Anda di halaman 1dari 11

Referat

KERATITIS

Oleh:

Hanif Nugra Pujiyanto G99151069

Pembimbing :

DR. Senyum Indrakila, dr., Sp. M


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi kornea

Kornea (bahasa latin, cornum = seperti tanduk) merupakan selaput bening, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan. Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat
transparan, berukuran 11-12 mm horisontal dan 10-11 vertikal, tebal 0,6-1mm. Indeks bias
kornea 1,375 dioptri dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus
cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler, dan disturgen atau
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahakan oleh pompa bikarbonat aktif
pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada
epitel dalam mencegah dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik oleh karena kerusakan sel
endotel akan menyebabkan hilangnya sifat transparan dan edema kornea, sedangkan
kerusakan epitel dapat menyebabkan edema lokal sesaat dan akan menghilang seiring
dengan regenerasi epitel yang cepat.1,3
Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri.
Kornea mendapat perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah limbus, aqueous humor, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen dari atmosfir. Kornea dipersarafi
banyak serat saraf sensorik yang didapat dari percabangan pertama dari nervus kranialis V
yang berjalan supra koroid masuk ke dalam stroma menembus membran bowman dan
melepaskan selubung schwann.3
Kornea terdiri dari lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu epitel, membran
bowman, stroma, membran descement, dan endotel.1
Gambar 1. Anatomi kornea

Berikut merupakan lapisan kornea:1,3


a. Epitel
Epitel kornea merupakan lapisan pipih berlapis tanpa tanduk yang terdiri dari lima
atau enam lapis sel. Sel ini bersifat fat soluble substance. Sel-sel basal berikatan
erat dengan sel basal di sekitarnya dan sel poligonal melalui desmosom dan makula
okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa melalui
barrier. Daerah regenerasi epitel cukup besar.
b. Membran Bowman
Merupakan bagian stroma yang berubah berupa lapisan jernih aselular.
c. Stroma
Menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas jaringan kolagen yang
tersusun dari lamela-lamela. Lamela ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea.
Dan karena ukuran dan kerapatannya, kornea menjadi jernih secara optis.
d. Membran Descement
Merupakan lamina basalis endotel kornea.
e. Lapisan Endotel
Memiliki satu lapis sel yang berperan dalam mempertahankan deturgesensi stroma
kornea. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel
dengan sedikit pembelahan sel. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan
kehilangan sel seiring penuaan.

KERATITIS

A. Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan
menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superfisial yaitu pada
lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah
mengenai lapisan stroma.3,10

Gambar 2. Keratitis 8

B. Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam, seperti infeksi bakteri, virus maupun
jamur (virus herpes simpleks merupakan penyebab tersering), kekeringan
kornea, pajanan cahaya yang terlalu terang, benda asing, reaksi alergi terhadap
kosmetik, debu, polusi atau bahan iritan lainnya, kekurangan vitamin A dan
penggunaan lensa kontak yang kurang baik.2
C. Gejala dan Tanda Keratitis

a. Gejala keratitis 1,2,4

Mata terasa sakit


Gangguan penglihatan
Trias keratitis (lakrimasi, fotofobia dan blefarospasme)

b. Tanda keratitis 1,2,4

Infiltrat (berisi infiltrat sel radang, kejernihan kornea berkurang, terjadi supurasi
dan ulkus)
Neovaskularisasi (superfisial bentuk bercabang-cabang, profunda berbentuk
lurus seperti sisir)
Injeksi perikornea
Kongesti jaringan yang lebih dalam (iridosiklitis yang dapat disertai hipopion)

Patofisiologi Gejala
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-
batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbulah ulkus kornea.5
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes
karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik
berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea,
umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.5
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas
cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di
pusat.5

E. Klasifikasi Keratitis

Berdasarkan penyebabnya, keratitis dibagi menjadi:


1. Keratitis Bakteri
b) Faktor risiko
Penggunaan lensa kontak, trauma, kontaminasi pengobatan mata, riwayat
keratitis sebelumnya, riwayat operasi mata sebelumnya, gangguan
pertahanan tubuh, perubahan struktur permukaan kornea.
b) Etiologi
Tabel 1. Etiologi keratitis bakteri
Organisme penyabab yang Organisme penyebab yang
sering jarang
S. aureus Neisseria sp
S. epidermidis Moraxella sp
S. pneumonia Nocardia sp
Sterptococcus sp Mycobacterium sp
Pseudomonas aeruginosa Cornybacterium sp
Enterobacteriaceae

c) Manifestasi Klinis

Gambar 4. Keratitis bakteri


Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata
yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekrat, dan penglihatan
menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal didapatkan
hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea.
d) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea
dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian
ditanam di media lalu dapat dilakukan pemeriksaan gram.
e) Terapi
Dapat diberikan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur
darah.

2. Keratitis Jamur
a) Etiologi
i. Jamur berfilamen: jamur bersepta (Furasium sp, Acremonium sp,
Aspergillus sp, Cladosporium sp, Penicilium sp), jamur tidak
bersepta (Micor sp, Rhizopus sp, Absidia sp).
ii. Jamur ragi (yeast): Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotulura
sp.
iii. Jamur difasik: Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplasma sp,
Sporothrix sp.
b) Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamela kornea.
Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan
edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai
kurang terlihat dibandingkan dengan keratitis bakterial. Lesi-lesi kecil
yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke
membran descement yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.
c) Manifestasi Klinik
Dalam menegakkan diagnosis dapat dipakai pedoman berikut:
i. riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama,
ii. terdapat lesi satelit,
iii. tepi ulkus sedikit menonjol dan kering; tepi ireguler; dan tonjolan
sperti hifa di bawah endotel utuh,
iv. plak endotel,
v. hipopion yang terkadang rekuren,
vi. formasi cincin sekeliling ulkus,
vii. lesi kornea yang indolen.
Gambar 5. Keratitis jamur

d) Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan pewarnaan KOH, gram, giemsa, dapat
dilakukan biopsi.
e) Terapi
Polyenes termasuk natamisin, nistatin, amfoterisin B.
Azoles (imidazoles dan triazoles).

3. Keratitis Virus
a) Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus
tersering di kornea. Penularan dapat melalui kontak dengan cairan dan
jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung
virus.
b) Patofisiologi
Pada epitel terjadi kerusakan akibat pembiakan virus intraepitelial yang
mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea
superficial. Pada stroma terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus
yang menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang
ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk
merusak virus dan juga stroma di sekitarnya.
c) Manifestasi Klinis
Pasien dengan infeksi HSV mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan
kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika
bagian sentral yang terkena
Gambar 6. Keratitis virus

d) Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan giemsa dapat menunjukkan sel-sel raksasa yang
dihasilkan dari perpaduan sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus
intranuklear inklusi.
e) Terapi
i. Debridement epitelial dilakukan dengan aplikator berujung kapas
khusus. Obat siklopegik seperti atropin 1% diteteskan ke dalam
sakus konjungtiva dan ditutup dengan sedikit tekanan. Diperiksa
tiap hari diganti penutupnya sampai defek kornea sembuh dalam 72
jam.
ii. Medikamentosa: IDU (Idoxuridine) analog pirimidin, vibrabin,
trifluorometidin, asiklovir (salep 3%) diberikan tiap 4 jam, asiklovir
oral.
iii. Bedah
Keratoplasti penetrans diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea yang berat dan dilakukan saat
penyakit herpes non aktif.

4. Keratitis Alergi
Keratitis alegi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua
mata, biasanya penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung
sari rumput-rumputan.
a) Manifestasi Klinis
Gatal, fotofobia, sensasi benda asing, mata berair, dan blefarospasme.
b) Terapi
Biasa sembuh sendiri tanpa diobati, steroid topikal dan sistemik,
kompres dingin, obat vasokonstriktor, anti histamin umunya tidak
efektif.

f. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan
akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endoftalmitis sampai
hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain yaitu: 1,3
1. Gangguan refraksi
2. Jaringan parut permanen
3. Ulkus kornea
4. Perforasi kornea

g. Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak
diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan
dapat mengakibatkan kebutaan.3
Prognosis tergantung dari beberapa faktor, antara lain:3
1. Virulensi organisme
2. Luas dan lokasi keratitis
3. Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan. D et all. 2002. Oftalmologi Umum Edisi-14. Jakarta: Widya Medika


2. Ilyas S. 2010. Keratitis. Ilmu Penyakit Mata ed 3. Jakarta:Balai Penerbit FKUI;.
p149-57.
3. Anonym. 2010. Keratitis. Faculty of Harvard Medical School, National Eye
Institute. Diakses tanggal 08 Mei 2010
4. Ilyas. S. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
5. Wilson. SA. 2008. Management of Corneal Abrasion. www.aafp.com, diakses
tanggal 08 Mei 2010
6. Anatomy of Eye. 2017. www.medscape.com, diakses tanggal 6 April 2017
7. Opthalmology of Evaluation. 2017. www.medscape.com, diakses tanggal 06 April
2017
8. Keratitis. 2010. www.medscape.com, diakses tanggal 06 April 2017
9. Mansjoer. A. 2001. Kapita Selekta Edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI

Anda mungkin juga menyukai