Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PROPOSAL
PENELITIAN TUGAS AKHIR
Oleh :
Feri Satriyadi
NIM. 030711813200 11
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR
Judul Penelitian : Geologi Dan Kajian Dampak Air Asam Tambang terhadap
Air Tanah di Desa Pulau Panggung Kecamatan Tanjung
Agung Kabupaten Muara Enim
Peneliti
a. Nama : Feri Satriyadi
b. NIM : 03071181320011
c. Kelas : Indralaya
d. Nomor HP : 0812-7251-4621
e. Alamat : Jln Simanjuntak No 13, Saringan Utara, Tanjung Enim
f. Nama Orang Tua/Wali : Zamhari
g. Alamat Orang Tua/Wali : Jln Simanjuntak No 13, Saringan Utara, Tanjung Enim
h. Nomor HP Orang Tua : 0813-6767-7522
Mengetahui,
Ketua Program Studi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR LAMPIRAN vi
PRAKATA vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................2
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.........................................................4
1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN.....................................................................4
DAFTAR PUSTAKA 17
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PRAKATA
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir
ini. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman jahiliyah ke zaman yang berilmu pengetahuan seperti saat ini.
Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana.
Dalam penyusunan proposal ini tentunya tidak terlepas dari dukungan semua pihak
yang telah membantu baik bantuan moril, bantuan memperoleh data dan bimbingan
secara sistematis dalam penyusunan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca proposal ini.
Penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi
civitas akademika Program Studi Teknik Geologi Universitas Sriwijaya.
Feri Satriyadi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sumber daya alam yang
melimpah diantaranya yaitu batubara, gas, minyak dan lainnya. Salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki sumberdaya dan tatanan tektonik yang
beragam adalah Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan daerah cekungan
Sumatera Selatan.
Daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang
yang berumur Tersier dan terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara
Paparan Sunda dan Lempeng Samudera India. Cekungan Sumatera Selatan
merupakan back arc basin terbentuk selama kala Paleogen dilihat dari block area
di sepanjang sumbu utama dan arah sesar medatar dari Pra-tersier yang berubah
menjadi sesar normal pada tersier akibat dari fase extensional yang bekerja
(Pullonggono et al., 1992).
Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi empat Sub cekungan yaitu Sub
Cekungan Jambi, Sub Cekungan Palembang Selatan, Sub Cekungan Palembang
Utara, dan Sub Cekungan Palembang Tengah. Kerangka yang membentuk
struktur pada daerah Cekungan Sumatera Selatan terjadi 3 episode orogenesa
yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir -Tersier Awal dan
Orogenesa PlioPlistosen (de Coster, 1974). Cekungan Sumatera Selatan
mempunyai komoditi besar terutama pada tambang atau pertambangan. Dimana
pertambangan merupakan suatu usaha yang memiliki sifat kegiatan pada
dasarnya selalu menimbulkan perubahan pada lingkungan daerah sekitar (Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, 2005 dalam Marganingrum
dan Novriadi, 2010). Aktivitas pertambangan akan memberikan dampak yang
memacu kemakmuran ekonomi negara dan menimbulkan kerusakan lingkungan
sehingga memerlukan biaya yang cukup signifikan dalam proses pemulihannya.
Salah satu komoditi tambang yang banyak diusahakan saat ini, untuk
memenuhi kebutuhan energi di Indonesia, adalah batubara. Menurut Witoro
(2007) Pada saat ini Indonesia memiliki potensi sumberdaya batubara sekitar 60
miliar ton dengan cadangan 7 miliar ton. Beberapa tahun terakhir, kegiatan
2
Kondisi Geologi
Kajian
Geomorfologi
Stratigrafi
Air
Tektonik
Regional
Struktur
No
Peneliti Asam
Keterangan :
Sudah diteliti
Akan diteliti
5
Penelitian ini berfokus pada dua hal, meliputi studi pemetaan geologi
umum dengan luas wilayah 5x5 Km, serta mengkaji lebih detail Analisa
Kualitas Air Tanah Akibat Pencemaran Air Asam Tambang terhadap sumur
warga desa Pulau Panggung dan sekitarnya pada Formasi Muara Enim dan
Formasi Kasai. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bentukan
geomorfologi, struktur geologi serta stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
secara umum maupun secara detail. Setelah dilakukannya penelitian dilapangan,
maka akan dilakukan kegiatan pengolahan data baik menghimpun data
geomorfologi, penentuan pola struktur geologi yang berkembang, serta
pembuatan stratigrafi pada daerah telitian, dan menganalisa air tanah terhadap
dampak air asam tambang didaerah telitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(2) Fase Tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar
normal dan sesar tumbuh berarah N S dan WNW ESE. Sedimentasi mengisi
cekungan atau terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api.
Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.
(3) Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan
pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika
yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai,
Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.
(4) Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan
sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian
tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai.
Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah Barat Laut di seluruh
daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatera
Selatan dan terjadi aktivitas volkanisme pada Cekungan belakang busur.
Gambar 2.1 Pola Struktur dan Tektonik Cekungan Sumatera Selatan (Pulunggono
dkk, 1992)
2.1.2 Geomorfologi Regional
Secara umum keadaan fisiografi pulau Sumatera cukup sederhana. Fisiografinya
dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Bukit Barisan disepanjang sisi baratnya yang
memisahkan pantai timur dan pantai barat pulau sumatera. Menurut van Bemmelen
(1949) Fisiografi Pulau Sumatera terbagi menjadi enam zona fisiografi yaitu : Zona
9
Jajaran Barisan, Zona Semangko, Zona Pegunungan Tigapuluh, Zona Kepulauan Busur
Luar, Paparan Sunda, dan Zona Dataran Rendah dan Berbukit.
Cekungan Sumatera Selatan merupakan Cekungan Busur Belakang (Back Arc
Basin) yang memanjang sampai lepas pantai kearah Timur Laut dibatasi oleh
Pegunungan Bukit Barisan dengan arah Barat Daya dan Paparan Sunda kearah Tenggara
pada umur Pra-Tersier, cekungan ini terbentuk akibat interaksi antara lempeng Hindia-
Australia dengan lempeng mikro sunda. Pembentukan Cekungan Sumatera Selatan
dibentuk oleh tiga fase tektonik utama, berupa:
(1) Ekstensi selama akhir Paleocene sampai Awal Miosen yang membentuk graben pada
arah tren Utara yang diisi dengan deposit pada Eosen-Miosen Awal.
(2) Adanya sesar normal yang terjadi pada Miosen Awal sampai Pliosen Awal.
(3) Terjadinya tekanan dan pengangkatan cekungan, dan pembalikan sesar normal pada
Pliosen sampai Resen yang membentuk Antiklin dimana merupakan perangkap
besar pada suatu daerah. Banyak sesar normal yang terbentuk kemudian
terendapkan pada Cekungan Sumatera Selatan dimana kompresi dan pengangkatan
telah aktif kembali dan mengalami pembalikan selama Miosen sampai Plio-
Pliestosen (Bishop, 2001).
2.1.3 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan secara umum terdiri dari suatu fase transgresi
dan regresi. Formasi yang terbentuk selama Fase Transgresi dikelompokkan menjadi
kelompok Telisa dan Fase Regresi dikelompokan menjadi kelompok Palembang (de
Coster, 1974). Pada pembagian kedua fase tersebut yaitu:
(1) Fase Transgresi
Fase Transgresi di Cekungan Sumatera Selatan ditandai dengan pengendapan Kelompok
Telisa secara tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier. Selama Fase Transgresi
pengendapan yang terjadi berupa penurunan dasar cekungan lebih cepat dari pada
proses sedimentasi, sehingga terbentuk urutan fasies non marine, transisi, laut dangkal
dan laut dalam (de Coster, 1974).
(2) Fase Regresi
Fase Regresi di Cekungan Sumatera Selatan ditandai dengan pengendapan Kelompok
Palembang. Fase ini merupakan kebalikan dari Fase Transgresi, dimana pengendapan
lebih cepat dibandingkan dengan penurunan dasar cekungan, sehingga terbentuk urutan
10
seperti fasies laut dangkal, transisi dan non marin (de Coster, 1974). Menurut de Coster
(1974) Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan selama perkembangannya dibagi menjadi
beberapa Formasi antara lain :
1. Basement Pra Tersier (248-354 Ma)
Formasi ini merupakan komplek batuan penyusun/basement dari cekungan Sumatera
Selatan yang terdiri dari batuan beku seperti andesit, metamorf, metasedimen, sedimen
(seperti karbonat), vulkanik dan permo carboniferous yang berumur Pra-Tersier.
Litologi tersebut kemudian ditindih oleh batuan yang berumur Tersier sedangkan batuan
tersebut mengalami deformasi berupa bentukan struktur perlipatan, pensesaran dan
intrusi batuan beku.
2. Formasi Lemat
Formasi ini terbentuk pada lingkungan darat yang terjadi pada Eosen Akhir dan
Oligosen Awal, hasil dari proses terbentuknya berupa material sedimen yang berasal
dari kipas alluvial, braided steam dan piedmont deposits. Ukuran butir dominan kasar
dan pasiran dari ukuran konglomerat dan fragmen vulkanik serta lapisan tipis batubara
dalam jumlah yang sedikit. Ketebalan lapisan kurang lebih 2500 kaki pada tepi dan
pusat sampai 3000 meter.
3. Benakat Member (Eosen Akhir sampai Oligosen Awal)
Benakat member berada di Formasi Lemat tepatnya berada pada tengah Cekungan.
Stratigrafi terdiri dari shale abu-abu sampai coklat dan abu-abu gelap berselingan
dengan abu-abu hijau terang sampai serpih kebiruan-biruan, tuffaceous shale dan
siltstones, beserta batupasir tufaan sesekali batubara. Lapisan tipis batu gamping,
dolomite dan terkadang glaukonit berada pada lingkungan pengendapan prodelta.
4. Formasi Talangakar (Oligosen Akhir-Miosen Akhir)
Formasi ini mempunyai lingkungan pengendapan berupa fluvial, delta, dan pantai-laut
dangkal yang terdiri dari marine sand, prodeltashale, serta pasir tufffaan yang berasal
dari material vulkanik didaerah sekitarnya. Posisi dari formasi ini ditindih oleh Anggota
Basalt Telisa (batugamping shallow marine dan sandstones), keberadaanya secara
unconformable dengan formasi Lemat dan Benakat pada kala Oligosen Akhir-Miosen
Awal sedangkan pada Early Miocene Basal Telisa Limestone dan Sandstone member
tidak selaras dengan formasi Talang Akar.
5. Formasi Baturaja/Basal Telisa Limestone Member (Miosen Awal)
Formasi ini merupakan puncak dari fase transgresi pada cekungan Sumatera Selatan,
dapat dilihat dari pengendapan fase karbonat yang berupa batugamping pada formasi ini
yang memiliki sifat permeabilitas dan porositas yang baik sebagai reservoir
hidrokarbon. Formasi ini kaya akan fosil yang berasal dari dua tahap perkembangan
11
suatu lingkungan pengendapan. Tahap awal dimulai dari platform atau bank limestone
deposits yang terbentuk pada lingkungan shelfal (paparan). Kemudian tahap akhirnya
terjadi pada lingkungan detrital, reefal dan bank deposits yang terjadi ketika kondisi
restritricted (minim air) hal ini dapat diasumsikan bahwa pada waktu itu terjadi
pengangkatan platform pada batugamping.
6. Formasi Telisa
Formasi ini merupakan formasi termuda yang terjadi selama fase transgresi selama
Early-Midlle Miosen. Ciri batuannya yaitu fossilferous (banyak mengandung foram
plankton), selain itu adanya marine shale dengan sisipan batugamping glaukonitan
foraminifera seperti Bolivina dan Uvigerina dari fosil tersebut dapat diindikasikan
bahwa lingkungannya hangat (Neritic). Formasi ini diendapkan dalam masa transgresi
secara maksimum, sehingga mempunyai kekuatan besar dalam mengendapkan sedimen
dan adanya percampuran antara endapan darat dan endapan laut. Akibatnya
menghasilkan pola coarsening upward dan merendam bagian dataran rendah ketika kala
itu. Hanya meninggalkan spot-spot dataran tinggi.
7. Lower Palembang Formation
Formasi yang diendapkan pada fase awal regresi, dimana lingkungan pengendapan
berubah yang dahulunya neritic ke shallow marine kemudian ke marginal marine dan
paludal-deltaic. Pengendapan ini terjadi dari Middle Miosen ke Pliosen yang
mengendapakn Formasi Lower dan Middle Palembang, semua formasi ini mengalami
uplift, fold, dan fault selama Plio-Plistosen Orogeny. Kontak Formasi ini tidak selaras
dengan Formasi Telisa.
8. Middle Palembang Formation/Formasi Muara Enim
Formasi ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen Awal, Formasi ini diendapakan
secara tidak selaras dengan formasi yang berada dibawahnya. Formasi ini mempunyai
litologi batuan berupa batupasir, batulanau dan batulempung serta adanya lapisan
batubara yang menerus. Lapisan batubara dibagi menjadi beberapa seam (lapisan
batubara) yaitu seam M1, M2, M3 dan M4 (Shell, 1978). Rank dari batubara formasi ini
berupa Lignite sampai Bituminous adapun Antrasite yang berada didekat intrusi andesit.
Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada bagian
dasar), delta plain dan lingkungan non marine.
9. Upper Palembang Formation/Formasi Kasai
Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra Selatan.
Formasi ini diendapkan selama Plio-Pleistosen Orogeny. Pada fase ini terjadi
pengangkatan pegunungan bukit barisan. Akibatnya sumber dan arah transportasi
12
Gambar 2.2 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974 dalam
Ragil Pratiwi et al, 2014)
2.2 Tinjauan Pustaka Air Asam Tambang
Air asam tambang (AAT) atau acid mine drainage (AMD) terbentuk karena adanya
mineral sulfida (pirit) yang terekspose oleh oksigen dan air, dapat terbentuk dalam air
tanah pada sebuah tambang yang masih aktif berproduksi. Senyawa-senyawa sulfur
yang sering terdapat dalam air asam tambang adalah pyrite (FeS2), marcasite (FeS2),
Pyrrhotite (FexSx), chalcosite (CuS2), covelite (CuS), chalcopyrite (CuFeS2),
molybdenite (MoS2), milerite (NiS), galena (PbS), sphalerite (ZnS), dan arsenopyrite
(FeAsS) (Skousen et-al, 1998 dalam Nasir et al, 2014). Dampak AAT dapat mencemari
13
air permukaan, air tanah dan akan merusak ekosistem perairan, sehingga kualitas
lingkungan khususnya lingkungan perairan akan menurun.
Sumber-sumber AAT dari kegiatan pertambangan adalah:
Pembuatan jalan tambang, pembukaan tanah penutup (over burden)
Operasi penambangan baik tambang bawah tanah maupun tambang terbuka
Lokasi penimbunan tanah penutup (waste dump)
Lokasi stockpile bijih atau batubara dan Lokasi pembuangan tailing.
Pada tambang batubara, pirit merupakan mineral sulfida pembentuk AAT yang
signifikan dikarenakan pirit mempunyai sifat asam (Skousen et-al 1998, dalam Nasir et
al, 2014). Dampak yang ditimbulkan akibat air asam tambang adalah terjadinya
pencemaran lingkungan, dimana komposisi atau kandungan air didaerah yang terkena
dampak tersebut akan berubah sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah,
mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya, dan dapat mengakibatkan korosi pada
peralatan tambang.
Wijaya (2009) mengatakan Pada umumnya lokasi tambang batubara yang
berpontensi besar sebagai sumber terbentuknya air asam tambang ialah kolam kolam
penampungan air tambang (water pond) dan tempat penimbunan material buangan
sulfide (waste dump). Air asam dalam jumlah besar dari water pond dan waste dump
tersebut mengalir/merembes ke lingkungan sungai maupun tanah, maka hal tersebut
berpotensi mencemari air sungai dan air tanah. Air asam yang merembes kedalam
permukaan tanah mengakibatkan hilangnya kesuburan tanah dan kematian pada
vegetasi sekitar. Adapun air asam tambang yang merembes ke dalam pori pori tanah
sampai pada muka air tanah dapat menimbulkan dampak serius terutama pada akuifer
dan pencemaran pada air tanah.
Mindasari (2007) menyebutkan bahwa akibat penambangan batubara maka
Sungai Ombilin di Sub daerah aliran sungai (DAS) Ombilin, DAS Indragiri Hulu, telah
mengalami pencemaran berdasarkan sifat fisik dan kimia air, yaitu berupa penurunan
pH dan kecerahan air, peningkatan warna, padatan terlarut dan padatan tersuspensi
(padatan total). Maka dari permasalahan yang ada air asam tambang ini harus
diperhatikan oleh seluruh pihak yang berwenang, sehingga tidak menimbulkan atau
meminimalisirkan dampak air asam tambang tersebut.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan observatif
berupa data primer dan sekunder yang dirangkum dalam diagram alir penelitian
(Gambar 3.1). Dalam melakukan pemetaan geologi diperlukan adanya rancangan
penelitian agar dapat mempermudah peneliti ketika melakukan pengamatan di daerah
telitian. Diharapkan kegiatan tersebut akan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa
peta geologi dan memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang akan
mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut.
Pada tahapan akuisisi data diperlukan data primer dan data sekunder. Akuisisi data
terdiri dari dua tahapan yaitu melakukan kegiatan studi kajian pustaka dan kegiatan
pengumpulan data dilapangan. Kegiatan kajian studi pustaka mengenai daerah
telitiansangat berguna bagi peneliti lebih lanjut, untuk itu hasil-hasil penelitian
terdahulu sangat penting sebagai referensi dan perbandingan.Studi kajian pustaka
digunakan sebagai referensi yang berasal dari jurnal-jurnal yang telah dipublikasi.
Pengumpulan studi kajian pustaka termasuk kedalam data sekunder.Tahap kedua dari
akuisisi data yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data pada daerah penelitian. Data
yang didapatkan peneliti dari pengamatan lapangan merupakan data primer seperti data
bentuk lahan, struktur geologi, lintasan stratigrafi, pengamatan singkapan dan
pengambilan sampel.
Tahapan ini terdiri dari analisa pengukuran singkapan batuan, analisa petrografi, analisa
paleontologi, analisa lingkungan pengendapan, analisa geomorfologi, analisa
pengukuran kualitas air :
A. Analisa Data Measured Section
Analisa measured section dilakukan dengan cara melakukan pengukuran langsung
di lapangan, kemudian diolah dalam bentuk gambar berskala. Korelasi data
measured section yang ditemukan pada beberapa lokasi di daerah telitian dapat
15
3.3 Sintesa
Sintesa adalah wujud hasil dari olahan data lapangan yang berupa output dari kegiatan
pemetaan geologi. Dari hasil analisa data lapangan maupun analisa laboratorium,
didapatkanlah output berupa peta peta meliputi:
- Peta Basemap - Peta Kelurusan
- Peta Lintasan Pengamatan - Peta Geologi
- Peta Pola Pengaliran - Measured Section (MS)
- Peta Kelerengan - Profil Singkapan
- Peta Geomorfologi
BAB IV
RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN
DAN PENYELESAIAN TUGAS AKHIR
No Jenis kegiatan 1 2 3 4 5
18
2 Penelitian
Lapangan
3 Analisa
Laboratorium
4 Pembuatan
Peta-Peta
5 Pembuatan
Laporan
6. Publikasi
Jurnal
7. Seminar
Penelitian meliputi pengambilan data lapangan dan analisa laboratorium. Waktu yang
diperlukan untuk penelitian ini maksimum 90 hari. Penelitian sangat penting dilakukan
karena pengamatan dan pengukuran serta pengamatan hanya dapat dilakukan
19
DAFTAR PUSTAKA
Barber, A.J., Crow, M.J., and Milsom, J.,S. 2005. Sumatra: Geology, Resources and
Tectonic Evolution. Published byThe Geological Society; London p. 1-304
Bishop, M., G.2001. South Sumatra Basin Province, Indonesia: The Lahat/Talang Akar-
Cenozoic Total Petroleum System.U.S. Geological Survey, Denver, Colorado; 99-
95 S.
Daly, M.C., Hooper, B.G.D., Smith, D.G. 1987. Tertiary Plate Tectonics And Basin
Evolution In Indonesia. Proceedings Indonesian Petroleum Association-87-11.
20
De Coster, G.L. 1974. The Geology of Central and South Sumatera Basin.Proceeding
Indonesian Petroleum Association 3rd Annual Convention 1974.
Mindasari, L., 2007. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Pt. Tambang Batubara
Bukit Asam (Pt.Ba) (Persero) Tbk - Unit Produksi Ombilin (Upo) Dan Tambang
Batubara Tanpa Izin (Peti) Terhadap Kualitas Air Sungai Ombilin Sawahlunto.
Skripsi Sarjana S-1 pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Nasir, S., Ibrahim, E., Arief, A. T., 2014. Perencanaan Plant Pengolahan Air Asam
Tambang Dengan Proses Sand Filtrasi, Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis.
Prosiding SNaPP 2014
Pratiwi, R., Nugroho, H.,Widiarso, D.A., Lesmana, R. 2014. Structural Geology and
Tectonism Influence in Precticting Coalbed Methane Potensial of Seam
pangadang-A,in DIPA Field, South sumatera Basin.South Sumatera Basin.
Indonesian Petroleum Association-G-247.
Pulunggono, A., Haryo, A., Kosuma, C.G. 1992. Pre-Tertiary and Tertiary Fault
Systems as a Fremework of the South Sumatra Basin; a Study of Sar-Maps.
Proceedings Indonesian Petroleum Association Twenty First Annual Convention,
Oktober, 1992.
Shell Mijnbow., 1978. Explanatory notes to the Geological Map of the South Sumatra
Coal Province.
Wijaya, R. A. E. 2009. Sistem Pengolahan Air Asam Tambang Pada Water Pond Dan
Aplikasi Model Encapsulation In-Pit Disposai Pada Waste Dump Tambang
Batubara. J. Manusia dan Lingkungan, Vol. 17, No.1, Maret 2010: 1-10