Meningitis
Meningitis
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.(IDAI, 2006)
Elektroensefalografi
Pencitraan
Pencitraan Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti:
2. Paresis nervus VI
MENINGITIS
1. Meningitis bakterial
a. Penyebab (Thingpen, 2011) :
Tabel 1. Penyebab meningitis bakteri (Thingpen, 2011)
Anamnesis :
Sering didahului infeksi saluran napas atasatau saluran cerna seperti demam,
batuk, pilek, diare, dan muntah.
Gejala : demam, nyeri kepala, meningismus, dengan atau tanpa penurunan
kesadaran, letargi, malaise, kejang dan muntah merupakan hal yang sugestif
meningitis tapi tidak ada satupun yang khas
Pada anak usia kurang dari 3 tahun, jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi
gejala hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas minum dan high pitched cry.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika
ada indikasi
Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi :
- Didapatkan cairan keruh atau opalescence dengan Nonne -/+ dan Pandy +/++
- Jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan
polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa<40 mg/dl, pewarnaan
gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal
dengan predominan limfosit.
- Apabila telah mendapat antibiotic sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak
spesifik
pada kasus berat, sebaiknya lumbal pungsi ditunda dan tetap dimulai pemberian
antibiotic empiric (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostic kecuali
untuk identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya sensitive)
jika memang kuat dugaan meningitis, meski terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan berhati-hati.
Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.
Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala
peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang
Pemeriksaan computed tomography (ct scan) dengan kontras atau magnetic
resonance imaging (mri) kepala (pada kasus berat atau curiga ada komplikasi
seperti empyema subdural, hidrosefalus dan abses otak)
Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.
2. Meningitis aseptic
Meningitis aseptic adalah inflamasi pada meningen otak yang tidak disebabkan oleh
organisme yang menghasilkan pus. Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus dan
enterovirus.
a. Penyebab
Tabel 6. Etiologi Meningitis aseptic (Rashmi, 2005)
b. Gejala klinis
Meningitis virus : nyeri kepala, demam, malaise, menggigil, nyeri
tenggorokan, nyeri perut, mual, muntah, fotofobia, mengantuk, kuduk kaku.
Pada pemeriksaan bisa terdapat kuduk kaku, kernig sign dan Brudizinski.
Infeksi enterovirus dapat menyebabkan ruam dan demam yang berlangsung 4-
10 hari. Mumps Meningoencephalitis adalah komplikasi yang paling sering
dari campak pada anak-anak. Biasanya parotitis terjadi bersamaan dengan
meningoensefalitis. Pada infeksi HIV yang langsung mengenai system saraf
pusat, menyebabkan meningitis aseptic, ensefalitis, leukoencephalopathy dan
myelopathy (Rashmi, 2005).
Pasien meningitis bakteri yang diterapi parsial : CSF menjadi steril dan
perubahan dari respon selular berubah dari PMN menjadi limfosit. Penurunan
kondisi yang cepat bisa terjadi akibat tidak adanya terapi antibiotik (Rashmi,
2005).
Meningitis TB. TB menyebabkan meningitis dengan merusak nervus cranial,
batang otak, dan basal ganglia (Rashmi, 2005). Terdapat 3 stadium (Herry dan
Heda, 2014) :
- Stadium 1 : Anak dapat apatis/iritabel dengan sakit kepala yang hilang
muncul, kenaikan suhu yang ringan, anoreksia, mual, muntah. Khusus
pada bayi, kejang demam adalah gejala yang paling menonjol pada
kasus ini.
- Stadium 2 : anak terlihat mengantuk dan disorientasi dengan tanda
iritasi meningen. Refleks fisiologis meningkat, refleks abdominal
menghilang dan klonus. Terdapat keterlibatan saraf kranial III, IV dan
VII
- Stadium 3 : koma, penurunan kesadaran yang hilang muncul. Refleks
cahaya pupil menurun, dapat ditemukan spasme klonik rekuren dari
ekstremitas, pernapasan ireguler, demam tinggi. Hidrosefalus terjadi
pada 2/3 penderita yang infeksinya sudah berjalan > 3 bulan dan tidak
diterapi adekuat.
Lyme disease, disebabkan oleh Borrelia burgdorferi. Terdapat ruam disertai
demam, myalgia, nyeri kepala, malaise. Bisa terdapat palsi nervus kranial,
karditis dan poliartritis (Rashmi, 2005).
Brucellosis, disebabkan gram negative kokobasil, biasanya pada orang yang
tinggal/bekerja mengurusi hewan atau yang mengonsumsi susu mentah/keju
dari susu yang mentah. Gejalanya berupa demam, keringat dingin, malaise,
anoreksia, nyeri kepala dan myalgia, artralgia. Diagnosis dengan ditemukan
brucellosis pada kultur bakteri atau ditemukan antibody spesifik Brucella pada
darah (Rashmi, 2005).
Ehrilchiosis, disebabkan bakteri gram negative yang masuk melalui gigitan
(tick borne infection). Gejala : demam, nyeri kepala, myalgia, anoreksia,
muntah, fotofobia, konjungtivitis, faringitis, limfadenopati,
hepatosplenomegaly, artritis. Pada Lab ddidapatkan pansitopenia, peningkatan
hepatic transaminase, blood urea nitrogen dan kreatinin. (Rashmi, 2005).
Leptospirosis, dapat ikterik atau tidak. Yang an-interik biasanya muncul
sebagai meningitis aseptic. Reservoir utama adalah tikus dan dapat juga anjing
peliharaan. (Rashmi, 2005).
Meningitis Sifilis : demam, ruam yang tidak gatal, nyeri kepala, malaise,
anoreksia. Manifestasi klinis tidak terlalu terlihat sehingga diperlukan
pemeriksaan VDRL pada CSF dalam mendiagnosis meningitis aseptik.
(Rashmi, 2005).
Meningitis fungal, terutama terjadi pada pasien AIDS, transplan organ, terapi
imunosupresif, pemakaian steroid yang lama. (Rashmi, 2005).
Meningitis ec obat : administrasi obat kanker yang diberikan secara intratechal
seperti methotrexate, dapat menyebabkan meningitis aseptic. Obat lain yang
bisa menjadi penyebab adalah trimethoprim - sulfamethoxazole,
ciprofloxacin, cephalexin, metronidazole, amoxicillin, penicillin dan
isoniazid. (Rashmi, 2005).
Meningitis ec neoplasma : meningitis akibat infiltrasi leukemia atau tumor
otak primer/sekunder . Pada CSF ditemukan sel-sel maligna (Rashmi, 2005).
c. Terapi meningitis
Tabel 7. Terapi meningitis pada anak sesuai etiologi (Herry dan Heda, 2014 dan
Rashmi, 2005)
Tabel 8. Terapi meningitis pada anak sesuai penyebab (Cecillia et al, 1999)
DAFTAR PUSTAKA
Antonius dkk 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia. Available at :
http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf (diakses pada 24 Desember 2016)
Herry dan Heda 2014. Pedoman diagnosis dan terapi, ed.5. Bandung : RSHS
NSW Ministry of Health 2014. Infants and children: Acute management of bacterial meningitis
4th ed. Available at : http://www0.health.nsw.gov.au/policies/gl/2014/pdf/GL2014_013.pdf
(diakses pada 24 Desember 2016)
Kumar, R 2005. Aseptic Meningitis: Diagnosis and Management .Indian Journal of Pediatrics,
Volume 72. Available at : http://medind.nic.in/icb/t05/i1/icbt05i1p57.pdf (diakses pada 24
Desember 2016)
Thigpen MC, Whitney CG, Messonnier NE, Zell ER, Lynfield R, Hadler JL, et al. Emerging
Infections Programs Network. Bacterial meningitis in the United States, 1998-2007. N Engl J
Med. 2011;364:2016-25.