Anda di halaman 1dari 18

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Secara fitriah manusia membutuhkan agama sebagai pegangan
hidup, karena itu sejarah agama sama panjangnya dengan sejarah manusia.
Karena itu sejarah mencatat aneka macam agama yang dianut oleh manusia
sejak dahulu sampai hari ini, baik agama yang berasal dari olah pikir manusia
(agama ardi atau agama budaya), maupun agama yang diturunkan melalui
wahyu (agama samawi) yang diterima rasul-rasul Tuhan.
Agama Islam adalah agama wahyu berdasarkan tauhid, berbeda
dengan monoteisme. Tauhid atau keesaan Tuhan diketahui manusia
berdasarkan kabar dari Tuhan sendiri melalui firman yang disampaikan
kepada Rasul-Nya. Sedangkan monoteisme lahir dari perkembangan
kepercayaan manusia terhadap Tuhan setelah melalui proses panjang
pengalaman manusia dari dinamisme, animisme, politeisme dan akhirnya
monoteisme.
Ilmu Kalam/Teologi Islam, adalah ilmu yang membahas aspek
ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-Nya secara rasional.
Berkenaan dengan itu, maka obyek forma teologi yaitu permasalahan
ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-Nya. Sementara
metodologinya, yaitu upaya memahami ayat-ayat Al-Quran dan al-Sunnah
secara mendalam diikuti elaborasi pemaman dengan fakta-fakta empirik.
Biasa dikenal dengan istilah dialog ilmiah keagamaan. Sebagai sebuah
disiplin ilmu, teologi islam, berada satu rumpun dalam disiplin ilmu
Pemikiran dalam Islam.
Pembicaraan tentang Tuhan merupakan pembicaraan yang menyedot
pemikiran manusia sejak jaman dahulu kala. Manusia senantiasa bertanya
tentang siapa di balik adanya alam semesta ini. Apakah alam semesta terjadi
dengan sendirinya ataukah ada kekuatan lain yang mengatur alam semesta ini.
Bertitik-tolak dari keinginan manusia untuk mengetahui keberadaan alam
semesta ini, maka manusia mencoba mengkajinya sesuai dengan kemampuan

1
akal yang dimilikinya. Hasil dari kajian-kajian yang dilakukan, manusia sejak
jaman primitif sudah mempercayai adanya kekuatan lain/gaib di luar diri
manusia yang disebut dengan Tuhan.
Mengingat kepercayaan terhadap Tuhan berbeda-beda, lantas apakah
semua Tuhan yang dipercayai oleh manusia merupakan Tuhan yang Haq
(benar) dan bagaimana cara mengetahui Tuhan yang Haq (benar) tersebut.
Tulisan ini akan menjelaskan tentang Tuhan yang Haq (benar) dalam
perspektif Islam, dan menguji Tuhan-Tuhan yang ada dalam kepercayaan
manusia di luar Islam.

1.2. Rumusan masalah


1. Bagaimana filsafat ketuhanan dalam persepsi islam?
2. Apa itu iman dan takwa?
3. Bagaimana implementasi iman dan takwa dalam kehidupan modern?

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Filsafat Ketuhanan Dalam Islam

2
Filsafat ketuhanan dalam islam merupakan filsafat yang tertinggi
karena menggali persoalan yang pertama, utama, dan menjadi sebab dari
segala yang ada. Tuhan dalam bahasa Arab disebut dengan ILAAHUN
ILAAHAINI AALIHATUN. Dalam Al-Quran kata tersebut dipakai untuk
menyatakan berbagai obyek yang diagungkan, dibesarkan atau dipentingkan
oleh manusia. Dengan demikian Tuhan (ilah) adalah segala sesuatu yang
dipentingkan, dianggap mutlak oleh manusia sedemikian rupa sehingga
mereka merelakan dirinya untuk dikuasai oleh sesuatu tersebut

Dia(Allah) tidak terjangkau dengan penglihatan mata, namun Dia (Allah)


menjangkau semua penglihatan, daan Dia Dia-lah Yang Maha Lembut
lagi Maha Mengetahui segala kejadian.(Al-Anam, 103 ).

Dialah Yang Maha Awwal dan Maha Akhir, Yang Dzahir dan Yang Bathin
dan Dialah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. ( Al-Hadid,3).

Katakanlah ( hai Muhammad ) : Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah


adalah Tuhan yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu. Dia tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan , dan tak ada apa pun yang setara
dengan-Nya. ( Al-Ikhlas,1-4).

Dialah Allah Yang menciptakan segala sesuatu,(Ar-Raad, 18).

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (hai Muhammad )


tentang aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa jika ia berdoa kepada-Ku.
Maka hendaklah mereka memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah
mereka beriman ( percaya sepenuhnya ) kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah, 186).

Ingatlah,bahwa Allah Maha Meliputi segala sesuatu. ( Fusshilat,54).

Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( Al-Ahzab, 27).

3
Segala sesuatu pasti binasa kecuali Allah. Bagi-Nya-lah segala penentuan,
dan hanya kepada-Nya sajalah kalian akan dikembalikan. ( Al- Qashas,
88).

Pada Ayat ayat tersebut secara garis besar menggambarkan aqidah ilahiyyah
( keyakinan tentang ketuhanan ) di dalam Islam. Itulah Aqidah paling
sempurna dalam agama. Pencipta satu-satunya,tiada berawal dan tiada
berakhir.Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Mengetahui segala sesuatu,
Maha Meliputi segala sesuatu, dan tiada suatu apa pun yang serupa dengan-
Nya.

Keberadaan Allah adalah mutlak, hal ini dapat dibuktikan antara lain
bahwa ada ciptaan-Nya dan dibenarkan oleh pengalaman batin manusia
maupun fitrahnya, disamping itu telah dijelaskan oleh firman Allah dalam
surat Ali Imran ayat 190-191:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya


siang dan malam merupakan tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk ataupun
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi dan seraya berkata Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau,
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau maka jagalah kami
dari siksa neraka.

Manusia melalui pengalaman pancaindera serta kecerdasannya tidak


mungkin akan dapat menyangkal Allah yang menjadi Maha Pencipta,
termasuk juga menciptakan manusia itu sendiri. Dimensi Pencipta tidak
mungkin akan sama dengan dimensi yang diciptakan-Nya, dan untuk
memahaminya diperlukan pemikiran yang mendalam serta kejujuran yang
sebenar-benarnya.

4
1
Ada tiga argumentasi paling terkenal yang melandasi filsafat
ketuhanan. Yaitu yang ada dikalangan eropa dikenal dengan nama :
cosmological argument, teological argument, ontological argument.

Cosmological argument ialah bahwa segala sesuatu yang bergerak


pasti ada penggeraknya, yang tidak digerakkan oleh hal lain. Segala sesuatu
yang ada ( mumkinat) tentu ada yang mengadakan ( mujid) dan yang
mengadakannya pasti ada ( wajibul-wujud). sebab jika tidak demikian, tentu
akan terjadi rangkaian silsilah yang tidak berkesudahan. Yang mengadakan
( mujid ) atau yang pasti ada ( wajibul wujud ) ialah Tuhan.

Teological argument ialah bahwa keteraturan alam ini menunjukkan


adanya kehendak yang meliputi dan mengetahui segala sesuatu termasuk
semua sebab-musabab dan tujuannya.

Ontological argument ialah bahwa jika akal menggambarkan sesuatu


yang besar berarti ia menggambarkan sesuatu yang lebih besar. Jika tidak
demikian hal nya, akal akan berhenti pada batas kebesaran yang tak dapat
dilampauinya. Setiap ada sesuatu yang besar , pasti ada yang lebih besar lagi
dan pada akhirnya akal akan menggambarkan suatu kebesaran yang tak
mungkin ada bandingannya. Kebesaran yang tidak dilebihi oleh hal lain itu
bukan semata-mata gambaran yang terdapat di dalam imajinasi, dan tidak
pula terdapat di alam nyata. Karena, kebesaran yang benar-benar ada melebihi
kebesaran yang dapat di bayangkan atau di gambarkan. Dengan demikian,
Tuhan pasti ada, karena Dia jauh lebih besar dari pada semua yang ada.

2
Di dalam al-quran, terdapat berbagai dalil dan argumentasi yang
tersebut di berbagai ayat. Quran juga menegaskan, bahwa adanya alam
wujud ini menunjukkan adanya Sang Pencipta Sang Pengatur yang

11Abbas Mahmud Al-Aqqad. 1986. Filsafat Quran. Jakarta : Pustaka


Firdaus. hal 155-173,

5
berkehendak ( Al-Mudabbir Al-Murid ). Menetapkan idealisme tinggi
mengenai sifat sifat Tuhan yang lebih Tinggi dari segala idea adalah masuk
akal, dan dapat dimengerti.

Dia-lah (Allah) pencipta langit dan bumi, dan Dia telah menciptakan bagi
kalian pasangan-pasangan dari jenis kalian sendiri , dan demikian pula
pasangan-pasangan dari jenis kalian sendiri , dan demikian pula pasangan
pasangan bagi binatang ternak. Dengan demikian Allah membuat kalian
dapat berkembang biak. Tak ada apa pun serupa dengan Dia. Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. ( asy- Syura, 11).

Dan di antara tanda tanda kekuasaan Nya ialah penciptaan langit dan
bumi, kelainan bahasa dan warna kulit kalian. Sesungguhnya dalam hal
yang demikian terdapat tanda tanda bagi orang orang yang mau
mengetahui. ( ar- Rum, 22 ).

Di dalam Al-quran juga disebutkan masalah ke-Esa-an Tuhan.


tentang Mengimani Tuhan Yang Maha Esa lebih kokoh dan lebih benar
daripada sekedar mempercayai adanya Tuhan. Kepercayaan tentang adanya
Tuhan yang lebih dari satu sangat merusak dan mengingkari pemahaman
manusia mengenai alam dan mencerai beraikan pemahaman manusia tentang
sebuah perasaan. Didalam Quran terdapat penjelasan mengenai ke-Esa-an
Tuhan yang tidak dapat di bantah. Adapun firman Allah adalah :

Seumpama di langit dan di bumi ada tuhan-tuhan selain Allah , pasti


rusaklah kedua-duanya. ( Al-anbiya, 22).

Katakanlah ( hai Muhammad ) : seumpama ada tuhan-tuhan lain di


samping Allah , sebagaimana yang mereka katakan, tuhan tuhan itu
pasti mencari- cari jalan untuk dapat menjadi Tuhan Penguasa Arsy. ( al-
Isra, 42).

6
2
Bila seorang muslim telah kembali kepada hikmah filsafat Quran
mengenai masalah ketuhanan, berati ia telah memperoleh akidah dari kitab
suci nya. Dengan akidah itu, dapat memperbaiki kekeliruan kepercayaan
agama-agama lain. jika ditegakkan atas dasar iman, tidak ada apa pun yang
berhak di imani selain Tuhan Yang Maha Esa, Kepada-Nya lah bergantung
segala sesuatu. Yang Maha Mendengar, Maha Mengabulkan permohonan,
yang tiada apa pun serupa dengan Nya dan yang pengetahuan Nya meliputi
segala sesuatu. Allah lah yang menggerakkan segala nya, yang mengatur
segala yang terjadi di muka bumi ini.

Manusia sebagai makhluk yang dikaruniani akal sebenarnya mampu


menghayati wujud Allah, yaitu melalui ciptaan-ciptaan-Nya, pengalaman-
pengalaman batin atau fitrahnya, namun masih belum merasa puas dan
menginginkan pembuktian yang secara langsung. Walaupun untuk
kepentingan umatnya maupun Nabi Musa sendiri sebagai utusan Allah
(Rasul) pernah juga memohon agar Tuhan menampakkan diri. Hal ini
diungkapkan dalam surat Al-Araf ayat 143

Keinginan semacam itu tentu saja tidak dimungkinkan kecuali dalam


pembuktian yang tetap masih bersifat relatif(nisbi) dan terbatas sekali. Oleh
karenanya cara pembuktian lain yang paling akurat ialah melalui Al Quran
dan Sunnah nabi, tentu saja hal ini terutama ditujukan kepada orang-orang
beriman, sebab tanpa adanya keimanan hal ini juga kurang bermanfaat.

Adanya iman pada seseorang dalam rangka menghayati wujud Allah


adalah merupakan modal paling menentukan

2.2 Keimanan dan ketaqwaan

2 Sidi Gazalba. 1976. Asas Agama Islam. Jakarta:Bulan Bintang

7
A. Keimanan
Kata iman dalam bahasa arab adalah bentuk mashdar dari kata
amana yang berarti percaya, yakin. Tetapi iman itu sendiri dapat diartikan
dengan percaya dan kepercayaan. Yang pertama menggambaran tentang
sikap mental atau jiwa dari seseorang yang mempercayai atau meyakini
sesuatu. Sedangkan yang kedua menunjuk kepada sesuatu yang dipercayai
itu. Iman dalam arti percaya yaitu sikap mental atau jiwa yang
mempercayai bahwa sesuatu itu benar jika dikaitkan dengan islam berarti;
Sikap mental dari seorang muslim yang mempercayai pokok-pokok
kepercayaan dan menerima hal-hal yang dipercaya itu sebagai kebenaran
yang tidak bisa diragukan dengan cara pengucapan dengan lidah,
pembenaran dengan hati, dan perwujudan dengan amal perbuatan.

Dalam ajaran islam, iman dalam arti kepercayaan tersimpul dalam


6 rukun iman, yaitu percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-
Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kemudian dan Qadha dan Qadar-Nya.
Rukun iman merupakan bagian pokok dari agama islam yang diatasnya
dibina ajaran-ajaran islam. Sedangkan rukun iman yang pertama yaitu
percaya kepada Allah adalah rukun iman yang terpokok karena menjadi
sumber rukun-rukun iman yang lainnya, atau dengan meminjam istilah
Aristoteles sebagai prima causa dari segala universum ini. Karena inti dari
iman adalah keyakinan, maka sasaran-sasaran dari iman itu sendiri adalah
hal-hal ghaib, yang rahasia, yang tidak dapat dijangkau hakekatnya oleh
akal manusia. Yang dimaksud dengan ghaib disini adalah ghaib hakiki
yang keghaibannya bersifat hakiki dan tidak mungkin terbuka bagi
manusia untuk mengetahuinya dengan perangkat indera dan akal yang
dimilikinya.

Meskipun iman hanya urusan hati, tetapi tidaklah berarti akal dan
pikiran tidak ada hubungannya dengan iman. Akal itu sendiri dapat
dijadikan sebagai sarana untuk mencapai iman bagi yang belum beriman
dan untuk memperkokoh iman bagi yang telah beriman. Di dalam islam
argumen-argumen akal dapat dijadikan sebagi justifikasi bagi iman.

8
Pemikiran-pemikiran filosofis terhadap alam semesta, terhadap manusia
khususnya, dapat membawa kepada iman akan adanya Dzat Pencipta dan
Pemelihara alam ini, meskipun setelah itu akal tidak lagi mampu
menjawab pertanyaan tentang siapa dan bagaimana Sang Pencipta itu.
Yang mampu menjawab pertanyaan terakhir ini bukan lagi akal tetapi
sendiri yang memberitakan tentang diri-Nya lewat wahyu-Nya kepada
Rasul-rasul-Nya menerima wahyu sebagai kebenaran juga bukan
wewenang dan perkara akal, tetapi kebanyakan yang berperan adalah hati
yang telah hati beriman. Orang-orang yang sudah beriman tidak perlu
mencari-cari alasan dan tidak perlu mempermasalahkan sesuatu yang
datang dari Tuhan. Orang yang beriman akan menerima semua itu sebagai
kebenaran yang tidak dapat diragukan atau dibantah. Firman Allah dalam
surat Al-Baqarah (2): 26

Sesungguhnya Allah tiada sengaja membuat perumpamaan berupa


nyamuk atau yang lebih dari itu. Adapun orang-orang yang beriman
maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka,
tetapi yang kafir mengatakan: Apa maksud Allah menjadikan ini untuk
perumpamaan?

Dengan kata lain sikap beriman adalah sikap menerima tanpa


reserve, tanpa tanya, dan tanpa keragu-raguan. Kalau seseorang masih
mempertanyakan apakah tuhan itu Maha Kuasa, Maha Pengasuh, Maha
Penyayang, dan seterusnya, berarti orang tersebut sesungguhnya belum
beriman secara utuh dan mendalam.

Di dalam surat Al-Hujurat (49):15 dijelaskan ciri-ciri dan sifat


orang yang betul-betul beriman. Sesungguhnya orang-orang beriman
hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang
benar

9
3
Iman sebagai sikap mental yang meyakini eksistensi dan
kesempurnaan wujud dan sifat-sifat Tuhan berikut rukun-rukun iman yang
lainnya memiliki sifat bertambah dan berkurang (menaik atau menurun).
Sifat ini ditautkan dengan pengertian iman yang mencakup: pengucapan
dengan lidah, pembenaran dengan hati, dan perwujudan dengan amal
perbuatan. Bila amal shaleh menaik, maka meningkat pula keimanannya
dan bila amal shaleh menurun, maka menurun pula kesempurnaan
keimanan itu. Oleh karena sifatnya yang bertambah dan berkurang itulah
maka iman harus senantiasa dipelihara dan dibina agar supaya senantiasa
mantap di dalam dada. Pembinaaan iman dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu Tafakkur dan Dzikir

Tafakkur adalah aktivitas berpikir dan bernalar. Kita dapat


membina iman kita dengan cara memikirkan dan merenungkan penciptaan
Allah dan pengaturan-Nya terhadap alam semesta dengan segala isinya ini.
Ketia kita memikirkan kejadian bumi dengan berbagai ragam isi dan
kandungannya; tanah, air, udara, hujan, hewan-hewan yang berjenis-jenis,
tembuhan yang beraneka ragam, ikan di laut yang tidak pernah habis,
gunung-gunung yang menghiasi bumi tegak laksana pasak tertanam
dengan kokoh di bumi; ketika kita berpikir tentang aneka macam bintang
yang bertebaran di angkasa raya yang begitu luas simana bui kita hanya
setitik daripadanya; ketika memikirkan tentang bulan dan matahari yang
beredar tepat pada waktunya tidak pernah mencong atau menympang dari
peredarannya selama beribu-ribu tahun; ketika kita memikirkan dan
merenungkan tentang diri kita sendiri manusia yang begitu indah dan
lengkap kejadian dan bentuknya dibandingkan dengan makhluk-makhluk
hidup lainnya, manusia yang penuh dengan kehebatan-kehebatan tetapi
syarat dengan kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan; ketika

3 Zakiyah Darajat. 1987. Islam Untuk Disiplin Ilmu Filsafat. Jakarta:


Departemen Agama RI

10
kita merenungkan semua itu maka tergambarlah di hadapan kita dan
terpatrilah di dalam hati kita betapa hebatnya, betapa kuasanya, dan betapa
sempurnanya Khaliq yang menjadikan semua realitas-realitas tadi. Di saat-
saat dimana keimanan kita akan bertambah dalam dan kesadaran kita
sebagai seorang hamba yang sangat dhaif disisi-Nya bertambah terhujam
ke dalam kalbu kita yang paling dalam. Lihatlah dan renungkanlah ayat-
ayat yang merangsang kita untuk bertafakkur buat kekokohan iman kita
antara lain terdapat dalam surat Al-Jatsiyah (45):3-6

Sesungguhnya pada langit dan bumi benar benar terdapat tanda


kekuasaan Allah untuk orang-orang yang beriman. Dan penciptaan
pada kamu dan pada binatang-binatang melata yang bertebaran (di
muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang
meyakini. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang
diturunkan oleh Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air
hujan itu bumi sesudah matinya, dan pada perkisaran angin terdapat
pula tanda-tanda ( Kekuasaan Allah ) bagi kaum yang berakal. Itulah
ayat-ayat Allah yang kami membacakannya kepadamu dengan
sebenarnya, maka kepada perkataan mana lagikah mereka akan
beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-keterangan-Nya

Berdzikir adalah mengingat-ingat Allah dan menyebut-nyebut


nama-Nya setiap saat dalam segala posisi dan keadaan kita. Mengingat
nama Allah, menghadirkan asma Allah dalam hati kita setiap waktu akan
membawa efek yang sangat besar atau baik tehadap kedalaman dan
kemantapan iman kita, karena orang yang senantiasa berbuata demikian
akan selalu dekat dengan Allah.

Firman Allah dalam surat Ali Imran (3):190-191 terkandung


anjuran untuk bertafakkur sekaligus berdzikir dalam segala keadaan kita
demi mempertebal keimanan kita dan agar supaya kita selalu dekat dengan
Allah SWT.

11
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih brgantinya
malam dengan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah
engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka

Dengan uraian diatas terlihatlah betapa bertanya kaitan antara


fikir dan zikir, yang kedua-duanya diperintahkan oleh Allah SWT. Melalui
berpikir (tafakur) orang yang belum beriman dapat menjadi beriman dan
orang yang sudah beriman dapat bertambah keimanannya. Sedangkan
melalui dzikir manusia-manusia mukmin akan semakin dekat kepada Allah
dan Allahpun akan semakin dekat juga dengan mereka dan
memperkenankan setiap doa dan permohonanan mereka.

B. Ketaqwaan
Pengertian logawiyah taqwa adalah hati-hati, ingat, awas,
menjaga diri. Akar katanya adalah wiqayah. Banyak orang mengartikan
taqwa dengan takut. Agaknya etimologi takut berasal dari taqwa. Apabila
taqwa kepada Allah diartikan dengan takut kepada Allah, pengertian itu
terlalu sempit. Sebab sikap taqwa kepada Allah bukanlah berunsur takut
saja, tapi juga cinta, mesra, mendekatkan diri, mentaati, dan lain-lain.
Memang ada yang patuh yang disebabkan tapi ada pula karena cinta
karena meyakini atau karena menghargai. Seorang suami patuh
menjalankan tugas sebagai suami karena cintanya kepada istrinya. Dalam
masyarakat kampung orang patuh kepada petunjuk-petunjuk orang tua
karena menghargai mereka.
4
Pengertian taqwa tercantum pula dalam surat Al-Baqarah (2):2-
5. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan kepadanya, petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang yakin pada yang Ghaib,
mendirikan sholat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami

12
anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang yakin kepada kitab (Al-
Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab yang diturunkan
sebelummu. Serta mereka yang yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Mereka itulah yang mengikuti pimpinan Tuhan dan mereka itulah orang
yang beruntung

Unsur-unsur pengertian taqwa adalah:

Yang jadi pemimpin dan petunjuk orang taqwa adalah Al-Quran


Orang taqwa yakin kepada yang ghaib, mengerjakan rukun islam,
yakin kepada rukun iman
Orang taqwa itu orang beruntung
Orang taqwa telah menemukan fitrah kemanusiaan, bahwa Allah
menciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah
Orang taqwa takut kepada neraka dan yakin bahwa neraka itu tempat
orang kafir

Taqwa adalah amal tertinggi pola agama. Ia merupakan ujung dari


proses amal agama. Pangkal proses untuk menjadi Muttaqin ialah Mumin.
Dengan mengamalkan ibadah, Mumin menjadi Muslim. Dengan
mengihsankan ibadahnya, Muslim menjadi Muhsin. Dengan
mengikhlaskan ibadahnya yang ihsan, Muhsin menjadi Mukhlis. Dengan
menyempurnakan keikhlasan ibadah baru Mukhlis meningkat menjadi
Muttaqin.

Taqwa sebagai kepribadian islam mengendalikan akal. Akal


membentuk kemauan. Kemauan itu menggerakkan perbuatan yang
diistilahkan dengan amal saleh. Amal saleh ialah cara laku-perbuatan yang
mematuhi suruhan dan larangan Tuhan. Dengan selalu ingat kepada Allah
sehingga selalu berperilaku yang maruf dan tidak berbuat yang munkar,
terjagalah hubungan dengan Allah.

2.3 Implementasi iman dan taqwa dalam kehidupan modern

13
Menurut bahasa iman berarti membenarkan, sedangkan menurut
syara berarti membenarkan dengan hati, dalam arti menerima dan tunduk
kepada hal-hal yang diketahui berasal dari Nabi Muhamad. Dengan demikian
Iman kepada Allah berati iman atau percaya bahwa Allah satu-satunya dzat
yang mencipta, memelihara, menguasai, dan mengatur alam semesta

4
Iman tidaklah cukup disimpan didalam hati. Iman terlebih utama
harus dilahirkan dalam bentuk perbuatan yang nyata dan dalam bentuk amal
dan perilaku yang baik. iman tidak sekedar beriman kepada apa yang
disebutkan di dalam rukun iman saja, yaitu iman kepada Allah, iman
kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada
qadha dan qadar, akan tetapi lebih dari itu seperti, cakupan iman meliputi
pengimanan terhadap segala hal yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Taqwa di dalam Al quran disebut dalam tiga pengertian. Pertama :


Takut dan malu, Kedua :Taat dan beribadah, Ketiga : Membersihkan hati dari
dosa, dan yang terakhir adalah taqwa yang benar benar sesungguhnya di
mata allah swt. Secara hafiah, taqwa adalah suatu perkataan yang
mengungkapkan perilaku penghindaran diri dari kemurkaan Allah SWT dan
Siksa-Nya. Yakni dengan melaksanakan apa yang diperintah-Nya dan
menghindari dam menjauhkan diri dari melakukan segala larangan-Nya.

Pengamalan amalan iman dan tawa dalam secara nyata bukan hanya
sebatas apa yang terkandung di dalam rukun islam, seperti syahadat, sholat,
zakat, dan haji saja.akan tetapi Amalan taqwa adalah apa-apa saja amalan dan
perbuatan yang didalam kehidupan yang dilandaskan syariat, baik itu fardhu,
wajib, sunah, mubah, atau apa saja.

4 Furqon Arif. 2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi


Umum .Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam

14
5
Perilaku iman dan taqwa juga masuk dalam segala perkara yang
berlaku dalam kehidupan baik dalam kehidupan keseharian, dalam bidang
ekonomi, pembangunan, pendidikan, kenegaraan, kebudayaan, manajemen,
kesehatan dan sebagainya. Asalkan yang dilakukan berdasarkan serta terkait
dan karena Allah, maka itu amalan iman dan taqwa. Sedangkan amalan yang
tidak terkait dan tidak dilakukan karena Allah, itu adalah amalan yang tidak
ada nyawa, jiwa, atau rohnya dan ia tidak ada nilai di sisi Allah.

Ciri-ciri orang yang melakukan amalan iman dan taqwa kepada Allah
itu adalah :

1. Gemar menginfaqkan harta bendanya dijalan Allah, baik dalam waktu


sempit maupun lapang.
2. Mampu menahan diri dari sifat marah.
3. Selalu memaafkan orang lainyang telah membuat salah kepadanya ( tidak
pendendam).
4. bila terjerumus pada perbuatan keji dan dosa atau mendzalimi diri
sendiri, ia segera ingat Allah, lalu bertaubat, memohon ampun kepada-Nya
atas dosa yang telah dilakukan.

Terdapat banyak sekali faedah yang akan dipetik dari perilaku taqwa
dan hasil yang akan diperoleh dan nikmat yang akan didapat oleh orang yang
bertaqwa di antaranya :

1. Ia akan memperoleh Al-Furqon yaitu kemampuan untuk membedakan


antara yang haq dan yang batil, halal dan haram, antara yang sunnah
dengan bidah. Serta kesalahan-kesalahannya dihapus dan dosa-dosanya di
ampuni.

5 Abu Ahmadi dkk. 2008. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk


Perguruan Tinggi. Jakarta : Bumi Aksara

15
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah
niscaya Dia akan memberikan kepadamu Furqon dan menghapuskan
segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Anfal: 29)

2. Ia akan memperoleh jalan keluar dari segala macam problematika yang


dihadapinya, dan amalan-amalan baiknya pasti diterima oleh Allah hingga
menjadi berat timbangannya karena amal-amalnya dan pada di hari akhir
kelak, dimudahkan proses penghisabannya dan ia menerima kitab catatan
amalnya dengan tangan kanan.
3. dan ia akan dimasukkan ke dalam Surga allah yang kekal di dalamnya
serta hidup dalam Keridhoan-Nya.

BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari materi yang telah kami bahas dapat disimpulkan :
1. Keberadaan Allah adalah mutlak, hal ini dapat dibuktikan antara lain
bahwa ada ciptaan-Nya dan dibenarkan oleh pengalaman batin
manusia maupun fitrahnya

16
2. Manusia melalui pengalaman pancaindera serta kecerdasannya tidak
mungkin akan dapat menyangkal Allah yang menjadi Maha
Pencipta, termasuk juga menciptakan manusia itu sendiri
3. Iman dalam arti percaya jika dikaitkan dengan islam berarti sikap
mental dari seorang muslim yang mempercayai pokok-pokok
kepercayaan dan menerima hal-hal yang dipercaya itu sebagai
kebenaran yang tidak bisa diragukan dengan cara pengucapan
dengan lidah, pembenaran dengan hati, dan perwujudan dengan amal
perbuatan.
4. Takwa merupakan keseluruhan aspek manusia baik keyakinan,
ucapan, maupun perbuatan yang mencerminkan konsistensi
seseorang terhadap nilai-nilai ajaran Islam
5. Pengamalan amalan iman dan tawa dalam secara nyata bukan hanya
sebatas apa yang terkandung di dalam rukun islam, seperti syahadat,
sholat, zakat, dan haji saja.akan tetapi amalan iman dan taqwa adalah
apa-apa saja amalan dan perbuatan yang didalam kehidupan yang
dilandaskan syariat, baik itu fardhu, wajib, sunah, mubah, atau apa
saja

3.2. Saran
Mohon dimaklumi jika terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan
makalah dikarenakan kelompok kami merupakan kelompok pertama

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dkk. 2008. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk


Perguruan Tinggi. Jakarta : Bumi Aksara.

Daradjat, Zakiyah. 1997. Islam Untuk Disiplin Ilmu Filsafat. Jakarta : Departemen
Agama RI.

Furqon, Arif. 2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.
Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam.

17
Gazalba, Sidi. 1975. Asas Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang

Mahmud, Abbas. 1986. Filsafat Quran. Jakarta : Pustaka Firdaus

18

Anda mungkin juga menyukai