Anda di halaman 1dari 25

BAB III

TUMOR PAROTIS

3.1 Definisi

Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, Tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru suatu
jaringan dengan multiplikasi sel-sel yang tidak terkontrol dan progresif, disebut juga neoplasma. Kelenjar
Parotis adalah kelenjar air liur terbesar yang terletak di depan telinga.8

3.2 Epidemiologi

Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, persentasenya kurang dari 3% dari seluruh keganasan pada
kepala dan leher. Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan paparan radiasi, faktor genetik,
dan karsinoma pada dada. Sebagian besar tumor pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana
75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic
jinak (benign pleomorphic adenomas).8,9,10,11

3.3 Presentasi

Tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu massa berbentuk soliter,
berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena. Pembesaran menyeluruh atau berulang dari
kelenjar yang terkena sepertinya akibat kalkulus atau peradangan dan pembesaran kelenjar air liur global
yang jarang dapat dilihat pada penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, myxoedema, sindroma Cushing,
dan peminum alcohol. Pembesaran kelenjar parotis juga dapat dilihat pada anorexia nervosa. Pasien
dengan tumor jinak atau keganasan derajat rendah dapat menampilkan gejala pertumbuhan massa yang
lambat untuk beberapa tahun.12,13

Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan ke arah
keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai
indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis dan
prognosisnya buruk. Tumor ganas pada kelenjar parotis dapat meluas ke area retromandibular dari parotis
dan dapat menginvasi lobus bagian dalam, melewati ruangan parapharyngeal. Akibatnya, keterlibatan dari
saraf kranial bagian bawah dapat terjadi berupa disfagia, sakit dan gejala pada telinga. Lebih lanjut lagi
dapat melibatkan struktur disekitarnya seperti tulang petrosus, kanal auditorius eksternal, dan sendi
temporomandibular.Error! Bookmark not defined. Tumor ganas dapat bermetastasis ke kelenjar limfe
melalui ruangan parapharyngeal dan ke rangkaian jugular bagian dalam, dan ke pre-post facial nodes. 13

Menurut Armstrong et al, sebanyak 16 % dari pasien dengan tumor parotis dan 8% pasien dengan tumor
pada submandibula atau sub lingual secara klinis menunjukkan keterlibatan kelenjar limfe pada
penampilannya.15

3.4 Pemeriksaan

Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai radiasi terdahulu pada daerah kepala-leher, operasi yang
pernah dilakukan pada kelenjar ludah dan penyakit tertentu yang dapat menimbulkan pembengkakan
kelenjar ini (diabetes,sirosis,hepatitis, alkoholisme). Juga obat-obat seperti opiate, antihipertensi, derivate
fenotiazin, diazepam, dan klordiazepoksid dapat menyebabkan pembengkakan, karena obat-obat ini
menurunkan fungsi kelenjar ludah.16

Dengan inspeksi dalam keadaan istirahat dan pada gerakan dapat ditentukan apakah ada pembengkakan
abnormal dan dimana, bagaimana keadaan kulit dan selaput lendir di atasnya dan bagaimana keadaan
fungsi nervus fasialis. Kadang-kadang pada inspeksi sudah jelas adanya fiksasi ke jaringan sekitarnya, dan
langsung tampak adanya trismus. Penderita juga harus diperiksa dari belakang, untuk dapat melihat
asimetrisitas yangmungkin lolos dari perhatian kita.16

Palpasi yang dilakukan dengan teliti dapat mengarah ke penilaian lokalisasi tumor dengan tepat, ukuran
(dalam cm), bentuknya, konsistensi, dan hubungan dengan sekelilingnya. Jika mungkin palpasi harus
dilakukan bimanual. Palpasi secara sistematis dari leher untuk limfadenopati dan tumor Warthin yang
jarang terjadi juga harus dilakukan. Berikut ini kelainan patologi yang dapat terjadi :16

Penyakit dengan metastase ke kelenjar lymph

Reactive lymph nodes

HIV infection

Sarcoidosis

Masseteric hypertrophy

Prominent transverse cervical process of C1

Chronic parotitis

Lymphangioma (paediatric)

Haemangioma.

3.5 Pemeriksaan Pelengkap

Pemeriksaan sitologik (biopsi jarum kecil) sangat penting dalam diagnostic pembengkakan yang dicurigai
tumor kelenjar ludah. Dengan metode ini pada umumnya dapat dicapai diagnosis kerja sementara. Dan
pada mayoritas tumor klinis dan sitologik benigna, tidak diperlukan lagi pemeriksaan tambahan dengan
pencitraan. 16

Foto rontgen kepala dan leher dapat menunjukkan ada atau tidak ada gangguan tulang, tau mungkin
penting juga untuk diagnostic diferensial (batu kelenjar ludah; kelenjar limfe yang mengalami kalsifikasi).
Foto toraks diperlukan untuk menemukan kemungkinan metastasis hematogen. Dengan ekografi atau CT,
tetapi lebih baik lagi dengan MRI dapat diperoleh gambaran mengenai sifat pembatasan dan hubungan
ruang tumornya: ukuran, lokalisasi, letaknya di dalam atau di luar kelenjar limfe. Adenoma pleomorf dapat
dibedakan dari tumor kelenjar ludah yang lain dengan MRI. Metode ini tidak dapat membedakan antara
tumor benigna dan maligna. Pemeriksaan dengan rontgen kontras glandula parotidea dan glandula
submandibularis (sialografi) diperlukan untuk pemeriksaan lebih lanjut inflamasi (kronik) atau kalsifikasi
dan dapat mempunyai arti untuk diagnosis diferensial.16

3.6 Tumor Jinak Kelenjar Liur

3.6.1 Tumor Jinak Kelenjar Liur pada Anak-Anak

Tumor kelenjar jinak yang paling sering pada anak-anak adalah hemangioma kelenjar parotis. Kulit
terletak di bawah massa mempunyai perubahan warna kebiru-biruan, dan kemungkinan terdapat fluktuasi
dalam ukuran dari massa bila anak menangis. Tumor ini akan menunjukkan peningkatan ukuran yang
sedikit demi sedikit selama empat sampai enam bulan pertama kehidupan, tetapi mulai tampak resolusinya
pada usia dua tahun. Yang mirip dengan hemangioma adalah limfangioma, yang juga timbul pada daerah
kelenjar parotis. Adenoma pleomorfik merupakan tumor ketiga terbanyak yang ditemui, dan paling sering
tumor padat, ditemukan pada anak-anak. Tumor jinak lain termasuk neurofibroma dan lipoma. Tumor
kelenjar liur pada anak-anak paling sering mengenai kelenjar parotis, sedang daerah submandibula dan
kelenjar liur minor jarang terjadi.1

3.6.2 Tumor Jinak Kelenjar Liur pada Dewasa

A. Adenoma Pleomorfik

Tumor campur jinak ini menyebabkan 75 % kelenjar parotis, baik jinak maupun ganas pada dewasa.
Kelainan ini paling sering pada daerah parotis, dimana tampak sebagai pembengkakan tanpa nyeri yang
bertahan untuk waktu lama di daerah depan telinga atau daerah kaudal kelenjar parotis. Tumor ini tidak
menimbulkan rasa nyeri atau kelemahan saraf fasialis. Pada daerah parotis, meskipun diklasifikasikan
sebagai tumor jinak, dalam ukurannya tumor dapat bertambah besar dan menjadi destruktif setempat.
Reseksi bedah total merupakan satu-satunya terapi. Perawatan sebaiknya dilakukan untuk mencegah
cedera pada saraf fasialis dan saraf dilindungi walaupun jika letaknya sudah berdekatan dengan tumor.1,13

Tumor dapat berkembang pertama kali pada lobus profunda dan meluas ke daerah retromandibula. Pada
keadaan ini saraf fasialis dilindugi secara hati-hati dan di retraksi dengan lembut sehingga tumor dapat
diangkat dari lokasinya yang dalam ke ruang parafaringeal. Kadang-kadang adenoma pleomorfik lobus
profunda tampak di dalam mulut. Hal ini dapat kita sadari dengan adanya deviasi palatum mole dan arkus
tonsilaris ke garis tengah oleh massa lateral dari daerah tonsil. Reseksi sebaiknya dilakukan melalui leher
daripada melalui dalam mulut. Ketika mengangkat tumor parotis, seluruh lobus superficial, atau bagian
kelenjar lateral dari saraf fasialis, diangkat sekaligus untuk keperluan biopsy, dipotong dengan
mempertahankan saraf fasialis. Pemeriksaan patologis dari pemotongan beku tidak dapat memberikan asal
tumor yang sebenarnya dan operasi radikal mungkin dibutuhkan jika hasil pemotongan permanen sudah
diperoleh. Pelepasan adenoma pleomorfik pada lobus superficial kelenjar parotis tidak dianjurkan karena
kemungkinan kekambuhan yang tinggi.1,13

Secara histologi, adenoma pleomorfik berasal dari bagian distal saluran liur, termasuk saluran intercalated
dan asini. Campuran dari epitel, mioepitel dan bagian stroma diwakilkan dengan namanya: tumor campur
jinak. Dari ketiga jenis diatas dapat lebih mendominasi dibandingkan jenis lain namun ketiga jenis tersebut
harus ada untuk mengkonfirmasi diagnosis.1,13

Pada saat operasi massa tumor tampak berkapsul, tetapi pemeriksaan patologis menunjukkan perluasan
keluar kapsul. Jika seluruh tumor dengan massa kelenjar parotis yang normal mengelilingi tumor direseksi,
insidens kekabuhannya kurang dari 8 persen. Seadandainya adenoma pleomorfik kambuh, terdapat
kemungkinan cedera yang besar pada paling sedikit satu dari bagian saraf fasialis ketika tumor direseksi
ulang.1,13

Meskipun tumor ini dianggap jinak, terdapat kasus kekambuhan yang berkali-kali dengan pertumbuhan
yang berlebihan di mana tumor meluas dan mengenai daerah kanalis eksterna dan dapat meluas ke rongga
mulut dan ruang parafaringeal. Tumor yang kambuh dapat mengalami degenerasi maligna, tetapi insidens
ini kurang dari 6 persen. Terapi iradiasi terhadap tumor yang kambuh berulang kali dan tidak dapat
direseksi diberikan pengobatan paliatif.1,13

Diagnosis banding untuk adenoma pleomorfik adalah neoplasma maligna: karsinoma kistik adenoid,
adenokarsinoma polimorfik derajat rendah, neoplasma adnexa dalam, dan neoplasma mesenkimal.
Komplikasi yang jarang dari adenoma pleomorfik adalah perubahan ke arah ganas yaitu karsinoma ex-
pelomorfik adenoma (carcinoma ex-pleomorphic adenoma) atau nama lainnya tumor campur jinak yang
bermetastasis (benign metastazing mixed tumors).19

Prognosis adenoma pleomorfik adalah sempurna, dengan angka kesembuhan mencapai 96 %.19

B. Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin)

Tumor jinak kelenjar liur lain yang relative sering. Tumor ini paling sering terjadi pada pria usia 50-60
tahun dan ada hubunganya dengan faktor resiko merokok. Tumor ini juga merupakan tumor yang paling
sering terjadi bilateral. Tumor ini dikenali berdasarkan histologinya dengan adanya struktur papil yang
tersusun dari lapisan ganda sel granular eusinofil atau onkosit, perubahan kistik, dan infiltrasi limfostik
yang matang.19

Tumor ini berasal dari epitel duktus ektopik. CT-Scan dapat menunjukkan suatu massa dengan batas jelas
pada bagian postero-inferior dari lobus superficial parotis. Jika pemeriksaan radiosialografi dilakukan
maka dapat dilihat peningkatan aktivitas yang berhubungan dengan adanya onkosit dan peningkatan isi
dari mitokondrianya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histology.19

Terapi terdiri dari reseksi bedah dengan melindungi saraf fasialis. Tumor ini berkapsul dan tidak mungkin
kambuh.

Tumor jinak kelenjar liur lain yaitu:1,19


Adenoma oksifil (sel asidofilik)

Adenoma sel serosa

Onkositoma

Terapi serupa pada adenoma pleomorfik.

Ruang parafaringeus merupakan daerah asal primer untuk tumor jinak. Paling sering adalah tumor kelenjar
liur yang timbul dari lobus profunda kelenjar parotis dan meluas ke dalam ruang parafaringeal. Tumor
yang berasal neurogenik seperti schwanoma mungkin berasal pada daerah ini dari saraf vagus atau jaras
simpatetik servikalis. Tumor ini nampak sebagai massa lunak yang menekan dinding faring lateral ke arah
medial. Tumor ini sebaiknya dilakukan pendekatan melalui leher daripada dalam mulut karena adanya
pembuluh darah yang besar dan saraf kranialis yang penting pada ruang ini. Arteriogram pendahuluan
tidak hanya menunjukkan efek tumor pada lokasi dari arteri karotis interna tapi juga berguna dalam
mendeteksi tumor kemodektoma atau tumor neurogenik dalam ruangan ini.1

Tumor yang paling sering pada ruang parafaringeal adalah adenoma pleomorfik. Kedua yang tersering
adalah karsinoma adenokistik maligna. Kelompok terbesar dari tumor-tumor lain adalah yang berasal dari
neurogenik, seperti schwanoma dan neuroma. Beberapa tumor dari ruangan parafaringeal sebaiknya
ditangani, melalui pendekatan trans-servikal eksternal. Tindakan ini akan memberikan control yang lebih
baik terhadap pembuluh darah utama pada daerah ini. Juga mencegah metastasis tumor, yang dapat terjadi
pada pendekatan melalui transoral. Karena edema pasca operasi yang luas dapat terjadi, sering dibutuhkan
trakeostomi.1

Tabel 3.1 Perbedaan Massa-Massa Pada Kelenjar Liur16

Kemungkinan Keganasan
Jinak Ganas
Meningkat

1.Parotis 1. Submandibula 1. Kelenjar liur minor

2.Usia Muda 2. Paresis 2. Lebih tua

3.Wanita 3. Keras 3. Pria

4.Fungsi saraf fasialis utuh 4. tumbuh cepat 4. Paralisis

5.Kistik 5. Rasa tidak enak 5. Keras seperti batu

6.Durasinya lama (>2 tahun) 6. Onset cepat (<>

7.Asimptomatik 7. Nyeri

8.Tidak adenopati 8. Adenopati servikal

3.7 Tumor Ganas Pada Kelenjar Liur

3.7.1 Tumor Ganas Kelenjar Liur pada Anak

A. Karsinoma Mukoepidermoid

Tumor ganas parotis pada anak jarang. Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma mukoepidermoid,
biasanya derajatnya rendah. Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar liur yang
diakibatkan oleh radiasi. Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir
75% pasien mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian
kecil lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar
duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %.
Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan
tinggi.1,22

Tumor derajat rendah menyerupai adenoma pleomorfik (berbentuk oval,batas tegas, dan adanya cairan
mukoid). Tumor derajat menengah dan derajat tinggi ditandai dengan adanya proses infiltratif. Pasien-
pasien usia muda biasanya berderajat rendah.22

Pada keadaan tertentu,bahkan setelah dilakukan reseksi adekuat, jika terdapat bukti penyakit metastasis,
terapi radiasi pasca-operasi disarankan. Perlu dipertimbangkan secara hati-hati untuk memberikan radiasi
pada anak untuk mendapatkan gambaran komplikasi potensial yang akan datang. Pada keadaan tertentu
seperti jika timbul invasive pada saraf atau pembuluh darah, atau timbulnya penyakit metastasis perlu
dilakukan radiasi.22

B. Adenokarsinoma

Merupakan keganasan parotis kedua paling sering pada anak-anak. Tumor ini terdapat pada 4 % dari
seluruh tumor parotis dan 20 % dari tumor saliva minor. Sebagian besar pasien tanapa gejala (80%), 40 %
dari tumor ditemukan terfiksasi pada jaringan diatas atau dibawahnya, 30 % pasien berkembang metastasis
ke nodus servikal, 20 % menderita paralisis nervus fasialis, dan 15 % merasa sakit pada wajahnya.
22,23,24

Tumor ini berasal dari tubulus terminal dan intercalated atau strained sel duktus. Jenis jenis yang lain
adalah jenis keganasan yang tidak berdiferensiasi yang secara keseluruhan mempunyai angka harapan
hidup yang buruk. Kanker sel asini dan karsinoma adenokistik pada awalnya hampir mempunyai
perjalanan penyakit yang jinak, dengan harapan hidup yang lama, hanya menunjukkan kekambuhan
terakhir pada daerah yang pertama kali timbul atau distal dari daerah tersebut atau metastasis paru. Terapi
tetap reseksi adekuat,total, regional. 22,23,24

3.7.2 Tumor Ganas Kelenjar Liur pada Dewasa

Dengan bertambahnya usia, kemungkinan bahwa massa dalam kelenjar liur menjadi ganas bertambah
besar, pada umumnya yang sering terjadi pada orang dengan usia 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50
% tumor submandibula, dan satu setengah sampai dua pertiga dari seluruh tumor kelenjar liur minor adalah
ganas.1

Berdasarkan derajat keganasannya, tumor kelenjar liur dapat dibagi menjadi derajat tinggi, sedang, dan
rendah.1

A. Tumor Ganas Derajat Tinggi

Yang termasuk derajat tinggi yaitu:1

Karsinoma mukoepidermoid

Karsinoma sel skuamosa

Adenokarsinoma yang tidak berdiferensiasi

Karsinoma adenokistik (silindroma)

Karsinoma adenokistik (silindroma) merupakan tumor kelenjar liur spesifik yang termasuk tumor dengan
potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor
submandibular, dan 30 % tumor kelenjar liur minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik, walaupun
sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Keterlibatan tulang terdapat pada
1,5 kasus, 25 % terdapat rasa sakit di wajah, 20 % terdapat keterlibatan nervus fasialis, dan metastasis
limfatik terjadi sebanyak 15 %. Tumor ini ditandai dengan penyebaran perineural awal. Asal tumor ini
dipikirkan dari sel mioepitel. Terdapat 3 pola pertumbuhan yaitu: cribriform, solid, dan tubular. Tumor ini
berbeda dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh
kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan
karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan hidup
yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen.1,22

Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital yang
berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Agar eksisi yang sempurna pada
tumor-tumor ganas ini, bagian saraf fasialis yang berdekatan dengan tumor harus dieksisi. Pencangkokan
saraf untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat
mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka
prognosisnya buruk.1

Tabel 3.2 Tumor-Tumor Ganas Kelenjar Liur Pada Orang Dewasa1

Nama Tumor Ganas keterangan

Karsinoma mukoepidermoid Derajat rendah

Derajat tinggi

Karsinoma adenokistik

Kanker sel asini

Adenokarsinoma Menghasilkan mucus

Tidak berdiferensiasi

Karsinoma yang timbul pada adenoma


pleomorfik

Karsinoma sel clear

B. Tumor Ganas Derajat Sedang dan Rendah

Yang termasuk jenis tumor derajat ini adalah karsinoma mukoepidermoid dan karsinoma sel asini. Jika
tumor-tumor ini terjadi pada daerah kelenjar parotis,dilakukan parotidektomi total dan saraf fasialis
dilindingi jika perlindingan ini tidak membahayakan reseksi total dari keganasan. Invasi langsung pada
saraf akan menghalangi perlindungan bagian saraf tersebut. Potongan beku harus dilakukan untuk
menyingkirkan adanya invasi saraf, dan invasi ini selalu terjadi pada bagian kranial. Jika memungkinkan
dilakukan cangkok saraf pada waktu reseksi bedah.1

Pembedahan leher radikal bukan merupakan bagian rutin dari reseksi awal untuk keganasan parotis tetapi
dibutuhkan jika teraba adanya metastasis servikal atau jika terdapat kekambuhan tumor ganas pada daerah
parotis. Pembedahan leher radikal digabung dengan reseksi parotis radikal yang luas. Jika pada waktu
operasi ditemukan bahwa salah satunya berhubungan dengan tumor ganas parotis, prosedur yang lebih
disukai adalah parotidektomi total denga pengangkatan sekitarnya, jaringan lunak yang berdekatan. Saraf
fasialis dilindungi jika tidak membahayakan reseksi tumor. Cangkok saraf fasialis dilakukan jika mungkin,
khususnya jika jaras saraf harus direseksi. Jika mungkin, bagian dari mata dilindungi, karena ini akan
menyebabkan sejumlah masalah yang besar pasca-operasi. Nodus digastrikus bagian atas dan nodus-nodus
di daerah kelenjar parotis diangkat pada waktu prosedur operasi awal. Jika nodus-nodus ini menunjukkan
keganasa, dianjurkan pembedahan leher radikal komplit atau pengobatan radiasi pasca-operasi. 1

Karsinoma mukoepidermoid derajat tinggi dan karsinoma sel skuamosa merupakan tumor yang
kemungkinan besar dapat menimbulkan metastasis servikal. Terdapat insiden sebesar 40 % adanya
metastasis untuk karsinoma sel skuamosa dan 16 % untuk karsinoma mukoepidermoid derajat tinggi.
Karsinoma adenokistik, adenokarsinoma, dan karsinoma asini dapat bermetastasis langsung ke leher tetapi
kemungkinan besar menyebar oleh karena perluasan langsung. Tumor ini juga kemungkinan besar
menimbulkan metastasis secara hematogen ke paru-paru. Dilakukan reseksi untuk tumor-tumor parotis ini
dan nodus subdigastrikus. Jika pada saat itu ditemukan terdapat metastasis, dapat dilakukan pembedahan
leher total.1

Paralisis saraf fasialis merupakan tanda prognosis buruk, hal ini juga merupakan indikasi dari
kemungkinan terbesar adanya metastasis servikal dan merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan
leher radikal.1

Untuk terapi pasca-operasi dianjurkan terapi radiasi untuk kebanyakan tumor parotis ganas. Terapi radiasi
tambahan dapat menurunkan angka kekambuhan total. Terapi radiasi bukan merupakan terapi pengganti
untuk reseksi bedah yang adekuat dan tidak menurunkan angka kekambuhan jika batas tumor positif. 1

Prognosis untuk dewasa dengan tumor parotis ganas tergantung dari stadium dan ukuran tumor pada saat
ditemukan, ada atau tidaknya paralisis saraf fasialis, dan menunjukkan metastasis servikal. Patologi
spesifik dari tumor penting dalam memastikan harapan hidup dan prosedur operasi yang luas diperlukan.
Keluhan awal dari nyeri dalam beberapa penelitian menunukkan tanda prognosis yang buruk. 1,15,16,19

Tabel 3.3 Klasifikasi TNM dari Tumor Kelenjar Liur1

Tumor Primer (T)

T1 Diameter tumor terbesar 2 cm atau kurang tanpa perluasan lokal yang berarti (*)

T2 Diameter tumor terbesar lebih dari 2 cm tapi tidak lebih dari 4 cm tanpa perluasan lokal
yang berarti

T3 Diameter tumor terbesar lebih dari 4 cm tapi tidak lebih dari 6 cm tanpa perluasan lokal
yang berarti

T4a Diameter tumor terbesar lebih dari 6 cm tanpa perluasan lokal yang berarti

T4b Berbagai ukuran tumor dengan perluasan lokal yang berarti (*)

(*) Perluasan lokal yang berarti dijelaskan sebagai tumor yang melibatkan kulit, jaringan lunak, tulang,
atau saraf lingual atasu fasialis1

2.1 Karsinoma sel asini

Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria.
Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus. Tanda
patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar dan sel
duktus intercalated.24

2.2 Karsinoma sel skuamosa

Umumnya terjadi pada pria usia tua dan ditandai dengan pertumbuhan cepat. Insiden metastasis ke nodus
limfatikus sebanyak 47 %. Tumor ini biasanya terdapat pada kelenjar parotis. Tumor ini dipikirkan berasal
dari sel duktus ekskretorius.24

2.3 Karsinoma duktus saliva


Tumor ini jarang, menyerupai kanker duktus mammae. Duktus Stensen lebih sering terkena dibandingkan
dengan duktus Wharton. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk terjadi berulang pada tempat yang sama
(35%) dan dapat berkembang ke metastasis jauh (62%), dengan hanya 23 % pasien yang dapat hidup
selama 3 tahun. 22,24

2.4 Karsinoma mioepitel

Tumor ini jarang. Tumor ini unik karena terdapat diferensiasi mioepitel dengan struktur immunohisto-
kimia dan struktur ultra yang unik. Diobati dengan radiasi pasca operasi dan kemoterapi jika
diindikasikan.24

2.5 Onkositoma maligna

Serupa dengan variasi benigna kecuali ditandai dengan adanya metastasis jauh, metastasis ke nodus
servikal, dan pembuluh darah, saraf, atau invasi ke limfatik.24

2.6 Lesi limfoepitel maligna

Tumor ini jarang, ditandai dengan adanya area jinak dan ganas pada satu tumor. Bagian maligna mewakili
kanker anaplastik yang berasal dari duktal. Metastasis ke nodus limfatikus telah berulang kali
ditemukan.24

2.7 Limfoma maligna

Limfoma maligna primer dari kelenjar saliva jarang, pada umumnya di dapat pada lelaki usia tua. Hal ini
juga diamati pada sekitar 5-10% pasien dengan tumor Warthin kelenjar parotis. Terapi optimal adalah
biopsy dengan terapi radiasi pada daerah itu. Prognosis lebih baik untuk limfoma kelenjar saliva daripada
limfoma nodus dengan penampilan histology yang mirip. 23,24

2.8 Metastasis ke Kelenjar Parotis dari tempat lain

Kelenjar parotis dapat menjadi tempat metastasis dari keganasan yang berasal dari kulit, ginjal, paru,
payudara, prostat, dan saluran pencernaan.

Langit-langit Mulut (palatum).

Sialometaplasia nekrotisasi merupakan suatu luka ulseratif menganga di permukaan langit-langit keras
mulut yang timbul secara tiba-tiba dalam 1-2 hari. Kelainan ini sering meluas dan menakutkan, tetapi tidak
menimbulkan rasa nyeri. Penyakit ini sering terjadi karena adanya nekrosis / kematian jaringan kelenjar
liur kecil setelah daerah tersebut mengalami cedera (misalnya karena intubasi atau prosedur gigi seperti
suntikan obat anastesi lokal pada daerah tersebut) dan akan mereda dalam waktu 2 bulan.

Torus merupakan suatu penonjolan tulang yang tumbuh secara lambat (torus) biasanya terjadi di
pertengahan langit-langit mulut (Torus palatinus). Pertumbuhan ini sering terjadi dan tidak berbahaya.
Muncul selama masa pubertas dan menetap seumur hidup penderita.

Tumor di langit-langit mulut


Tumor di langit-langit mulut (baik ganas maupun jinak), seringkali terjadi pada usia 40-60 tahun. Tumor
pada stadium awal hanya memiliki sedikit gejala, seperti adanya pembengkakan di langit-langit mulut atau
rasa goyah pada gigi bagian atas. Nyeri baru timbul setelah beberapa waktu kemudian.
Gumma pada sifilis
Pada sifilis stadium lanjut, suatu lubang (gumma) bisa timbul di langi-langit mulut.

PERUBAHAN WARNA DI MULUT

Jika seseorang menderita anemia, lapisan mulut tampak lebih pucat dibandingkan dengan yang normal
(berwarna pink kemerahan)
Bila anemia teratasi, warnanya akan kembali normal.

Perubahan warna yang baru terjadi di dalam mulut harus diperiksa oleh dokter atau dokter gigi, karena bisa
merupakan pertanda dari penyakit kelenjar adrenal atau kanker (melanoma).
Daerah keputihan bisa timbul dimanapun di dalam mulut dan seringkali berasal dari sisa makanan yang
dapat disingkirkan.
Tetapi jika daerah tersebut tampak kasar dan menimbulkan nyeri, serta berdarah jika disentuh, mungkin
merupakan suatu infeksi jamur (thrush).

Daerah keputihan dalam mulut juga bisa merupakan penebalan lapisan keratin, daerah ini
disebut leukoplakia.
Keratin merupakan suatu protein yang kokoh, yang dalam keadaan normal melindungi lapisan kulit paling
luar tetapi juga ditemukan dalam jumlah kecil pada lapisan mulut.
Kadang keratin dapat terbentuk dalam mulut, terutama pada perokok atau pemakai tembakau sedotan.

Daerah kemerahan dalam mulut (eritroplakia) bisa terjadi jika lapisan mulut menipis dan pembuluh darah
terlihat lebih jelas daripada biasanya.
Daerah kemerahan maupun daerah keputihan bisa merupakan non-kanker (jinak), prekanker maupun
kanker (ganas).

Penderita liken planus di pipi sebelah dalam atau di pinggir lidah, juga bisa memiliki ruam kulit yang
terasa gatal.
Liken planus bisa menyebabkan luka terbuka yang menimbulkan nyeri.

Bintik-bintik yang menyerupai butir-butir pasir yang kecil, yang dikelilingi oleh cincin kemerahan (bintik
Koplik), yang timbul di pipi sebelah dalam yang berhadapan dengan gigi belakang, merupakan pertanda
dari campak.

Langit-langit mulut.

Perubahan warna pada langit-langit mulut bisa disebabkan oleh iritasi atau infeksi.
Langit-langit mulut pada perokok yang mengisap pipa (cangklong), memiliki permukaan kasar yang
berwarna putih disertai bintik-bintik merah (langit-langit perokok).

Setelah seseorang melakukan oral sex (hubungan seksual melalui mulut) dengan mitra seksual pria, akan
timbul bintik merah kecil sebesar ujung peniti yang berasal dari pecahnya pembuluh darah (peteki) di
langit-langit mulut.
Bintik-bintik ini akan menghilang dalam beberapa hari.

Peteki juga merupakan pertanda dari kelainan darah atau mononukleosis infeksiosa.

Pertumbuhan berlebih yang berwarna merah di langit-langit mulut paling sering disebabkan oleh gigi palsu
yang tidak cocok atau gigi palsu yang terlalu lama dibiarkan di dalam mulut. Sebaiknya semua peralatan
gigi yang bisa dibongkar-pasang, harus dilepaskan pada saat tidur, dibersihkan dan direndam dalam
secangkir air.

Pada penderita AIDS, bercak keunguan yang disebabkan oleh sarkoma Kaposi bisa timbul di langit-langit
mulut.
MASALAH PADA KELENJAR LUDAH

Sepasang kelenjar ludah terbesar terletak tepat di belakang sudut rahang, di depan telinga. Dua pasang
kelenjar yang lebih kecil terletak lebih dalam di dasar mulut. Dan kelenjar ludah yang kecil-kecil tersebar
di seluruh mulut.

Jika pengaliran ludah tidak mencukupi, mulut akan terasa kering.


Ludah memberikan perlindungan alami terhadap pembusukan gigi, sehingga kekurangan ludah bisa
menyebabkan terbentuknya kavitas (gigi karies).

Mulut yang kering dapat disebab oleh:


- terlalu sedikit minum
- bernafas lewat mulut
- mengkonsumsi obat tertentu
- penyakit yang mengenai kelenjar ludah (misalnya sindroma Sjogren)
- usia lanjut

Suatu saluran yang mengalirkan ludah bisa tersumbat oleh suatu pengendapan kalsium (batu kalsium).
Sumbatan ini menyebabkan ludah tidak dapat dialirkan dan kelenjar ludah mengalami pembengkakan.
Pembengkakan kelenjar ludah juga bisa mengalami infeksi karena bakteri.

Jika pembengkakan bertambah buruk sesaat sebelum makan atau jika penderita memakan acar,
penyebabnya sudah pasti karena penyumbatan saluran. Rasa asam dari acar merangsang pengaliran ludah,
tetapi karena saluran tersumbat, maka saliva tidak dapat dialirkan, sehingga pembengkakan bertambah
buruk.

Kadang seorang dokter gigi bisa mendorong batu dengan menekan kedua sisi saluran. Jika tidak berhasil,
suatu alat serupa kawat halus bisa digunakan untuk menarik batu keluar. Atau bisa dilakukan pembedahan
untuk mengangkat batu.

Suatu cedera pada bibir bawah (misalnya karena tergigit) bisa melukai kelenjar ludah kecil dan menyumbat
pengaliran ludah.
Sebagai akibatnya, kelenjar akan membengkak dan membentuk suatu benjolan kecil dan lunak yang
berwarna kebiruan (mukokel).

Setelah beberapa minggu, benjolan biasanya akan menghilang dengan sendirinya, atau jika mengganggu
atau sering kambuh, bisa diangkat melalui pembedahan gigi.

Mumps (gondongan, infeksi bakteri) dan penyakit lainnya dapat menyebabkan pembengkakan pada
kelenjar ludah utama.

Pembengkakan juga bisa disebabkan oleh tumor kelenjar ludah baik yang jinak maupun ganas (biasanya
lebih padat dibandingkan pembengkakan yang disebabkan oleh infeksi). Jika tumor bersifat ganas, kelenjar
akan teraba keras seperti batu.

Peradangan dan infeksi kelenjar ludah labih sering disebabkan oleh batu yang menyumbat saluran ludah
dan lebih sering terjadi dibandingkan tumor.

Setiap pembengkakan kelenjar ludah memerlukan perhatian medis.


Untuk menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi terhadap jaringan kelenjar ludah.

PERUBAHAN PADA BIBIR

Bibir dapat mengalami perubahan dalam ukuran, warna dan permukaannya.


Beberapa dari perubahan ini adalah tidak berbahaya, misalnya bibir akan menipis pada orang tua.
Perubahan lainnya bisa menunjukkan suatu kelainan medis.

Ukuran Bibir.

Suatu reaksi alergi dapat menyebabkan pembengkakan bibir.


Reaksi ini dapat disebabkan oleh kepekaan terhadap makanan tertentu, obat-obatan, kosmetik atau bahan
iritan yang terdapat dalam udara.

Beberapa keadaan lainnya yang dapat menyebabkan pembengkakan bibir:


- Angioedema, suatu penyakit keturunan, menyebabkan serangan pembengkakan bibir yang berulang
- Eritema multiformis, luka bakar karena sinar matahari atau cedera

Pembengkakan bibir hebat tertentu bisa dikurangi dengan suntikan kortikosteroid.

Untuk pembengkakan lainnya, jaringan bibir yang berlebihan bisa diangkat melalui pembedahan untuk
memperbaiki penampilan.

Sejalan dengan bertambahnya usia, bibir akan menipis.


Untuk alasan kosmetik, bibir yang menipis bisa diperlebar dengan menggunakan suntikan kolagen atau
suntikan lemak yang berasal dari bagian tubuh lainnya.

Warna & Permukaan Bibir.

Sinar matahari atau cuaca dingin dan kering dapat menyebabkan bibir terkelupas.
Demikian juga halnya dengan reaksi alergi terhadap lipstik, pasta gigi, makanan atau minuman.

Setelah penyebabnya dihilangkan, biasanya bibir akan kembali normal.


Kadang diberikan salep kortikosteroid untuk menghentikan pengelupasan.

Matahari juga dapat merusak, menyebabkan bibir menjadi keras dan kering, terutama bibir bawah.
Bintik-bintik merah atau putih yang transparan merupakan tanda-tanda kerusakan yang menigkatkan resiko
terjadinya kanker.
Kerusakan akibat sinar matahari ini dapat dikurangi dengan melindungi bibir dengan balsem bibir yang
mengandung tabir surya atau dengan menggunakan topi lebar untuk melindungi wajah dari sinar matahari.

Frekels (bintik-bintik kecil berwarna kuning kecoklatan di kulit) dan makula melanotik (daerah kecoklatan
yang bentuknya tidak teratur) sering ditemukan di sekitar bibir dan menetap selama bertahun-tahun.
Tanda ini tidak perlu dirisaukan.

Bintik-bintik kecil berwarna hitam kecoklatan yang tersebar bisa merupakan tanda dari penyakit usus
keturunan dimana pada lambung dan usus ditemukan polip (sindroma Peutz-Jeghers).

Sindroma Kawasaki bisa menyebabkan bibir kering dan pecah-pecah dan lapisan mulut menjadi
kemerahan.

Pada peradangan bibir (cheilitis), sudut mulut terasa nyeri, mengalami iritasi, tampak merah, pecah-pecah
dan bersisik.
Jamur (thrush) bisa tumbuh di sudut mulut dan menimbulkan luka terbuka.
Cheilitis bisa merupakan akibat dari kekurangan vitamin B riboflavin dalam makanan.

Lipatan kulit vertikal dan kulit yang teriritasi bisa timbul di sudut mulut jika gigi palsu tidak dapat
membuka rahang sebagaimana mestinya.
Hal ini dapat diatasi dengan mengganti atau menyesuaikan posisi gigi palsu.

Daerah yang menonjol atau suatu luka terbuka dengan tepian yang keras di bibir, bisa merupakan suatu
bentuk dari kanker kulit.
PERUBAHAN PADA LIDAH

Cedera adalah penyebab paling sering dari timbulnya rasa tidak nyaman di lidah.
Lidah memiliki banyak ujung saraf untuk nyeri dan raba dan jauh lebih peka terhadap nyeri dibandingkan
bagian tubuh lainnya.

Lidah sering tergigit secara tidak sengaja, tetapi segera membaik.


Tambalan atau gigi pecah yang tajam bisa menimbulkan kerusakan pada lidah.

Suatu pertumbuhan berlebih dari jonjot-jonjot normal di lidah bisa menyebabkan gambaran lidah
berambut.
Rambut ini bisa mengalami perubahan warna jika penderita merokok atau mengunyah tembakau,
memakan makanan tertentu atau tumbuh bakteri berwarna pada lidah.

Lidah juga akan tampak berambut setelah demam, setelah pengobatan antibiotik atau jika terlalu sering
menggunakan obat kumur peroksida.

Pangkal lidah bisa terlihat kehitaman jika seseorang menggunakan sediaan bismut untuk sakit maag.
Menyikat lidah dengan sikat gigi dapat menghilangkan perubahan warna tersebut.

Suatu selaput putih pada tepi lidah yang bila diusap menimbulkan perdarahan mungkin menunjukkan
suatu thrush.

Lidah yang kemerah-merahan bisa merupakan tanda dari anemia pernisiosa atau suatu kekurangan
vitamin.
Anemia karena kekurangan zat besi juga membuat lidah terlihat pucat dan licin (karena lidah kehilangan
jonjot-jonjotnya).

Gejala awal dari demam scarlet bisa merupakan perubahan warna lidah yang normal menjadi seperti
strawberi dan raspberi.

Bercak-bercak putih, bisa timbul pada demam, dehidrasi, sifilis stadium 2, trush, liken
planus, leukoplakia atau pernafasan melalui mulut.

Lidah licin dan kemerahan disertai nyeri merupakan pertanda dari pellagra, suatu jenis malnutrisi karena
kekurangan niasin dalam makanan.

Pada lidah geografis, beberapa daerah lidah tampak putih dan daerah lainnya tampak merah dan licin.
Daerah yang mengalami perubahan warna sepertinya berpindah-pindah selama beberapa tahun atau
seumur hidup pendeirta.
Hal ini biasanya tidak menimbulkan nyeri dan tidak memerlukan pengobatan.

Benjolan kecil di kedua sisi lidah biasanya tidak berbahaya, tetapi benjolan pada salah satu sisi lidah bisa
bersifat ganas.
Daerah kemerahan atau keputihan, luka terbuka atau benjolan di lidah tanpa sebab yang pasti, terutama
jika tidak menimbulkan nyeri, merupakan pertanda dari kanker dan harus diperiksa.
Sebagian besar kanker mulut tumbuh di tepi lidah atau di dasar mulut.
Kanker hampir tidak pernah tumbuh di pangkal lidah.

Luka terbuka di lidah bisa disebabkan oleh virus herpes simpleks, tuberkulosis, infeksi bakteri
atau sifilis stadium dini.
Luka terbuka juga bisa disebabkan oleh alergi atau penyakit sistem kekebalan.

Glossitis adalah suatu peradangan pada lidah (kemerahan, pembengkakan dan nyeri).
Glossodinia adalah suatu perasaan terbakar atau perasaan nyeri di lidah.
Biasanya tidak memiliki penampakan yang khusus atau penyebab yang jelas; tetapi mungkin disebabkan
oleh tekanan pada gigi oleh lidah, reaksi alergi atau bahan iritan (misalnya alkohol, bumbu dapur atau
tembakau).

Mengganti pasta gigi, obat kumur atau mengunyah permen karet dapat menghilangkan rasa nyeri.
Glosodinia kadang-kadang merupakan pertanda dari gangguan emosional atau penyakit mental.
Bisa diberikan obat anti cemas dosis rendah.
Tanpa memandang penyebabnya, keadaan ini biasanya akan menghilang dengan sendirinya.

EKSUDAT.

Apabila membran kapiler rusak oleh peradangan atau neoplastik. Akibatnya protein yang berukuran besar
dan konstituen darah lainnya bocor keluar intravaskuler masuk kedalam jaringan dan rongga tubuh.
Inflamasi aktif akan meningkatkan kandungan protein. Cairan kaya protein dan sel darah putih yang
tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat.

Jenis-jenis eksudat:

a. Serosa

Merupakan eksudat jernih, mengandung sedikit protein (efusi) akibat radang yang ringan. Eksudat serosa
berasal dari serum atau hasil sekresi sel mesotel yang melapisi peritoneum, pleura, perikardium. Contoh
lepuh dari kulit yang berasal dari infeksi luka bakar, effusi pleura.

b. Seroanguinosa

Merupakan eksudat yang berwarna kemerahan, yang disebabkan oleh adanya perdarahan (terdapatnya sel
darah merah) pada efusi.

c. Fibrinosa

Merupakan eksudat yang mengandung banyak fibrin sehingga mudah membeku. Keadaan ini terjadi pada
jejas berat yang menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat dan molekul besar seperti
fibrin dapat keluar. Eksudat fibrinosa sering dijumpai di atas permukaan serosa yang meradang seperti
pleura dan perikardium, tempat fibrin yang diendapkan mengeras menjadi lapisan di atas membran yang
terkena.

d. Purulenta

Merupakan eksudat yang mengandung nanah/pus , yaitu campuran leukosit yang rusak, jaringan nekrotik
serta mikroorganisme yang musnah. Organisme tertentu misalnya stafilokokus akan mengakibatkan
supurasi terlokalisasi dan disebut kuman piogenik.
on Neoplastik Disorder

Infeksi

Infeksi akut

Manifestasi infeksi akut yang biasa terjadi pada kelenjar ludah biasanya berupa parotitis akut. Beberapa
kelompok virus dan bakteri merupakan penyebab umum terjadinya ketidaknormalan produksi kelenjar
ludah. Sebagian besar infeksi bakteri kemungkinan berasal dari kavitas oral dan berhubungan dengan
penurunan aliran ludah. Selain itu beberapa pasien dengan kondisi lemah dan imunosupresan memiliki
resiko untuk terkena sialedenitis akut.

Infeksi Bakteri

Acute suppurative Sialedenitis merupakan suatu kondisi akut dan nyeri difus pada keadaan awal penyakit
glandula parotis. Kelenjar mengalami pembesaran, terasa sakit, dan terdapat eksudat purulen yang terlihat
pada orifice bukal duktus Stensen. Penyakit ini biasanya terjadi pada pasien dengan kondisi kesehatan
lemah, dehidrasi, dengan oral hygiene yang buruk. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans, S. pneumoniae, Haemophilus influenzae, Streptococcus
pyogenes, and Escherichia coli. Limfonodi parotis dan intraparotis biasanya akan terlibat sebagai reaksi
inflamasi. Treatment of choice penyakit ini adalah dengan terapi antibiotik. Selain pada glandula parotis,
acute suppurative sialedenitis juga dapat menyerang pada region submandibula.

Suppurative parotitis. Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir, biasanya pada bayi yang lahir
prematur (35-40%) dengan dehidrasi sebagai faktor predisposisi. Onset biasanya terjadi sekitar 7-14 hari
dan terdapat eritema pada kulit di sekitar kelenjar parotis. Penyebab umum infeksi antara lain
Staphylococcus, Pseudomonas, Streptococcus, Pneumococcus, and Escherichia. Terapi hidrasi dan
antibiotic biasanya digunakan untuk merawat infeksi. Pasien yang salah terdiagnosis atau yang tidak
terobati sempurna terkadang dapat berkembang menjadi abses intraglandular.

Sialodochitis merupakan inflamasi yang terjadi baik pada duktus Warthon maupun Stensen. Biasanya
terjadi dilatasi pada obstruksi distal. Pembesaran duktus dapat berbentuk fusiform atau berantai
menghasilkan area ductal stenosis.

Infeksi Virus

Kasus paling umum yaitu viral parotitis (mumps) yang disebabkan oleh RNA virus dari kelompok
paramyxovirus. Pada tahap awal infeksi melibatkan kelenjar parotis namun juga dapat berkembang di
kelenjar submandibula maupun sublingual. Diagnosis biasanya berdasarkan pada penyakit epidemik dan
ditegakkan dengan uji titer antibody. Periode inkubasi diantara 2-3 minggu, dengan keterlibatan kelenjar
parotis secara unilateral pada 20-33,3% kasus. Agen virus lain yang dapat menyebabkan parotitis antara
lain coxsackie viruses, parainfluenza viruses (types I and III), influenza virus type A, herpes virus, echo
virus, and choriomeningitis virus.

Infeksi Kronis
Inflamasi kronis merupakan penyakit umum kelenjar ludah yang disebabkan oleh rekurensi infeksi bakteri
atau infeksi dari agen lain. Kondisi non infeksi disebabkan oleh iradiasi, penyakit autoimun, dan kasus
idiopatik.

Mycobacteria

Epidemiologi menyatakan bahwa infeksi mycobacteria dapat menyerang kelenjar parotis (70% kasus),
kelenjar submandibula (27%), dan kelenjar sublingualis (3%). Sebagian besar penyakit yang disebabkan
infeksi ini berkembang dari tonsi maupun gigi yang menjadi fokal infeksi kemudian menyebar ke kelenjar
melalui limfonodi. Sarcoidosis, merupakan penyakit sistemik infeksius yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada berbagai system organ dan biasanya disebabkan oleh infeksi mycobacteria. Sekitar 83%
kasus pasien mengalami pembesaran kelenjar parotis bilateral dan penurunan aliran saliva. Beberapa
pasien, juga mengalami gejala xerostomia akibar kelenjar ludah minor ikut terinfeksi. Sebagian besar
pasien tidak mengalami rasa sakit, dan terjadi pembesaran kronis pada kelenjar yang terlibat dengan
penambakan multinodular dan terlihat seperti keganasan.

Syphilis

Syphilis biasanya jarang terjadi pada kelenjar parotis, namun ketika penyakit ini muncul, distribusi dan
penampakannya sama seperti pada infeksi TB dengan gambaran yang hamper mirip dengan sarcoidosis.

Cat-Scratch Disease disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif, riketsia dan menyebabkan limfadenitis
regional. Penyakit ini biasa menyerang pada anak-anak dan remaja. Radiografik menunjukkan adanya
pembesaran limfonodi intraparotid yang meluas dan tidak spesifik dan hal ini mirip pada infeksi
sarcoidosis dan infeksi TB sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis.

Toxoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penyakit ini
merupakan infeksi yang umum terjadi yaitu sekitar 5-95% populasi tergantung dari lokasi geografis.

Actinomycosis disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif anaerob, Actinomyces iszraelli, mengakibatkan
infeksi orofaring. Limfonodi parois dan submandibular dapat menjadi lokasi infeksi sekunder yang
disebarkan melalui perluasan perluasan infeksi kronis mandibula. Jaringan ikat sekitar mengalami infiltrate
inflamasi dan terkadang infeksi kelenjar parotis dapat menyebar hingga masticator space. Infeksi bakteri
ini pada kelenjar parotis dapat akut, dengan gejala rasa sakit, pembengkakan, abses, dan pembentukan
fistula. Infeksi kronik memiliki gambaran hamper mirip seperti infeksi TB yang termanifestasi sebagai
masa parotid yang tidak sakit.

Inflamasi

a. Sialolithiasis, sebagian besar terjadi pada kelenjar submandibula (80-90%), kelenjar parotis (10-20%),
dan sekitar 1-7% terjadi di kelenjar ludah sublingual. Keterlibatan kelenjar ludah minor sangatlah jarang,
meskipun juga bias terjadi pada mukosa bukal dan bibir atas. Sekitar 75% batu berbentuk solid dan
tunggal, namun 25% diantaranya memiliki batu kelenjar multiple. Pada pasien dengan sialodenitis kronis,
setidaknya terdapat kalkulus pada du pertiga kasus dan pada gambaran radiograf batu tampak sebagai lesi
radiopak. Sebanyak 85% batu kelenjar submandibula terjadi di dalam duktus Warthon, 30% di dekat
ostium duktus, dan 20% diantaranya pada pertengahan duktus.

Terapi Sialolithiasis:

a.Tanpa pembedahan

Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan antibiotik dan anti inflamasi,
dengan harapan batu keluar melalui caruncula secara spontan.Pada beberapa kasus dimana batu berada di
wharton papillae, dapat dilakukan tindakan marsupialization (sialodochoplasty). Sering kali batu masih
tersisa terutama bila berada di bagian posterior Wartons duct, sehingga pendekatan konservatif sering
diterapkan.

b. Pembedahan

Sebelum teknik endoskopi dan lithotripsi berkembang pesat, terapi untuk mengeluarkan batu pada
sialolithiasis submandibula delakukan dengan pembedahan, terutama pada kasus dengan diameter batu
yang besar (ukuran terbesar sampai 10 mm), atau lokasi yang sulit. Bila lokasi batu di belakang ostium
duktus maka bisa dilakukan tindakan simple sphincterotomy dengan anestesia lokal untuk
mengeluarkannya. Pada batu yang berada di tengah-tengah duktus harus dilakukan diseksi pada duktus
dengan menghindari injury pada n. lingualis. Hal ini bisa dilakukan dengan anestesi lokal maupun general,
tapi sering menimbulkan nyeri berat post operative. Harus dilakukan dengan anestesi general, bila lokasi
batu berada pada gland's pelvis. Pada kasus ini harus dilalakukan submaxilectomy dengan tingkat kesulitan
yang tinggi, karena harus menghindari cabang-cabang dari n. facialis.

c. Minimal invasive

- Lithotripsi

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi dengan pendekatan non invasive yang
cukup efektif pada sialolithiasis. Setelah berhasil untuk penanganan batu di saluran kencing dan pankreas,
ESWL menjadi alternatif penanganan batu pada saluran saliva, dimulai tahun 1990- an. Tujuan ESWL
untuk mengurangi ukuran calculi menjadi fragmen yang kecil sehingga tidak mengganggu aliran seliva dan
mengurangi simptom. Diharapkan juga fragmen calculi bisa keluar spontan mengikuti aliran saliva.
Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua sialolithiasis baik dalam glandula maupun dalam duktus,
kecuali posisi batu yang dekat dengan struktur n. facialis. Inflamasi akut merupakan kontra indikasi lokal
dan inflamasi kronis bukan merupakan kontra indikasi, sedangkan kelainan pembekuan darah
(haemorrhagic diathesis), kelainan kardiologi, dan pasien dengan pacemaker merupakan kontraindikasi
umum ESWL.

Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan anestesia, pasien duduk setengah berbaring
(semi-reclining position) seperti terlihat pada Gb.(a). Shockwave benar-benar fokus dengan lebar 2,5 mm
dan kedalaman 20mm sehingga lesi jaringan sekitarnya sangat minimal. Energi yang digunakan
disesuaikan dengan batu pada kelenjar saliva, yaitu antara 5 30 mPa. Tembakan dilakukan 120 impacts
per menit, bisa dikurangi sampai 90 atau 60 impacts per menit. Setiap sesion sekitar 1500 + / - 500 impacts
dan antar sesion terpisah minimal satu bulan.

Keberhasilan ESWL tergantung pada dimensi, lokasi, dan jumlah calculi. Ketepatan posisi (pinpointing)
calculi bisa dipandu dengan ultrasonography, echography probe 7,5 Mhz. Calculi dengan ukuran > 10 mm
sulit dipecah menjadi fragmen. Beberapa penelitian telah melakukan pengamatan dan follow up atas
keberhasilan penggunaan ESWL, antara lain Escidier et al mengamati 122 kasus dimana 68% pasien
terbebas dari simptom setelah difollow up selama 3 tahun, Cappaccio et al dengan 322 kasus melaporkan
87,6% pasien terbebas dari simptom setelah diamati 5 tahun sejak pengoabatan menggunakan ESWL.

- Sialendoskopi

Sialendoskopi merupakan teknik endoskopi untuk memeriksa duktus kelenjar saliva. Teknik ini termasuk
minimal invasive terbaru yang dapat digunakan untuk diagnosis sekaligus manajemen terapi pada ductal
pathologies seperti obstruksi, striktur, dan sialolith. Prosedur yang dapat dilakukan dengan Sialendoskopi
merupakan complete exploration ductal system yang meliputi duktus utama, cabang sekunder dan tersier.

Indikasi diagnostik dan intervensi dengan Sialendoskopi adalah semua pembengkakan intermitten pada
kelenjar saliva yang tidak jelas asalnya.

Koch et al lebih khusus menjelaskan indikasinya, antara lain untuk 1) deteksi sialolith yang samar, 2)
deteksi dini pemebentukan sialolith (mucous or fibrinous plugs) dan profilaksis pembentukan batu, 3)
pengobatan stenosis post inflamasi dan obstruksi karena sebab lain, 4) deteksi dan terapi adanya variasi
anatomi atau malformasi, 5) diagnosis dan pemahaman baru terhadap kelaianan autoimun yang melibatkan
kelenjar saliva, 6) sebagai alat follow up dan kontrol keberhasilan terapi. Tidak ada kontra indikasi khusus,
karena merupakan teknik minimal invasive yang hanya membutuhkan enestesi lokal dan cukup rawat jalan
saja, baik pada anak-anak, dewasa maupun usia lanjut.

- Teknik Intervensi Sialendoskopi.

Sialendoskopi dilakukan dengan anestesi lokal, papila untuk mencapai kelenjar diinjeksi dengan bahan
anestesi (xylocaine 1% dengan epinephrine 1:200000). Papila dilebarkan bertahap dengan probe yang
bertambah besar sampai sesuai dengan diameter sialendoskop. Kemudian sialendoskop dimasukkan ke
dalam duktus kelenjar saliva diikuti pembilasan dengan cairan isotonik melalui probe. Pembilasan ini
dimaksudkan untuk dilatasi duktus dan irigasi debris. Duktus kelenjar saliva ini dioservasi mulai dari
duktus utama sampai cabang tersier hingga probe tidak bisa masuk lagi, dengan catatan menghindari
trauma dan perforasi dinding duktus.

Bila didapatkan obstruksi, kita bisa menggunakan beberapa teknik untuk mengatasinya. Untuk
pengambilan batu dengan diameter < 4 mm pada kelenjar submandibula atau < 3mm pada klenjar parotis,
kita dekatkan sialendoskop ke sialolith kemudian kita masukkan ke dalam working chanel sebuah forsep
penghisap yang fleksibel dengan diameter 1 mm atau stone extractor (wire basket forcep). Berikutnya batu
dihisap dan sialendoskop ditarik dengan forcep penghisapnya.

Pada kasus dengan batu yang lebih besar, kita memasukkan probe laser helium ke dalam working chanel
dan batu dipecah menjadi beberapa bagian kecil-kecil. Kemudian bagian kecil tersebut ambil (removed)
dengan teknik yang sama. Sedangkan pada kasus mucus plug, sekret yang lengket dimobilisasi dengan
pembilasan dan penghisapan.

Setelah intervensi Sialendoskopi, dilakukan stenting pada duktus submandibula menggunakan stent plastik
(sialostent) selama 2 sampai 4 minggu dengan tujuan 1) menghindari striktur, 2) mencegah obstruksi
karena udema sekitar orifisium, dan 3) sebagai saluran irigasi partikel-partikel batu kecil oleh aliran saliva.
Pemberian hydrocortisone 100 mg injeksi intraductal atau langsung pada daerah striktur juga dapat
mempercepat proses penyembuhan pasca sialoendokopi.

d. Decision Tree

Pada tindakan minimal invasive terdapat beberapa pilihan diagnostik maupun terapi untuk managemen
sebuah kasus dengan gejala klinis adanya obstruksi pada saluran kelenjar saliva. Bila didapatkan batu
ukuran kecil (< 4 mm submandibular atau < 3 mm parotis) maka dapat diintervensi dengan Wire Basket
Extraxion. Pada batu dengan ukuran > 4 mm submandibula atau > 3 mm parotis, batu harus dipecah
menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan Laser Lithotripsy kemudian dikeluarkan dengan Wire
Basket Extraxion. Sedangkan stenosis pada sistem duktus cukup dilakukan dilatasi menggunakan metalic
dilator (main duct) atau dengan balloon catheter bila stenosis terjadi pada cabang duktus.

Komplikasi:

Segala bentuk intervensi pada sialolithiasis, baik pembedahan terbuka maupun minimally invasive dapat
menimbulkan komplikasi antara lain: 1) kerusakan saraf, terutama n. Lingualis dan n. Hipoglosus 2)
perdarahan post operative, 3) striktur sistem duktal, 4) pembengkakan kelenjar yang menimbulkan nyeri,
5) cutaneus hematoma sering dijumpai pada pasien post extracorporeal therapy, dan 6) residual lithiasis
terjadi pada sekitar 40%-50% pasien. Teknik minimal invasive yang benar dengan Sialendoskopi, lebih
memungkinkan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi tersebut di atas.

b. Chronic Reccurent Sialodenitis, merupakan pembengakakan difus maupun terlokalisasi pada kelenjar
ludah, dan terasa sakit. Penyakit ini biasanya diasosiasikan dengan obstruksi tidak sempurna pada sistem
duktus, walaupun biasanya terjadi variasi.

c. Sialodochitis Fibrinosa (Kussmauls Disease), merupakan pembengkakan rekuren, akut, dan bias terasa
nyeri maupun tidak nyeri pada kelenjar parotis atau submandibula. Penampakan klinis berupa
penyumbatan pada pintu masuk duktus Stensen atau duktus Warthon. Penyakit ini biasanya terjadi padan
pasien dengan kondisi lemah dan dehidrasi perawatan dapat berupa pemijatan pada glandulam penggunaan
secretogogeus untuk menghilangkan sumbatan, dilatasi pintu masuk duktus untuk mencegah rekurensi, dan
bila dimungkinkan dilakukan rehidrasi.
d. Hiperlipidemia, dikarakteristikkan sebagai peningkatan level trigliserid dan atau kolesterol total plasma.
Beberapa pasien dengan hiperlipidemia mengalami pembesaran kelenjar parotis dengan infiltrate lipid
yang seragam yang terlihat pada MRI. Peningkatan kadar trigliserid plasma berkorelasi dengan
pembengkakan parotis, dan berakibat pada penurunan aliran saliva yang semakin parah. Kelenjar
submandibula juga dapat terlibat namun insidensinya lebih rendah.

e. Sialosis, merupakan pembesaran kelenjar parotis yang rekuren maupun kronik, nonneoplastik, non
inflamatori, dan tidak terasa sakit. Kelenjar submandibula, sublingual, dan kelenjar ludah minor juga ada
kemungkinan terlibat. Pembengkakan parotis biasanya bilateral dan simetrik namun juga bias unilateral
dan atau simetris. Onset biasanya tidak terlalu terlihat, karena tidak ada simptom maupun inflamasi.

Sialosis diasosiasikan dengan berbagai penyakit endokrin, status gizi, dan medikasi. Sialosis ditemukan
pada penderita diabetes, kelainan kelenjar tiroid, kelainan pankreas, dan akromegali. Sekitar 26-86% kasus
ditemukan pada pecandu alkohol kronis dan sirosis hati akibat alkohol, juga pada penderita dengan status
malnutrisi. Kondisi lain meliputi hipertensi, hiperlipidemia, kegemukan, kehamilan, brucellosis, disentri,
penyakit Chaga, karsinoma esophagealm ankylostomiasis, dan penyakit celiac. Beberapa medikasi yang
dapat memacu terjadinya sialosis antara lain phenylbutazone, oxyphenbutazone, sulfisoxazole, iodide,
isoproterenol, atropine, imipramine, chloramphenicol, oxytetracycline, phenothiazides, benzodiazepines,
monoamine oxidase (MAO) inhibitors, reserpine, guanethidine, logam berat, methimazole, dan
thiocyanates.

Trauma

a. Mucoceles, merupakan istilah klinis yang mendeskripsikan pembengkakan yang disebabkan oleh
akumulasi saliva pada sisi yang terkena trauma maupun daerah yang mengalami pemnyumbatan pada
duktus glandula saliva minor. Mucocele diklasifikasikan menjadi tipe retensi dan ekstravasasi.

Gambar 3. Mucocele pada bibir bawah sebelah kanan

b. Ranula, merupakan mucocele yang terletak di dasar mulut. Ranula kemungkinan merupakan fenomena
ekstravasasi mucus maupun retensi mucus dan sebagian besar terjadi pada duktus glandula saliva
sublingual. Pembentukan ranula biasanya terjadi karena trauma. Penyebab lain yaitu penyumbatan pada
kelenjar saliva atau aneurism duktus.

Gambar 4. Ranula pada dasar mulut

Penatalaksanaan Ranula

Dalam kasus ranula, dokter spesialis bedah mulut dapat merekomendasikan marsupialisasi atau eksisi,
dimana ranula diinsisi untuk membuat outlet pada kista retensi kelenjar ludah sehingga cairan dapat
dikeluarkan. Berikut ini merupakan tahap-tahap prosedur marsupialisasi serta komplikasi yang ditimbulkan
:

Menjelang operasi
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko
komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan
operasi. (Informed consent).

Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.

Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.

Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan Garamycin, dosis menyesuaikan
untuk profilaksis.

Tahapan operasi

Dilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum dengan intubasi nasotrakheal kontralateral
dari lesi, atau kalau kesulitan bisa orotrakeal yang diletakkan pada sudut mulut serta fiksasinya kesisi
kontralateral, sehingga lapangan operasi bisa bebas.

Posisi penderita telentang sedikit head-up (20-250) dan kepala menoleh kearah kontralateral, ekstensi
(perubahan posisi kepala setelah didesinfeksi).

Desinfensi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon steril di orofaring.

Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitane-alkohol 70% 1:1000

Mulut dibuka dengan menggunakan spreader mulut, untuk memudahkan mengeluarkan lidah/ dijulurkan
maka bisa dipasang teugel pada lidah dengan benang sutera 0/1.

Lakukan eksisi bentuk elips pada mukosa dasar mulut yang membesar akibat kista tersebut dan pilih yang
paling sedikit vaskularisasinya, kemudian rawat perdarahan yang terjadi, lakukan sondase atau palpasi,
sebab kadang ada sedimentasi/ sialolithiasis, atau sebab lain sehingga menimbulkan sumbatan pada saluran
kelenjar liur sublingual. Tepi eksisi dijahit marsupialisasi dengan Dexon 0/3 agar tidak menutup lagi.

Apabila masih teraba kista maka bisa dilakukan memecahkan septa yang ada sehingga isinya bisa ter-
drainase. Pada kista yang cukup besar setelah dievaluasi tidak ada kista lagi maka bisa dipasang tampon
pita sampai keujungnya dipertahankan sampai 5 hari sebagai tuntunan epitelialisasi pada permukaan kista
tadi dan tidak obliterasi lagi.

Apabila didapat sebagian ranula dibawah m. milohioid, maka memerlukan pendekatan yang lebih bagus
dari ekstra oral. Dan yang perlu diperhatikan adalah preservasi nervus hipoglossus, nervus lingualis.
Pasang redon drain apabila melakukan pendekatan ekstra oral.

Evaluasi ulang untuk perdarahan yang terjadi.

Lapangan operasi dicuci dengan kasa-PZ steril, luka operasi yang diluar ditutup dengan kasa steril dan di
hipafiks.

Tampon orofaring diambil, sebelum ekstubasi.


Buat laporan operasi dan surat pengantar untuk pemeriksaan PA.

Komplikasi operasi

Perdarahan

Kerusakan nervus hipoglosus atau nervus lingualis

Infeksi

Fistel orokutan pada operasi yang pendekatannya intra dan extra oral

Residif

Perawatan Pasca Bedah

Infus Ringer Lactate dan Dextrose 5% dengan perbandingan 1 : 4 (sehari)

Setelah sadar betul bisa dicoba minum sedikit-sedikit, setelah 6 jam tidak mual bisa diberi makan.

Pada penderita yang terpasang drain redon dilepas jika produksinya < 10 cc/24 jam.

Luka operasi dirawat dan ganti perban pada hari ke-3.

Pada penderita yang dipasang kasa dengan tampon steril pada saat operasi pada bekas kista sublingual
maka tampon dipertahankan sampai hari ke 5, dan kemudian dicabut sehingga mengurang kemungkinan
tertutup lagi kista kelenjar liur tersebut.

Penderita dipulangkan sehari setelah angkat drain dan tampon, anjurkan dan angkat jahitan pada hari ke-7
setelah operasi.

Follow-Up iiap minggu sampai luka operasi sembuh baik

Kondisi Imun dan Medikasi yang Menginduksi Disfungsi Kelenjar Saliva

Benign Lymphoepithelial Lesion (Mikuliczs Disease)

Etiologi penyakit ini masih belum diketahui dan diperkirakan akibat kondisi auto imun, virus, maupun
faktor genetik dengan predominan pada wanita di usia pertengahan. Gejala umum yaitu pembengkakan
kelenjar ludah unilateral atau bilateral akibat infiltrate limfoid benigna, serta penurunan produksi saliva
bila terjadi infeksi. Diagnosis banding penyakit ini yaitu Sjorgen syndrome, sarcoidosis, limfoma, dan
penyakit lain yang diasosiasikan dengan pembesaran kelenjar ludah.

Sjorgen Syndrome

Sjorgen Syndrome merupakan penyakit kronis autoimun yang dikarakteristikkan dengan kekeringan
mukosa oral dan okular, infiltrat limfosit, dan dekstrusi eksokrin. Manifestasi oral pasien ini sangat luas
sebagai hasil dari penurunan fungsi kelenjar ludah. Hampir semua pasien mengeluhkan mulut kering dan
membutuhkan asupan cairan. Mulut kering menyebabkan kesulitan dalam mengunyah, menelan, dan
berbicara jika tidak diberi tambahan cairan. Pasien dengan SS dapat mengalami pembesaran kronis pada
kelenjar ludah dan juga dapat terjadi infeksi pada kelenjar.

Tumor Kelenjar Ludah


Sebagian besar tumor kelenjar ludah terjadi pada kelenjar parotis (80%), sekitar 10-15% terjadi pada
kelenjar submandibula, dan sisanya pada sublingual maupun pada kelenjar ludah minor. Sekitar 80% tumor
parotis dan 50% tumor submandibula merupakan tumor jinak. Sebaliknya lebih dari 60% tumor yang
terjadi pada kelenjar sublingual maupun kelenjar ludah minor merupakan tumor ganas. Resiko keganasan
akan meningkat sesuai dengan bertambahnya ukuran tumor. Sekitar 80% tumor terjadi pada usia dewasa.
Tumor pada anak-anak biasanya terletak pada kelen jar parotis, dan sekitar 65% tumor anak-anak bersifat
jinak.

1. Tumor Jinak

a. Adenoma Pleomorfik

Adenoma pleomorfik merupakan tumor kelenjar liur yang paling banyak ditemukan, berkisar 60%-80%
dari seluruh tumor jinak di kelenjar liur. Sekitar 85% terdapat di kelenjar parotis. pada kedua lobus.

Adenoma pleomorfik paling sering ditemukan pada usia dekade keempat sampai keenam, jarang
ditemukan pada anak, dengan frekuensi lebih tinggi pada wanita dengan perbandingan wanita dengan pria
3:2. Bangsa kulit putih lebih tinggi risiko mendapat adenoma pleomorfik dibanding dengan kulit berwarna.

b. Monomorphic Adenoma

Monomorphic adenoma merupakan tumor dengan penampakan sel yang sama dan seragam.

c. Papillary Cystadenoma Lymphomatosum

Papillary Cystadenoma Lymphomatosum juga dikenal dengan tunor Warthin, merupakan tumor kedua
yang paling sering muncul di kelenjar parotis. Predileksi tumor ini pada laki-laki pada decade ke lima dan
delapan. Tumor ini besifat bilateral pada 6-12% kasus. Secara klinis, tumor ini bersifat lambat
pertumbuhannya, berbatas tegas, tidak nyeri kecuali terjadi superinfeksi.

d. Oncocytoma

Oncocytoma merupakan tunor benigna yang jarang terjadi yaitu sekitar 1% neoplasma kelenjar saliva.
Tumor biasanya terjadi pada kelenjar ludah baik pada laki-laki maupun wanita pada dekade ke enam.
Oncocytoma merupaka tumor solid, bulat, yang terlihat pada kelenjar ludah mayor namun jarang di
intraoral serta bersifat bilateral.

e. Basal Cell Adenoma

Tumor ini bersfat tumbuh lambat, berupa massa yang tidak sakit dan insidensinya hanya 1-2% dari
keseluruhan kasus tumor kelenjar ludah. Predileksi lesi pada laki-laki dengan perbandingan 5 :1. Sekitar
70% lesi terjadi di kelenjar parotis, dan apabila terjadi pada kelenjar ludah minor biasanya terjadi pada
bibir atas.

f. Canalicular Adenoma

Lesi ini bersifat predominan pada usia lebih dari 50 tahun dan biasanya terjadi pada wanita. Sekitar 80%
terjadi pada bibir bawah dengan pertumbuhan lesi yang lambat, mobil, dan asimtomatik.

g. Myoepithelioma

Lesi ini biasanya terjadi pada kelenjar parotis dan palatum merupakan lokasi yang sering terjadi. Tidak
terdapat predileksi berdasarkan jenis kelamin, dan biasanya terjadi pada dewasa di usia sekitar 53 tahun.
Lesi berbatas tegas, asimptomatik, dengan pertumbuhan lambat.

h. Adenoma Sebasea
Lesi jenis ini jarang terjadi dan muncul dari glandula sebasea yang terdapat di dalam jaringan kelenjar
ludah. Kelenjar parotis merupakan lokasi yang sering kali terlibat.

i. Ductal Papiloma

Ductal papiloma merupakan subset tumor jinak yang muncul dari duktus ekskretori, predominan pada
kelenjar ludah minor. Terdapat tiga bentuk dari tumor ini yaitu simple ductal papiloma, inverted ductal
papiloma, dan sialadenoma papiliferum.

2. Tumor Ganas

a. Mucoepidermoid Carcinoma

Mucoepidermoid carcinoma merupakan kondisi malignant yang biasan terjadi di kelenjar parotis, dan
kedua pada kelenjar submandibula dengan palatum sebagai lokasi yang paling umum terjadi. Insidensi
tertinggi terjadi pada decade ketiga hingga kelima kehidupan. Laki-laki dan perempuan memiliki
persentase yang sama untuk mengalami insidensi.

Lesi terdiri atas sel mucus dan epidermal dan tingkat keparahannya didasarkan pada rasio sel epidermal
terhadap sel mukus. Gejala klinis yang biasanya terjadi adalah adanya rasa sakit dalam jangka waktu yang
lama, ulserasi pada jaringan yang melapisi, dan jika nervus fasialis terlibat, terdapat kemungkinan terjadi
facial palsy.

b. Adenoid Cystic Carcinoma

Lesi ini mencakup 6% dari seluruh kasus tumor kelenjar ludah dan merupakan lesi ganas yang sering
terjadi padakelenjar submandibula maupun kelenjar ludah minor. Lesi dapat terjadi baik pada pria maupun
wanita pada decade kelima kehidupan.

Secara klinik lesi merupakan massa unilobular, sakit, dan pada tumor parotis dapat menyebabkan paralisi
nervus fasialis pada sebagian kecil penderita. Lesi ini berkembang lambat yang menyebabkan tertundanya
diagnosis hingga beberapa tahun. Secara radiografik, lesi berkembang hingga merusak tulang sekitar.
Metastase hingga ke paru-paru sering terjadi dibandingkan ke limfonodi regional.

c. Acinic Cell Carcinoma

Acinic cell carcinoma biasanya terdapat pada jaringan parotis yaitu sekitar 90-95%, dengan frekuensi
terjadi pada wanita di decade kelima kehidupan. Lesi ini merupakan karsinoma kelenjar ludah kedua
terbanyak pada anak-anak.

Lesi bersifat tumbuh lambat, dengan rasa nyeri. Lobus superficial dan inferior pole kelenjar parotis
merupakan area yang paling sering terlibat. Keterlibatan kelenjar secara bilateral dilaporkan hanya terjadi
pada sekitar 3% kasus.

d. Carcinoma Ex Pleomorphic Adenoma

Carcinoma ex pleomorphic adenoma merupakan tumor maligna yang timbul di dalam pleomorphic
adenoma dan berasal dari epitel. Lesi bersifat tumbuh lambat, dan biasanya terjadi 15-20 tahun sebelum
lesi mengalami pertumbuhan ukuran. Lesi biasa terjadi pada adenoma pleomorfik yang tidak terawat dalam
jangka waktu lama.

e. Adenocarcinoma

Adenocarcinoma terjadi pada epitel duktus salivarious. Kelompok neoplasma ini dibagi berdasarkan
struktur dan karakteristiknya. Tipe lesi ditegakkan dengan uji histologis untuk menunjang diagnosis dan
perawatan yang tepat.

f. Limfoma
Limfoma primer dideskripsikan sebagai situasi dari manifestasi suatu penyakit yang kemungkinan muncul
dari jaringan limfe di dalam kelenjar ludah. Penyakit limfoma yang paling umum yaitu non-Hodgins
limfoma yang biasan terjadi pada pasien dengan autoimun. Kelenjar parotis merupakan lokasi yang paling
sering terlibat diikuti dengan kelenjar submandibular, dan secara klinis dikarakteristikkan sebagai
pembesaran kelenjar tanpa rasa nyeri atau adenopati.

PENEGAKAN DIAGNOSA PENYAKIT KELENJAR LUDAH

Pemeriksaan Radiologis

Teknik radiografi yang banyak digunakan adalah teknik radiograf oklusal dan panoramik (OPG), namun
tidak semua sialolith dapat terlihat melalui pemeriksaan radiografis konvensional karena sebagian kecil
batu saliva tersebut mengalami hipomineralisasi dan superimposisi dengan jaringan lain yang bersifat
radiodense.

Sialografi

Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus dengan menggunakan kontras. Dengan
pemeriksaan ini kita dapat mengidentifikasi adanya iregularitas pada dinding duktus, identifikasi adanya
polip, mucous plug atau fibrin, serta area granulomatosa. Selain itu dapat pula diidentifikasi adanya
kemungkinan obstruksi duktus maupun stenosis. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi
terhadap duktus Stensen dan Wharton. Langkah selanjutnya adalah dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi
duktus sudah maksimal, maka dapat dimasukkan kateter sialografi. Pada pemeriksaan sialografi ini
digunakan kontras, yang bisa berupa etiodol atau sinografin.

Sialografi dapat memberikan pemandangan yang jelas pada duktus secara keseluruhan dan dapat
memberikan informasi mengenai area yang tidak dapat dijangkau dengan sialoendoskop, misalnya pada
area di belakang lekukan yang tajam dan striktur. Kekurangan dari pemeriksaan sialografi adalah paparan
radiasi dan hasil positif palsu pada pemeriksaan batu karena adanya air bubble (gelembung udara).

Tomografi computer

Pemeriksaan ini merupakan salah satu pilihan untuk mengevaluasi sistem duktus dan parenkim pada
kelenjar saliva. Identifikasi dapat dilakukan pada potongan aksial, koronal maupun sagital. Dengan
pemeriksaan ini dapat diidentifikasi adanya iregularitas pada dinding duktus dengan melihat adanya
penebalan dan penyangatan pada dinding duktus. Pada obstruksi yang disebabkan karena batu, kalsifikasi
dapat dilihat berupa masa hiperdens tanpa penyangatan pada pemeriksaan tomografi komputer. Adanya
penyangatan dapat merupakan indikasi adanya obstruksi sialodenitis akut.

Sialografi tomografi komputer

Pemeriksaan ini merupakan kombinasi antara pemeriksaan sialografi dengan menggunakan kontras dan
pemeriksaan tomografi komputer. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan kateter pada duktus,
kemudian mengisinya dengan kontras, lalu dilakukan pemeriksaan tomografi komputer. Pemeriksaan ini
digunakan untuk mengevaluasi parenkim secara detail.

Magnetic resonance imaging dan magnetic resonance sialography

Pemeriksaan dengan MRI juga dapat mengidentifikasi adanya kelainan pada kelenjar saliva. Dengan
pemeriksaan ini akan tampak perbedaan antara struktur duktus dan parenkim. Pemeriksaan Magnetic
Resonance Sialography dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur duktus pada kelenjar parotis dan
submandibula dengan melakukan sialografi dengan menggunakan kontras Magnetic Resonance.
Ultrasonografi

Dalam mendiagnosis kelainan pada kelenjar saliva terkadang diperlukan pemeriksaan ultrasonografi
dengan resolusi tinggi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi bermanfaat dalam mengidentifikasi massa dan
membedakan konsistensi massa tersebut, apakah padat atau kistik. Ultrasonografi yang digunakan pada
pemeriksaan kelenjar saliva adalah ultrasonografi dengan transduser beresolusi tinggi, yaitu 7,5-10,0 MHz.
Pada kasus abses atau massa kistik kelenjar saliva terkadang dilakukan aspirasi jarum halus. Pada kasus
ini, ultrasonografi dapat dimanfaatkan untuk menjadi panduan dalam aspirasi. Pemeriksaan ultrasonografi
juga penting dilakukan untuk melihat adanya kelokan atau cabang-cabang duktus, yang bisa menimbulkan
komplikasi pada proses obstruksi.

Kekurangan pada pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah, alat ini tidak dapat memvisualisasi kelenjar
saliva secara keseluruhan. Pada penegakan kelainan obstruksi kelenjar saliva menggunakan ultrasonografi
sering sulit untuk menentukan ukuran batu secara tiga dimensi begitu juga dengan struktur stenosisnya.
Selain itu, pemeriksaan dengan alat ini tidak dapat memberikan informasi yang cukup jelas mengenai
diameter bagian distal obstruksi sehingga sulit memastikan apakah duktusnya cukup lebar dan lurus
sehingga memungkinkan masuknya instrumen pada endoskopi terapeutik.

TREATMENT PADA PENYAKIT GLANDULA SALIVA

Selama fase akut, terapi yang dibutuhkan adalah terapi suportif. Perawatan dasar pada kelainan glandula
saliva meliputi pemberian analgesik, antibiotik, dan antipiretik apabila dibutuhkan. Selain itu, terapi pada
glandula salivarius dapat dilakukan dengan cara:

Sialolith yang berada pada atau dekat dengan orifice duktus dapat dihilangkan dengan cara meminta pasien
untuk minum air yang dicampur dengan tetesan jeruk nipis atau lemon sehingga terjadi peningkatan aliran
saliva, kemudian dokter gigi dapat memijat glandula saliva dengan pelembab yang hangat dan mendorong
batu agar keluar dari duktus (Vorvick, 2011). Namun, apabila sialolith terletak lebih dalam dari orifice
duktus, maka dapat dilakukan operasi untuk pengambilan sialolith. Sialolith yang terletak pada
intraglandula, maka perawatan yang dianjurkan adalah dengan mengambil seluruh glandula saliva yang
terkena.

Eksisi

Tindakan ini merupakan terapi pilihan untuk mukokel. Namun, apabila hanya dilakukan aspirasi cairan,
maka hasil yang diberikan tidak memberikan kesembuhan dalam waktu yang lama karena akan terjadi
rekurensi, sehingga tindakan yang paling baik untuk mukokel adalah pengambilan mukokel beserta
glandula saliva yang terlibat untuk mencegah rekurensi. Terapi pilihan untuk ranula juga berupa eksisi lesi
beserta glandula yang terlibat, sehingga rekurensi tidak terjadi.

Marsupialisasi

Merupakan terapi yang paling tua yang digunakan untuk menangani ranula. Rerata kegagalan terapi ini
sebesar 61-89% dengan rekurensi setelah 6-12 minggu setelah operasi. Penekanan/kompresi pada bagian
bawah kista yang berasal dari lidah menyebabkan timbulnya penutupan kista secara prematur. Hal ini
menyebabkan ranula terbentuk kembali dan terjadi rekurensi. Menutup kavitas kista dengan gauze/kassa
selama 7-10 hari dapat meningkatkan tingkat keberhasilan perawatan.

Pemberian antibiotik

Apabila terdapat kelainan pada glandula saliva yang diakibatkan oleh infeksi bakteri yang menghasilkan
pus atau demam, contohnya pada sialadenitis. Antibiotik yang diberikan pertamakali (first line) harusnya
antibiotik dengan spektrum yang luas (broad spectrum) seperti golongan Penicillin. Antibiotik yang
termasuk ke dalam golongan penicillin yaitu Ampicilin dan Amoksisilin yang aktif melawan bakteri gram
negatif dan positif. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat pilihan karena diabsorbsi lebih baik
daripada ampisilin. Dosis yang umumnya digunakan adalah 500 mg tiap 8 jam dengan waktu pengobatan
minimal 5 hari. Antibiotik yang lain adalah golongan Clindamycin yang efektif terutama terhadap bakteri
gram negatif. Pada 48 jam pertama diberikan melalui intravena dengan dosis 900 mg/8 jam, kemudian
dilanjutkan pemberian secara oral dengan dosis 300 mg/8 jam. Apabila terapi antibiotik belum berhasil,
dapat diberikan antibiotik golongan lain yaitu sefalosporin. Second line terapi antibiotik adalah dengan
kultur sensitifitas untuk mengetahui nama bakteri spesifik penyebab infeksi dan antibiotik yang sensitif
terhadap bakteri tersebut.

Radioterapi

Terapi radiasi pada umumnya diberikan pada pembengkakan glandula salivarius dan lesi-lesi maligna.
Pada pembengkakan glandula parotis yang disebabkan oleh infeksi HIV diberikan terapi radiasi eksternal
dengan dosis 24 Gy.

Laser CO2

Keuntungan dari perawatan ini adalah perdarahan dan jaringan parut minimal, visualisasi selama prosedur
baik, dan komplikasi post-operatif minimal. Terapi ini banyak dipilih untuk menangani sialolithiasis dan
mukokel (Ata-Ali dkk., 2010).

Extra-corporeal shock wave lithotripsy (ESWL)

Terapi ini merupakan terapi dengan invasi minimal untuk pengambilan sialolith dengan memanfaatkan
gelombang dari alat yang disebut lithotripter yang memiliki sumber elektromagnetik berbentuk silinder
yang menghasilkan gelombang bertekanan, yang apabila difokuskan pada sialolith dapat memecah sialolith
menjadi berukuran < 2 mm sehingga memungkinkan keluarnya sialolith secara spontan (DeBurgh Norman
dan McGurk, 1995). Setelah ESWL dilakukan, dilanjutkan dengan ultrasound kontinyu (7,5 MHz) 5 kali
seminggu selama 30 menit. Setelah itu di follow-up setelah 1 minggu dan 1, 3, 6, dan 12 bulan (Capaccio
dkk., 2002). Selama proses ESWL, sialogoues dan/atau pemijatan glandula dapat dilakukan untuk
membantu pengeluaran fragmen sialolith dari duktus

Anda mungkin juga menyukai