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan ketidakseimbangan

(instability) genomik sebagai akibat dari mutasi, delisi, translokasi, dan

penyusunan kembali (rearrangements) pada berbagai tempat di mana genom

virus secara acak masuk ke dalam DNA hepatosit. Salah satu produk gen,

protein x HBV (Hbx), mengaktifkan transkripsi, dan pada periode infeksi

kronik, produk ini meningkatkan ekspresi gen pengatur pertumbuhan

(growthregulating genes) yang ikut terlibat di dalam transformasi malignan

dari hepatosit. 2

Gambaran klinis berupa rasa nyeri tumpul umumnya dirasakan oleh

penderita dan mengenai perut bagian kanan atas, di epigastrium atau pada

kedua tempat epigastrium dan hipokondrium kanan. Rasa nyeri tersebut tidak

berkurang dengan pengobatan apapun juga. Nyeri yang terjadi terus menerus

sering menjadi lebih hebat bila bergerak. Nyeri terjadi sebagai akibat

pembesaran hati, peregangan glison dan rangsangan peritoneum. Terdapat

benjolan di daerah perut bagian kanan atas atau di epigastrium. Perut

membesar karena adanya asites yang disebabkan oleh sirosis atau karena

adanya penyebaran karsinoma hati ke peritoneum. Umumnya terdapat keluhan

mual dan muntah, perut terasa penuh, nafsu makan berkurang dan berat badan

8
menurun dengan cepat. Yang paling penting dari manifestasi klinis sirosis

adalah gejala-gejala yangberkaitan dengan terjadinya hipertensi portal yang

meliputi asites, perdarahan.2

H. Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosis karsinoma hati diperlukan beberapa

pemeriksaan seperti misalnya pemeriksaan radiologi, ultrasonografi,

computerized tomography (CT) scan, peritoneoskopi dan pemeriksaan

laboratorium. Deteksi lesi noduler hati dengan imaging tergantung pada

perbedaan yang kontras antara parenkim hati normal dan lesi

noduler. Adanya fibrosis dapat mempengaruhi sensitivitas dari modalitas

imaging sehingga dapat mengganggu deteksi dan karakterisasi

tumor hati.10

I. Pemeriksaan Penunjang

Peran pemeriksaan penunjang dalam diagnosis HCC dapat dibagi menjadi

dua kategori utama, yang pertama yaitu pada surveilans pada pasien dengan

risiko tinggi terjadi HCC dan yang kedua adalah untuk diagnosis HCC yang

didasarkan pada hasil pemeriksaan skrining yang abnormal.2 Peran yang lain

adalah untuk evaluasi HCC setelah mendapatkan terapi. Sebagian besar pasien

HCC didiagnosis pada stadium menengah lanjut (intermediet-advanced stage)

yang tidak ada terapi standarnya.7

9
Dalam rekomendasi Asian Pacific Association for the Study of the liver

consensus (APASL), transarterial chemoembolization (TACE)

direkomendasikan sebagai pengobatan pilihan pertama bagi pasien dengan

HCC yang tidak dapat direseksi dengan tumor besar/ multifocal yang tidak

memiliki invasi vaskuler atau penyebaran ekstrahepatik. Rekomendasi lain

adalah TACE selektif dapat dilakukan pada pasien tahap dini dimana RFA sulit

dialkukan karena lokasi tumor atau adanya komorbiditas medis. Salah satu

pemeriksaan penunjang pada HCC adalah ultrasonografi (USG) yang

diperjelas dengan kontras (contrast enhanced ultrasound/ CEUS). 7

Dalam rekomendasi APASL tentang HCC disebutkan bahwa USG adalah

suatu tes skrining dan bukan suatu tes diagnosis untuk konfirmasi.

Rekomendasi yang lain adalah bahwa USG yang diperjelas dengan kontras

(CEUS) adalah sama sensitifnya seperti Computerized Tomography (CT)

dinamik atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) dinamik dalam diagnosis

HCC. Salah satu peran dari CEUS dalam pencitraan bidang onkologi adalah

penggunaan pada evaluasi terhadap efikasi TACE pada tumor hati. CEUS

telah dibuktikan cukup efisien dalam membedakan tumor residual (enhancing)

dengan nekrotik (non-enhancing) setelah TACE, dan efek terapi dapat dinilai 2

dengan evaluasi subjektif, visual atau dengan penghitungan sederhana

(misalnya pengukuran uni- atau bi-dimensional dari residual tumor yang

menyangat pada potongan yang representatif). 7

Untuk mencapai pengukuran yang lebih akurat dan penilaian kuantitatif

dari penyangatan pada tumor hati dengan CEUS, telah dikembangkan suatu

10
software yang canggih. Untuk evaluasi pengobatan, perlu dinilai apakah dapat

dipergunakan CEUS bila modalitas CT dinamik atau MRI dinamik tidak

tersedia ataupun didapatkan kendala lainnya. Dalam evidence based case

report ini akan dibahas mengenai USG kontras sebagai pemeriksaan

penunjang untuk evaluasi pada hepatocellular carcinoma yang mendapat terapi

Transarterial Chemoembolization (TACE). 7

Terdapat beberapa pemeriksaan biomarker beserta interpretasinya dalam

kasus HCC seperti yang digambarkan dalam gambar 4.

11
Gambar 4. Pemeriksaan patologi pada HCC beserta marker

imunohistokimia. (dikutip dari kepustakaan 9).

J. Penatalaksanaan

Banyak faktor memegang peranan dalam penanganan KHS. Pertama,

adanya sirosis hati dalam berbagai tingkatan yang mengikuti

KHS sedikit banyak mempengaruhi pilihanpilihan pengobatan. Fungsi hati

pada penderita-penderita KHS dapat sangat bervariasi dari normal sampai

dekompensasi. Sirosis dapat dijumpai pada sekitar 90% dari

semua kasus KHS. Kedua, KHS menunjukkan perangai biologis yang sangat

bervariasi dari satu daerah dan daerah yang lain. Misalnya, di daerah pedesaan

Afrika Selatan, KHS mengenai penderita-penderita dalam usia yang lebih

muda dan sering baru terdiagnosis setelah tahap lanjut dan

mempunyai durasi gejala-gejala yang lebih singkat dibanding kasus-kasus di

Amerika Utara.2

Manifestasi klinis pada penderita-penderita ini didominasi oleh gejala-

gejala yang disebabkan oleh tumornya sedangkan di Amerika Utara gejala-

gejala sirosis tampil secara dominan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu,

protokol pengobatan yang dikembangkan di suatu daerah atau Negara

mungkin tidak sesuai dan tidak optimal untuk daerah lainnya.

Secara umum, tatalaksana bedah (surgical management) seperti reseksi dan

transplantasi dianggap pengobatan yang ideal untuk KHS. 2

12
Kemajuan teknik bedah dan perawatan perioperatif telah mampu untuk

menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat operasi, bahkan pada penderita-

penderita sirosis. Dengan seleksi yang baik terhadap penderita-penderita, 5-

year survival rate pasca-reseksi dilaporkan dapat mencapai sedikitnya 35%.

(12) Namun demikian, 70% dari penderita-penderita ini mengalami rekurensi

setelah reseksi kuratif ini, biasanya antara 18-24 bulan.(12) Meskipun

penanganan terhadap karsinoma hepatoseluler secara operatif dianggap ideal,

tetapi banyak kesulitan dijumpai karena penderita-penderita umumnya datang

pada stadium yang sudah lanjut sehingga tidak dapat dilakukan reseksi dan

transplantasi.2

Selain itu, biaya operasi yang mahal, pemberian imunosupresi sepanjang

hidup serta sulitnya mendapatkan donor transplantasi merupakan suatu

kendala yang besar terutama di negara-negara berkembang. Oleh karena itu,

yang paling baik adalah melakukan usaha-usaha pencegahan, terutama

pencegahan terhadap penularan virus hepatitis dan bila telah terjadi infeksi,

mencegah kemungkinan terjadinya sirosis postnecrotic sehingga dapat dicegah

terjadinya karsinoma hati.2

Meskipun pendekatan multidispliner terhadap KHS dapat meningkatkan

hasil reseksi dan orthotopic liver transplantation, tetapi kebanyakan penderita

tidak memenuhi persyaratan untuk terapi operasi karena stadium tumor yang

telah lanjut, derajat sirosis yang berat, atau keduanya. Oleh karena itu, terapi

non-bedah merupakan pilihan untuk pengobatan penyakit ini. Beberapa

13
alternative pengobatan non-bedah karsinoma hati

meliputi:

1. Precutaneous ethanol injection (PEI)

2. Chemoembolism

3. Kemoterapi sistemik

4. Kemoterapi intra-asrterial

5. Radiasi

6. Tamofixen

7. Injeksi asam asetat prekutaneus.2

Merujuk kepada staging dengan metode BCLC ada beberapa alternatfi

pengobatan sesuai staging. Seperti pada gambar 5.

14
Gambar 4. Penatalaksanaan HCC berdasarkan klasifikasi BCLC.

(dikutip dari kepustakaan 10).


K. Prognosis

Telah banyak jenis pengobatan yang ada untuk menyembuhkan kanker hati,

Seperti pembedahan, yang dilakukan untuk kanker yang ukurannya kecil, dan

hasilnya ratarata kemampuan bertahan hidupnya meningkat 60%-70% selama

lima tahun. Sedangkan dengan cangkok hati rata-rata kemampuan bertahan

hidupnya meningkat 70%-85% selama empat tahun. Adapun terapi

penyembuhan herbal seperti terapi ablasi frekuensi radio dan injeksi alcohol

diterapkan pada pasien dengan HCC dini. Untuk HCC yang sudah melebar

tidak dapat dilakukan penyembuhan dengan terapi

ablasi namun harus didukung dengan TACE (trans-arterial

chemoembolization) yaitu, menghentikan asupan nutrisi ke daerah-daerah

kanker agar kanker tidak melebar. 8

Namun semua pengobatan tersebut terkendala oleh melemahnya fungsi hati

akibat pelebaran sel-sel kanker tersebut, akibatnya anjuran pengobatan untuk

kanker hati disesuaikan dengan skala Pugh-Child, yaitu kriteria yang Pertama

kali diperkenalkan oleh C.G. Child dan J.G. Turcotte pada tahun 1964, Pugh-

Child (CP) memiliki tiga kriteria, yaitu CP-A, CP-B, dan yang paling parah

CP-C. yang masing menggambarkan keadaan dan fungsi metabolisme nutrisi

dalam hati (hepar) sehingga dapat memperkirakan berapa lama pasien dapat

bertahan hidup dan memberikan gambaran untuk melakukan tindakan medis

untuk pengobatan yang tepat, seperti pembedahan, cangkok hati (transplantasi

15
hepar), terapi radiasi (radiation therapy), dan pengobatan dengan

menambahkan zat-zat kimia (injeksi alkohol dan TACE). 8

Pemilihan terapi radiasi sebagai pengobatan terhadap kanker hati dilakukan

untuk menghindari keracunan dalam hati akibat bahan kimia yang digunakan

dalam pengobatan. Karena terapi tersebut memiliki peranan potensial untuk

semua Tingkatan Pugh-Child. Namun sampai saat ini terapi radiasi belum

dipertimbangkan sebagai pilihan utama untuk pengobatan kanker.

Sebuah penelitian di Kanada yang telah dilakukan oleh Jonathan Klein, MD,

dan Laura A. Dawson yang berjudul Hepatocellular Carcinoma Radiation

Therapy: Review of Evidence and Future Opportunities menyebutkan empat

model terapi radiasi (RT) yaitu Palliative RT, Conformal RT, SBRT (Stereotatic

Body RadioTherapy), dan Terapi muatan positif dan ion karbon. Masing-

masing jenis terapi radiasi tersebut memiliki keunggulan fungsi yang berbeda-

beda.

Seperti Palliative RT berfungsi untuk meringankan dan mencegah

pelebaran kanker hati. Conformal RT berfungsi lebih baik dalam mengobati

kanker hati dengan skala CP-A dan kanker yang belum terlalu lebar, terapi

jenis ini dapat menjadi pilihan untuk pasien yang tidak dapat melakukan

operasi bedah, pencangkokan hati, dan RFA (Radiofrequency Ablation) atau

injeksi Alkohol. Namun terapi ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut

agar dapat digunakan untuk penyembuhan terbaik pada pasien dengan skala

CP-B dan CP-C. Terapi muatan positif dan ion karbon berfungsi efektif

untuk mengobati kanker hati dengan skala CP-B dan CP-C.

16
Terapi radiasi juga dapat menjadi alternative untuk menjembatani pasien

dengan kanker hati yang lebar yang ingin melakukan cangkok hati, dengan cara

memperkecil daerah kanker sampai ke tingkat yang aman untuk dilakukan

cangkok hati. Bahkan fungsi hati pasien kanker hati dengan infeksi pembuluh

darah local (Portal Venous Thrombosis (PVT)) oleh sel-sel kanker dapat

membaik dengan perawatan terapi radiasi secara intensif.8

17

Anda mungkin juga menyukai