Anda di halaman 1dari 29

i

GEOLOGI DAN KAJIAN DAMPAK AIR ASAM TAMBANG


TERHADAP AIR TANAH DI DESA PULAU PANGGUNG
KECAMATAN TANJUNG AGUNG KABUPATEN MUARA
ENIM
HALAMAN JUDUL

PROPOSAL
PENELITIAN TUGAS AKHIR

Oleh :

Feri Satriyadi
NIM. 030711813200 11

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA
DESEMBER 2016
ii

HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR

Judul Penelitian : Geologi Dan Kajian Dampak Air Asam Tambang terhadap
Air Tanah di Desa Pulau Panggung Kecamatan Tanjung
Agung Kabupaten Muara Enim
Peneliti
a. Nama : Feri Satriyadi
b. NIM : 03071181320011
c. Kelas : Indralaya
d. Nomor HP : 0812-7251-4621
e. Alamat : Jln Simanjuntak No 13, Saringan Utara, Tanjung Enim
f. Nama Orang Tua/Wali : Zamhari
g. Alamat Orang Tua/Wali : Jln Simanjuntak No 13, Saringan Utara, Tanjung Enim
h. Nomor HP Orang Tua : 0813-6767-7522

Rencana Lama Penelitian : 5 Bulan


Rencana Biaya Penelitian : Rp. 9.900.000,-
(Sembilan Juta Sembilan Ratus Ribu Rupiah)

Palembang, Januari 2017


Menyetujui,
Pembimbing Peneliti

Budhi Setiawan, S.T., M.T,Ph.D. Feri Satriyadi


NIP 19721112199031002 NIM 03071181320011

Mengetahui,
Ketua Program Studi

Dr. Ir. Endang Wiwik Dyah Hastuti, M.Sc.


NIP 19590205 198803 2 002
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR LAMPIRAN vi
PRAKATA vii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................2
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.........................................................4
1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN.....................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6


2.1 Geologi Cekungan Sumatera Selatan..................................................................6
2.1.1 Tatanan Tektonik Dan Struktur Regional.........................................................6
2.1.2 Geomorfologi Regional....................................................................................7
2.1.3 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan............................................................7
2.2 Tinjauan Pustaka Air Asam Tambang...............................................................10

BAB III METODE PENELITIAN 12


3.1 Akuisisi Data........................................................................................................12
3.2 Analisis Data........................................................................................................12
3.3 Sintesa...................................................................................................................14

BAB IV RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN DAN PENYELESAIAN


TUGAS AKHIR 15

BAB V RENCANAAN PEMBIAYAAN PENELITIAN 16

DAFTAR PUSTAKA 17
iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Geologi Lokasi Penelitian (Gafoer dkk, 1986)................................5


Gambar 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974
dalam Ragil Pratiwi et al, 2014)...................................................................................11
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian...........................................................................16
v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Posisi peneliti terhadap peneliti-peneliti terdahulu.......................................3


Tabel 2. Rencana waktu penelitian..............................................................................15
Tabel 3. Rincian dana pelaksanaan tugas akhir.........................................................16
vi
vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Topografi Daerah Telitian


viii

PRAKATA

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir
ini. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman jahiliyah ke zaman yang berilmu pengetahuan seperti saat ini.
Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana.
Dalam penyusunan proposal ini tentunya tidak terlepas dari dukungan semua pihak
yang telah membantu baik bantuan moril, bantuan memperoleh data dan bimbingan
secara sistematis dalam penyusunan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca proposal ini.
Penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi
civitas akademika Program Studi Teknik Geologi Universitas Sriwijaya.

Palembang, Januari 2017

Feri Satriyadi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sumber daya alam yang
melimpah diantaranya yaitu batubara, gas, minyak dan lainnya. Salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki sumberdaya dan tatanan tektonik yang
beragam adalah Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan daerah cekungan
Sumatera Selatan.
Daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang
yang berumur Tersier dan terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara
Paparan Sunda dan Lempeng Samudera India. Cekungan Sumatera Selatan
merupakan back arc basin terbentuk selama kala Paleogen dilihat dari block area
di sepanjang sumbu utama dan arah sesar medatar dari Pra-tersier yang berubah
menjadi sesar normal pada tersier akibat dari fase extensional yang bekerja
(Pullonggono et al., 1992).
Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi empat Sub cekungan yaitu Sub
Cekungan Jambi, Sub Cekungan Palembang Selatan, Sub Cekungan Palembang
Utara, dan Sub Cekungan Palembang Tengah. Kerangka yang membentuk
struktur pada daerah Cekungan Sumatera Selatan terjadi 3 episode orogenesa
yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir -Tersier Awal dan
Orogenesa PlioPlistosen (de Coster, 1974). Cekungan Sumatera Selatan
mempunyai komoditi besar terutama pada tambang atau pertambangan. Dimana
pertambangan merupakan suatu usaha yang memiliki sifat kegiatan pada
dasarnya selalu menimbulkan perubahan pada lingkungan daerah sekitar (Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, 2005 dalam Marganingrum
dan Novriadi, 2010). Aktivitas pertambangan akan memberikan dampak yang
memacu kemakmuran ekonomi negara dan menimbulkan kerusakan lingkungan
sehingga memerlukan biaya yang cukup signifikan dalam proses pemulihannya.
Salah satu komoditi tambang yang banyak diusahakan saat ini, untuk
memenuhi kebutuhan energi di Indonesia, adalah batubara. Menurut Witoro
(2007) Pada saat ini Indonesia memiliki potensi sumberdaya batubara sekitar 60
miliar ton dengan cadangan 7 miliar ton. Beberapa tahun terakhir, kegiatan
2

pertambangan batubara di Indonesia berkembang sangat pesat sehingga terjadi


peningkatan kebutuhan energi yang berbasis batubara, baik untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Secara umum pertambangan
terbuka (open pit mining) terdiri dari pit penambangan dan area timbunan batuan
penutup (disposal area). Area pit penambangan merupakan area yang tidak dapat
terhindari dari potensi pembentukan air asam tambang. Sedangkan area disposal
batuan penutup masih memiliki potensi terbentuknya air asam tambang walaupun
upaya pencegahan dilakukan.
Kegiatan pertambangan batubara terdiri dari beberapa tahapan,
diantaranya adalah tahap konstruksi dan penambangan. Pada tahap ini, apabila
tanah/batuan yang mengandung mineral sulfida terutama pirit tersingkap dan
kontak dengan udara serta air hujan maka akan membentuk air asam tambang.
Air asam tambang (AAT) adalah air yang bersifat asam dan mengandung logam-
logam terlarut yang sangat tinggi dalam air asam tambang serta dapat
menimbulkan pencemaran air, baik air permukaan maupun air tanah, sehingga
kualitas lingkungan sekitar terganggu.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tugas akhir dengan judul Geologi dan Kajian Dampak Air
Asam Tambang terhadap Air Tanah di Desa Pulau Panggung Kabupaten Muara
Enim.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah


sebagai berikut :
1. Bagaimana geomorfologi lokasi penelitian?
2. Bagaimana stratigrafi lokasipenelitian?
3. Bagaimana struktur geologi lokasipenelitian?
4. Bagaimana pengaruh komposisi logam dalam sampel sumur warga terhadap
proses pembentukan air asam tambang?
5. Bagaimana karakteristik sifat fisika - kimia air asam tambang didasarkan pada
kandungan logam sampel dari sumur warga?
3
4

Kondisi Geologi
Kajian

Geomorfologi
Stratigrafi
Air

Tektonik
Regional

Struktur
No
Peneliti Asam

de Coster, G. L. 1974. The Geology of The Central


1
and South Sumatra Basins
Gafoer.S, Amin T.C, dan Pardede.R, 1993,
2 Laporan Geologi Lembar Palembang,Sumatera,
Skla 1:250.000.
Marganingrum, D., Novriadi, R. 2010.
Pencemaran Air dan Tanah Di Kawasan
3
Pertambangan Batubara Di Pt. Berau Coal,
Kalimantan Timur.
Nasir, S., Ibrahim, E., Arief, A. T., 2014.
Perencanaan Plant Pengolahan Air Asam
4
Tambang Dengan Proses Sand Filtrasi,
Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis.
Pratiwi, R., Nugroho, H.,Widiarso, D.A., Lesmana,
R. 2014. Structural Geology and Tectonism
5 Influence in Precticting Coalbed Methane
Potensial of Seam pangadang-A,in DIPA Field,
South sumatera Basin.South Sumatera Basin.
Pulunggono, dkk, 1992, Pre-Tertiary And Tertiary
6 Fault Systems As A Framework Of The South
Sumatra Basin; A Study Of Sar-Maps.
Shell Mijnbow., 1978. Explanatory notes to the
7 Geological Map of the South Sumatra Coal
Province.
Sudarmono, Suherman, T., Eza, B. (1997).
Paleogene Basin Development In SundaLand
8
And Its Role To The Petroleum Systems In
Western Indonesia.

9 van Bemmelen, W. R. 1949. Geology of Indonesia

Witoro, S. S. 1997. Pengelolaan Lingkungan


10
Pertambangan.
Satriyadi, F. 2016. Geologi Dan Kajian Dampak
Air Asam Tambang Terhadap Air Tanah Di Desa
11
Pulau Panggung Kecamatan Tanjung Agung
Kabupaten Muara Enim
Tabel 1. Posisi peneliti terhadap peneliti-peneliti terdahulu

Keterangan :
Sudah diteliti
Akan diteliti
5

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :


1. Karakteristik geologi regional berupa perkembangan struktur dan stratigrafi
Cekungan Sumatera Selatan.
2. Mempelajari pengaruh air asam terhadap air tanah sekitar.
3. Mengetahui pengaruh komposisi logam dalam sampel terhadap proses
pembentukan air asam tambang batubara.
4. Mengetahui dan mengkaji karakteristik sifat fisika - kimia air asam tambang
didasarkan pada kandungan logam sampel sumur warga dan overburden
berdasarkan nilai pH dan konduktivitas.
5. Mengetahui sampel sumur warga yang mempunyai potensi pembentukan asam
terendah dan tertinggi.
6. Hasil dari penelitian ini disajikan di dalam peta lintasan, peta geomorfologi, dan
peta geologi dengan skala 1: 10.000.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memperluas ilmu pengetahuan khususnya dibidang pengujian potensi
pembentukan air asam tambang.
2. Meningkatkan pemahaman tentang metode-metode yang digunakan dalam
analisis potensi keasaman tanah tambang.
3. Memberikan data dan informasi berupa kajian dampak air asam tambang
terhadap air tanah.

1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Daerah penelitian ini terletak di Desa Pulau Panggung, Kecamatan Tanjung


Agung, Kabupaten Muara Enim. Lokasi penelitian secara geografis terletak pada
titik koordinat sebagai berikut :
S 0349'8.29 E10345'10.48
S 0349'8.06 E10347'54.86
S 0351'49.06 E10347'54.10
S 0351'49.01 E10345'10.15
6

Penelitian ini berfokus pada dua hal, meliputi studi pemetaan geologi
umum dengan luas wilayah 5x5 Km, serta mengkaji lebih detail Analisa
Kualitas Air Tanah Akibat Pencemaran Air Asam Tambang terhadap sumur
warga desa Pulau Panggung dan sekitarnya pada Formasi Muara Enim dan
Formasi Kasai. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bentukan
geomorfologi, struktur geologi serta stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
secara umum maupun secara detail. Setelah dilakukannya penelitian dilapangan,
maka akan dilakukan kegiatan pengolahan data baik menghimpun data
geomorfologi, penentuan pola struktur geologi yang berkembang, serta
pembuatan stratigrafi pada daerah telitian, dan menganalisa air tanah terhadap
dampak air asam tambang didaerah telitian.

Gambar 1.1 Peta Geologi Lokasi Penelitian (Gafoer dkk, 1986)


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Cekungan Sumatera Selatan

2.1.1 Tatanan Tektonik Dan Struktur Regional


Pulau Sumatera merupakan hasil pembentukan dari kolisi dan suturing mikrokontinen
pada Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber et al, 2005).
Pola struktur Sumatera sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang
(Pulunggono dan Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini berupa
perlipatan yang berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya kompresi Plio-
Pleistosen. Struktur geologi berarah Utara - Selatan atau Pola Sunda juga terlihat di
Cekungan Sumatera Selatan. Pola Sunda yang pada awalnya dimanifestasikan dengan
sesar normal, pada periode tektonik Plio-Pleistosen teraktifkan kembali sebagai sesar
mendatar yang sering kali memperlihatkan pola perlipatan di permukaan.
Berdasarkan pembagian zona seting tektonik menurut Barber et al (2005)
Sebagian besar wilayah cekungan Sumatra Selatan termasuk ke dalam Cekungan Busur
Belakang (Back Arc Basin). Cekungan Sumatra Selatan terbentuk sejak akhir Pra
Tersier sampai awal Pra Tersier yang terbentuk selama ekstensi Timur - Barat pada
akhir Pra-Tersier sampai Awal Tersier (Daly et al, 1987). Geologi Cekungan
Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat
dengan penunjaman Lempeng Hindia - Australia, yang bergerak ke arah Utara hingga
Timur Laut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona penunjaman
lempeng meliputi daerah sebelah Barat Pulau Sumatera dan Selatan Pulau Jawa.
Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zona interaksi tersebut
turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah.
Pola Struktur di Cekungan Sumatra Selatan merupakan hasil dari 4 periode
Tektonik (de Coster 1974). Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan
Pulau Sumatra dan Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulonggono et al (1992) adalah:
(1) Fase Kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur, Tektonik ini
menghasilkan sesar geser dekstral WNW ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang,
Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan N S trend dan terjadi
wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik Kapur.
8

(2) Fase Tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar
normal dan sesar tumbuh berarah N S dan WNW ESE. Sedimentasi mengisi
cekungan atau terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api.
Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.
(3) Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan
pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika
yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai,
Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.
(4) Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan
sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian
tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai.
Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah Barat Laut di seluruh
daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatera
Selatan dan terjadi aktivitas volkanisme pada Cekungan belakang busur.

Gambar 2.1 Pola Struktur dan Tektonik Cekungan Sumatera Selatan (Pulunggono
dkk, 1992)
2.1.2 Geomorfologi Regional
Secara umum keadaan fisiografi pulau Sumatera cukup sederhana. Fisiografinya
dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Bukit Barisan disepanjang sisi baratnya yang
memisahkan pantai timur dan pantai barat pulau sumatera. Menurut van Bemmelen
(1949) Fisiografi Pulau Sumatera terbagi menjadi enam zona fisiografi yaitu : Zona
9

Jajaran Barisan, Zona Semangko, Zona Pegunungan Tigapuluh, Zona Kepulauan Busur
Luar, Paparan Sunda, dan Zona Dataran Rendah dan Berbukit.
Cekungan Sumatera Selatan merupakan Cekungan Busur Belakang (Back Arc
Basin) yang memanjang sampai lepas pantai kearah Timur Laut dibatasi oleh
Pegunungan Bukit Barisan dengan arah Barat Daya dan Paparan Sunda kearah Tenggara
pada umur Pra-Tersier, cekungan ini terbentuk akibat interaksi antara lempeng Hindia-
Australia dengan lempeng mikro sunda. Pembentukan Cekungan Sumatera Selatan
dibentuk oleh tiga fase tektonik utama, berupa:
(1) Ekstensi selama akhir Paleocene sampai Awal Miosen yang membentuk graben pada
arah tren Utara yang diisi dengan deposit pada Eosen-Miosen Awal.
(2) Adanya sesar normal yang terjadi pada Miosen Awal sampai Pliosen Awal.
(3) Terjadinya tekanan dan pengangkatan cekungan, dan pembalikan sesar normal pada
Pliosen sampai Resen yang membentuk Antiklin dimana merupakan perangkap
besar pada suatu daerah. Banyak sesar normal yang terbentuk kemudian
terendapkan pada Cekungan Sumatera Selatan dimana kompresi dan pengangkatan
telah aktif kembali dan mengalami pembalikan selama Miosen sampai Plio-
Pliestosen (Bishop, 2001).
2.1.3 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan secara umum terdiri dari suatu fase transgresi
dan regresi. Formasi yang terbentuk selama Fase Transgresi dikelompokkan menjadi
kelompok Telisa dan Fase Regresi dikelompokan menjadi kelompok Palembang (de
Coster, 1974). Pada pembagian kedua fase tersebut yaitu:
(1) Fase Transgresi
Fase Transgresi di Cekungan Sumatera Selatan ditandai dengan pengendapan Kelompok
Telisa secara tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier. Selama Fase Transgresi
pengendapan yang terjadi berupa penurunan dasar cekungan lebih cepat dari pada
proses sedimentasi, sehingga terbentuk urutan fasies non marine, transisi, laut dangkal
dan laut dalam (de Coster, 1974).
(2) Fase Regresi
Fase Regresi di Cekungan Sumatera Selatan ditandai dengan pengendapan Kelompok
Palembang. Fase ini merupakan kebalikan dari Fase Transgresi, dimana pengendapan
lebih cepat dibandingkan dengan penurunan dasar cekungan, sehingga terbentuk urutan
10

seperti fasies laut dangkal, transisi dan non marin (de Coster, 1974). Menurut de Coster
(1974) Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan selama perkembangannya dibagi menjadi
beberapa Formasi antara lain :
1. Basement Pra Tersier (248-354 Ma)
Formasi ini merupakan komplek batuan penyusun/basement dari cekungan Sumatera
Selatan yang terdiri dari batuan beku seperti andesit, metamorf, metasedimen, sedimen
(seperti karbonat), vulkanik dan permo carboniferous yang berumur Pra-Tersier.
Litologi tersebut kemudian ditindih oleh batuan yang berumur Tersier sedangkan batuan
tersebut mengalami deformasi berupa bentukan struktur perlipatan, pensesaran dan
intrusi batuan beku.
2. Formasi Lemat
Formasi ini terbentuk pada lingkungan darat yang terjadi pada Eosen Akhir dan
Oligosen Awal, hasil dari proses terbentuknya berupa material sedimen yang berasal
dari kipas alluvial, braided steam dan piedmont deposits. Ukuran butir dominan kasar
dan pasiran dari ukuran konglomerat dan fragmen vulkanik serta lapisan tipis batubara
dalam jumlah yang sedikit. Ketebalan lapisan kurang lebih 2500 kaki pada tepi dan
pusat sampai 3000 meter.
3. Benakat Member (Eosen Akhir sampai Oligosen Awal)
Benakat member berada di Formasi Lemat tepatnya berada pada tengah Cekungan.
Stratigrafi terdiri dari shale abu-abu sampai coklat dan abu-abu gelap berselingan
dengan abu-abu hijau terang sampai serpih kebiruan-biruan, tuffaceous shale dan
siltstones, beserta batupasir tufaan sesekali batubara. Lapisan tipis batu gamping,
dolomite dan terkadang glaukonit berada pada lingkungan pengendapan prodelta.
4. Formasi Talangakar (Oligosen Akhir-Miosen Akhir)
Formasi ini mempunyai lingkungan pengendapan berupa fluvial, delta, dan pantai-laut
dangkal yang terdiri dari marine sand, prodeltashale, serta pasir tufffaan yang berasal
dari material vulkanik didaerah sekitarnya. Posisi dari formasi ini ditindih oleh Anggota
Basalt Telisa (batugamping shallow marine dan sandstones), keberadaanya secara
unconformable dengan formasi Lemat dan Benakat pada kala Oligosen Akhir-Miosen
Awal sedangkan pada Early Miocene Basal Telisa Limestone dan Sandstone member
tidak selaras dengan formasi Talang Akar.
5. Formasi Baturaja/Basal Telisa Limestone Member (Miosen Awal)
Formasi ini merupakan puncak dari fase transgresi pada cekungan Sumatera Selatan,
dapat dilihat dari pengendapan fase karbonat yang berupa batugamping pada formasi ini
yang memiliki sifat permeabilitas dan porositas yang baik sebagai reservoir
hidrokarbon. Formasi ini kaya akan fosil yang berasal dari dua tahap perkembangan
11

suatu lingkungan pengendapan. Tahap awal dimulai dari platform atau bank limestone
deposits yang terbentuk pada lingkungan shelfal (paparan). Kemudian tahap akhirnya
terjadi pada lingkungan detrital, reefal dan bank deposits yang terjadi ketika kondisi
restritricted (minim air) hal ini dapat diasumsikan bahwa pada waktu itu terjadi
pengangkatan platform pada batugamping.
6. Formasi Telisa
Formasi ini merupakan formasi termuda yang terjadi selama fase transgresi selama
Early-Midlle Miosen. Ciri batuannya yaitu fossilferous (banyak mengandung foram
plankton), selain itu adanya marine shale dengan sisipan batugamping glaukonitan
foraminifera seperti Bolivina dan Uvigerina dari fosil tersebut dapat diindikasikan
bahwa lingkungannya hangat (Neritic). Formasi ini diendapkan dalam masa transgresi
secara maksimum, sehingga mempunyai kekuatan besar dalam mengendapkan sedimen
dan adanya percampuran antara endapan darat dan endapan laut. Akibatnya
menghasilkan pola coarsening upward dan merendam bagian dataran rendah ketika kala
itu. Hanya meninggalkan spot-spot dataran tinggi.
7. Lower Palembang Formation
Formasi yang diendapkan pada fase awal regresi, dimana lingkungan pengendapan
berubah yang dahulunya neritic ke shallow marine kemudian ke marginal marine dan
paludal-deltaic. Pengendapan ini terjadi dari Middle Miosen ke Pliosen yang
mengendapakn Formasi Lower dan Middle Palembang, semua formasi ini mengalami
uplift, fold, dan fault selama Plio-Plistosen Orogeny. Kontak Formasi ini tidak selaras
dengan Formasi Telisa.
8. Middle Palembang Formation/Formasi Muara Enim
Formasi ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen Awal, Formasi ini diendapakan
secara tidak selaras dengan formasi yang berada dibawahnya. Formasi ini mempunyai
litologi batuan berupa batupasir, batulanau dan batulempung serta adanya lapisan
batubara yang menerus. Lapisan batubara dibagi menjadi beberapa seam (lapisan
batubara) yaitu seam M1, M2, M3 dan M4 (Shell, 1978). Rank dari batubara formasi ini
berupa Lignite sampai Bituminous adapun Antrasite yang berada didekat intrusi andesit.
Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada bagian
dasar), delta plain dan lingkungan non marine.
9. Upper Palembang Formation/Formasi Kasai
Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra Selatan.
Formasi ini diendapkan selama Plio-Pleistosen Orogeny. Pada fase ini terjadi
pengangkatan pegunungan bukit barisan. Akibatnya sumber dan arah transportasi
12

sedimentasi berubah, dimana sebelumnya berasal dari sediment tersier. Deposisinya


yaitu tinggian lampung, sunda shield dan juga dibawa oleh arah barat daya, barat &
barat laut. Tetapi dengan adanya orogeny itu menyebabkan sumber utama bergerak
kearah timur laut. Mengendapkan tuffaceous, batuan klastik dari kasar-halus, terdiri dari
batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara. Dibatasi dengan
kontak tidak selaras dengan formasi yang berada dibawahnya. Upper Palembang
ditutupi oleh alluvium atau material lepas-lepas.

Gambar 2.2 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974 dalam
Ragil Pratiwi et al, 2014)
2.2 Tinjauan Pustaka Air Asam Tambang

Air asam tambang (AAT) atau acid mine drainage (AMD) terbentuk karena adanya
mineral sulfida (pirit) yang terekspose oleh oksigen dan air, dapat terbentuk dalam air
tanah pada sebuah tambang yang masih aktif berproduksi. Senyawa-senyawa sulfur
yang sering terdapat dalam air asam tambang adalah pyrite (FeS2), marcasite (FeS2),
Pyrrhotite (FexSx), chalcosite (CuS2), covelite (CuS), chalcopyrite (CuFeS2),
molybdenite (MoS2), milerite (NiS), galena (PbS), sphalerite (ZnS), dan arsenopyrite
(FeAsS) (Skousen et-al, 1998 dalam Nasir et al, 2014). Dampak AAT dapat mencemari
13

air permukaan, air tanah dan akan merusak ekosistem perairan, sehingga kualitas
lingkungan khususnya lingkungan perairan akan menurun.
Sumber-sumber AAT dari kegiatan pertambangan adalah:
Pembuatan jalan tambang, pembukaan tanah penutup (over burden)
Operasi penambangan baik tambang bawah tanah maupun tambang terbuka
Lokasi penimbunan tanah penutup (waste dump)
Lokasi stockpile bijih atau batubara dan Lokasi pembuangan tailing.
Pada tambang batubara, pirit merupakan mineral sulfida pembentuk AAT yang
signifikan dikarenakan pirit mempunyai sifat asam (Skousen et-al 1998, dalam Nasir et
al, 2014). Dampak yang ditimbulkan akibat air asam tambang adalah terjadinya
pencemaran lingkungan, dimana komposisi atau kandungan air didaerah yang terkena
dampak tersebut akan berubah sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah,
mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya, dan dapat mengakibatkan korosi pada
peralatan tambang.
Wijaya (2009) mengatakan Pada umumnya lokasi tambang batubara yang
berpontensi besar sebagai sumber terbentuknya air asam tambang ialah kolam kolam
penampungan air tambang (water pond) dan tempat penimbunan material buangan
sulfide (waste dump). Air asam dalam jumlah besar dari water pond dan waste dump
tersebut mengalir/merembes ke lingkungan sungai maupun tanah, maka hal tersebut
berpotensi mencemari air sungai dan air tanah. Air asam yang merembes kedalam
permukaan tanah mengakibatkan hilangnya kesuburan tanah dan kematian pada
vegetasi sekitar. Adapun air asam tambang yang merembes ke dalam pori pori tanah
sampai pada muka air tanah dapat menimbulkan dampak serius terutama pada akuifer
dan pencemaran pada air tanah.
Mindasari (2007) menyebutkan bahwa akibat penambangan batubara maka
Sungai Ombilin di Sub daerah aliran sungai (DAS) Ombilin, DAS Indragiri Hulu, telah
mengalami pencemaran berdasarkan sifat fisik dan kimia air, yaitu berupa penurunan
pH dan kecerahan air, peningkatan warna, padatan terlarut dan padatan tersuspensi
(padatan total). Maka dari permasalahan yang ada air asam tambang ini harus
diperhatikan oleh seluruh pihak yang berwenang, sehingga tidak menimbulkan atau
meminimalisirkan dampak air asam tambang tersebut.
14

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan observatif
berupa data primer dan sekunder yang dirangkum dalam diagram alir penelitian
(Gambar 3.1). Dalam melakukan pemetaan geologi diperlukan adanya rancangan
penelitian agar dapat mempermudah peneliti ketika melakukan pengamatan di daerah
telitian. Diharapkan kegiatan tersebut akan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa
peta geologi dan memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang akan
mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut.

3.1 Akuisisi Data

Pada tahapan akuisisi data diperlukan data primer dan data sekunder. Akuisisi data
terdiri dari dua tahapan yaitu melakukan kegiatan studi kajian pustaka dan kegiatan
pengumpulan data dilapangan. Kegiatan kajian studi pustaka mengenai daerah
telitiansangat berguna bagi peneliti lebih lanjut, untuk itu hasil-hasil penelitian
terdahulu sangat penting sebagai referensi dan perbandingan.Studi kajian pustaka
digunakan sebagai referensi yang berasal dari jurnal-jurnal yang telah dipublikasi.
Pengumpulan studi kajian pustaka termasuk kedalam data sekunder.Tahap kedua dari
akuisisi data yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data pada daerah penelitian. Data
yang didapatkan peneliti dari pengamatan lapangan merupakan data primer seperti data
bentuk lahan, struktur geologi, lintasan stratigrafi, pengamatan singkapan dan
pengambilan sampel.

3.2 Analisis Data

Tahapan ini terdiri dari analisa pengukuran singkapan batuan, analisa petrografi, analisa
paleontologi, analisa lingkungan pengendapan, analisa geomorfologi, analisa
pengukuran kualitas air :
A. Analisa Data Measured Section
Analisa measured section dilakukan dengan cara melakukan pengukuran langsung
di lapangan, kemudian diolah dalam bentuk gambar berskala. Korelasi data
measured section yang ditemukan pada beberapa lokasi di daerah telitian dapat
15

membantu menjelaskan urut-urutan pengendapan serta lingkungan sedimentasi itu


terjadi.
B. Analisa Geomorfologi
Analisa geomorfologi digunakan untuk mengidentifikasi bentukan morfologi daerah
telitian dengan melakukan analisa morfologi singkapan yang dihubungkan dengan
peta topografi daerah telitian. Untuk menentukan bentukan morfologi daerah telitian
juga harus dilakukan analisa kemiringan lereng, kelurusan sungai, dan litologi
daerah telitian.
C. Analisa Petrografi
Analisa petrografi digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik batuan, baik dari
aspek mineralogi, tekstur pengendapan, serta perkembangan proses-proses
diagenesa yang telah berlangsung. Ketiga aspek tersebut dipakai sebagai acuan
untuk mengevaluasi sejauh mana pengaruhnya terhadap perkembangan kualitas
batuan reservoar yang terdapat di daerah tersebut.Dari analisa petrografi yang
dilakukan didapatkan data berupa nama batuan yang ditemukan di lokasi daerah
telitian.
D. Analisa Paleontologi
Analisa Fosil dilakukan untuk mengidentifikasi keterdapatan fosil pada
batuan/sample batuan yang telah diambil. Analisa ini dilakukan sebagai acuan dalam
menyimpulkan umur batuan dan lingkungan pengendapan batuan yang dihubungkan
dengan lingkungan hidup fosil yang ditemukan.
E. Analisa Lingkungan Pengendapan
Analisa lingkungan pengendapan dilakukan untuk menentukan jenis lingkungan
pengendapan daerah telitian dengan berbagai pendekatan geologi, serta dengan
kehadiran mineral dan material material rombakan yang menjadi suatu penciri
lingkungan pengendapan daerah telitian.
F. Analisa Kualitas Air
Analisa kualitas air dilakukan untuk mengetahui pengaruh air asam tambang
terhadap air tanah baik sungai maupun sumur warga yang berada disekitar area
penambangan batubara. Untuk mengetahui jenis kandungan mineral harus dilakukan
analisa kualitas air tanah melalui titik-titik pengambilan sample air tanah pada
daerah telitian.
16

3.3 Sintesa

Sintesa adalah wujud hasil dari olahan data lapangan yang berupa output dari kegiatan
pemetaan geologi. Dari hasil analisa data lapangan maupun analisa laboratorium,
didapatkanlah output berupa peta peta meliputi:
- Peta Basemap - Peta Kelurusan
- Peta Lintasan Pengamatan - Peta Geologi
- Peta Pola Pengaliran - Measured Section (MS)
- Peta Kelerengan - Profil Singkapan
- Peta Geomorfologi

Analisa laboratorium meliputi:


- Analisa Petrografi
- Analisa Paleotologi
- Analisa Lingkungan Pengendapan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


17

BAB IV
RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN
DAN PENYELESAIAN TUGAS AKHIR

No Jenis kegiatan 1 2 3 4 5
18

Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan

2 Penelitian
Lapangan
3 Analisa
Laboratorium
4 Pembuatan
Peta-Peta
5 Pembuatan
Laporan
6. Publikasi
Jurnal
7. Seminar

Penelitian ini dilakukan setelah perkuliahan semester 7 berakhir tepatnya dibulan


desember akhir. Persiapan untuk melaksanakan penelitian ini diawali dengan
pengumpulan data sekunder seperti referensi dari penelitian terdahulu (kajian pustaka).
Setelah itu penyusunan proposal dilakukan selama semester 7 berjalan dalam mata
kuliah Kajian Pustaka, dan langkah selanjutnya dilakukan survey tinjau kelapangan
daerah telitian guna untuk mempelajari langsung kondisi lokasi penelitian. Setelah
semua dipersiapkan penelitian/pengambilan data lapangan dilaksanakan sesuai jadwal
yang telah direncanakan. Langkah akhir setelah pengambilan data lapangan adalah
melakukan analisa laboraturium seperti analisa petrografi, Analisa Paleontologi dan
Analisa Kualitas Air, hingga pengelolahan tugas akhir sampai publikasi yang pada
akhirnya akan diseminarkan. Rangkaian kegiatan pelaksanan penelitian dan
penyelesaian tugas akhir ini dijadwalkan akan di lakukan selama 5 bulan. Penelitian
Tugas Akhir ini meliputi kegiatan yang akan dilakukan seperti yang terlampir pada
Tabel 2.
Tabel 2. Rencana waktu penelitian
BAB V
RENCANAAN PEMBIAYAAN PENELITIAN

Penelitian meliputi pengambilan data lapangan dan analisa laboratorium. Waktu yang
diperlukan untuk penelitian ini maksimum 90 hari. Penelitian sangat penting dilakukan
karena pengamatan dan pengukuran serta pengamatan hanya dapat dilakukan
19

dilapangan. Setelah melakukan pengamatan lapangan baru kemudian di lakukan analisa


laboratorium, pembuatan laporan tugas akhir (skripsi) dan pembuatan jurnal untuk
publikasi, serta seminar hasil. Untuk melakukan semua rangkaian kegiatan tersebut
maka diperlukan dana seperti yang terlampir pada Tabel 3.
Tabel 3. Rincian dana pelaksanaan tugas akhir
Harga Satuan
No. Rincian Total
Jumlah Unit
Transportasi
1. Survey Tinjau (Pulang Pergi ) Rp100.000,00 2 kali Rp200.000,00
2. Penelitian (Pulang Pergi)
Rp100.000,00 2 kali Rp200.000,00
3. Transportasi selama di Lapangan
Rp20.000,00 30 Hari Rp600.000,00
Biaya Hidup
1. Makan Rp50.000,00 30 Hari Rp1.500.000,00
2. Penginapan
Rp- 30 Hari Rp-
Peralatan
1. Biaya Tak Terduga Rp600.000,00 1 pack Rp600.000,00
2. Sewa Alat
- Kompas
- GPS Rp400.000,00 30 Hari Rp400.000,00
3. Bayar Porter
Rp400.000,00 30 Hari Rp400.000,00
Rp50.000,00 30 Hari Rp1.500.000,00
Analisa
1. Analisa Petrologi Rp100.000,00 15 Sampel Rp1.500.000,00
2. Analisa Paleontologi
Rp100.000,00 15 Sampel Rp1.500.000,00
3. Analisa Kualitas Air
Rp100.000,00 5 Sampel Rp1.000.000,00
Laporan
1. ATK
- Kertas
Rp50.000,00 4Pack Rp200.000,00
- Tinta Printer
- Alat Tulis Rp50.000,00 4 Kotak Rp200.000,00
Rp200.000,00 1 Set Rp100.000,00
TOTAL Rp9.900.000,00

DAFTAR PUSTAKA

Barber, A.J., Crow, M.J., and Milsom, J.,S. 2005. Sumatra: Geology, Resources and
Tectonic Evolution. Published byThe Geological Society; London p. 1-304

Bishop, M., G.2001. South Sumatra Basin Province, Indonesia: The Lahat/Talang Akar-
Cenozoic Total Petroleum System.U.S. Geological Survey, Denver, Colorado; 99-
95 S.

Daly, M.C., Hooper, B.G.D., Smith, D.G. 1987. Tertiary Plate Tectonics And Basin
Evolution In Indonesia. Proceedings Indonesian Petroleum Association-87-11.
20

De Coster, G.L. 1974. The Geology of Central and South Sumatera Basin.Proceeding
Indonesian Petroleum Association 3rd Annual Convention 1974.

Gafoer. S, Amin T. C, dan Pardede, R. 1993, Laporan Geologi Lembar


Palembang,Sumatera, Skla 1:250.000.

Marganingrum, D., Novriadi, R. 2010. Pencemaran Air dan Tanah Di Kawasan


Pertambangan Batubara Di Pt. Berau Coal, Kalimantan Timur. Riset Geologi
dan Pertambangan. Vol. 20 No. 1 (2010), 11-20.

Mindasari, L., 2007. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Pt. Tambang Batubara
Bukit Asam (Pt.Ba) (Persero) Tbk - Unit Produksi Ombilin (Upo) Dan Tambang
Batubara Tanpa Izin (Peti) Terhadap Kualitas Air Sungai Ombilin Sawahlunto.
Skripsi Sarjana S-1 pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Nasir, S., Ibrahim, E., Arief, A. T., 2014. Perencanaan Plant Pengolahan Air Asam
Tambang Dengan Proses Sand Filtrasi, Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis.
Prosiding SNaPP 2014

Pratiwi, R., Nugroho, H.,Widiarso, D.A., Lesmana, R. 2014. Structural Geology and
Tectonism Influence in Precticting Coalbed Methane Potensial of Seam
pangadang-A,in DIPA Field, South sumatera Basin.South Sumatera Basin.
Indonesian Petroleum Association-G-247.

Pullunggono , A. and Cameron, N.R., 1984, Sumatran Microplates, their characteristics


and their role in the evolution of the Central and South Sumatran Basins.
Proceedings Indonesian Petroleum Association, 13, 121- 144.

Pulunggono, A., Haryo, A., Kosuma, C.G. 1992. Pre-Tertiary and Tertiary Fault
Systems as a Fremework of the South Sumatra Basin; a Study of Sar-Maps.
Proceedings Indonesian Petroleum Association Twenty First Annual Convention,
Oktober, 1992.

Shell Mijnbow., 1978. Explanatory notes to the Geological Map of the South Sumatra
Coal Province.

Sudarmono, Suherman, T., Eza, B. (1997). Paleogene Basin Development In


SundaLand And Its Role To The Petroleum Systems In Western Indonesia.
Proceeding Indonesian Petroleum Association 2006.

van Bemmelen, W. R. 1949. Geology of Indonesia. Government Printing Office.


Martinus Nijhoff : The Hague, Netherland

Witoro, S. S. 1997. Pengelolaan Lingkungan Pertambangan. Dirjen Mineral,Batubara


dan Panas Bumi, Departemen ESDM.
21

Wijaya, R. A. E. 2009. Sistem Pengolahan Air Asam Tambang Pada Water Pond Dan
Aplikasi Model Encapsulation In-Pit Disposai Pada Waste Dump Tambang
Batubara. J. Manusia dan Lingkungan, Vol. 17, No.1, Maret 2010: 1-10

Anda mungkin juga menyukai