Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

Batuk Kronik Berulang

Disusun
oleh :

Hilda Christ Yulanda Muda

1161050172

Pembimbing :
dr. Alfred Siahaan,Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 03 OKTOBER 10 DESEMBER 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2016

KATA PENGANTAR

1
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME
atas berkah dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan
referat yang berjudul Batuk Kronik Berulang.

Referat ini merupakan salah satu syarat untuk ujian pada


Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSU UKI.

Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan


berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :

1. dr.Alfred Siahaan, Sp.A, selaku dosen pembimbing yang telah


memberikan pengarahan dalam penulisan Referat ini.

2. Dokter-dokter Ilmu Kesehatan Anak RSU UKI yang telah banyak


berjasa memberikan bimbingan dan pengajaran kepada
penyusun selama ini.

3. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan


baik moril dan materil.

4. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Ilmu Kesehatan Anak atas


bantuan, dukungan, dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari


kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun sehingga penyusunan ini dapat lebih baik
sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Akhir kata dengan mengucapkan Puji syukur kepada Tuhan YME,


semoga Tuhan selalu memberkati kita semua dan tulisan ini dapat
bermanfaat.

Jakarta, Oktober
2016

2
Penulis

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Tujuan iii

BAB I Pendahuluan 1

BAB II Tinjauan Pustaka 3

1 Definisi 3

2 Mekanisme Batuk 3

3 Etiologi 4

4 Klasifikasi 7

5 Pendekatan Diagnostik 7

6 Tatalaksana
12

BAB III Kesimpulan 15

Daftar Pustaka
16

4
TUJUAN

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengingatkan kembali

tentang batuk kronik berulang mulai dari definisi, mekanisme batuk,

etiologi, klasifikasi, penegakan diagnosis dan manajemen

tatalaksananya.

5
BAB I

Pendahuluan

Batuk adalah keluarnya sejumlah udara secara mendadak dari rongga


toraks melalui epiglotis dan mulut. Melalui mekanisme tersebut aliran
udara yang sangat cepat yang dapat melontarkan keluar material yang
ada di sepanjang saluran respiratorik, terutama saluran yang besar. Batuk
mempunyai fungsi sebagai mekanisme pertahanan respiratorik dan
sebagai penanda adanya gangguan atau penyakit di sistem respiratorik
dan sebagian diluar sistem respiratorik. Mekanisme lain yang bekerja
sama dengan batuk adalah bersihan mukosilier (mucociliary clearance).
Batuk juga akan membawa keluar sekresi berlebihan yang diproduksi di
dalam saluran respiratorik, terutama pada saat terjadi radang oleh
berbagai sebab. Batuk timbul bila reseptor batuk terangsang. Batuk dibagi
menjadi batuk akut, subakut, dan kronik. Ada yang mengatakan batuk
kronik sebagai batuk yang terjadi 2 minggu atau 3 minggu. Batuk kronik
dan batuk berulang sulit dibedakan, sehingga IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) menyebut batuk kronik berulang yang mencakup pengertian
1,2
batuk kronik didalamnya.

Pada anak, berbagai keadaan dan penyakit dapat bermanifestasi


sebagai batuk. Untuk mendeteksi etiologi batuk perlu dipahami tentang
mekanisme batuk termasuk lokasi reseptor batuk tersebut. Etiologi batuk
anak tidak sama dengan dewasa, batuk akut pada anak paling sering
disebabkan virus dengan gejala batuk tidak produktif, sedikit berdahak,
berlangsung sekitar seminggu, dan sembuh sendiri. Perbedaan etiologi
menghasilkan pedoman diagnosis dan tata laksana yang berbeda pula.

6
Pasien anak dengan batuk kronik dibagi menjadi dua kelompok, tanpa
kelainan dasar yang nyata serta anak relatif tampak sehat, dan pasien
dengan kelainan respiratorik yang nyata. Langkah diagnostik dimulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yang relevan.
Pada anak, gejala batuk terutama yang kronik atau berulang dapat
berakibat mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk kegiatan belajar,
mengurangi nafsu makan, dan pada akhirnya dapat mengganggu proses
tumbuh kembang. Walaupun sebagian besar anak batuk tidak mengalami
kelainan paru yang serius, batuk dapat sangat mengganggu dan sulit
untuk diatasi. Sampai keadaan tertentu batuk kronik pada anak adalah
normal dan mempunyai prognosis yang baik. Jika batuk kronik yang
terjadi sangat sering atau berat, maka sangat mungkin terdapat penyakit
1,2
yang mendasarinya.

7
BAB II

1. Definisi

Batuk kronik sebagai batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu atau
lebih. Pembagian batuk dibagi menjadi 3 kelompok yaitu batuk kurang
dari 2 minggu disebut batuk akut, batuk antara 2-4 minggu disebut batuk
sub akut, sedangkan lebih dari 4 minggu disebut batuk kronik. Istilah lain
yang berdekatan dengan batuk kronik, yaitu batuk berulang (recurrent
cough). Batuk kronik dan batuk berulang sulit dibedakan, sehingga IDAI
(Ikatan Dokter Anak Indonesia) menyebut batuk kronik berulang yang
1
mencakup pengertian batuk kronik didalamnya.

2. Mekanisme Batuk

Batuk melibatkan banyak sistem organ dan akan timbul bila ada
rangsangan pada reseptor batuk yang terdapat pada farings, larings,
trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung, dan
perikardium. Impuls dari reseptor batuk diteruskan ke pusat batuk di
medula melalu saraf aferen yaitu cabang nervus vagus, nevus trigeminus,
nervus glosofaringeus dan nervus frenikus. Pusat batuk mengirimkan
impuls lewat saraf eferen yaitu nervus vagus, nervus frenikus, interkostal
dan lumbalis ke efektor yaitu otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,
1,3,4
interkostal, abdominal dan lumbal.

8
Proses batuk terjadi diawali dengan inspirasi maksimal, penutupan
glotis, peningkatan tekanan intratoraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan
secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran
respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara
sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal.
Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan
volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi
kontraksi otot ekspirasi dan tekanan intratorakal tinggi tekanan intra
abdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan intraabdomen
meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan terjadinya
ekspirasi yang cepat, singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan
bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah
fase tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat
berlangsung singkat atau lama tergantung dari jenis batuknya.

Beberapa zat yang dapat merangsang batuk antara lain mediator


inflamasi seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin, iritan kimia
seperti nikotin, sulfur dioksida, klor, asam sitrat dan asam asetat, aerosol,
mekanik seperti debu, udara dingin atau panas, instrumentasi di saluran
napas dan larutan osmotik seperti larutan natrium klorida hipertonik,
larutan gula dan larutan urea. Rangsangan tersebut dapat menimbulkan
iritasi atau obstruksi yang akan menimbulkan suara napas yang khas
sehingga kita dapat mengetahui lokasi anatomi saluran napas yang
1,3,4
terkena.

Bila rangsangan pada reseptor batuk ini berlangsung berulang maka


akan timbul batuk berulang, sedangkan bila rangsangannya terus
2
menerus akan menyebabkan batuk kronik.

3. Etiologi

Batuk kronik seringkali disebabkan oleh lebih dari satu etiologi. Pada

9
pasien dewasa yang tidak terpajan asap rokok serta gambaran foto toraks
tanpa kelainan khusus, penyebab tersering batuk kronik adalah sindrom
PND (postnasal drip), asma, dan RGE (refluks gastro-esofagus). Postnasal
drip merupakan penyebab tersering batuk kronik, baik sebagai penyebab
tunggal atau kombinasi.1

Batuk pada anak sering disebabkan oleh virus dan biasanya akan
sembuh kurang dari seminggu, sekitar 5% menjadi batuk kronik.
Kebanyakan batuk kronik pada anak akan sembuh sendiri dalam waktu 2-
4 minggu, tidak tergantung dari lama dan jenis terapi. Batuk kronik yang
terjadi setelah infeksi virus merupakan refleks protektif untuk
mengeluarkan sekret yang tertahan di saluran napas, mencegah
atelektasis dan pneumonia bakteri. Paparan asap rokok merupakan salah
satu penyebab utama BKB pada anak. Batuk pada neonatus harus selalu
dianggap sebagai spesifik dan seringkali disebabkan kelainan anatomis
saluran pernafasan atau pencernaan, aspirasi susu, penyakit RGE atau
infeksi.1,2,5 Petunjuk etiologi BKB pada anak dapat dibedakan berdasarkan
sumber penyebab, organ tubuh yang terlibat, usia, dan suara khas batuk
6
sesuai usia.

6
Tabel 1. Etiologi BKB pada anak berdasarkan sumber penyebab

10
11
6
Tabel 2. Etiologi BKB pada anak berdasarkan organ yang terlibat.

Tabel 3 Etiologi BKB terbanyak berdasarkan kelompok usia anak. 6

12
4. Klasifikasi

Klasifikasi batuk kronik berulang pada anak dapat dibedakan menjadi:

a. Batuk pada anak sehat (batuk normal atau yang diharapkan).


Anak dengan kondisi sehat tanpa keluhan apapun ternyata
didapatkan batuk dengan rata-rata 11 kali setiap hari dan
merupakan mekanisme pertahanan respiratorik.7
b. Batuk Kronik Berulang non spesifik terisolasi.
Digunakan untuk mengelompokkan batuk kronik tipe kering
tanpa ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, untuk
dilakukan observasi lebih lanjut sampai ditemukan penyakit
yang mendasarinya. Sebagian besar batuk kronik ternyata
berasal dari jenis ini yang berhubungan dengan pascainfeksi
virus yang menyebabkan hipersensitifitas reseptor batuk dan
7
biasanya sembuh sendiri tanpa terapi apapun.

13
c. Batuk Kronik Berulang spesifik.
Pengelompokkan anak dengan batuk kronik dengan diagnosis
spesifik yang ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
7
pemeriksaan penunjang.

5. Pendekatan diagnostik

Pendekatan diagnostik dalam tatalaksana batuk kronik pada anak


adalah serupa dengan pendekatan pada pasien dewasa. Menurut
American College of Chest Physicians dalam consensus panel report tahun
1998, Bila menghadapi pasien dengan batuk kronik, pendekatan
diagnostik dengan pemahaman mekanisme dan anatomi refleks batuk
sangat membantu. Perbedaan anak dan dewasa adalah karena ada proses
tumbuh kembang yang sedang berlangsung pada masa kanak. Selain itu
pola penyakit respiratorik pada anak berbeda nyata dengan orang
dewasa.6 Pendekatan diagnosis yang digunakan pada BKB adalah
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang untuk
mengarahkan ke diagnosis etiologi.Anamnesis mempunyai peran sangat
penting, bahkan lebih dari 80% diagnosis etiologi batuk kronik berulang
diketahui dari anamnesis.1,2

1
Tabel 4. Anamnesis dan pemeriksaan fisis anak dengan batuk kronik

14
5.1. Anamnesis

Pertama yang harus ditanyakan adalah umur awitan. Pada bayi baru
lahir penyebab biasanya adalah defek kongenital yang mengganggu
proses menelan sehingga terjadi aspirasi respiratorik. Lahir prematur dan
pemakaian ventilator meningkatkan risiko kelainan saluran pernapasan.
Kista, lesi di saluran napas, dan trakeomalasia yang ada sejak lahir dapat
menyebabkan rangsangan kronik terhadap reseptor batuk. Batuk karena
aspirasi makanan atau penyakit RGE bila ada riwayat tersedak dan
muntah saat makan. Batuk dan sesak karena aspirasi benda asing terjadi
pada anak yang sebelumnya sehat yang dicurigai bermain dengan benda
kecil atau bermain di lingkungan yang berpasir atau berdebu. 1,8

Batuk produktif atau berdahak merupakan karakteristik batuk spesifik.


Batuk lama yang disertai gejala obstruksi saluran napas atas yang parsial
seperti mengorok, mengi, apneu,sementara, somnolen, gelisah, dan
nafas berbau harus menandakan aspirasi makanan atau benda asing
yang tidak terdeteksi. Batuk disertai suara serak dapat terjadi pada
papiloma laring atau laringomalasia.Batuk yang terjadi dengan keluhan
sakit kepala dan nyeri pada wajah, hidung tersumbat, ingus purulen atau

15
1,2,8
post nasal drip dapat dipikirkan diagnosis rinosinusitis.

Batuk yang tercetuskan oleh perubahan posisi disebabkan oleh RGE.


Saat aktivitas dan mudah kelelahan atau riwayat biru kemungkinan
penyakit jantung.. Batuk dengan suara aneh (honking), dibuat-buat,
terjadi pada saat tertentu, selalu berulang dan hilang saat tidur serta
terdapat riwayat tiks atau riwayat penyakit psikosomatik pada keluarga
1,7,8
dapat dipikirkan kemungkinan batuk psikogenik atau habit.

Bila ada riwayat asma, tanyakan riwayat atopik di keluarga, tanyakan


terapi yang pernah didapat, waktu dan cara pemberiannya dan
bagaimana hasilnya. Pemberian bronkodilator yang tidak tepat waktu,
1,7
cara dan dosisnya dapat menyebabkan respon yang tidak efektif.

Riwayat penurunan berat badan yang drastis, gangguan tumbuh


kembang, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, riwayat
kontak dengan penderita TB perlu ditanyakan untuk menggali
kemungkinan TB paru. Riwayat batuk berdarah, batuk lebih dari 6 bulan
harus ditanyakan untuk menelusuri kemungkinan aspirasi benda asing
atau makanan yang tidak terdeteksi, bronkiektasis atau TB paru.
Golongan obat tertentu seperti angiotensin converting enzym (ACE)
inhibitor dan penyekat beta bisa menyebabkan batuk kering yang kronik
pada anak-anak yang sensitif terhadap golongan obat tersebut.

5.2. Pemeriksaan Fisik

Pertama kali dilihat adalah tipe batuk. Batuk kering atau berdahak dan
produktif dengan suara nafas yang khas merupakan petunjuk adanya
batuk kronik berulang yang spesifik. Adanya mengi atau krepitasi
menunjukkan adanya asma atau aspirasi benda asing. Stridor

16
menunjukkan trakeomalasia atau croup. Batuk paroksismal dengan
whooping inspirasi menandakan sindrom pertusis. Batuk honking yang
hilang saat tidur menunjukkan batuk psikogenik. Batuk tipe Staccato
terdapat pada bayi yang menderita klamidia. Batuk kering dan berulang
sering disebabkan asap rokok dan pascainfeksi virus. 1,3,8

Pembesaran tonsil, adenoid, polip nasi, dan otitis media supuratif


dapat juga menimbulkan batuk kronik berulang. Adanya serumen atau
benda asing dalam liang telinga dapat menyebabkan batuk kronik karena
sebagian orang memiliki Arnold nerve di liang tengah telinga yang akan
meneruskan rangsangan mekanik ke pusat batuk. 1,3,8

Jari tabuh, sianosis sentral atau perifer, retraksi napas maupun


murmur jantung harus diperiksa untuk menelusuri kemungkinan kelainan
atau payah jantung sebagai penyebab batuk. Emfisema, pektus
karinatum, edema perifer, asites, hepato- splenomegali atau sindrom
malabsorbsi mengindikasikan adanya batuk kronik spesifik. Sakit dada
yang terlokalisir harus dipikirkan trauma atau pleuritis. Penurunan berat
badan, pengurangan massa otot, lemak subkutan atau perburukan status
gizi dan gagal tumbuh dapat dipikirkan kemungkinan TB paru. Batuk
kronik pada pasien palsi serebral dengan kesulitan menelan sering
1,3,4,8
disebabkan aspirasi air ludah.

Diagnosis TB paru pada anak seringkali sulit dibuktikan karena biakan


Mycobacterium Tuberculosis (M.TB) jarang positif dan penunjang radiologi
sulit diinterpretasi. Petunjuk TB paru pada anak di daerah endemis dapat
8
ditelusuri dari anamnesis.

17
5.3. Pemeriksaan penunjang

Foto toraks perlu dibuat pada semua pasien batuk kronik, bila ada
foto lama ikut dievaluasi. Foto toraks perlu dibuat kelainan respiratorik
bawah dan patologi kardiovaskular. Uji fungsi paru dilakukan pada semua
anak yang sudah mampu laksana (di atas lima tahun), sebelum dan
setelah pemakaian bronkodilator. Skrining tuberkulosis dengan uji
tuberkulin perlu dilakukan pada anak-anak ,terlebih dengan gejala batuk
kronik. Bila dicurigai adanya refluks gastro-esofagus, perlu dilakukan
pemeriksaan monitoring 24 jam pH esofagus, bila perlu dilakukan
pemeriksaan endoskopi. Foto sinus paranasalis terindikasi pada pasien
dengan IRA disertai sekret purulen, batuk yang bertambah pada posisi
telentang, nyeri daerah frontal, dan nyeri tekan /ketok di atas sinus. CT
scan sinus lebih dianjurkan terutama untuk anak kecil yang sinusnya
belum berkembang sepenuhnya. Foto dengan kontras barium diperlukan
pada kasus batuk yang berhubungan dengan pemberian makanan, batuk
yang disertai stridor atau mengi yang terlokalisir di saluran respiratorik
besar. Pemeriksaan imunologis (IgG, IgE, IgM, IgA) perlu dilakukan pada
kasus batuk yang berhubungan dengan otitis berulang, bronkiektasis,
atau batuk produktif yang tidak responsif dengan antibiotik. 1,3,4,7,8

8
Tabel 5. Contoh pemeriksaan penunjang pada kecurigaan batuk spesifik

18
6. Tata Laksana

Keberhasilan tatalaksana batuk kronik tergantung pada


keberhasilan diagnosis penyebabnya. Oleh karena itu dalam penentuan
diagnosis harus secara sistematik dan ditujukan kepada penyebabnya.
Tatalaksana farmakologi pada batuk dikenal sebagai obat utama dan
obat suportif. Yang termasuk obat utama adalah antibiotik,
bronkodilator, dan antiinflamasi, sedangkan yang termasuk suportif
adalah mukolitik dan antitusif. Pada batuk kronik dengan penyebab
utama infeksi bakteri maka pengobatan utamanya adalah antibiotik.
Jenis antibiotik yang diberikan tergantung etiologinya, misalnya pada
faringitis yang diduga bakteri maka pilihan utama adalah golongan
penisilin sedangkan pada rinosinusitis sebagai pilihan utama adalah
kombinasi amoksislin dan asam klavulanat serta pada pneumonia
atipik pilihan utama adalah makrolid dan lain-lain. Selain itu juga perlu
diperhatikan lamanya pemberian antibiotik misalnya faringitis bakteri
cukup dengan 7 hari sedangkan pada rinosinusitis diberikan selama 3
1,7
minggu.

Asma juga merupakan penyebab batuk tersering berupa


bronkokontriksi sehingga pengobatan utamanya adalah bronkodilator.

19
Bronkodilator yang digunakan sebaiknya dalam bentuk inhalasi karena
mempunyai awitan yang cepat, langsung menuju sasaran, dosis kecil,
dan efek samping kecil. Pada serangan asma, bronkodilator yang
digunakan adalah yang termasuk dalam golongan short acting
sedangkan pada tatalaksana jangka panjang digunakan long acting
beta-2 agonist (sebagai ajuvan terhadap obat pengendali utama yaitu
steroid inhalasi). Bronkodilator yang sering digunakan pada serangan
asma adalah salbutamol, terbutalin, prokaterol, dan ipratropium
bromida, sedangkan pada tatalaksana jangka panjang adalah
formoterol, salmeterol, dan bambuterol. 1,7

Batuk kronik dengan inflamasi sebagai faktor etiologi seperti rinitis


alergika dan asma pemberian antiinflamasi merupakan pilihan utama.
Pada rinitis alergika antiinflamasi yang dianjurkan adalah kortikosteroid
intranasal selama 4-8 minggu. Pemberian kortikosteroid intranasal juga
diberikan pada rinosinusitis yang disertai dengan alergi selama 3
minggu. Penggunaan anti-inflamasi untuk asma yaitu untuk
tatalaksana serangan asma dan tatalaksana di luar serangan asma.
Untuk mengatasi serangan asma, antiinflamasi (kortikosteroid) yang
digunakan umumnya sistemik yaitu pada serangan asma sedang dan
serangan asma berat. Pada serangan asma ringan umumnya tidak
diberikan kortikosteroid kecuali pernah mengalami serangan berat yang
memerlukan perawatan sebelumnya. Pemberian kortikosteroid pada
asma di luar serangan diberikan secara inhalasi yaitu pada asma
episodik sering dan asma persisiten. Pada keadaan tersebut umumnya
kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan long acting beta-2
1,7
agonist.

Pengobatan utama pada beberapa kasus diberikan obat suportif


seperti mukolitik dan antitusif. Cara kerja mukolitik ada beberapa
mekanisme yaitu mengubah viskositas lapisan gel, menurunkan

20
kelengketan lapisan gel, dan meningkatkan kerja silia. Selain itu
mekanisme mukolitik dapat memecah ikatan mukoprotein atau ikatan
disulfid dari sputum sehingga sputum mudah untuk
dikeluarkan.Antitusif merupakan obat suportif lain yang diberikan pada
batuk kronik tetapi penggunaan antitusif terutama bagi anak-anak
harus dipertimbangkan secara hati-hati. Pemberian antitusif justru akan
membuat sputum tidak dapat keluar karena menekan refleks batuk
yang dibutuhkan untuk mengeluarkan sputum selain antitusif pun
dapat menurunkan kerja silia. Antitusif perlu dipertimbangkan pada
kasus pertusis yang dapat terjadi apnea akibat batuk yang berat
sehingga tidak dapat inspirasi karena batuknya. Pada keadaan tersebut
antitusif dapat diberikan tetapi secara umum pemberian antitusif
sedapat mungkin dihindarkan. Pada asma pemberian antitusif
merupakan kontraindikasi karena akan memperberat keadan asmanya.
1,7

Non farmakologik

Tatalaksana non farmakologi seperti pencegahan terhadap alergen,


pengendalian lingkungan, dan hidrasi yang cukup. Pada penyakit yang
hanya timbul akibat adanya pajanan alergen maka faktor pencegahan
terhadap allergen merupakan hal yang harus dilakukan misalnya
pencegahan terhadap asap rokok, tungau debu rumah, atau makanan
tertentu yang menyebabkan alergi. Selain itu pengaturan lingkungan
seperti kebersihan lingkungan dan pengaturan suhu serta kelembaban
merupakan hal yang perlu diperhatikan. Dengan suasana lingkungan
yang baik maka tatalaksana batuk kronik menjadi lebih baik. Hidrasi
yang cukup dapat berperan sebagai faktor yang memudahkan
terjadinya pengeluaran sekret lebih baik. Dengan hidrasi yang cukup
dapat menurunkan viskositas lapisan gel serta menurunkan

21
kelengketan lapisan gel sehingga proses pengeluaran sekret menjadi
lebih mudah. 1,7

BAB III

Kesimpulan

Batuk. merupakan mekanisme pertahanan respiratorik dan sebagai


penanda adanya gangguan atau penyakit di sistem respiratorik dan
sebagian diluar sistem respiratorik. Batuk kronik dan batuk berulang sulit
dibedakan, sehingga IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) menyebut batuk
kronik berulang yang mencakup pengertian batuk kronik didalamnya.
Diagnostik batuk kronik berulang dimulai dari anamnesis,pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang yang relevan. Tatalaksana batuk kronik
tergantung dari penyakit yang mendasarinya dengan mempertimbangkan
usia sebagai faktor pertimbangan untuk mencari etiologi. Selain
tatalaksana farmakologikdiperlukan tatalaksana non farmakologik untuk
menunjang tatalaksana secara komprehensif dalam penanganan batuk
kronik.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Setyanto DB. Batuk Kronik pada Anak : masalah dan tatalaksana. Jakarta:.
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004: 64-70
2. Pattermore PK. Persistent cough in children. NZ Med J. 2007;34:432-6.
3. Boediman I. Patofisiologi batuk. Dalam: Trihono PP, Kurniati N, penyunting.
Strategi Pendekatan Klinis Secara Profesional Batuk pada Anak. Edisi ke-1.
Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM; 2006.h.1-6.
4. Irwin RS, Madison JM. The diagnosis and treatment of cough. NJEM.
2000;343:1715-21.
5. Setyanto DB. Batuk, kawan atau lawan? Dalam: Trihono PP, Kurniati N,
penyunting. Strategi Pendekatan Klinis Secara Profesional Batuk pada Anak.
Edisi ke-1. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM;
2006.h.18-25.
6. Chow PY. Chronic cough in children. Sing Med J. 2004;10:462-9.
7. Supriyatno B. Batuk kronik pada anak. Maj Kedokt Indon. 2010;60:285-8.
8. Setyanto DB. Pendekatan diagnosis etiologi batuk. Dalam: Trihono PP,
Kurniati N, penyunting. Strategi Pendekatan Klinis Secara Profesional Batuk
pada Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI
RSCM; 2006.h.7-17.

23
24

Anda mungkin juga menyukai