Hilda C Y Muda 11-172 Referat BKB
Hilda C Y Muda 11-172 Referat BKB
Disusun
oleh :
1161050172
Pembimbing :
dr. Alfred Siahaan,Sp.A
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
1
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME
atas berkah dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan
referat yang berjudul Batuk Kronik Berulang.
Jakarta, Oktober
2016
2
Penulis
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Tujuan iii
BAB I Pendahuluan 1
1 Definisi 3
2 Mekanisme Batuk 3
3 Etiologi 4
4 Klasifikasi 7
5 Pendekatan Diagnostik 7
6 Tatalaksana
12
Daftar Pustaka
16
4
TUJUAN
tatalaksananya.
5
BAB I
Pendahuluan
6
Pasien anak dengan batuk kronik dibagi menjadi dua kelompok, tanpa
kelainan dasar yang nyata serta anak relatif tampak sehat, dan pasien
dengan kelainan respiratorik yang nyata. Langkah diagnostik dimulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yang relevan.
Pada anak, gejala batuk terutama yang kronik atau berulang dapat
berakibat mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk kegiatan belajar,
mengurangi nafsu makan, dan pada akhirnya dapat mengganggu proses
tumbuh kembang. Walaupun sebagian besar anak batuk tidak mengalami
kelainan paru yang serius, batuk dapat sangat mengganggu dan sulit
untuk diatasi. Sampai keadaan tertentu batuk kronik pada anak adalah
normal dan mempunyai prognosis yang baik. Jika batuk kronik yang
terjadi sangat sering atau berat, maka sangat mungkin terdapat penyakit
1,2
yang mendasarinya.
7
BAB II
1. Definisi
Batuk kronik sebagai batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu atau
lebih. Pembagian batuk dibagi menjadi 3 kelompok yaitu batuk kurang
dari 2 minggu disebut batuk akut, batuk antara 2-4 minggu disebut batuk
sub akut, sedangkan lebih dari 4 minggu disebut batuk kronik. Istilah lain
yang berdekatan dengan batuk kronik, yaitu batuk berulang (recurrent
cough). Batuk kronik dan batuk berulang sulit dibedakan, sehingga IDAI
(Ikatan Dokter Anak Indonesia) menyebut batuk kronik berulang yang
1
mencakup pengertian batuk kronik didalamnya.
2. Mekanisme Batuk
Batuk melibatkan banyak sistem organ dan akan timbul bila ada
rangsangan pada reseptor batuk yang terdapat pada farings, larings,
trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung, dan
perikardium. Impuls dari reseptor batuk diteruskan ke pusat batuk di
medula melalu saraf aferen yaitu cabang nervus vagus, nevus trigeminus,
nervus glosofaringeus dan nervus frenikus. Pusat batuk mengirimkan
impuls lewat saraf eferen yaitu nervus vagus, nervus frenikus, interkostal
dan lumbalis ke efektor yaitu otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,
1,3,4
interkostal, abdominal dan lumbal.
8
Proses batuk terjadi diawali dengan inspirasi maksimal, penutupan
glotis, peningkatan tekanan intratoraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan
secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran
respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara
sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal.
Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan
volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi
kontraksi otot ekspirasi dan tekanan intratorakal tinggi tekanan intra
abdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan intraabdomen
meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan terjadinya
ekspirasi yang cepat, singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan
bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah
fase tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat
berlangsung singkat atau lama tergantung dari jenis batuknya.
3. Etiologi
Batuk kronik seringkali disebabkan oleh lebih dari satu etiologi. Pada
9
pasien dewasa yang tidak terpajan asap rokok serta gambaran foto toraks
tanpa kelainan khusus, penyebab tersering batuk kronik adalah sindrom
PND (postnasal drip), asma, dan RGE (refluks gastro-esofagus). Postnasal
drip merupakan penyebab tersering batuk kronik, baik sebagai penyebab
tunggal atau kombinasi.1
Batuk pada anak sering disebabkan oleh virus dan biasanya akan
sembuh kurang dari seminggu, sekitar 5% menjadi batuk kronik.
Kebanyakan batuk kronik pada anak akan sembuh sendiri dalam waktu 2-
4 minggu, tidak tergantung dari lama dan jenis terapi. Batuk kronik yang
terjadi setelah infeksi virus merupakan refleks protektif untuk
mengeluarkan sekret yang tertahan di saluran napas, mencegah
atelektasis dan pneumonia bakteri. Paparan asap rokok merupakan salah
satu penyebab utama BKB pada anak. Batuk pada neonatus harus selalu
dianggap sebagai spesifik dan seringkali disebabkan kelainan anatomis
saluran pernafasan atau pencernaan, aspirasi susu, penyakit RGE atau
infeksi.1,2,5 Petunjuk etiologi BKB pada anak dapat dibedakan berdasarkan
sumber penyebab, organ tubuh yang terlibat, usia, dan suara khas batuk
6
sesuai usia.
6
Tabel 1. Etiologi BKB pada anak berdasarkan sumber penyebab
10
11
6
Tabel 2. Etiologi BKB pada anak berdasarkan organ yang terlibat.
12
4. Klasifikasi
13
c. Batuk Kronik Berulang spesifik.
Pengelompokkan anak dengan batuk kronik dengan diagnosis
spesifik yang ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
7
pemeriksaan penunjang.
5. Pendekatan diagnostik
1
Tabel 4. Anamnesis dan pemeriksaan fisis anak dengan batuk kronik
14
5.1. Anamnesis
Pertama yang harus ditanyakan adalah umur awitan. Pada bayi baru
lahir penyebab biasanya adalah defek kongenital yang mengganggu
proses menelan sehingga terjadi aspirasi respiratorik. Lahir prematur dan
pemakaian ventilator meningkatkan risiko kelainan saluran pernapasan.
Kista, lesi di saluran napas, dan trakeomalasia yang ada sejak lahir dapat
menyebabkan rangsangan kronik terhadap reseptor batuk. Batuk karena
aspirasi makanan atau penyakit RGE bila ada riwayat tersedak dan
muntah saat makan. Batuk dan sesak karena aspirasi benda asing terjadi
pada anak yang sebelumnya sehat yang dicurigai bermain dengan benda
kecil atau bermain di lingkungan yang berpasir atau berdebu. 1,8
15
1,2,8
post nasal drip dapat dipikirkan diagnosis rinosinusitis.
Pertama kali dilihat adalah tipe batuk. Batuk kering atau berdahak dan
produktif dengan suara nafas yang khas merupakan petunjuk adanya
batuk kronik berulang yang spesifik. Adanya mengi atau krepitasi
menunjukkan adanya asma atau aspirasi benda asing. Stridor
16
menunjukkan trakeomalasia atau croup. Batuk paroksismal dengan
whooping inspirasi menandakan sindrom pertusis. Batuk honking yang
hilang saat tidur menunjukkan batuk psikogenik. Batuk tipe Staccato
terdapat pada bayi yang menderita klamidia. Batuk kering dan berulang
sering disebabkan asap rokok dan pascainfeksi virus. 1,3,8
17
5.3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks perlu dibuat pada semua pasien batuk kronik, bila ada
foto lama ikut dievaluasi. Foto toraks perlu dibuat kelainan respiratorik
bawah dan patologi kardiovaskular. Uji fungsi paru dilakukan pada semua
anak yang sudah mampu laksana (di atas lima tahun), sebelum dan
setelah pemakaian bronkodilator. Skrining tuberkulosis dengan uji
tuberkulin perlu dilakukan pada anak-anak ,terlebih dengan gejala batuk
kronik. Bila dicurigai adanya refluks gastro-esofagus, perlu dilakukan
pemeriksaan monitoring 24 jam pH esofagus, bila perlu dilakukan
pemeriksaan endoskopi. Foto sinus paranasalis terindikasi pada pasien
dengan IRA disertai sekret purulen, batuk yang bertambah pada posisi
telentang, nyeri daerah frontal, dan nyeri tekan /ketok di atas sinus. CT
scan sinus lebih dianjurkan terutama untuk anak kecil yang sinusnya
belum berkembang sepenuhnya. Foto dengan kontras barium diperlukan
pada kasus batuk yang berhubungan dengan pemberian makanan, batuk
yang disertai stridor atau mengi yang terlokalisir di saluran respiratorik
besar. Pemeriksaan imunologis (IgG, IgE, IgM, IgA) perlu dilakukan pada
kasus batuk yang berhubungan dengan otitis berulang, bronkiektasis,
atau batuk produktif yang tidak responsif dengan antibiotik. 1,3,4,7,8
8
Tabel 5. Contoh pemeriksaan penunjang pada kecurigaan batuk spesifik
18
6. Tata Laksana
19
Bronkodilator yang digunakan sebaiknya dalam bentuk inhalasi karena
mempunyai awitan yang cepat, langsung menuju sasaran, dosis kecil,
dan efek samping kecil. Pada serangan asma, bronkodilator yang
digunakan adalah yang termasuk dalam golongan short acting
sedangkan pada tatalaksana jangka panjang digunakan long acting
beta-2 agonist (sebagai ajuvan terhadap obat pengendali utama yaitu
steroid inhalasi). Bronkodilator yang sering digunakan pada serangan
asma adalah salbutamol, terbutalin, prokaterol, dan ipratropium
bromida, sedangkan pada tatalaksana jangka panjang adalah
formoterol, salmeterol, dan bambuterol. 1,7
20
kelengketan lapisan gel, dan meningkatkan kerja silia. Selain itu
mekanisme mukolitik dapat memecah ikatan mukoprotein atau ikatan
disulfid dari sputum sehingga sputum mudah untuk
dikeluarkan.Antitusif merupakan obat suportif lain yang diberikan pada
batuk kronik tetapi penggunaan antitusif terutama bagi anak-anak
harus dipertimbangkan secara hati-hati. Pemberian antitusif justru akan
membuat sputum tidak dapat keluar karena menekan refleks batuk
yang dibutuhkan untuk mengeluarkan sputum selain antitusif pun
dapat menurunkan kerja silia. Antitusif perlu dipertimbangkan pada
kasus pertusis yang dapat terjadi apnea akibat batuk yang berat
sehingga tidak dapat inspirasi karena batuknya. Pada keadaan tersebut
antitusif dapat diberikan tetapi secara umum pemberian antitusif
sedapat mungkin dihindarkan. Pada asma pemberian antitusif
merupakan kontraindikasi karena akan memperberat keadan asmanya.
1,7
Non farmakologik
21
kelengketan lapisan gel sehingga proses pengeluaran sekret menjadi
lebih mudah. 1,7
BAB III
Kesimpulan
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyanto DB. Batuk Kronik pada Anak : masalah dan tatalaksana. Jakarta:.
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004: 64-70
2. Pattermore PK. Persistent cough in children. NZ Med J. 2007;34:432-6.
3. Boediman I. Patofisiologi batuk. Dalam: Trihono PP, Kurniati N, penyunting.
Strategi Pendekatan Klinis Secara Profesional Batuk pada Anak. Edisi ke-1.
Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM; 2006.h.1-6.
4. Irwin RS, Madison JM. The diagnosis and treatment of cough. NJEM.
2000;343:1715-21.
5. Setyanto DB. Batuk, kawan atau lawan? Dalam: Trihono PP, Kurniati N,
penyunting. Strategi Pendekatan Klinis Secara Profesional Batuk pada Anak.
Edisi ke-1. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM;
2006.h.18-25.
6. Chow PY. Chronic cough in children. Sing Med J. 2004;10:462-9.
7. Supriyatno B. Batuk kronik pada anak. Maj Kedokt Indon. 2010;60:285-8.
8. Setyanto DB. Pendekatan diagnosis etiologi batuk. Dalam: Trihono PP,
Kurniati N, penyunting. Strategi Pendekatan Klinis Secara Profesional Batuk
pada Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI
RSCM; 2006.h.7-17.
23
24