Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

STRES, ADAPTASI, DAN MEKANISME KOPING

oleh
Kelompok 11 Kelas A
Putri Puput N. NIM 162310101014
Galuh Safitri F. A. NIM 162310101017
Mitasari NIM 162310101022
Ananda Syafira R. F. NIM 162310101024

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
MAKALAH
STRES, ADAPTASI, DAN MEKANISME KOPING

disusun guna nenenuhi tugas mata kuliah psikososial dan budaya dalam keperawatan

oleh
Kelompok 11 Kelas A
Putri Puput N. NIM 162310101014
Galuh Safitri F. A. NIM 162310101017
Mitasari NIM 162310101022
Ananda Syafira R. F. NIM 162310101024

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
PRAKATA

2
Puji syukur ke hadirat Allah Swt, atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Stres,
Adaptasi, dan Mekanisme Koping. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan di Program Studi Ilmu
Keperwatan Universitas Jember.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penyusun juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penuis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Jember, 26 Maret 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

3
HALAMAN JUDUL i

PRAKATA ii

DAFTAR ISI iii

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Manfaat dan Tujuan 1

BAB 2. TELAAH LITERATUR 3

2.1 Konsep Stres 3

2.1.1 Stres dan Stresor 3


2.1.2 Adaptasi Fisiologis 4
2.1.3 Mekanisme Adaptasi Fisiologia 4
2.1.4 Keterbatasan Mekanisme Fisiologis Adaptasi 5
2.1.5 Model Stres 5
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stresor 7
2.1.7 Penilaian Kognitif 8
2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Proses Penilaian 10

2.2 Konsep Adaptasi / Koping 11

2.2.1 Pengertian Adaptasi 11


2.2.2 Tingkatan Adaptasi 11
2.2.3 Macam-Macam Adaptasi 12
2.2.4 Jenis Koping 14
2.2.5 Sumber Koping 21

2.3 Mekanisme Koping 21

2.3.1 Pengertian 21
2.3.2 Pengelolaan Mekanisme Koping 21
2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Koping 22

4
2.3.4 Jenis Mekaniasme Koping 22
2.3.5 Macam-Macam Mekanisme Koping 22

2.4 Aplikasi dalam Keperawatan 23

BAB 3. PENUTUP 25

3.1 Kesimpulan 25

DAFTAR PUSTAKA 26

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, perubahan tata nilai kehudupan (perubahan psikososial)
berjalan begitu cepat karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi,
industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut
berpengaruh terhadap pola hidup, moral, dan etika. Perubahan psikososial
merupakan tekanan mental (stresor psikososial) sehingga sebagian individu
dapat menghasilkan perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi
untuk menanggulanginya.
Perilaku manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor penting, yaitu
kebutuhan somatik (makan, tidur, istirahat, seksual, dll) dan psikologi
(kebutuhan untuk memiliki sesuatu, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang,
kebutuhan akan keyakinan diri, kebutuhan aktualisasi diri) serta dorongan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kehidupan dapat terasa menyenangkan
dan membosankan apabila segala kebutuhan hidup dapat diperoleh dengan
cepat dan mudah sehingga tantangan hidup sehari-hari dapat dikatakan tidak
ada.
Akan tetapi, pada kenyataannya untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam
mencapai tujuan ada saatnya dicapai dengan susah payah, dihadapkan
berbagai kendala, rintangan, kebimbangan, dan aral melintang yang menuntut
kita untuk dapat menyesuaikan diri atau sebaliknya yang dapat menimbulkan
stres pada diri kita. Stres terjadi apabila tuntutan atau keinginan diri kita tidak
terpenuhi. Namun, para ahli berpendapat bahwa tidak semua stres bersifat
negatif (distres), namun ada juga yang bersifat positif (eustres) seperti apabila
kita mendapatkan nilai terbaik dikelas kita akan berusaha untuk tetap
mempertahankannya. Stres dapat menjadi motivator yang penting dan
bermanfaat dalam mencapai tujuan dan cita-cita tertentu sehingga kita
berusaha keras untuk mencapainya. Stres dapat mengakibatkan gangguan satu
atau lebih organ tubuh sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan
baik.

1.2 Rumusan Masalah

6
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat
diambil adalah:
a. Apa pengertian dari stres?
b. Apa saja proses penilaian kognitiif serta faktor yang
mempengaruhinya?
c. Apa yang dimaksud dengan adaptasi/ koping?
d. Bagaimana mekanisme koping dan apa saja jenisnya?
e. Apa aplikasi dalam keperawatan yang dapat diambil?
1.3 Tujuan

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas maka tujuan yang dapat


diambil adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengertian dari stres


b. Untuk mengetahui apa saja proses penilaian kognitiif serta
faktor yang mempengaruhi
c. Untuk mengetahui maksud dari adaptasi/koping
d. Untuk mengetahui mekanisme koping dan jenisnya
e. Untuk mengetahui aplikasi dalam keperawatan yang dapat
diambil

1.4 Manfaat

Berdasarkan uraian diatas, maka manfaat yang dapat diambil adalah


sebagai berikut :

a. Bagi mahasiswa
1) Mahasiswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam
mengenai konsep stres dan koping
2) Mahasiswa mampu menerapkan teori-teori tersebut pada dirinya
sendiri maupun orang lain
b. Bagi masyarakat
1) Menambah informasi mengenai konsep stres dan koping
1.5

7
BAB II

TELAAH LITERATUR

2.1 Konsep Stress

2.1.1Stres dan Stresor

Setiap orang mengalami stress dari waktu ke waktu, dan umumnya


seseorang dapat mengadaptasi stress jangka panjang atau menghadapi stress
jangka pendek sampai stress tersebut berlalu. Stres dapat menimbulkan tuntutan
yang besar pada seseorang, dan jika orang tersebut tidak dapat mengadaptasi,
maka dapat terjadi penyakit. Stres adalah segala situasi di mana tuntutan non-
spesifik mengharuskan seseorang individu untuk berespon atau melakukan
tindakan (Selye,1976). Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan
psikologis. Stres dapat menyebabkan perasaan negative atau yang berlawanan
dengan apa yang digunakan atau mengancam kesejahteraan emosional. Stres
dapat mengganggu cara seseorang dalam mencerap realitas, menyelesaikan
masalah, berpikir secara umum, dan hubungan seseorang dan rasa memiliki.
Selain itu, stres dapat mengganggu pandangan umum seseorang terhadaphidup,
sikap yang ditujukan pada orang yang disayangi, dan status kesehatan (Kline-
Leidy, 1990, Obersteral, 1991;Kosciulek, McCubbin, dan MeCubbin, 1993).

Persepsi atau pengalaman individu terhadap perubahan besar


menimbulkan stress. Stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan
disebut stresor. Stresor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan
kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan fisiologis, pikologis, social, lingkungan,
perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural. Stresor secara umum dapat
diklasifikasikan sebagai internal atau eksternal. Stresor internal berasal dari dalam
diri seseorang (mis. Demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau
suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah). Stresor Eksternal berasal dari luar diri
seseorang (mis. Perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam
peran keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan).

8
2.1.2 Adaptasi Fisiologis

Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh


mempertahankan keadaan relative seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah
bentuk dinamik dari ekuilibrium lingkungan internal tubuh, Lingkungan internal
secara konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinu berfungsi
untuk mempertahankan ekuilibrium, atau homeostasis.

Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologi yang mengontrol


fungsi tubuh dan memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini
dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin dan tidakk mencakup perilaku sadar.
Tubuh membuat penyesuaian dalam frekuensi jantung, frekuensi pernapasan,
tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, sekresi hormone,
dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan adaptasi.

2.1.3 Mekanisme adaptasi fisiologis

Ketika seseorang menyadari tentang kebutuhan fisiologis yang tidak


terpenuhi, seperti makanan atau kebahagiaan, tindakan yang akan dilakukan
adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk sebagian besar, bagaimanapun
juga, adaptasi mencakup penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk
mempertahankan ekulibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan-
mandiri; dengan kata lain, mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada
individu ini mungkin tidak mampu untuk mempertahanan dan menopang
homeostatis.

Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui utmpan balik negative,


yaitu suatu proses di mana mekanisme control merupakan suatu keadaan
abnormal, seperti penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respon adaptif,
seperti mulai mengigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme
utama yang digunakan dalam mengadaptasi stressor dikontrol oleh :

Medulla Oblongata, mengontrol fungsi vital yang diperlukan untuk


bertahan. Fungsi ini termasuk frekuensi jantung, tekanan darah, dan pernapasan.

9
Impuls yang mejalar ked an dari medulla oblongata dapat meningkatkan dan
menurunkan fungsi vital ini.

Formasi Retikular adalah kelompok kecil neuron dalam batang otak dan
medulla spinalis. Kelompok ini juga mengontrol fungsi vital dan secara kontinu
mamantau status fisiologis tubuh melalui sambungan dengan traktus sensoris dan
motoris.

Kelenjar Hipofisis adalah kelenjar kecil yang melekat pada hipotalamus,


menyerupai hormone yang mengontrol fungsi vital. Kelenjar hipofisis
menghasilkan hormone yng diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress. Selain
itu, kelenjar hipofisis mengatur sekresi dari horon-hormon tiroid, gonad, dan
paratiroid.

2.1.4 Keterbatasan Mekanisme Fisiologis Adaptasi

Mekanisme fisiologis adaptasi bekerja sama melalui hubungan yang


kompleks dalam saraf dan sistem endokrin dari sistem tubuh lainnya untuk
mempertahankan konstansitas ini mempengaruhi keseimbangan fisiologis dan
terpenuhinya kebutuhan tubuh. Namun demikian, mekanisme adapaptasi
fisiologis hanya dapat memberikan control jangka pendek terhadap eluilibrium
tubuh . Mekanisme ini tidak dapat mengadaptasi perubahan jangka panjang dalam
sekresi hormone atau fungsi vital. Oleh karenanya, penyakit, cedera atau stress
yang berkepanjangan dapat menurunkan kapasoitas adaptif. Fungsi yang menurun
tetapi tidak adekuat atau kerusakan mekanisme umpan balik yang memungkinkan
terjadinya control. Kedua bentuk fungsi yang menurun tersebut dapat
mengakibatkan penyakit lebih memburuk atau kematian.

2.1.5 Model Stres

Asal dan efek stress dapat diperiksa dalam istilah kedokteran dan model
teoretis perilaku. Model stress digunakan untuk mengidentifikasi stressor bagi
individu tertentu dan memprediksi respon individu tersebut terhadap stressor.
Setiap model menekanan aspek stress yang berbeda.

10
Perawat menggunakan model stress untuk membantu klien mengtasi
respon yang tidak sehat, non-produktif. Dengan modifikasi, model ini dapat
membantu perawat berespon dalam merawat dengan cara yang menunjukkan
individualisasi bagi klien,

a. Model stres berdasarkan respon

Model berdasarkan respon berkaitan dengan mengkhusukan respon atau


pola respon tertentu yang menunjukkan stressor. Model stress dari Selye
(1976) adalah model berdasarkan respon yang mendefinisikan stress ebagai
respon non-spesifik dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang ditimpakan
kepadanya, ada GAS (General Adaptation Syndrome) dan LAS (Local
Adaptation Syndrome) yang akan dijelaskan pada bab macam-macam
adaptasi.

b. Model adaptasi

Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah


suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Kemampuan untuk
menghadapi stress,

1. Faktor pertama, biasanya bergantung pada pengalaman seseorang dengan


stressor serupa, sistem dukungan dan persepsi keseluruhan.
2. Faktor kedua berkenan dengan praktik dan kelompok sebaya individu Jika
kelompok sebaya memandang sebagai normal untuk membicarakan
tentang stresor tertentu, klien mungkin berespon dengan mengeluhkan
tentang stressor tersebut dan mendiskusikannya.
3. Faktor ketiga adalah dampak dari lingkungan social dalam membantu
seseorang individu untuk beradaptasi terhadap stressor.
4. Faktor terakhir mencakup sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi
stressor. Model adaptasi didasarkan pada pemahaman bahwa individu
mengalami ansietas dan peningkatan stress ketika mereka tidak siap untuk
menghadapi situasi yang menegangkan.
c. Model berdasarkan stimulus

Model berdasarkan stimulus berfokus pada karakteristik yang


mengganggu atau disruptif di dalam lingkungan. Riset klasik yang

11
mengidentifikasikan stress sebagai stimulus telah menghasilkan
perkembangan dalam skala penyesuaian social, yang mengatur efek peristiwa
besar dalam kehidupan terhadap penyakit (Holmes & Rahe, 1976). Model
berdasarkan stimulus menfokuskan pada siatuais berikut (McNett,1989) :

1. Peristiwa perubahan dalam kehidupan adalah normal, dan perubahan ini


menimbulkan tipe dan durasi penyesuaian yang sama.
2. Individu adalah resipien pasif dari stress, dan persepsi mereka terhadap
peristiwa adalah tidak relevan.
3. Semua orang mempunyai ambang stimulus yang sama, dan penyakit dapat
terjadi pada setiap titik stelah ambnag tersebut.

2.1.6 Faktor yang mempengaruhi Respon teradap Stresor

Respon terhadap segala bentuk stressor bergantung pada fungsi fisologis,


kepribadian, dan karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat dari stressor
tersebut. Sifat stressor mencakup factor-faktor berikut inin :

a. Intensitas
b. Cakupan
c. Durasi
d. Jumlah dan sifat dari stressor

Setiap faktor mempengaruhi respon terhadap tresor. Seseorang dapat saja


mencerap intensitas atas besarnya streesor sebagai minimal,sedng atau berat.
Makin besar stressor makin besar respon stress yang ditimbulkan. Sama halnya,
cakupan dari stressor dapat digambarkan sebagai terbatas, sedang atau luas.
Makin besar cakupan stressor, makin besar respon klien ditujukan terhadap
stressor tersebut (Lazarus & Folkman, 1984).

2.1.7 Penilaian Kognitif


Setiap siswa memiliki perbedaan dalam menghadapi stres. Memahami
perbedaan siswa dalam menghadapi situasi dan reaksi yang ditampilkan serta

12
faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut, siswa perlu memahami suatu
proses yang dikenal dengan penilaian kognitif.
Menurut Lazarus & Folkman (1984: 31) penilaian kognitif (cognitive
appraisal) yaitu merupakan proses evaluatif yang menentukan mengapa dan
sampai sejauh mana transaksi yang spesifik atau serangkaian transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan stres. Selain itu kognitif dapat
diartikan sebagai suatu proses pengkategorian terhadap stimulus atau situasi yang
dihadapi, dengan perhitungan makna serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan
seseorang.
Penilaian kognitif dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1984: 31)
terdiri dari penilaian primer (primary appraisal) dan penilaian sekunder
(secondary appraisal). Kedua jenis penilaian ini tidak dapat dipandang sebagai
proses yang terpisah karena keduanya saling bergantung dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Penilaian primer dan sekunder berinteraksi satu
sama lain membentuk derajat stres serta kualitas atau kekuatan reaksi emosional
sehingga akan membuat situasi semakin kompleks.
a. Penilaian Primer (Primary Appraisal)
Proses ini merupakan suatu proses mental yang berkaitan dengan evaluasi
terhadap suatu situasi. Proses ini terjadi untuk menentukan apakah suatu
stimulus atau situasi yang dihadapi oleh siswa berada dalam derajat
penghayatan tertentu.
b. Penilaian Sekunder (Secondary Appraisal)
Penilaian sekunder adalah keputusan tentang apa yang mungkin dapat
dilakukan meliputi evaluasi tentang pilihan strategi pengelolaan yang sesuai
dan evaluative tentang konsekuensi yang akan muncul dalam konteks tuntutan
dan hambatan baik yang berasal dari internal maupun eksternal.
c. Penilaian Kembali (Reappraisal)
Penilaian kembali menunjukkan pada perubahan penilaian yang terjadi karena
didasari oleh masuknya informasi baru, baik informasi yang berasal dari
lingkungan maupun informasi yang berasal dari reaksi siswa. Proses penilaian
kembali merubah bentuk penilaian yang didasarkan pada informasi baru dari
lingkungan atau diperoleh siswa berdasarkan pengalamannya. Beberapa hal
yang mendasari pentingnya konsep penilaian kognitif menurut Lazarus dan
Folkman (1984: 55) sebagai berikut:

13
1. Faktor Personal
Ada dua karakteristik individu yang berpengaruh atau menentukan suatu
penilaian kognitif yaitu komitmen (commitment) dan keyakinan (belief).
2. Faktor Situasional Faktor situasional
Faktor situasional yang mempengaruhi penilaian kognitif terbagi menjadi
dua faktor yaitu faktor situasional yang potensial dan temporal (Lazarus &
Folkman, 1984: 83).

Penilaian kognitif (cognitive appraisal) berlangsung secara terus-menerus


di sepanjang kehidupan. Penilaian kognitif merupakan suatu proses evaluatif yang
menentukan mengapa atau dalam keadaan seperti apa suatu interaksi antara
manusia dan lingkungannya dapat menimbulkan stress (Lazarus & Folkman,
1984).

Pada dasarnya penilaian kognitif merefleksikan kekhasan dan perubahan


relasi yang berlangsung antara individu dengan karakteristik personal tertentu
(seperti nilai motivasi, gaya berpikir, dan penerimaan) dan juga karakteristik
lingkungannya yang harus diprediksi dan dimaknakan. Konsep ini akan lebih
mudah dipahami dengan cara mengamatinya sebagai suatu proses pemberian
kategori terhadap pengalaman serta memperhatikan pula signifikannya terhadap
kesejahteraan individu. Proses ini tidak sekedar proses pengolahan informasi
tetapi lebih bersifat evaluatif yang difokuskan pada makna dan signifikansi, serta
terjadi secara terus-menerus sepanjang kehidupan.

Dalam teori appraisal ini telah dibuat perbedaan antara penilaian primer
(primary appraisal) dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Penilaian
primer dan penilaian sekunder tidak dapat dipandang sebagai proses yang
terpisah, mereka berinteraksi satu sama lain dan membentuk derajat stress serta
kekuatan dan kualitas reaksi emosional saling mempengaruhi antara kedua proses
ini sehingga saling menjadi sangat kompleks. Penilaian kognitif merupakan proses
berlangsungnya terus-menerus sepanjang hidup, maka turut berperan pada faktor
penilaian kembali (reappraisal)

2.1.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penilaian

14
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses penilaian seorang individu
terdiri dari person factor (commitment, beliefs) dan situation factor (novelty,
predictability, temporal factors). Commitment menggambarkan apa yang dianggap
penting dan bermakna oleh seseorang. Commitment dapat pula berarti pilihan
yang dibuat seseorang atau dipersiapkan untuk menjaga nilai ideal mereka atau
untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Beliefs menetapkan apa yang
menjadi fakta, bagaimana suatu kejadian di lingkungan, dan mereka membentuk
keyakinan dari kejadian tersebut.

Novelty adalah suatu situasi dimana individu belum pernah mempunyai


pengalaman sebelumnya. Apabila suatu situasi benar-benar baru baginya dan tidak
ada aspek yang sebelumnya dihubungkan secara psikologis dengan sesuatu yang
merugikan maka individu tidak akan menilai kejadian tersebut sebagai suatu
ancaman. Namun, jika individu sudah memiliki pengalaman sebelumnya, maka
individu akan merasa bahwa kejadian tersebut merupakan suatu tantangan.
Predictability merujuk pada karakteristik lingkungan yang sudah bisa diramalkan
dan bisa dikenali, dipelajari, dan diketahui. Temporal factors terdiri dari
imminence, duration, dan temporal uncertainty. Imminence yaitu merujuk pada
seberapa banyak waktu yang tersedia sebelum suatu kejadian terjadi. Semakin
banyak waktu yang tersedia maka kejadian tersebut semakin dapat diantisipasi
oleh individu. Duration merujuk pada berapa lama kejadian yang dianggap
stressful terjadi. Temporal uncertainty merujuk pada tidak diketahuinya kapan
satu kejadian akan terjadi.

2.2 Konsep Adaptasi/Koping


2.2.1 Pengertian Adaptasi

Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar


organisme dapat bertahan hidup (Sarafino, 2005). Adaptasi atau penyesuaian diri
adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan , tetapi juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri) (Gerungan, 2006). Adaptasi
pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan hidup. Salah satu dari syarat tersebut adalah syarat sosial dimana

15
manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keteraturan untuk
tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaan (Suparlan, 1993:2)

Merton mengidentifikasi lima bentuk-bentuk adaptasi yaitu :

a. Konformitas, perilaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan masyarakat


untuk mencapai tujuan yang diharapkannya.
b. Inovasi, perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat tetapi
memakai cara yang dilarang oleh masyarakat (tindakan kriminal)
c. Ritualisme, melaksanakan ritual-ritual budaya tapi maknanya telah hilang.
d. Pengunduran/pengasingan diri, meninggalkan cara hidup yang buruk baik
dengan cara konvesional maupun pencapaiannya yang konvensional.
e. Pemberontakan, penarikan diri dari tujuan konvensional yang disertai dengan
upaya melambangkan tujuan atau cara baru, seperti cara reformator agama.

2.2.2 Tingkatan Adaptasi


Roy (1991) mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus,
merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang
dapat menimbulkan respon (adaptasi). Terdapat 3 tingkatan adaptasi pada
manusia yang dikemukakan oleh roy, antara lain :
a. Fokal stimulus yaitu stimulus yang langsung beradaptasi dengan
seseorang dan akan mempunyai pengaruh kuat terhadap individu
b. Konsektual stimulus merupakan stimulus lain yang dialami seseorang,
baik stimulus internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi
kemudian dapat dilakukan observasi dan diukur secara subjektif
c. Residual stimulus merupakanstimulus lain yang merupakan ciri
tambahan atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan
lingkungan yang sukar dilakukan observasi (Hidayat, 2004).

2.2.3 Macam-macam Adaptasi


1. Adaptasi fisiologis
Adalah proses dimana respon tubuh terhadap stresor untuk
mempertahankan fungsi kehidupan, dirangsang oleh faktor eksternal dan
internal, respons dapat dari sebagian tubuh atau seluruh tubuh serta setiap
tahap perkembangan punya stresor tertentu.
Mekanisme fidiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif,
yaitu suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan

16
abnormal seperti penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respons adaptif
seperti mengigil untuk membangkitkan panas tubuh.
Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam menghadapi stressor
dikontrol oleh medula oblongata, formasi retikuler dan hipofisis.
Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah
mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres :

a) Sindrom Adaptasi Lokal (LAS)


Stres sifatnya universiality (umum) dimana semua orang dapat merasakan stress
yang sama, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai
dengan LAS adalah respons dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres
karena trauma, penyakit/perubahan fisiologis lainnya. Respons setempat ini
termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya,
dan respons terhadap tekanan.
LAS mempunyai karakteristik yaitu :

1. Respons yang terjadi adalah setempat. Respons ini tidak melibatkan seluruh
sistem tubuh. Dua respons setempat yaitu respons refleks nyeri dan respons
inflamasi. Respons refleks nyeri adalah respons setempat dari sistem saraf
pusat terhadap nyeri. Respons ini adalah adaptif dan melindungi jaringan dari
kerusakan lebih lanjutan. Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau
infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi, sehingga menghambat penyebaran
inflamasi dan meningkatkan penyembuhan.
2. Respons adalah adaptif, berarti bahwa stresor diperlukan untuk
menstimulasinya.
3. Respons adalah berjangka pendek dan tidak dapat terus menerus.
4. Respons adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan
homeostasis region atau bagian tubuh.
b) Sindrom Adaptasi Umum (GAS)
GAS adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respons ini
melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem
endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respons neuro-endokrin.
GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga.
GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :

1. Alarm Reaction (AR)

17
Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau
tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras,
tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang
hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan
volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon
lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan
energi untuk keperluan adaptasi. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi
mental ini, seseorang disiapkan untuk melawan atau menghindari stressor.

2. State of Resistance (SR)


Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh
melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus
menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk
melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping
itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress
dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun, jika
stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus,
penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan
ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari
GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.

3. State of Exhausthing (SE)


Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu
akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksi cemas ini timbul kembali, tetapi
kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah
lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan
diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang penuh ketegangan.

2. Adaptasi psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk
menghadapi stresor, diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan

18
melalui pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian
perilaku yang diterima dan berhasil.
Perilaku adaptasi psikologi dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku
konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan
konflik. Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan
pemecahan masalah, kepribadian dan situasi yang sangat berat, kemampuan
untuk berfungsi.
Perilaku adaptasi psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping.
Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas , yang mencakup penggunaan
teknik pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman atau
dapat juga mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur
distres emosional dan dengan demikian memberikab perlindungan individu
terhadap ansietas dan stres. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping
stres secara tidak langsung.
3. Adaptasi perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, sesorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stres yang berkepanjangan dapat menggangu atau
menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebur. Dalam
bentuk ekstrem, stres yang terlalu berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan.
4. Adaptasi sosial budaya
Mengaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup
penggalian tentang besarnya, tipe dan kualitas dari interaksi sosial yang ada.
Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi
klien atua keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 2003)
5. Adaptasi spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stres dalam
banyak cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual.
Stres yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu
mungkin memandang stresor sebagai hukuman.

2.2.4 Jenis Koping

19
Individu beraksi secara berbeda terhadap stress, dan masing-masing individu
memiliki coping sendiri-sendiri untuk mengatasi stess yang merek alami. Coping
digunakan untuk menekan, mengurangi maupun mengatasi stress pada individu.
Menurut Lazarus dan Folkman coping ada dua, yaitu:

a. Coping yang berfokus pada emosi (emotional focused coping)


Nevie dkk. (2003) menjelaskan, pada coping yang terfokus pada emosi,
orang akan berusaha segera mengurangi dampak stressor dengan menyangkal
adanya stressor atau menarik diri dari situasi. Coping ini bertujuan untuk
melakukan kontrol terhadap respon emosional pada situasi penyebab stress,
baik dengan pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan
Folkman (1984) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan
emotional focused coping etika individu memiliki presepsi bahwa stressor
yang ada tidak dapat diubah atau di atasi. Menurut Lepore, ragan & Jones
(dalam Wade & Tavris, 2007), seringkali seseorang perlu membicarakan
kejadian-kejadian yang membuatnya stress secara terus menerus agar dapat
menerima, memahami dan memutuskan akan melakukan hal apa setelah
kejadian tersebut selesai.
Menurut Lazarus emotional focused coping memiliki indicator, antara lain:
1. Escapism (pelarian diri)
Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah degan cara
berkhayal atau membayangkan hasil yang akan terjadi jika dia berada
disituasi yang lebih baik dari sekarang.
2. Minimalization (meringankan beban masalah)
Usaha untuk menghindari masalah dengan cara menghindari masalah
dengan menganggapnya seolah-olah tidak ada masalah.
3. Self blame (menyalahkan diri sendiri)
Perasaan menyesal, menyalahkan diri sendiri atas masalah yang terjadi.
4. Seeking meaning (mencari arti)
Usaha individu untuk mencari makna atau mencari hikmah dari kegagalan
yang dialaminya.

Menurut Lazarus emotional focused coping memiliki beberapa bentuk, antara


lain :

1. Repres

20
Repres merupakan upaya seseorang untuk menyingkirkan frustasi, stress
dan semua ynag menimbulkan kecemasan. Repres ini dilakukan dengan
cara menekan sumber tekanan yang mereka alami.
2. Denial
Usaha untuk mengeluarkan diri dari masalah. Seseorang yang mengalami
stress yang kuat dan lama cenderung akan mengelak. Mereka mneolak
situasi tertekan yang mereka alami dan mengganti dengan hal yang
menyenangkan. Contohnya dalam kehidupan sehari-hari jika mahasiswa
mempunyai tugas akan ada mahasiswa yang lebih memilih bersenang-
senang dan mengelak jika ada tugas daripada mengerjakan tugas untuk
membuatnya cepat selesai
3. Proyeksi
Seseorang yang menggunakan teknik ini biasanya sangat cepat dalam
memperlihatkan cri pribadi orang lain yang tidak dia sukai dengan sesuatu
yang dia perhatikan itu akan dibesar-besarkan lagi. Teknik ini mungkin
dapat digunakan untuk mengurangi stress karena dia hanya menghadapi
keyataan akan keburukan dirinya.
4. Reaksi formasi
Seseorang dikatakan berhasil menggunakan metode ini bila berusaha
menyembunyikan motif dan perasaan sesungguhnya baik represi atau
supresi dan menampilkan wajah yang berlawanan dengan kenyataan yang
dihadapinya.
5. Displacemen rasionalisasi
Segala usaha seseorang untuk mencari alasan yang dapat diterima secara
social untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang
buruk. Menurut Ardani dkk (2007) rasionalisasi bisa muncul ketika
seseorang meniup dirinya sendiri dengan pura-pura menganggap buruk
adalah baik atau sebaliknya. Contohnya adalah seseorang membuat alasan
yang membuat orang lain percaya bahwa yang dilakukannya adalah hal
baik walaupun sebenarnya adalah buruk.
6. Accepting responsibility
Usaha mengatasi tekanan yang dialaminya dengan cara mengakui adanya
peran diri sendiri dalam masalah. Contohnya adalah menganggap bahwa
dirinya bisa menyelesaikan masalah dengan menganggap ia mempunyai
peran dalam masalahnya.
7. Positive reappraisal

21
Usaha untuk mengatasi tekanan dengan menciptakan hal-hal positif
dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.
Contohnya adalah jika seseorang mempunyai masalah aka nada orang
yang melampiaskannya dengan melakukan hal-hal yang positif dan
memperbanyak ibadahnya.

Menurut Carlson (dalam Saadah, 2008) emotional focused coping memiliki


empat teknik, antaranya :

1. Aerobic
Terdapat beberapa laporan yang menunjukkan bahwa penggunaan waktu
secara berkala untuk aerobic dapat pula mengurangi stress yang sedang
dihadapi. Meskipun kita tahu bahwa aerobic efektif untuk mengurangi
stress, tetapi kita tidak tahu secara tepat bagaimana aerobic bisa
mengurangi stress. Salah satu kemungkinannya adalah bertambahnya
efesiensi kerja jantung dan paru-paru dengan menurunkan tekanan darah,
merupakan hasil dari latihan aerobic yang paling sederhana dan membuat
perasaan seseorang menjadi lebih baik.
2. Menilai ulang kognitif dengan mengganti respon-respon yang
bertentangan, seperti mengganti statement negative dengan komentar
positif .
Dasar pemikiran yang menopang teknik ini adalah jika penilaian kognitif
kita terhadap suatu stressor merupakan factor yang paling utama di dalam
stress, kemudian jika kita menilai ulang stressor yang sedikit mengancam
tersebut, penilaian ulang tarhadap kognitif ini dapat berguna untuk
meredakan stress yang sedang dialami. Pembelajaran yang mudah adalah
dengan mengganti respon-respon yang bertentangan, seperti mengganti
statemen yang negative dengan sebuah komentar yang postif. Menilai
ulang kognitif kita adalah strategi yang efektif.
3. Relaksasi
Pelatihan relaksasi memiliki prinsip yang sama dengan menilai ulang
kognitif mengganti respon-respon yang bertentangan dalam reaksi kita
terhadap stress. Salah satu prosedur dalam relaksasi adalah teknik relaksasi
secara progresif, yang terdapat tiga langkah yaitu mengenali kembali
tanda-tanda tubuh untuk menginformasikan kepada kita bahwa kita

22
mengalami stress, menggunakan sinyal-sinyal sebagai petunjuk untuk
melakukan relaksasi, dan memfokuskan perhatian-perhatian kita pada otot-
otot yang berbeda guna melenturkannya, dimulai dari kepala dan leher
kemudian pada lengan serta betis.
4. Dukungan social
Dukungan social merupakan bantuan yang kita terima dari orang lain
karena kita menghadapi stress. Dukungan sosial ini merupakan coping
yang efektif karena memiliki dua alasan, yaitu: kita mendapatkan
pengalaman dari orang lain yang pernah mengalami stressor yang sama
atau yang hampir sama, dan orang lain sebagai pemberi semangat sehingga
dapat memacu kita untuk lebih semangat lagi dalam mengatasi stressor
meskipun kita pernah gagal dalam menghdapinya,
b. Coping yang terfokus pada masalah (problem focused coping)
Nevie dkk (2003) menjelaskan, bahwa pada problem focused coping orang
menilai stressor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah
stressor atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari
stressor tersebut. Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi
stress atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stress.
Lazarus dan Folkman (dalam Nevid dkk, 2003) mengemukakan, bahwa
individu cenderung menggunakan problem focused coping ketika individu
memiliki presepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah.
Problem focused coping dilakukan dengan sebuah metode yang bernama
stress inoculation training yang dikenalkan oleh seorang psikolog bernama
Donal Meichenbaum Donal (dalam Karimatannisa, 2012) mengatakan, bahwa
jalan terbaik untuk mengatur stress adalah dengan mengerahkan tenaga untuk
mengadakan serangan dan memiliki rencana dalam pikiran yang berhubungan
dengan stressor-stressor sebelum benar-benar mengalami stressor tersebut.

Menurut Lazarus, problem focused coping memiliki indicator antara lain:

1. Instrumental action (tindakan secara langsung)


Individu melakukan perencanaan langkah-langkah ynag mengarah pada
penyelesaian masalah secara langsung.
2. Cautiousness (berhati-hati)
Individu berpikir, meninjau, dan mempertimbangkan beberapa alternatif
pemecahan masalah, berhati-hati dalam merumuskan masalah dan

23
meminta pendapat orang lain dan mengevaluasi strategi yang telah
diterapkan sebelumnya.
3. Negotiation
Menurut Rahmaturrizqi (2012), individu melakukan beberapa usaha untuk
membicarakan serta mencari cara penyelesaian dengan orang lain yang
terlibat di dalamnya dengan harapan masalah dapat terselesaikan.
Menurut Lazurus (1984), problem focused coping memiliki beberapa bentuk
perilaku yaitu, antara lain:
1. Active coping
Proses pengambilan langkah aktif untuk mencoba memindahkan atau
menghilangkan sumber stress atau mengurangi akibat yang ditimbulkan
oleh stress. Contohnya jika seseorang mempunyai masalah ia akan
mengambil langkah-langkah untuk mengurangi stressor yang ia terima.
2. Planning
Usaha untuk menghilangkan sumber stress dengan cara memikirkan
bagaimana cara untuk mengatasi stress tersebut. Usaha ini untuk
mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
Contohnya usaha seseorang merencanakan tindakan untuk menghilangkan
stressor dan memecahkan masalah.
3. Suppression of competing activities
Usaha untuk membatasi ruang gerak atau aktifitas dirinya yang tidak
berhubungan dengan masalah untuk berkonsentrasi penuh pada tantangan
maupun ancaman yang sedang dialaminya. Contohnya adalah tidak
melakukan aktifitas yang tidak berhubungan dengan masalahnya dan
hanya berfokus untuk memecahkan masalah
4. Restrain coping
Latihan mengontrol atau mengendalikan tindakan langsung sampai ada
kesempatan yang tepat untuk bertindak langsung sampai ada kesempetan.
Contohnya jika seseorang mempunyai masalah, maka ia akan memikirkan
tindakan apa yang akan ia lakukan untuk mengatasi stressor namun
menunggu sampai ada kesempatan yang tepat.
5. Seeking support
Permana (2011) menjelaskan seeking support merupakan usaha individu
untuk mencari informasi, nasehat atau pendapat orang lain mengenai apa
yang harus dilakukan. Usaha ini dilakukan untuk mencari sumber
dukungan informasi, dukungan social dan dukungan emosional.
Contohnya dalam kehidupan sehari-hari jika seseorang mempunyai

24
masalah, maka orang tersebut akan berusaha untuk mencari informasi,
nasihat atau pendapat dari orang lain guna mendukung keputusan yang dia
ambil.
6. Confrontive coping
Rahmaturizqi (2012) menjelaskan, confrontive coping adalah usaha agresif
untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.

Carver & Scheier (dalam Davison dkk, 2006) menyebutkan, bahwa


para peneliti coping juga mengajukan coping yang berupa penghindaran
(avoidance coping), suatu tipe coping yang mencakup aspek-aspek coping
yang berfokus pada masalah dan yang berfokus pada emosi. Esensi coping
berupa penghindaran adalah berusaha menghindari untuk mengakui bahwa
memang ada masalah yang harus diatasi atau menolak melakukan sesuatu
untuk mengatasi masalah tersebut.

Carver dkk (dalam Rahmaturrizqi, 2012) menambahkan bentuk coping


ada dua, yaitu adaptive coping dan maladaptive coping. Adaptive coping
adalah coping efektif dalam mengatasi situasi yang membuat individu
tertekan, sebaliknya maladaptive coping adalah coping tidak efektif. Adapun
dimensi adaptive coping adalah coping adalah coping aktif (dicirikan dengan
pemecahan masalah), penggunaan pertolongan, penyusunan positif (berpikir
positif terhadap situasi yang membuatnya tertekan), pengalihan diri,
perencanaan, penerimaan, coping agama (melibatkan unsur agama dalam
menyelesaikan masalah), dan humor. Sedangkan maladaptive coping terdiri
dari penolakan, penggunaan zat, penggunaan dukungan emosional, ketidak
berdayaan (menyerah pada situasi), pelepasan dan menyalahkan diri-sendiri.

Konsep coping ini menunjukkan, bahwa coping pada dasarnya dapat


bergerak dari adaptive hingga maladaptive. Konsep semacam ini hamper sama
seperti yang diajukan Weiten (dalam Rahayu, 2009) yang menyebutkan bahwa
reaksi terhadap stress yang disebutkan sebagai perilaku coping itu terdiri dari
lima tipe, yaitu: striking out at other, giving-up, indulging oneself, defensive
coping, and contruktive coping.

25
Menurut Terry & Hyness (dalam Davision dkk, 2006) coping yang efektif
sering kali bervariasi dengan kondisi dan situasi. Pengalihan diri mungkin
merupakan cara yang efektif untuk mengatasi masalah emosional. Pengalihan
ini bisa mengalihkan perhatian dari stress namun juga bisa membuat tambah
stress. Secara sama, terus berupaya menemukan solusi suatu masalah yang
tidak dapat diselesaikan menyebabkan peningkatan rasa frustasi dan tidak
memberikan manfaat psikologis. Menurut Roesch & Weiner (dalam Davision
dkk, 2006) bukti-bukti menunjukkan bahwa secara umum coping berupa
pelarian/penghindaran merupakan metode coping yang paling tidak efektif
untuk menghadapi banyak masalah kehidupan.

2.2.5 Sumber Koping

Menurut Stuart dan Sundeen (1995), sumber koping terdiri atas 2 faktor
dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal) yaitu :

a. Faktor internal meliputi : kesehatan dan energi, sistem kepercayaan


seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan, agama),
komitmen atau tujuan hidup, perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol
dan kemahiran, keterampilan, pemecahan masalah, ketrampilan sosial.
b. Faktor eksternal meliputi : dukungan sosial dan sumber material.
Dukungan sosial sebagai rasa informasi terhadap seseorang atau lebih
dengan tiga kategori yaitu : dukungan emosi dimana seorang merasa
dicintai; dukungan harga diri berupa pengakuan dari orang lain akan
kemampuan yang dimiliki; perasaan memiliki dalam sebuah kelompok.

2.3 Mekanisme Koping


2.3.1 Pengertian
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon
terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 2005). Sedangkan menurut Lazarus
(2005), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam
upaya mengatasi tuntutan internal atau eksternal khusus yang melelahkan atau
melebihi sumber individu.

26
2.3.2 Penggolongan Mekanisme Koping
Berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen, 2005)
yaitu :
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,
memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan
aktivitas konstruktif.
b. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan,
menghindar.

2.3.3 Faktor faktor yang mempengaruhi mekanisme koping


Mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh faktor factor diantaranya:
peran dan hubungannya, gizi dan metabolisme, tidur dan istirahat, rasa aman dan
nyaman, pengalaman masa lalu, tingkat pengetahuan seseorang, dan lingkungan
tempat tinggal (Taylor 2003).

2.3.4 Jenis mekanisme koping


Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres.
a. Perilaku menolak digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologis
untuk memindahkan seseorang dari sumber stres
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang

2.3.5 Macam-Macam Mekanisme Koping


a. Mekanisme jangka pendek
1. Aktifitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas, misalnya main musik, tidur, menonton televisi.

27
2. Aktifitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
misalnya ikut dalam aktifitas sosial, keagamaan
3. Aktifitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri,
misalnya olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik / belajar
giat.
4. Aktifitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan
individu, misalnya penyalahgunaan obat (Keliat, 2005).
b. Mekanisme Jangka Panjang
1. Penutupan identitas yaitu adapsi identitas pada orang yang menurut
klien penting, tanpa memperhatikan kondisi dirinya.
2. Identitas negatif yaitu klien beranggapan bahwa identifikasi yang
tidak wajar akan diterima masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme
pertahanan mental. Membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang,
tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan
penipuan diri dandisorientasi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladaptif terhadap stres (Struart dan Sundeen,
2003).

2.4 Aplikasi Dalam Keperawatan


Perawat adalah change agent yang artinya adalah perawat selalu penuh
inisiatif dan membuat perubahan yang lebih baik kepada, keperawatan, serta
sistem pelayanan kesehatan dengan cara dapat berpikir kritis, yaitu dapat
memberikan intervensi yang tepat dan inovatif. Dalam mengatasi masalah
stres dan adapatasi koping klien, perawat terlebih dahulu harus mampu
menentukan persepsi pasien terhadap situasi yang dihadapinya. Dalam proses
mengkaji klien dengan masalah seperti ini harus dilakukan dengan cara
diskusi serta perawat harus bisa mebnjadi pendengar yang baik. Kaji level
setres klien dengan :
a. Mencari tahu pola stres klien
b. Bentuk respon klien terhadap stres yang sedang dihadapinya
c. Kaji sebab dan akibat dari stres yang dialami klien
d. Serta kaji juga sebab dan akibat dari pikiran, tingkah laku, serta
perasaan klien

28
e. Telusuri riwayat keberhasilan koping di masa lalu

Cara mengkaji koping yaitu dengan menggunakan pertanyaan yang


terbuka seperti :
a. Apa masalah anda?
b. Apa yang sudah anda coba lakukan?
c. Bagaimana efek tindakan tersebut terhadap masalah anda?
d. Siapa yang dapat dan bisa membantu anda?

Setelah berhasil mengkaji pasien, maka akan didapatkan diagnosa yang


tepat berdasarkan kondisi klien. Peran perawat disini yaitu memberi
asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien. Perawat dapat
memberikan managemen stres kepada klien yang berupa menyarankan
klien untuk berolahraga, karena dengan berolahraga tubuh akan
mengeluarkan hormon endorfin yang dapat memicu respon tubuh untuk
merasa bahagia sehingga dapat sedikit melupakan masalah yang sedang
dihadapi. Selain itu, perawat juga dapat memberikan tindakan mandiri
seperti guided imagery agar klien dapat merasa lebih tenang dan dapat
menghadapi masalahnya dengan lebih baik.

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stres adalah reaksi tubuh seseorang terhadap tuntutan kebutuhan
akibat pengaruh dari lingkungan. Ketika mengalami stres, tubuh secara otomatis
akan mempertahankan keadaan relatif seimbang. Apabila seseorang menyadari
bahwa kebutuhan fisiologisnya tidak terpenuhi, maka tindakan yang akan
dilakukan yaitu memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti apabila manusia lapar,
maka akan berusaha untuk mencari makanan.
Setiap orang memiliki penilaian tersendiri dalam menghadapi stres.
Penilaian kognitif berlangsung secara terus menerus di sepanjang kehidupan.
Penilaian kognitif merupakan suatu proses evaluatif antara manusia dan
lingkungannya yang dapat menimbulkan stres. Faktor yang mempengaruhi proses
penilaian terdiri dari person factor dan situation factor.
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Mekanisme
koping adalah cara individu menyelesaikan masalahnya. Jenis koping ada dua
yaitu koping yang adaptive dan maladaptive. Koping yang adaptive yaitu
mekanisme koping yang mendukung seorang individu untuk dapat menyelesaikan
masalahnya. Sedangkan koping yang maladaptive yaitu mekanisme koping yang
menghambatb seorang individu untuk menyelesaikan masalahnya dan cenderung
menghindar.
Dalam hal ini, perawat dapat membantu pasien untuk mengurangi
masalahnya dengan cara menjadi pendengar yang baik, dan menyarankan pasien
untuk berolahraga, dan juga dapat melakukan guided imagery.

30
DAFTAR PUSTAKA

Potter.A, and Perry.1997. Fundamental of Nursing:conceps, process, and


practice.Mosby-Year Book. Terjemah oleh Yulianti & Ester. 2005.
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Volume 1. Jakarta.
Buku Kedokteran EGC.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/153/jtptunimus-gdl-marisalael-7626-3-
babii.pdf (Diakses pada 25 Maret 2017)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42017/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada 25 Maret 2017)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-fetrinaris-5198-3-
babii.pdf (Diakses pada 25 Maret 2017)

Sunaryo. 2013. Psikologi auntuk Keperawatan. Jakarta: EGC

31

Anda mungkin juga menyukai