Anda di halaman 1dari 17

Kelompok 4

Anggota Kelompok :
Nurul Rohmah (5215131496)
Ramli Pardede (5215131510)
Lastiko Bramantyo (5215136241)
Bizar Alhamidi (5215131519)
Gita Semiarni (5215131511)
Risky Prameswari (5215134325)
Andre Manahan S (5215134359)
Assa Kesthy R (5215134333)

PendidikanTeknik Elektronika
Universitas Negeri Jakarta
Daftar isi
Kata pengantar.1
1.Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah..2
1.2 Perumusan Masalah3
1.3 Ruang Lingkup Masalah..3
1.4 Tujuan Penulisan..........3
2.Pembahaaan Materi
2.1.1 Sarana Berpikir Ilmiah...4
2.1.2 Tujuan Sarana Berpikir Ilmiah..4
2.1.3 Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah 4
2.2.1 Bahasa.5
2.2.2 Beberapa kekurangan Bahasa7
2.3.1 Matematika..8
2.3.2 Sejarah Perkembangan Matematika...8
2.3.3 Peranan Matematika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah..9
2.4.1 Statistika.11
2.4.2 Sejarah Perkembangan Statistika.12
2.4.3 Statistika dan Berpikir induktif....13
3.Penutup
3.1 Kesimpulan...15
3.2 Daftar Pustaka..15
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah
yang berisi tentang Sarana Berpikir Ilmiah,makalah ini dibuat sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang kami miliki. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak E.S Triday
selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengertian dan contoh Sarana Berpikir
Ilmiah.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.Untuk itu,kami berharap
adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran dan kritik yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang
membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jakarta, 14 Oktober 2013

Penyusun

Bab 1
1.Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan benar diperlukan sarana
berpikir ilmiah.Adanya sarana berpikir ilmiah tersebut akan membantu kita dalam
penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.Sarana berpikir ilmiah bukan merupakan
ilmu dalam pengetahuan tetapi sarana ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan
ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penalaahan ilmiah secara baik dan benar sedangkan tujuan mempelajari
ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk
bisa memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang
pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode
ilmiah.Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan
sarana yang berupa:

Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakaidalamseluruh proses
berpikir ilmiah yang dimana digunakan untuk menyampaikan jalan berpiki
tersebut kepada orang lain.

Matematika
Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir
deduktif.Berpikir deduktif adalah cara berpikir yang di tangkap atau di ambil dari
pernyataan yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir
yang dinamakan silogismus.Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir
yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.

Statistika
Statistika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir induktif. Berpikir
Induktif adalah cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum
dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup
yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum

Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana
berpikir yang baik pula.Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui
dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan
proses berpikir ilmiah.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan,maka penulis mengemukakan beberapa rumusan
masalah.Rumusan masalah itu adalah:
Apakah sarana berpikir ilmiah itu ?......
Apakah perbedaan antara sarana berpikir ilmiah dengan metode ilmiah ?.......
Apa sajakah sarana-sarana berpikir ilmiah agar kegiatan berpikir ilmiah dapat
dilaksanankan dengan baik ?......
Contoh dari sarana-sarana berpikir ilmiah seperti bahasa,matematika,statistika
dalam kehidupan sehari-hari ?......

1.3 Ruang Lingkup Masalah


Makalah ini membahas mengenai apa yang dimaksud dengan sarana berpikir
ilmiah,perbedaan sarana berpikir ilmiah dengan metode ilmiah dan sarana-sarana
dalam berpikir ilmiah seperti bahasa,matematika dan statistika.

1.4 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
Agar pembaca dapat membedakan antara sarana berpikir ilmiah dengan metode
ilmiah dan tujuan dari sarana berpikir ilmiah tersebut,
Menjelaskan masing-masing ilmu yang berhubungan dengan sarana berfikir
ilmiah diantaranya bahasa, matematika, statistika dan logika.

Bab 2

2.Pembahasan Materi
2.1.1 Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Sarana ilmiah merupakan suatu alat,
dengan alat ini manusia melaksanakan kegiatan ilmiah. Pada saat manusia melakukan
tahapan kegiatan ilmiah diperlukan alat berpikir yang sesuai dengan tahapan tersebut.
Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya karena manusia berpikir mengikuti
kerangka berpikir ilmiah dan menggunakan alat-alat berpikir yang benar.
Untuk mendapatkan ilmu diperlukan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir
diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan teratur. Sarana berpikir
ilmiah ada empat, yaitu: bahasa, logika, matematika dan statistika.Sarana berpikir
ilmiah berupa bahasa sebagai alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran
kepada orang lain, logika sebagai alat berpikir agar sesuai dengan aturan berpikir
sehingga dapat diterima kebenarannya oleh orang lain, matematika berperan dalam
pola berpikir deduktif sehingga orang lain lain dapat mengikuti dan melacak kembali
proses berpikir untuk menemukan kebenarannya, dan statistika berperan dalam pola
berpikir induktif untuk mencari kebenaran secara umum.

2.1.2 Tujuan Sarana Berpikir Ilmiah


Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan
penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk
mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah
kita sehari-hari.
Harus dibedakan antara tujuan mempelajari sarana ilmiah dan tujuan
mempelajari ilmu. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan
kegiatan penelaahan ilmiah. Untuk memaksimalkan kemampuan manusia dalam
berpikir menurut kerangka berpikir yang benar maka diperlukan pengetahuan tentang
sarana berpikir ilmiah dengan baik pula. Manusia mempelajari ilmu agar dapat
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya. Dengan
ilmu yang telah dipelajarinya manusia dapat meningkatkan kemakmuran hidupnya.

2.1.3 Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah


Fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan
merupakan ilmu itu sendiri.Sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam
kegiatan ilmiah secara menyeluruh dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Keseluruhan
tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa sarana berpikir ilmiah.
Sarana berpikir ilmiah hanyalah alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar
memperoleh ilmu. Sarana berpikir ilmiah bukanlah suatu ilmu yang diperoleh melalui
proses kegiatan ilmiah.

2.2.1 Bahasa
Dapatkah anda bayangkan jika seandainya binatang dapat berbicara seperti
manusia.? Jika si didi sedang menanam pisang, maka monyet si didi tidak sekedar
mengernyit-ngernyitkan dahinya, melainkan dalam lantang akan berkata, bagi-bagi
dong Di, pisangnya..!! dan bukan hanya berhenti disitu saja, dia pun mungkin akan
belajar menanam pisang itu sendiri, sebab dengan menguasai bahasa kita akan
menguasai pengetahuannya juga. Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak
pada kemampuan berpikir melainkan terletak pada kemampuan berbahasa. Tanpa
mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir secara sistematis dan
teratur tidak mungkin dapat dilakukan. Lebih lanjut lagi, tanpa kemampuan berbahasa
manusia tidak dapat mengembangkan kebudayaannya, sebab meneruskan nilai-nilai
budaya dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya manusia tak berbeda
dengan anjing atau monyet.
Manusia dapat berpikir karena mempunyai bahasa, tanpa bahasa manusia tidak
dapat berpikir rumit dan abstrak seperti dalam kegiatan ilmiah. Binatang tidak diberkahi
dengan bahasa yang sempurna sebagaimana kita miliki, oleh sebab itu maka binatang
tidak dapt berpikir dengan baik dan mengakumulasikan pengetahuanya lewat proses
komunikasi seperti kita mengembangkan ilmu. Karena bintang tidak mempunyai bahsa,
maka buah pikiran dan penemuan jenius itu tidak tercatat dan menghilang begitu saja.
Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek yang
faktual ditransformasikan menjadi symbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Adanya
symbol yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu
secara berlanjut.
Kalau kita telaah lebih lanjut, bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah
pikiran, perasaan, dan sikap. Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi
itu harus terbebas dari unsure motif ini agar pesan yang disampaikan bias diterima
secara reproduktif, artinya identic denga peran yang dikirimkan. Namun dalam
prakteknya hal ini sukar untuk dilaksanakan kecuali informasi yang terdapat dalam buku
pedoman telepon.

Apakah sebenarnya bahasa?

Pertama => Bahasa dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi. Sebenarnya
kita dapat berkomunikasi dengan mempergunakan alat lain, umpamanya saja
dengan menggunakan bahasa isyarat, namun manusia mempergunakan bunyi
sebagai alat komunikasikasi yang paling utama. Komunikasi mempergunakan
bunyi ini dikatakan juga sebagai komunikasi verbal.

Kedua => Bahasa merupakan lambang dimana rangkaian bunyi ini membentuk
suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata malambangkan
suatu objek tertentu. Umpamanya perkataan gunung dan burung merpati
sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan kepada kedua objek tersebut.
Bila objek tersebut kita lambangkan dengan bunyi gunung sedangkan bagi
bahasa lain dilambangkan dengan mountain dalam bahasa inggris atau jaba
dalam bahasa arab, demikian juga dengan merpati.
Manusia mengumpulkan lambang-lambang ini dan menyusun apa yang kita
kenal sebagai perbendaharaan kata-kata.Perbendaharaan ini pada hakikatnya
merupakan akumulasi pengalaman dan pemikiran mereka.Artinya dengan
perbendaharaan kata-kata yang mereka punyai maka manusia dapat
mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Inilah yang
menyebabkan bahasa terus berkembang yakni karena disebabkan pengalaman dan
pikiran manusia yang juga berkembang. Adanya lambang-lambang ini memungkinkan
manusia dapat berpikir dan belajar dengan lebih baik.
Adanya bahasa ini memungkinkan kita untuk memikirkan sesuatu dalam benak
kepala kita,meskipun objek yang sedang kita pikirkan tersebut tidak berada didekat kita.
Manusia dengan kemampuan berbahasa memungkinkan untuk memikirkan sesuatu
masalah terus-menerus. Lainpulanya dengan binatang, karena mereka tidak
mempunyai bahasa seperti apa yang kita punya, maka mereka baru bias berpikir jika
objek itu berada di depan matanya. Perbedaan pindidikan antara manusia dengan
binatang terutama terletak pada tujuanya: manusia belajar agar berbudaya sedangkan
binatang belajar untuk mempertahankan jenisnya.
Dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur namun juga
dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain. Namun
bukan itu saja, dengan bahasa kitapun dapat mengekspresikan sika dan perasaan kita.
Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman
yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Disamping
pengetahuan manusia mencoba memberi arti kepada semua gejala fisik yang
dialaminya. Seni merupakan kegiatan ekstetik yang banyak mempergunakan aspek
emotif dari bahasa baik itu seni suara maupun seni sastra dalam hal ini bahasa bukan
saja dipergunakan untuk mengemukakan perasaan itu sendiri melainkan juga
merupakan ramuan untuk menjenakan pengalaman yang ekspresif tadi.
Komunikasi ilmiah mensyaratkan bentuk komunikasi yang sangat lain dengan
kominikasi ekstetik. Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang
berupa pengetahuan. Agar komunikasi ilmiah ini berjalan dengan baik maka bahasa
yang dipergunakan harus terbebas dari unsur-unsur emotif. Kominikasi ilmiah harus
bersikap repoduktif artinya bila sipengirim informasi x yang diterima harus merupakan
reproduksi yang benar-benar sama dari informasi x yang dikirimkan. Oleh sebab itu
maka proses komunikasi ilmiah harus bersikap jelas dan obyektif yakni terbebas dari
unsur-unsur emotif. Hal ini harus kita lakukan untuk mencegah si penerima komunikasi
memberi makna lain yang berbeda dengan makna yang kita maksudkan.
Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang mengemukakan
informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam mendapatkan
pengetahuan tersebut. Untuk mampu mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan
jelas maka seseorang harus menguasai kata bahasa yang baik. Pengetahuan tata
bahasa dengan baik merupakan syarat mutlak bagi komunikasi ilmiah yang benar.
Karya ilmiah juga mempunyai gaya penulisan yang pada hakikatnya merupakan usaha
untuk mencoba menghindari kecenderungan yang bersifat emosional bagi kegiatan seni
namun merupakan kerugian bagi kegiatan ilmiah oleh sebab itu gaya penulisan ilmiah,
dimana tercakup didalamnya pengguanaan tata bahasa dan penggunaan kata-kata,
harus diusahakan sedemikian mungkin untuk menggunakan unsur-unsur emotif ini
seminimal mungkin.

2.2.2 Beberapa Kekurangan Bahasa


Sebagai sarana komunikasi ilmiah maka bahasa mempunyai beberapa
kekurangan. Kekurangan pertama terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang
bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik.
Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung
oleh kata-kata yang mengandung bahasa. Dipihak lain usaha untuk menyampaikan arti
sejelas dan se eksak mungkin dalam suatu proses komunikasi mungkin akan
munyebabkan proses penyampain informasi itu malah tidak komunikatif lagi disebabkan
bahasa yang bertele-tele dan membosankan. Mengambil contoh dari kehidupan sehari-
hari misalkan cinta.kata cinta ini seringdipakai dalam lingkup yang sangat luas
umpamanya dalam hubungan antara ibu dan anak, ayah dan anak, kakek dan nenek,
perasaan kepada tanah air dan ikatan pada rasa kemanusiaan yang besar. Disamping
itu bahasa mempunyai beberapa kata yangn memberi arti yang sama, umpamanya
pengertian tentang usaha kerja sama yang terkoordinasi dalam mencapai suatu tujuan
tertentu disebutkan sebagai administrasi, manajemen, pengelolaan dan tatalaksana.
Sifat majemuk dari bahasa ini sering menimbulkan apa yang dinamakan kekacauan
simatik, dimana dua orang yang berkomunikasi mempergunakan sebuah kata yang
sama namun untuk pengertian yang berbeda.
Kekurangan yang ketiga bahasa sering bersifat berputar-putar dalam
mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi. Contoh lain yang
sering kita temukan adalah perkataan data yang diartikan sebagai bahan yang diolah
menjadi informasi; sedangkan informasi diartikan keterangan yang didapat dari
data. Hal ini sebenarnya taka da salahnya selama kata-kata yang dipergunakan itu
sudah mempunyai pengertian yang jelas dan bukan bersifat berputar-putar. Masalah
bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh genstin, disebabkan
karena kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan
mereka untuk menguasai logika bahasa.
Masalah bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari para
ahli filsafat modern.Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgenstein,disebabkan oleh
kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat yang timbul dari kegagalan
mereka untuk menguasai logika bahasa.

2.3.1 Matematika
Matematika dibandingkan dengan disiplin-disiplin ilmu yang lain mempunyai
karakteristik tersendiri.Banyak para ahli menyebutkan bahwa matematika itu
berhubungan dengan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak yang penalarannya
bersifat deduktif, namun orang-orang sering menyebut matematika itu ilmu hitung.
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar
atau hal yang dipelajari, sedang dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu
pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika memiliki bahasa dan
aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur
atau keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama pekerjaan matematika adalah
penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi (kebenaran konsistensi). Selain itu,
matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala
yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus
dibuktikan secara deduktif, dengan argumen yang konsisten.Dari segi pengetahuan, arti
matematika sangat luas dan dapat dikelompokkan dalam subsistem sesuai dengan
semesta pembicaraannya. Dalam setiap subsistem itu ada objek pembicaraan, ada
metode pembahasan dan selalu dipenuhi keajegan (konsistensi) pembahasan. Menurut
Karso (1994:16) matematika adalah ilmu deduktif tentang struktur yang terorganisir,
sebab berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke
aksioma dan ke teori.Anton Moeliono dalam Amin Suyitno (1997: 1) berpendapat bahwa
matematika sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan
prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai
bilangan. Sedangkan menurut Mohammad Soleh (1998: 12) pada dasarnya objek
pembicaraan matematika adalah objek abstrak, metodologinya adalah deduktif, yaitu
berawal dari pengertian dan pernyataan lalu diturunkan dari pengertian dan pernyataan
pangkal sebelumnya yang telah dijelaskan atau dibuktikan kebenarannya.Berdasarkan
penjelasan di atas ditarik suatu kesimpulan bahwa matematika sebagai ilmu deduktif
berkaitan struktur yang terorganisir, berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke
unsur yang didefinisikan ke aksioma dan ke teori, di mana objek pembicaraannya
abstrak,serta selalu dipenuhi keajegan (konsistensi) pada pembahasannya.

2.3.2 Sejarah Perkembangan Matematika


Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dibagi tiga tahap yakni tahap
sistematika,komparatif dan kuantitatif.Pada tahap sistematika maka ilmu mulai
menggolong-golongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu. Pada tahap
komparatif kita mulai melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan obyek
yang lain,kategori yang satu dengan kategori yang lain,dan seterusnya.Tahap
selanjutnya adalah tahap kuantitatif dimana kita mencari hubungan sebab akibat tidak
lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari
obyek yang sedang kita selidiki.
Matematika pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara
konsisten berdasarkan logika deduktif.Bentrand Russell dan Whitehead dalam karyanya
yang monumental yang berjudul Principia Mathematika mencoba membuktikan bahwa
dalil-dalil matematika pada dasarnya adalah pernyataan logika meskipun tidak
seluruhnya berhasil.Pierre de Fermat (1601-1665) mewariskan teorema yang terakhir
yang merupakan teka-teki yang menantang pemikiran matematik yang paling ulung dan
tak kunjung terpecahkan.
Griffits dan Howson (1974) mmbagi sejarah perkembangan matematika menjadi
empat tahap.Tahap pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada
peradapan Mesir Kuno dan daerah di sekitar Babylonia dan Mesopotamia.Tahap
selanjutnya pada peradapan Yunani yang sangat memperhatikan aspek estetika dari
matematika.Dapat dikatakan bahwa pada peradapan Yunani inilah yang meletakkan
dasar matematika sebagau cara berpikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah
dan definisi tertentu.Tahap ketiga dimulai pada sekitar tahun 1000 bangsa
Arab,India,Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar,mereka menemukan angka 0
dan cara penggunaan desimal serta mengembangkan kegunaan praktis dari ilmu hitung
dan aljabar tersebut.Tahap keempat pada abad ke 17 pada saat ditemukannya kalkulus
diferensial yang memungkinkan kemajuan ilmu yang begitu cepat dan pada abad ke 18
saat terjadinua revolusi industri.

2.3.3. Peranan Matematika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Perkembangan IPTEK sekarang ini di satu sisi memungkinkan untuk
memperoleh banyak informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai tempat di dunia,
di sisi lain tidak mungkin untuk mempelajari keseluruhan informasi dan pengetahuan
yang ada, karena sangat banyak dan tidak semuanya diperlukan. Karena itu diperlukan
kemampuan cara mendapatkan,memilih, dan mengolah informasi.Untuk menghadapi
tantangan tersebut, dituntut sumber daya yang handal dan mampu berkompetisi secara
global, sehingga diperlukan ketrampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis,
sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif. Cara berpikir seperti ini
dapat dikembangkan melalui matematika.Hal ini sangat dimungkinkan karena
matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan
lainnya serta berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten.Matematika merupakan
alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui
abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan
masalah.Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi
kehidupan.Misalnya banyak persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan
menghitung dan mengukur.Menghitung mengarah pada aritmetika (studi tentang
bilangan) dan mengukur mengarah pada geometri (studi tentang bangun, ukuran dan
posisi benda).Aritmetika dan geometri merupakan fondasi atau dasar dari
matematika.Saat ini, banyak ditemukan kaidah atau aturan untuk memecahkan
masalah-masalah yang berhubungan dengan pengukuran, yang biasanya ditulis dalam
rumus atau formula matematika,dan ini dipelajari dalam aljabar.Namun, perkembangan
dalam navigasi, transportasi, dan perdagangan, termasuk kemajuan teknologi sekarang
ini membutuhkan diagram dan peta serta melibatkan proses pengukuran yang
dilakukan secara tak langsung.Akibatnya, perlu studi tentang trigonometri.Untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan informasi
dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan persoalan atau masalah ke dalam
model matematika yang dapat berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun
tabel. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis,
sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika
merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat.Hal tersebut
menunjukkan pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana untuk
memecahkan masalah baik pada matematika maupun dalam bidang lainnya. Peranan
matematika tersebut, terutama sebagai sarana berpikir ilmiah oleh Erman Suherman
(1995: 56) disebutkan dapat diperolehnya kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
1.Menggunakan algoritma
Yang termasuk ke dalam kemampuan ini antara lain adalah melakukan operasi
hitung,operasi himpunan dan operasi lainnya.Juga menghitung ukuran tendensi sentral
dari data yang banyak dengan cara manual.
2.Melakukan manipulasi secara matematika
Yang termasuk ke dalam kemampuan ini antara lain adalah menggunakan sifat-sifat
atau rumus-rumus atau prinsip-prinsip atau teorema-teorema ke dalam pernyataan
matematika.
3.Mengorganisasikan data
Kemampuan ini antara lain meliputi: mengorganisasi data atau informasi, misalnya
membedakan atau menyebutkan apa yang diketahui dari suatu soal atau masalah dari
apa yang ditanyakan.
4.Memanfaatkan simbol, table, grafik dan membuatnya
Kemampuan ini antara lain meliputi: menggunakan simbol, tabel, grafik untuk
menunjukkan suatu perubahan atau kecendrungan dan membuatnya.
5. Mengenal dan menemukan pola
Kemampuan ini antra lain meliputi mengenal pola susunan bilangan dan pola bagun
geometri.

6.Menarik kesimpulan
Kemampuan ini meliputi antara lain: kemampuan menarik kesimpulan dari suatu hasil
hitungan atau npengertian suatu rumus.
7. Membuat kalimat atau model matematika
Kemampuan ini antara lain meliputi: kemampuan secara sederhana dari fonemana
dalam kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika atau sebaliknya,dengan
model ini diharapkan akan mempermudah penyelesainnya.
8.Membuat interpretasi bangun geometri
Kemampuan ini antara lain meliputi: kemampuan menyatakan bagian-bagian dari
bangun geometri dasar maupun ruang dan memahami posisi dari bagian-bagian itu.
9.Memahami pengukuran dan satuannya
Kemampuan ini antara lain meliputi: kemampuan memilih satuan ukuran yang
tepat,melakukan estimasi,mengubah satuan ukuranke satuan lainnya.
10.Menggunakan alat hitung dan alat bantu lainnya dalam matematika
Kemampuan ini antara lain meliputi: kemampuan dalam menggunakan alat-alat hitung
dalam matematika seperti menggunakan table matematika,kalkulator,dan komputer.
Sementara itu dalam tujuan umum pendidikan matematika (Depdiknas, 2002: 3)
meyebutkan berbagaiu peranan metematika sebagai sarana berpikir ilmiah ditekankan
pada kemampuan untuk memiliki:
1.Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam
memecahkan masalah matemtika,pelajaran lain,ataupun masalah yang berkainan
dalam kehidupan nyata,
2.Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi,
3.Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat
dialih gunakan pada setiap keadaan seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir
sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan
menyelesaikan suatu masalah.
Kemampuan-kemampuan di atas berguna bagi seseorang untuk berpikir ilmiah
dalam pendidikan dan berguna untuk hidup dalam masyarakat, termasuk bekal dalam
dunia kerja.

2.4.1 Statistika

Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan,


mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data.
Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data. Istilah 'statistika'
(bahasa Inggris : statistics) berbeda dengan 'statistik' (statistic). Statistika merupakan
ilmu yang berkenaan dengan data, sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil
penerapan algoritma statistika pada suatu data.
Dari kumpulan data, statistika dapat digunakan untuk menyimpulkan atau
mendeskripsikan data. Statistika ini dinamakan statistika deskriptif. Sebagian besar
konsep dasar statistika mengasumsikan teori probabilitas. Beberapa istilah statistika
antara lain: populasi, sampel, unit sampel, dan probabilitas.
Statistika banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alam
(misalnya astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial (termasuk sosiologi dan
psikologi), maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan industri). Statistika juga digunakan
dalam pemerintahan untuk berbagai macam tujuan; sensus penduduk merupakan salah
satu prosedur yang paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya yang sekarang popular
adalah prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya dilakukan sebelum pemilihan
umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau quick count. Di bidang
komputasi, statistika dapat pula diterapkan dalam pengenalan pola maupun kecerdasan
buatan.
Statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan dalam
bidang keilmuan yang melalui pengujian-pengujian yang berdasarkan kaidah-kaidah
statistik. Bagi masyarakat awam kurang terbiasa dengan istilah statistika, sehingga
perketaan statistik biasanya mengandung konotasi berhadapan dengan deretan angka-
angka yang menyulitkan, tidak mengenakan, dan bahkan merasa bingung untuk
membedakan antara matematika dan statistik. Berkenaan dengan pernyataan di atas,
memang statistik merupakan diskripsi dalam bentuk angka-angka dari aspek kuantitatif
suatu masalah, suatu benda yang menampilkan fakta dalam bentuk hitungan atau
pengukuran.
Statistik selain menampilkan fakta berupa angka-angka, statistika juga
merupakan bidang keilmuan yang disebut statistika, seperti juga matematika yang
disamping merupakan bidang keilmuan juga berarti lambang, formulasi, dan teorema.
Bidang keilmuan statistik merupakan sekumpulan metode untuk memperoleh dan
menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut.
Ditinjau dari segi keilmuan, statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang
dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui
hitungan maupun pengkuran. Maka, Hartono Kasmadi, dkk., mengatakan bahwa,
statistika [statistica] ilmu yang berhubungan dengan cara pengumpulan fakta,
pengolahan dan menganalisaan, penaksiran, simpulan dan pembuatan keputusan.
Sudjana mengatakan ststistik adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-
cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan penerikan kesimpulan
berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang dilakukan. Kemudian J.Supranto
memberikan pengertian ststistik dalam dua arti yaitu pertama statistik dalam arti sempit
adalah data ringkasan yang berbentuk angka (kuantitatif). Kedua statistik dalam arti
luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, penyajian, dan analisis data,
serta cara pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang
menyeluruh.
Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang
seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penafsiran,
dan penarikan kesimpulan dari data yang berbentuk angka-angka.
Statistika digunakan untuk menggambarkan suatu persoalan dalam suatu bidang
keilmuan. Maka, dengan menggunakan prinsip statistika masalah keilmuan dapat
diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikan dengan sederhana melalui pengujian
statistika dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual. Dengan
melakukan pengjian melalui prosedur pengumpulan fakta yang relevan dengan
rumusan hipotesis yang terkandung fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima
keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya.

2.4.2 Sejarah Perkembangan Statistika


Sekitar tahun 1645, Chevalier de Mere, seorang ahli matematika amatir,
mengajukan beberapa permasalahan mengenai judi kepada seorang ahli matematika
Prancis Blaise Pascal (1623-1662). Tertarik dengan permaslahan yang berlatar
belakang teori ini dan kemudian mengadakan korespondensi dengan ahli matematika
Prancis lainnya Piere de Fermat (1601 1665 ), dan keduanya mengembangkan cikal
bakal teori peluang.
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru
yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani kuno, Romawi bahkan Eropa dalam abad
pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang di
kembangkan sarjana muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-
dasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang.
Statistika berakar dari teori peluang, Descartes, ketika mempelajari hukum
di Universitas Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616, juga bergaul dengan teman-
teman yang suka berjudi. Sedangkan, pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763
mengembangkan teori peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan
terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam
statestika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat subyektif. Peluang yang
merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep yang tidak dikenal dalam
pemikiran Yunani Kuno, Romawi, bahkan Eropa pada abad pertengahan. Sedangkan
teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan
sarjana Muslim, namun bukan dalam lingkup teori peluang .

2.4.3 Statistika dan Berpikir Induktif


Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam
mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun
pengukuran. Dengan statistika kita dapat melakukakn pengujian dalam bidang keilmuan
sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual.
Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara emperis. Karena
pengujian statistika adalah suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan
rumusan hipotesis. Artinya, jika hipotesis terdukung oleh fakta-fakta emperis, maka
hipotesis itu diterima sebagai kebenaran. Sebaliknya, jika bertentangan hipotesis itu
ditolak. ...Maka, pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mencapai
simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan
demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika induktif.
Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari
kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat
sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan
kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah
pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih
dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat
permasalahan yang dihadapi. ...Selain itu, statistika juga memberikan kesempatan
kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara dua faktor atau
lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang
bersifat emperis.
Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan bahwa pengujian statistik
mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus
yang bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata
anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksud
merupakan sebuah kesimpulan umum yang ditarik dalam kasus-kasus anak umur 10
tahun di tempat itu. Dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif.
Logika induktif, merupakan sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip
penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum
yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut dengan logika material, yaitu
berusaha menemukan prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan
kenyataan. Oleh karena itu kesimpulan hanyalah kebolehjadian, dalaam arti selama
kesimpulan itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar.
Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang
bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan dan kesimpulannya
mungkin benar mungkin juga salah. Misalnya, jika selama bulan November dalam
beberapa tahun yang lalu hujan selalu turun, maka tidak dapat dipastikan bahwa
selama bulan November tahun ini juga akan turun hujan. Kesimpulan yang dapat
ditarik dalam hal ini hanyalah mengenai tingkat peluang untuk hujan dalam tahun ini
juga akan turun hujan. Maka kesimpulan yang ditarik secara induktif dapat saja salah,
meskipun premis yang dipakainya adalah benar dan penalaran induktifnya adalah sah,
namun dapat saja kesimpulannya salah. Sebab logika induktif tidak memberikan
kepastian namun sekedar tingkat peluang.
Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah
permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu
kesimpulan yang bersifat umum. Jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak
umur 10 tahun di Indonesia, umpamanya, bagaimana caranya kita mengumpulkan data
sampai pada kesimpulan tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan pengukuran
tinggi badan terhadap seluruh anak 10 tahun di Indonesia. Pengumpulan data seperti
ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai tinggi rata-rata
anak tersebut di negara kita, tetapi kegiatan ini menghadapkan kita kepada persoalan
tenaga, biaya, dan waktu yang cukup banyak. Maka statistika dengan teori dasarnya
teori peluang memberikan sebuah jalan keluar, memberikan cara untuk dapat menarik
kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi.
Jadi untuk mengetahui tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia kita tidak
melakukan pengukuran untuk seluruh anak yang berumur tersebut, tetapi hanya
mengambil sebagian anak saja.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal
khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut
Herbert L.Searles [1956], diperlukan proses penalaran sebagai berikut :
a. Mengumpulan fakta-fakta khusus
Metode khusus yang digunakan observasi [pengamatan] dan eksperimen. Observasi
harus dikerjakan seteliti mungkin, eksperimen terjadi untuk membuat atau mengganti
obyek yang harus dipelajari.
b. Dalam induksi ialah perumusan hipotesis
Hipotesis merupakan dalil sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang
terkumpul sebagai petunjuk bagi peneliti lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi
syarat sebagai berikut: harus dapat diuji kebenarannya, harus terbuka dan dapat
meramalkan bagi pengembangan konsekuensinya, harus runtut dengan dalil-dalil yang
dianggap benar, hipotesisi harus dapat meenjelaskan fakta-fakta yang dipersoalkan.
c. Dalam hal ini penalaran induktif ialah mengadakan verifikasi. Hipotesis adalah sekedar
perumusan dalil sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta
atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang
ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti yang diambil makin tinggi pula tingkat
ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian sebaliknya, makin sedikit bahan bukti yang
mendukungnya semakin rendah tingkat kesulitannya. Memverifikasi adalah
membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya. Ini juga mencakup
generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum, sehingga hipotesis tersebut
menjadi suatu teori.
d. Teori dan hukum ilmiah, hasil terakhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah
untuk sampai pada hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi oleh induksi ialah untuk
sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal
diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi
penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk
diterapkan bagia semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya
dengan hipotesis adalah lebih tinggi. Untuk itu, statistika mempunyai peran penting
dalam berpikir induktif. Bagaimana seseorang dapat melakukan generalisasi tanpa
menguasai statistik? Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis
statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap statistika sama
sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah.

Bab 3

Penutup

3.1 Kesimpulan
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara
teratur dan cermat. Penguaaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang
bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah
yang baik tidak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir
ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika dan
statistika, agar dalam kegiatan ilmiah tersebut dapat berjalan dengan baik, teratur dan
cermat.

3.2 Daftar Pustaka


Jujun S. Suriassumantri, 2009. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan.
www.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai