Anda di halaman 1dari 7

Program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan

masih diminati masyarakat. Itu terlihat dari hasil survei yang dilakukan PT
SWAsembada Media Bisnis terkait kepuasan peserta terhadap program JKN
tergolong tinggi yakni 78.9 persen.

Kepala peneliti PT SWAsembada Media Bisnis, Rohmat Purnadi, mengatakan


survei itu dilakukan dengan metode random sampling yang wilayahnya
mencakup 13 divisi reguonal di 26 kantor cabang BPJS Kesehatan. Dilakukan
melalui wawancara langsung kepada 21.922 responden, yang terdiri atas 20.163
responden peserta BPJS Kesehatan dan 1.759 responden penyedia layanan
fasilitas kesehatan, kata Rohmat dalam keterangan pers yang diterima
hukumonline, Rabu (30/12).

Peserta yang disurvei yaitu pria dan perempuan berusia 17-60 tahun, pendidikan
minimal SMP dan pernah bersinggungan dengan layanan BPJS Kesehatan dalam
kurun waktu enam bulan terakhir. Responden fasilitas kesehatan (faskes) yang
disurvei harus memenuhi beberapa kriteria: menjabat sebagai pimpinan faskes
baik itu puskesmas, klinik dan dokter praktik perorangan, menjabat sebagai
direktur utama, direktur keuangan, direktur pelayanan atau ketua tim pengendali
RS. Faskes yang disurvei harus menjadi mitra BPJS Kesehatan minimal 1 tahun.

Hasil survei menunjukan indeks kepuasan peserta PBI lebih tinggi dibandingkan
peserta Non-PBI, yaitu 79.7 persen dan 78.1 persen. Indeks kepuasan peserta
Non-PBI yaitu Pekerja Penerima Upah (PPU) 78.2 persen, Pekerja Bukan Penerima
Upah (PBPU) 78.2 persen dan Bukan Pekerja 77.8 persen.

Kepuasan peserta di titik pelayanan rata-rata 78.9 persen. Rinciannya, kepuasan


terhadap pelayanan Puskesmas 78.6 persen, Dokter Praktik Perorangan 79.5
persen, Klinik 78.9 persen, Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
79.1 persen, Kantor Cabang BPJS Kesehatan 78.5 persen dan BPJS Kesehatan
Center sebesar 79.0 persen.

Khusus di FKRTL indeks kepuasan peserta BPJS Kesehatan di RS Swasta, RS


Pemerintah, dan RS TNI/Polri secara umum tidak jauh berbeda. Di RS Swasta
79.7 persen, RS Pemerintah 79.2 persen, dan RS TNI/Polri 78.5 persen. Kemudian
dalam hal tipe perawatan, kepuasan peserta BPJS Kesehatan rawat jalan adalah
79.2 persen sedangkan untuk peserta BPJS Kesehatan rawat inap adalah 78.9
persen, ujar Rohmat.

Kepuasan faskes terhadap kinerja BPJS Kesehatan menurut Rohmat juga tinggi
yakni 75.9 persen. Secara umum tingkat kepuasan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) lebih tinggi daripada FKRTL. Tingkat kepuasan FKTP jenis
Puskesmas 76.2 persen, dokter praktik perorangan 78.0 persen, klinik 77.5
persen. Sementara FKRTL indeks kepuasan terhadap kinerja BPJS Kesehatan
sebesar 71.9%.

Dari aspek kepuasan peserta berdasarkan hasil survei itu Rohmat mengingatkan
agar BPJS Kesehatan mempertahankan ketersediaan loket pelayanan, kesesuaian
proses pelayanan dengan alur yang ditetapkan dan kecepatan pelayanan di loket
pendaftaran. Kemudian, kesamaan perlakuan terhadap pasien BPJS Kesehatan
dan pasien umum, kenyamanan ruang tunggu, serta kecukupan jumlah tenaga
medis, obat, dan loket pendaftaran di FKTP.

Terkait kepuasan faskes, Rohmat mengatakan BPJS Kesehatan perlu


memperhatikan kecepatan dalam merespon pengajuan faskes untuk menjadi
mitra BPJS Kesehatan. Lalu, ketepatan pembayaran klaim dan kapitasi, serta
pertemuan kemitraan. Hal lain yang perlu ditingkatkan BPJS Kesehatan yakni
ketepatan waktu kedatangan dokter agar sesuai dengan jadwal di poliklinik,
kecepatan petugas BPJS Kesehatan Center menangani masalah dan kemudahan
proses rujuk balik dari rumah sakit.

Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan tingkat kepuasan


peserta yang diperoleh dari hasil survei yang dilakukan PT SWAsembada (78.9
persen) itu lebih tinggi daripada survei yang pernah dilakukan DJSN (71 persen).
Dari hasil survei yang dilakukan PT SWAsembada itu tercatat ada yang
menyatakan tidak puas sebesar 21.1 persen. Mengingat pelayanan yang
dilakukan BPJS Kesehatan menyangkut nyawa manusia, maka jumlah responden
yang menyatakan tidak puas itu harus tetap menjadi perhatian serius
pemerintah dan BPJS Kesehatan.

Timboel mengusulkan agar survei dilakukan dengan terlebih dulu memberi


pertanyaan terkait hak-hak peserta kepada responden. Hasil survei tersebut
dinilai tidak mengurai lebih dalam pengetahuan peserta terhadap hak-haknya.
Kemudian tidak menjelaskan berapa kali responden bersinggungan dengan
faskes yang jadi mitra BPJS Kesehatan. Menurutnya itu mempengaruhi tingkat
kepuasan peserta.

Bisa jadi peserta yang disurvei tidak mengetahui hak-haknya, sehingga ketika
faskes menyuruh peserta membeli obat sendiri maka pasien mengikuti.
Sekalipun biaya yang dikeluarkan pasien BPJS Kesehatan itu lebih rendah
daripada pasien umum namun sudah semestinya peserta mengetahui apa yang
menjadi haknya. Oleh karenanya Timboel yakin jika peserta yang disurvei paham
apa saja hak-haknya maka akan mempengaruhi tingkat kepuasan.

BPJS Watch banyak melakukan advokasi terhadap pasien BPJS Kesehatan dan
menemukan banyak pasien yang disuruh faskes membeli obat atau darah
walaupun obat tersebut sebenarnya sudah masuk paket INA-CBGs, kata Timboel
di Jakarta, Senin (04/1).

Mon, 12 January 2015 07:31:10 +0700


Inilah Hasil Survei Kepuasan Terhadap BPJS Kesehatan
Sejak beroperasi 1 Januari 2014 lalu, BPJS Kesehatan telah banyak melakukan upaya untuk
memberikan layanan kepada pesertanya. Namun, tidak sedikit pula keluhan masyarakat soal
kekurangan layanan di lapangan, sehingga membutuhkan perhatian dan perbaikan ke depan.

Terkait kepuasan, persepsi, dan kesadaran masyarakat tentang BPJS Kesehatan, dua lembaga
riset, yaitu Myriad Research Comitted dan PT Sucofindo melakukan survei. Rata-rata kedua
hasil survei ini menunjukkan progres yang baik.

Direktur Riset Myriad Research Comitted Eva Yusuf mengatakan, dari total 17.280
responden masyarakat, sebanyak 81% menyatakan puas terhadap BPJS Kesehatan. Angka ini
melampaui target kepuasan masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 75%.
Persentase total sebesar 81% itu merupakan gabungan dari indeks kepuasan peserta terhadap
layanan di fasilitas kesehatan tinfkat pertama (FKTP), fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan (FKRTL), kantor cabang dan BPJS Kesehatan pusat.

Presentase indeks kepuasan peserta terhadap fasilitas kesehatan diperoleh dari gabungan
antara kepuasan peserta di FKTP 80% dan FKRTL 82%. Pada tingkat FKTP, indeks kepuasan
peserta yang dilayani di puskesmas terbilang sama persis dengan kepuasan peserta yang
dilayani dokter praktek perorangan dan klinik, yaitu sebesar 80%.

Di tingkat FKRTL, kepuasan peserta yang datang ke rumah sakit pemerintah berada pada
angka 80%, sementara untuk rumah sakit swasta sebesar 83%. Dasi sisi jenis layanan, rawat
jalan atau rawat inap di rumah sakit, tidak ada perbedaan tingkat kepuasan di antara
keduanya. Sedangkan indeks kepuasan peserta rawat jalan dan rawat inap hampir sama
tingginya, yaitu 81% dan 80%.

Semenntara itu, indek kepuasan untuk layanan yang bersifat administratif di kantor cabang
dan BPJS Kesehatan Center adalah sebesar 80%. Jika dianalisa berdasarkan jenis peserta,
indeks kepuasan peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah
(PBPU), dan Bukan Pekerja (BP) dalam memperoleh layanan di FKTP dan FKRTL, relatif
sama tingginya, yaitu sebesar 80% hingga 81%. Hal serupa terlihat pula di kantor cabang, di
mana indeks kepuasan untuk ketiga jenis peserta non PBI tersebut adalah 79%. Sementara di
BPJS Kesehatan Center, indeks kepuasan adalah 79% untuk PPU serta 80% untuk PBPU dan
BP.

Dari sisi kepuasan fasilitas kesehatan terhadap BPJS Kesehatan, hasil yang dicapai juga
melampaui target. PEmerintah menargetkan angka 65%, namun survei ini menunjukkan
mencuat di angka 78%.

Survei Awareness

Dalam kesempatan yang sama, juga dibeberkan survei awareness atau kesadaran masyarakat
terhadap BPJS Kesehatan. Survei yang dilakukan PT Sucofindo (Persero) pada 28 Oktober
hingga 30 November 2014 lalu itu bertujuan mengevaluasi awareness dan efektivitas ikan
serta sosialisasi BPJS Kesehatan. Hasilnya menunjukkan, 95% dari 10.202 responden yang
diambil dari 12 revisi regional di seluruh Indonesia mengenal BPJS Kesehatan dengan baik.

Awareness masyarakat terhadap BPJS Kesehatan mengalami peningkatan. Bila di 2013


selagi masih menjadi PT Askes, awereness masyarakat hanya 58%, naik menjadi 95% di
tahun 2014, ucap Direktur Komersial PT Sucofindo Mohammad Heru Risa Chakim.

Survei ini juga menyebutkan, hal pertama dan paling diingat dari BPJS Kesehatan adalah
berobat gratis disusul dengan asuransi kesehatan rakyat, kemudian pengganti Askes, dan
bantuan kesehatan. Ini berarti, BPJS Kesehatan secara merek masih diasosiasikan sebagai
asuransi oleh masyarakat, bukan penyelenggara jaminan sosial kesehatan. BPJS Kesehatan
juga masih kuat diasosiasikan dengan berobat gratis, khususnya di kalangan masyarakat
berpendidikan rendah, yaitu sampai dengan tamat SMP.

Karena itu, diperlukan strategi untuk mengedukasi dan menggeser pola pikir masyarakat
bahwa BPJS Kesehatan adalah sebagai pelaksana program jaminan kesehatan, bukan
asuransi, katanya.

Heru menjelaskan, secara umum awareness masyarakat terhadap BPJS Kesehatan sudah
tinggi, terutama dari responden pekerja formal. Televisi menjadi sumber pengetahuan
tertinggi bagi awareness responden terhadap iklan. Sementara facebook, you tube, dan
twitter menduduki tiga teratas untuk kelompok media sosial.

Efektifitas televisi dan radio untuk meningkatkan ketertarikan masyarakat menjadi peserta
BPJS Kesehatan sangat tinggi, sebab pesan yang disampaikan mudah dicerna.

Survei ini juga menunjukkan, ketersediaan masyarakat untuk merekomendasikan BPJS


Kesehatan kepada orang lain bernilai positif. Akan tetapi, ini masih perlu didorong lagi, jelas
Heru.[D-13/L-8]

sumber : http://sp.beritasatu.com

Selasa, 05 Januari 2016


Akhir 2015, Kepuasan Peserta dan Faskes BPJS Tinggi
Kepuasan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) lebih tinggi daripada non PBI.
ADY
Dibaca: 1671 Tanggapan: 0
Salah satu konter BPJS Kesehatan. Foto: RES
BERITA TERKAIT

Hampir Dua Tahun, Masih Ada Kendala BPJS

Verifikator BPJS Berperan Penting Cegah Sengketa Klaim

Program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan masih
diminati masyarakat. Itu terlihat dari hasil survei yang dilakukan PT SWAsembada Media
Bisnis terkait kepuasan peserta terhadap program JKN tergolong tinggi yakni 78.9 persen.

Kepala peneliti PT SWAsembada Media Bisnis, Rohmat Purnadi, mengatakan survei itu
dilakukan dengan metode random sampling yang wilayahnya mencakup 13 divisi reguonal di
26 kantor cabang BPJS Kesehatan. Dilakukan melalui wawancara langsung kepada 21.922
responden, yang terdiri atas 20.163 responden peserta BPJS Kesehatan dan 1.759 responden
penyedia layanan fasilitas kesehatan, kata Rohmat dalam keterangan pers yang diterima
hukumonline, Rabu (30/12).

Peserta yang disurvei yaitu pria dan perempuan berusia 17-60 tahun, pendidikan minimal
SMP dan pernah bersinggungan dengan layanan BPJS Kesehatan dalam kurun waktu enam
bulan terakhir. Responden fasilitas kesehatan (faskes) yang disurvei harus memenuhi
beberapa kriteria: menjabat sebagai pimpinan faskes baik itu puskesmas, klinik dan dokter
praktik perorangan, menjabat sebagai direktur utama, direktur keuangan, direktur pelayanan
atau ketua tim pengendali RS. Faskes yang disurvei harus menjadi mitra BPJS Kesehatan
minimal 1 tahun.
Hasil survei menunjukan indeks kepuasan peserta PBI lebih tinggi dibandingkan peserta
Non-PBI, yaitu 79.7 persen dan 78.1 persen. Indeks kepuasan peserta Non-PBI yaitu Pekerja
Penerima Upah (PPU) 78.2 persen, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) 78.2 persen dan
Bukan Pekerja 77.8 persen.

Kepuasan peserta di titik pelayanan rata-rata 78.9 persen. Rinciannya, kepuasan terhadap
pelayanan Puskesmas 78.6 persen, Dokter Praktik Perorangan 79.5 persen, Klinik 78.9
persen, Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) 79.1 persen, Kantor Cabang
BPJS Kesehatan 78.5 persen dan BPJS Kesehatan Center sebesar 79.0 persen.

Khusus di FKRTL indeks kepuasan peserta BPJS Kesehatan di RS Swasta, RS Pemerintah,


dan RS TNI/Polri secara umum tidak jauh berbeda. Di RS Swasta 79.7 persen, RS
Pemerintah 79.2 persen, dan RS TNI/Polri 78.5 persen. Kemudian dalam hal tipe perawatan,
kepuasan peserta BPJS Kesehatan rawat jalan adalah 79.2 persen sedangkan untuk peserta
BPJS Kesehatan rawat inap adalah 78.9 persen, ujar Rohmat.

Kepuasan faskes terhadap kinerja BPJS Kesehatan menurut Rohmat juga tinggi yakni 75.9
persen. Secara umum tingkat kepuasan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) lebih
tinggi daripada FKRTL. Tingkat kepuasan FKTP jenis Puskesmas 76.2 persen, dokter praktik
perorangan 78.0 persen, klinik 77.5 persen. Sementara FKRTL indeks kepuasan terhadap
kinerja BPJS Kesehatan sebesar 71.9%.

Dari aspek kepuasan peserta berdasarkan hasil survei itu Rohmat mengingatkan agar BPJS
Kesehatan mempertahankan ketersediaan loket pelayanan, kesesuaian proses pelayanan
dengan alur yang ditetapkan dan kecepatan pelayanan di loket pendaftaran. Kemudian,
kesamaan perlakuan terhadap pasien BPJS Kesehatan dan pasien umum, kenyamanan ruang
tunggu, serta kecukupan jumlah tenaga medis, obat, dan loket pendaftaran di FKTP.

Terkait kepuasan faskes, Rohmat mengatakan BPJS Kesehatan perlu memperhatikan


kecepatan dalam merespon pengajuan faskes untuk menjadi mitra BPJS Kesehatan. Lalu,
ketepatan pembayaran klaim dan kapitasi, serta pertemuan kemitraan. Hal lain yang perlu
ditingkatkan BPJS Kesehatan yakni ketepatan waktu kedatangan dokter agar sesuai dengan
jadwal di poliklinik, kecepatan petugas BPJS Kesehatan Center menangani masalah dan
kemudahan proses rujuk balik dari rumah sakit.

Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan tingkat kepuasan peserta
yang diperoleh dari hasil survei yang dilakukan PT SWAsembada (78.9 persen) itu lebih
tinggi daripada survei yang pernah dilakukan DJSN (71 persen). Dari hasil survei yang
dilakukan PT SWAsembada itu tercatat ada yang menyatakan tidak puas sebesar 21.1 persen.
Mengingat pelayanan yang dilakukan BPJS Kesehatan menyangkut nyawa manusia, maka
jumlah responden yang menyatakan tidak puas itu harus tetap menjadi perhatian serius
pemerintah dan BPJS Kesehatan.

Timboel mengusulkan agar survei dilakukan dengan terlebih dulu memberi pertanyaan terkait
hak-hak peserta kepada responden. Hasil survei tersebut dinilai tidak mengurai lebih dalam
pengetahuan peserta terhadap hak-haknya. Kemudian tidak menjelaskan berapa kali
responden bersinggungan dengan faskes yang jadi mitra BPJS Kesehatan. Menurutnya itu
mempengaruhi tingkat kepuasan peserta.

Bisa jadi peserta yang disurvei tidak mengetahui hak-haknya, sehingga ketika faskes
menyuruh peserta membeli obat sendiri maka pasien mengikuti. Sekalipun biaya yang
dikeluarkan pasien BPJS Kesehatan itu lebih rendah daripada pasien umum namun sudah
semestinya peserta mengetahui apa yang menjadi haknya. Oleh karenanya Timboel yakin jika
peserta yang disurvei paham apa saja hak-haknya maka akan mempengaruhi tingkat
kepuasan.

BPJS Watch banyak melakukan advokasi terhadap pasien BPJS Kesehatan dan menemukan
banyak pasien yang disuruh faskes membeli obat atau darah walaupun obat tersebut
sebenarnya sudah masuk paket INA-CBGs, kata Timboel di Jakarta, Senin (04/1).

Anda mungkin juga menyukai