Anda di halaman 1dari 3

Pengukuran dan tindakan spasial, berinteraksi dengan kekuatan, keterampilan, dan daya tahan

sistem gerak memberikan perubahan spesifik dalam ruang 3 dimensi. Fungsi spasial juga
penting untuk penyesuaian secara kontinyu saat kita bergerak, percepatan relatif terhadap
pergerakan dunia seperti berjalan, membaca tanda-tanda sementara kita berkendara dan
menghadapi rintangan seperti kehidupan sehari-hari. Kelemahan spasial disini dapat
melumpuhkan sindrom post stroke yang menyebabkan kegagalan dalam pelaporan, respon
atau orientasi terhadap rangsangan pada sisi yang berlawanan dengan lesi di otak. Bukti
menunjukkan bahwa kelemahan spasial dapat menghambat pemulihan motorik bahkan ketika
pasien mendapatkan pengobatan dan pelatihan yang tepat. Integrasi 3 dimensi visual-motorik
sangat jelas berkaitan dengan gaya berjalan, keseimbangan dan pencapaian. Dengan
demikian, efek yang memungkinkan dari kelemahan spasial pada keseimbangan tidak
mengherankan :resiko jatuh lebih umum terjadi pada pasien dengan kelemahan spasial.
Namun, bagian lain dari kelemahan spasial seperti terjadi keabnormalan berkelanjutan pada
perhatian visual dan pendengaran yang juga sangat mempengaruhi pemulihan fungsi dan
motorik. Pada penelitian ini , dengan uji perhatian pendengaran yang diprediksi paling baik
menggunakan ketangkasan dan fungsi tangan dan lengan yang dinilai selama 2 tahun
(prosedur perhitungan nada). Terakhir, kelemahan spasial dapat mempengaruhi sistem
persiapan motorik dan pengukuran gerakan sehingga lebih sulit menggerakkan ke sisi yang
lemah atau menggunakan satu kaki yang lemah dengan memfokuskan kinerja motorik pada
sisi yang mengalami kelemahan spasial. Meskipun otak kanan penderita stroke umumnya
dipengaruhi oleh kelemahan spasial, otak kiri penderita mungkin juga menderita gangguan
spasial motorik ini. Menurut Coslett, ulasan kinerja linguistik dan motorik dalam kelompok
pasien dengan stroke di otak kiri, menunjukkan bahwa sekitar setengah dari pasien dengan
lesi di parietal otak memiliki performa motorik yang kurang pada tubuh sebelah kanan, begitu
juga lesi sisi kontralateral dibandingkan dengan kinerja tubuh sebelah kiri. Hal ini benar
bahkan ketika dilakukan uji motorik pada tangan kiri yang tidak terpengaruh, hasilnya
konsisten pada sisi kanan yang mengalami kelemahan spasial motorik.

Jehkonen et al sangat mendukung peran kelemahan spasial dalam memprediksi pemulihan


stroke. Review dari 26 penelitian yang meneliti hubungan disfungsi spasial dengan dampak
fungsional pada stroke. Pada 25 dari 26 penelitian, kelemahan spasial diprediksi mampu
mengembalikan fungsi kehidupan sehari-hari dan dalam 11 penelitian , kelemahan spasial
merupakan prediktor tunggal dari dampak fungsional. Terjadinya kelemahan spasial dapat
memprediksi dampak fungsional dari kombinasi dengan variabel lain di 14 penelitian : fungsi
motorik merupakan salah satu faktor tambahan dari 4 faktor lain. Dalam 10 penelitian lain,
faktor-faktor kognitif lain atau variabel lain dikombinasikan dengan kelemahan spasial untuk
memprediksi cacat fungsional. Nijboer et al baru-baru ini melakukan penelitian mengenai
hubungan longitudinal antara kelumpuhan lengan atau tangan dan kelemahan spasial pada
post stroke tahun pertama(101 penderita). Hasilnya ditemukan bahwa kelemahan spasial
dapat menghambat pemulihan lengan/tangan pada 10 minggu pertama post stroke. Pada 51
pasien dengan bukti adanya kelemahan spasial (42 pasien stroke sisi kanan dan 9 sisi kiri)
ditemukan terjadi penghambatan pada pemulihan motorik. Oh-Park et al juga menekankan
dampak jangka panjang kelemahan spasial. Dalam penelitian pada 31 pasien dengan stroke di
otak kanan menunjukkan keparahan yang lebih besar dalam waktu 2 bulan yang diperkirakan
mengalami kelemahan mobilitas dalam masyarakat dalam 6 bulan paska stroke. Keparahan
kelemahan spasial menyumbang sekitar 56 % dari total laporan. Ini benar, terlepas dari
tingkat pemulihan kelemahan spasial yang terjadi antara penanganan awal dan 6 bulan post
stroke.

Menuju paradigma baru dalam penanganan stroke: pelatihan ulang spasial

Pelatihan ulang spasial bukan bagian dari rehabilitasi stroke rutin. Hal tersebut dapat bernilai
potensial untuk mengaktifkan sistem motorik otak dan dalam hal merangsang pembelajaran
motorik masih belum sepenuhnya dieksplorasi. Pada bagian ini akan dibahas beberapa
penelitian yang mendukung penanganan spasial kognitif untuk mempromosikan integrasi 3
dimensi perseptual motor yang lebih baik. Penanganan ini umumnya diindikasikan untuk
meningkatkan fungsi visual dan persepsi pada pasien pasca stroke dengan kelemahan spasial.
Namun, di sini kami menganjurkan penggunaan pelatihan ulang spasial untuk
mempromosikan pemulihan motorik: spasial stimulasi kognitif dapat meningkatkan
ketangkasan dan gerakan koordinasi, meningkatkan kekuatan, dan membantu
mengembangkan gerakan tubuh adaptif selama ambulasi, transfer, perawatan diri, dan
kegiatan fungsional lainnya.

Vallar et al. dan Paolucci et al melaporkan bahwa intervensi untuk meningkatkan orientasi
visual persepsi pada kelemahan spasial juga meningkatkan kelumpuhan pasca stroke dan
pemulihan motorik. Vallar et al. memiliki dua pasien dengan kelemahan sisi kiri dan
kelemahan spasial setelah Stroke pada otak kanan menunjukkan titik 45 derajat / ke kiri
kedua. Rangsangan optokinetic menginduksi sensasi ilusi gerakan tubuh, sebelumnya
menunjukkan pengurangan kelemahan spasial, melalui stimulasi asimetris vestibular-spasial
(48). Para peneliti menunjukkan bahwa selama periode tersebut pasien dengan kelumpuhan di
kiri menunjukkan rangsangan optikinetic, kekuatan pegangan di sebelah kiri, tangan paretic
ditingkatkan; tidak ada perubahan dalam kekuatan pegangan kiri dengan stimulus kontrol,
namun (gerakan optikinetic ke kanan; lihat Gambar 1). Paolucci et al (47) menunjukkan
bahwa pasien stroke secara acak ditugaskan untuk melakukan pelatihan ulang spasial dengan
scanning visual, membaca / menyalin, menggambar dan deskripsi adegan visual yang
menunjukkan lebih banyak perbaikan dari gangguan motorik daripada pasien yang
ditugaskan dengan waktu yang lebih singkat dalam merangsang kognitif secara umum (3 jam
dibandingkan 5 jam/minggu) (teka-teki, game, percakapan).

Penelitian terbaru khususs menunjukkan penanganan dengan prisma optik dengan pelatihan
visual-motor yang intensif untuk meningkatkan kelemahan spasial (pelatihan adaptasi
prisma) menghasilkan kemajuan motorik. Dalam Goedert et al. (49) dan Mizuno et al. (35),
pasien dengan kelemahan spasial menunjukkan perbaikan motorik yang signifikan (FIM)
setelah 10 hari (dua minggu, 5 sesi / minggu) dengan pengobatan adaptasi prisma. Hasil
penelitian Mizuno et al. menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam kemampuan
fungsi motorik setelah perawatan adaptasi prisma pada pasien dengan sindrom stroke ringan.
Goedert et al. (49) mengamati tidak ada perbedaan berdasarkan stroke atau keparahan
kelemahan spasial, tetapi mengamati bahwa pasien dengan Aiming yang mengalami defisit
spasial motor merespon lebih baik dibandingkan dengan kelemahan spasial yang terbatas
pada persepsi-attentional, dimana sistem spasial itu berasal.

pelatihan ulang spasial telah dilaporkan dapat meningkatkan fungsi motorik pada pasien yang
tidak memiliki kelemahan spasial, meskipun ini mungkin tidak sama pada seluruh pasien
stroke atau intervensi spasial. Bahkan jika pelatihan ulang spasial ini hanya meningkatkan
pemulihan motorik pada pasien dengan kelemahan spasial , masih memiliki potensi yang
signifikan, karena kelemahan spasial kemungkinan masih diidentifikasi. Hal ini tidak
mengherankan bahwa stimulasi spasial mempengaruhi sistem motorik; visual-motor,
integratisi aktivitas otak merangsang reorganisasi. Dengan demikian, rutinitas pelatihan ulang
spasial augmentatif sebagai bagian dari terapi motorik dapat meningkatkan efikasi dalam
rehabilitasi stroke di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai