Anda di halaman 1dari 22

RHINORRHEA

Dr. Bambang Suprayogi, Sp.THT-KL, MSi.Med


Bagian IP.THT-KL FK-UKI

Definisi : Rhinorrhea / rhinorrhoea / rinore atau pilek suatu kondisi dimana rongga

hidung terisi banyak lender.

Anatomi rongga hidung: rongga hidung (nasal cavity) dibagi dua oleh septum nasi,

bagian depannya adalah vestibulum nasi, dan dihubungkan dengan lubang hidung

(nostril). Rongga hidung meliputi 3 (tiga) daerah meliputi: vestibulum nasi, regio

pernafasan dan regio olfaktori. Epitel pada vestibulum adalah epitel skuamosa,

sedangkan area respiratori adalah epitel pernafasan yakni epitel pseudokomplek bersilia

dan bersel goblet. Mukosa rongga hidung ditutupi oleh palut lendir (mucous banket).

Area olfactori

Area
Vestibulum nasi Respiratori

Gbr.1 Rongga Hidung

1
Fisiologis: palut lender (mucous blanket) pada hidung merupakan lembaran tipis,

lengket dan liat merupakan bahan yang disekresikan oleh sel-sel goblet, kelenjar

seromukosa dan kelenjar air mata. Sekresi mucus terdiri dari 95% air, 2% mucin, 1%

protein (albumin, immunoglobulin, lisozim, dan laktoferin) serta 1% lipid. Sehingga

fungsinya adalah: (1) sebagai pelindung mukosa dengan cara menutupinya, melindungi

dengan cara fisik dan enzimatik. (2) sebagai menyangga air. (3) sebagai aktifitas

permukaan berpotensial listrik. (4) penghantar panas yang eficien. (5) sebagai adhesi

dan transport material yang masuk dedalam hidung dan dibuang ke nasofaring.

Patofisiologi: suatu kondisi dimana rongga hidung diisi dengan sejumlah besar cairan

lendir disebut sebagai rinore. Lendir diproduksi lebih cepat sehingga jumlahnya lebih

banyak atau cairan bertambah karena berasal dari tempat lain (cairan otak, kelenjar

lakrimalis) yang memenuhi rongga hidung. Konsistensi rinore terkadang dapat

mencurigai suatu kelainan pada hidung, rinore yang encer dapat karenakan rinitis alergi,

rinore kental dapat disebabkan karena rinitis vasomotor, rinore kental kehijauan karena

infeksi, rinore seromukos kemerahan dan berbau dapat disebabkan karena keganasan.

Keadaan-keadaan yang memicu bertambahnya sekresi mukus adalah: alergi, infeksi,

suhu dingin, iritasi bahan kimia, makanan, benda asing, obat-obatan, neoplasma,

hormon, trauma kepala, keadaan psikologis dan kelainan kongenital (tardive ciliary

primer).

2
Penyakit-penyakit hidung yang menimulkan gejala rinore:

RINITIS.

A. Rinitis Akut (virus, bakteri)

Rinore yang terjadi pada infeksi akut mukosa hidung gejalanya tidak berdiri sendiri.

Gejala lain dapat berupa bersin-bersin, hidung buntu , demam, kelemahan umum

dan sakit kepala. Rinore disebabkan adanya produksi yang berlebih untuk mencegah

infeksi dapat menyebar ke paru-paru dan saluran pernapasan lain yang dapat

menyebabkan kerusakan seperti pada infeksi virus (commond cold/influenza) dan

infeksi karena bakteri. Infeksi virus penyebab rinore memiliki banyak tipe dan

hampir 200 jenis virus berbeda dengan tipe RNA atau DNA. Gejala-gejala itu

sendiri bevariasi dalam hal awitan, keparahan, dan kelompok gejala penyerta, serta

banyaknya proses penyakit yang mengacaukan etiologi. Infeksi virus ini memiliki 2

(dua) stadium: stadium pertama (3-5 hari) sekret hidung mula-mula encer dan

banyak, kemudian menjadi mukoid lebih kental dan lengket. Penyakit dapat berakhir

pada titik ini. Pada kebanyakan pasien dapat berlanjut ke stadium invasi. Stadium

invasi ditemukan adanya infeksi bakteri yang ditandai dengan rinore purulen,

demam, dan sering kali sakit tenggorokan. Pada pemeriksaan hidung dapat terlihat

mukosa yang hiperemis, bengkak, dan ditutupi sekret. Sensasi pengecapan dan

penciuman berkurang. Stadium ini akan berakhir hingga dua minggu tanpa

pengobatan. Komplikasi commond cold / rinitis akut seperti pneumonia, laryngitis,

infeksi telinga tengah (otitis media akut) atau sinusitis akut sering membawa pasien

ke dokter.

3
B. Rinitis Kronis
1. Rinitis Alergi.
Rinitis alergi (RA) merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang disebabkan

oleh reaksi alergi. Gambaran klinis sangat khas yaitu adanya keluhan hidung gatal

yang diikuti bersin-bersin yang frekuen, keluarnya ingus cair dan kadang-kadang

sangat banyak. Hidung tersumbat juga merupakan keluhan yang cukup mengganggu

terutama pada malam hari.

Rinore yang terjadi pada penderita rinitis alergi (RA) disebabkan oleh karena

prodoksi mukus dan cairan yang berlebihan. Sekresi mukus dan cairan yang

berlebihan dikarenakan sekresi kelenjar serta adanya peningkatan permiabilitas

membran pembuluh darah. Keadaan tersebut dikarenakan adanya mediator kimia

terutama histamin sebagai produk pelepasan dari degranulasi sel mast, yang

kemudian berikatan dengan reseptor histamin yang berada pada kelenjar dan

pembuluh darah hidung sehingga peningkatan sekresi sekresi kelenjar, vasodilatasi

pembuluh darah, dan peningkatan permiabilitas pembuluh daraht. Rinore pada rinitis

alergi adalah khas dengan konsistensi rinore yang encer.

WHO membagi rinitis alergi menjadi rinitis alergi intermiten, persisten okupasional.

Pembagian ini menggantikan klasifikasi lama yaitu rhinitis alergi musiman

(seasonal) dan sepanjang tahun (perenial).

a. Intermiten : Kurang dari 4 hari dalam 1 minggu. Atau lama sakit kurang

dari 4 minggu.

4
b. Persisten : Lebih dari 4 hari dalam 1 minggu, dan atau sakit lebih dari

4 minggu.

Rinitis alergi intermiten dan persisten berdasarkan derajatnya dibagi lagi dalam

ringan dan sedang- berat;

a. Ringan : tidak ada satupun gangguan seperti yang tersebut dibawah ini;
Ganguan tidur.
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari, malas, atau berolah raga.
Gangguan pekerjaan dan sekolah.
Gejala-gejala dirasakan sangat mengganggu.
b. Sedang berat : ada satu atau lebih keadaan seperti yang tersebut dibawah ini :
Ganguan tidur.
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari, malas, atau berolah raga.
Gangguan pekerjaan dan sekolah.

Gejala-gejala dirasakan sangat mengganggu.

Gejala klinis:
Serangan bersin berulang yang frekuen lebih dari 5 kali saat terpapar alergen, rinore

yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal kadang disertai

dengan lakrimasi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan allergic shiner terutama pada

anak berupa gambaran gelap dibawah mata. Tampak anak sering menggosok-gosok

hidung disebut sebagai allergic salute. Tampak allergic crease berupa gambaran

garis melintang diatas dosumnasi sepertiga bawah akibat sering menggosok hidung.

Diagnosis:

Anamnesis ditemukan adanya gejala: hidung gatal, bersin-bersin, rinore, dan hidung

buntu. Riwayat alergi dalam keluarga seperti asma, alergi makanan, obat merupakan

petunjuk yang penting dalam mendiagnosis RA. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior

5
tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer

yang banyak, adanya allergic shiner, allergic salute dan allergic crease.

Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan Skin Prick Test (SPT) dan

pemeriksaan eosinofil hidung memberikan hasil positif.

Gambar 2. Pemeriksaan Skin Prick Test.

2. Rinitis Vasomotor.
Rinitis vasomotor termasuk kedalam golongan rinitis non-allergic. Rinitis vasomotor

merupakan gangguan vasomotor hidung ialah terdapatnya gangguan fisiologik

lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktifitas parasimpatis.

Kelainan ini memiliki gejala mirip dengan rinitis alergi. Etiologi belum diketahui,

6
tetapi diduga akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor. Oleh karena itu

disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability

atau non spesific allergic rhinitis.


Serabut saraf otonom mukosa hidung berasal dari nervus vidianus mengandung serat

saraf simpatis dan parasimpatis. Rangsangan pada serat saraf parasimpatis

menimbulkan dilatasi pembuluh darah dalam konka serta meningkatkan

permiabilitas pembuluh kapiler dan sekresi kelenjar. Sedangkan rangsangan pada

serat saraf simpatis menimbulkan sebaliknya.


Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berlangsung

temporer seperti; emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar,

latihan jasmani dan sebagainya yang pada keadaan normal faktor-faktor tersebut

tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut. Faktor lain yang dapat

mempengaruhi keseimbangan vasomotor :


Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis: ergotamin,

klorpromazin, anti-hipertensi, dan obat vasokonstriktor topikal (Rinitis

Medikamentosa).
Faktor fisik: iritasi asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi,

bau yang merangsang seperti makanan pedas dan panas (Rinitis Gustatori).
Faktor endokrin: kehamilan, purbertas, kontrasepsi oral, dan hipotiroid.
Psikis : rasa cemas dan tegang.

Gejala klinik:

Gejala yang didapat pada rinitis vasomotor ialah hidung tersumbat bergantian kiri dan

kanan, tergantung posisi pasien Terdapat rinore terkadang mukus atau serus jarang

disertai bersin dan tidak disertai rasa gatal pada mata. Gejala dapat memburuk pada pagi

7
hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara

lembab, serta asap rokok. Berdasarkan gejala yang menonjol kelainan ini di bagi

menjadi 2 golongan yaitu tipe obstrusi (blockers) dan golongan rinore (sneezers).

Diagnosis:

Dalam anamnesis dicari faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor,

dan disinkirkan rinitis alergi. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anteriortampak

gambaran klasik berupa udem mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah

tua (karakteristik), tapi dapat pula pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol

(tidak rata). Rongga hidung tampak sekret mukoid biasanya sedikit. Pada golongan

rinore dijumpai sekret yang encer dan banyak.

Untuk membedakan antara rinitis alergi dengan rinitis non alergi dapat dilakukan

pemeriksaan Skin Prick test (SPT).

PASIEN
Dengan gejala dan tanda pada hidung (rinore, bersin, hidung buntu dan gatal)

SPT (Skin Prick Test)

(+) (-)

Rinitis alergi Eosinofil hidung

8
(+) (-)

Non Allergic Rinitis


Rinitis alergi ? Non Allergic Rinitis Eosinofilic Syndrom
(NARES)

Gambar 3 Skema Pemeriksaan Skin Prick Test pada Gejala Rinitis Allergi

Pembagian Rinitis Non-Alergi:

a. Diketahui penyebabnya:
Infeksi: Virus, bakteri
Kelainan metabolisme: kehamilan, hipotiroid.
Penyakit granulomatosis: Sarcoidosis, Wagener.
Vasculitis/autoimun: lupus, syogren.
Drug Induce: antihipertensi, reserpin, metildopa, betabloker, guanitidin.
b. Tidak diketahui penyebabnya:
Rinitis Vasomotor
Non-Alergik Rinitis Eosinofilik Sindrom (NARES).

Rinitis Atropi (ozaena).

3. Rinitis Hipertropi.

Rinitis hipertropi timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai

lanjutan dari rinitis alergi atau rinitis vasomotor.

Gejala klinis:

Anamnesis: sumbatan pada hidung, rinore mukopurulen dan banyak dan sakit kepala.

9
Pemeriksaan fisis: konka yang hipertropi terutama konka inferior. Konka berbenjol-

benjol ditutupi mukosa yang hipertropi. Saluran udara sempit. Sekret mukopurulen.

4. Rinitis difteri
Penyakit yang disebabkan oleh Corinebactrium diphteriae. Dapat primer pada hidung

atau sekunder dari tenggorok. Dapat akut atau kronik.

Gejala klinis:

Gejala rinitis difteri akut; demam, toksemia, limadenitis mungkin juga ada paralisis.

Pada rinoskopi anterior: ingus bercampur darah, mungkin ditemukan pseudomembran

putih yang mudah berdarah, krusta coklat di nares dan cavum nasi. Diagnosis pasti

dengan pemeriksaan kuman dari sekret hidung.

5. Rinitis Atropi (ozaena)


Merupakan infeksi hidung kronik yang ditandai oleh adanya atropi progresif pada

mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang

kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.

Etiologi belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Akan tetapi ada beberapa hal

yang dianggap sebagai penyebabnya: (1) infeksi kuman spesies Klebsiella terutama

Klebsiella ozaena. Lain-lain: stafilokokus, streptokokus dan pseudomonas aeruginosa.

(2) defisiensi besi, (3) defisiensi vitamin A, (4) sinusitis kronis, (5) kelainan hormonal,

(6) penyakit kolagen.

Gejala:

10
Nafas berbau, ingus kental berwarna hijau, adanya krusta hijau, gangguan penciuman,

merasa hidung tersumbat dan sakit kepala.

Pada pemeriksaan klinis: rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media

hipotropi atau atropi, sekret purulen dan krusta berwarna hijau.

Pemeriksaan penunjang: transiluminasi, foto rongen sinus para nasalis, pemeriksaan

mikro-organisme dan uji resistensi kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan darah

Fe serum, dan pemeriksaan histopatologis.

6. Rinitis Sifilis
Penyebab rinitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum. Gejala rinitis sifilis primer

dan skunder serupa dengan rinitis akut lainnya, hanya mungkin terlihat bercak pada

mukosa. Pada rinitis sifilis tertier dapat ditemukan gumma atau ulkus terutama

mengenai septum dan dapat menimbulkan perporasi septum.

Pemeriksaan fisis: sekret mukopurulen dengan krusta yang berbau, munkin sudah

terjadi perporasi septum dan hidung pelana (saddle nose).

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologi dan biopsi.

7. Rinitis tuberkulosis
Tuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang

rawan septum dan dapat mengakibatkan perporasi.


Pemeriksaan klinis: sekret mukopurulen dan krusta, sehingga menimbulkan keluhan

hidung tersumbat.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada sekret

hidung.

11
8. Rinitis karena jamur.
Disebabkan oleh karena infeksi jamur seperti Aspergilosis, Blastomikosis, dan

kandidiasis. Dapat mengenai tulang rawan septum, sehingga dapat menimbulkan

perporasi septum atau hidung pelana (saddle nose).

Pada pemeriksaan klinis: sekret mukopurulen yang berbau dan terdapat

pseudomembran. Mungkin terlihat ulkus atau perporasi pada septum nasi.

RINOSINUSITIS

Rinosinusitis merupakan peradangan mukosa sinus paranasal. Rinosinusitis juga

memberikan gejala rinore. Sesui dengan anatomi sinus yang terkena dibagi menjadi

sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai

beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut

pansinusitis. Sinusitis yang tersering adalah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,

sinusitis frontal dan sinusitis spenoid lebih jarang.

12
Gambar 4 Sinus Paranasalis

Patofisiologi rinosinusitis bermula adanya edema pada daerah ostiomeatal komplek,

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga terjadi obstruksi, silia tidak

dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan ventilasi dan

drainase lendir, sehingga lendir yang tertimbun dalam rongga sinus menjadi tempat

yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Faktor predisposisi terjadinya obstrusi adalah:

rinitis alergi dan rinitis kronis yang lain, septum deviasi, konka media hipertropi, polip,

tumor pada hidung dan benda asing.

13
Gambar 5 Skema Patofisiologi Sinusitis

Klasifikasi rinosinusitis secara klinis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila

gejalanya berlangsung beberapa hari hingga 4 minggu, rinosinusitis subakut

berlangsung dari 4 minggu hingga 3 bulan dan rinosinusitis kronik berlangsung lebih

dari 3 bulan.

Gejala klinik:

Gejala rinosinusitis akut: ingus kental kadang berbau, teras lendir mengalir di

tenggorok, hidung tersumbat, rasa nyeri didaerah sinus yang terkena kadang dirasakan

di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Pada sinusitis maksila nyeri alih dirasa

pada dibawah kelopak mata, kadang menyebar ke alveolus, sehingga dirasakan nyeri

14
pada gigi, nyeri alih dirasakan pada didahi dan didepan telinga. Rasa nyeri pada

sinusitis etmoid terletak pada kantus media dan pangkal hidung, dan belakang rongga

mata, nyeri alih dirasakan pada pelipis (parietal). Sinusitis prontal dirasakan pada

daerah dahi atau dirasakan pada seluruh kepala. Sinusitis spenoid dirasakan sakit pada

daerah verteks, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada pemeriksaan

klinis pada sinusitis akut akan ditemukan pembengkakan, sinus maksila: pembengkakan

pada muka, pipi dan bawah orbita. Sinus frontal: pembengkakan di dahi, dan kelopak

mata atas sedangkan sinus etmoid jarang mengalami pembengkakan kecuali ada

komplikasi. Pemeriksaan rinoskopi anterior mukosa hidung hiperemis dan edema,

ditemukan sekret mukopurulen pada meatus medius (maksila, etmoid dan frontal) atau

di meatus superior (etmoid posterior, spenoid), pemeriksaan rinoskopi posterior

ditemukan post nasal drip. Gejala klinik sinusitis sub-akut dan kronik sama akan tetapi

tidak seberat sinusitis akut

Diagnosis :

Dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan

posterior serta transiluminasi untuk sinus maksila dan frontal, pemeriksaan radiologis

(X-foto sinus para nasal, CT-scan sinus para nasal), nasoendoskopi.

KESIMPULAN

Rinore merupakan suatu gejala dan juga sekaligus suatu tanda pada hidung yang

disebabkan oleh beberapa sebab penyakit baik yang disebabkan oleh kelainan lokal

ataupun sistemik. Rinore dapat menjadi keluhan utama ataupun keluhan tambahan dari

15
suatu penyakit. Gambaran rinore tentang konsistensi, warna dan bau dapat menjadi ciri

dari suatu penyakit akan tetapi diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis yang

cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

EPISTAKSIS

Definisi: keluarnya darah dari hidung atau perdarahan hidung yang keluar melalui

lubang hidung, dapat keluar kebelakang rongga hidung pada evaluasi dinding faring.

Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu

kelainan. Frekuensinya 7-14% dari populasi, 60-70% orang dewasa pernah mengalami

epistaksis, dan 90% dapat berhenti sendiri.


Anatomi: hidung mendapatkan perdarahan dari cabang arteri carotis interna (cabang

optalmika) dan arteri carotis eksterna (cabang maksilaris interna). Arteri carotis interna

memberikan cabangnya: arteri ethmoidalis anterior yang mensuplai darah ke dinding

lateral septum nasi, dan puncak hidung, sedang ethmoidalis posterior mensuplai darah

16
ke posterior lateral hidung, konka superior dan septum superior. Arteri carotis eksterna

mempercabangkan: arteri spenopalatina mensupali darah ke septum posterior, arteri

palatine desenden mensuplai darah ke septum bagian tengah bawah, serta arteri labialis

mensuplai darah ke septum nasi bagian depan.

Gbr. Perdarahan Rongga Hidung

ETIOLOGI EPISTAKSIS:
TRAUMA
CONGENITAL(meningioma)
NASAL SURGERY
INFECTION
VASCULAR (hypertension, littles area, Woodruff plx, posterior degeneration)
NEOPLASMS(juvenile angiofibroma)
DRUGS(warfarin, aspirin, cocaine)
GENETIC(von willebrand)
BLEEDING DISORDERS (LEUKAEMIA)
GRANULOMATOSIS (WEGENERS)

IDIOPATHIC

KELAINAN LOKAL

Nasal trauma (nose picking, foreign bodies, forceful nose blowing)

Allergic, chronic or infectious rhinitis

Chemical irritants

17
Medications (topical)

Drying of the nasal mucosa from low humidity

Deviation of nasal septum or septal perforation

Bleeding polyp of the septum or lateral nasal wall (inverted papilloma)

Neoplasms of the nose or sinuses

Tumors of the nasopharynx especially Nasopharyngeal Angiofibroma

Vascular malformation

KELAINAN SISTEMIK

Systemic arterial hypertension

Endocrine Causes: pregnancy, pheochromocytoma

Hereditary hemorrhagic telangectasias

Osler Rendu Weber Syndrome

Anticoagulants (ASA, NSAIDS)

Hepatic disease

Blood diseases and coagulopathies such as Thrombocytopenia, ITP, Leukemia,

Hemophilia

Platelet dysfunction

OBAT-OBATAN

Thrombocytopenia: chemotherapy, quinidine, sulfa preparations, H2 blockers,

oral antidiabetic agents, gold salts, rifampin, heparin, alcohol

18
Affecting coagulation pathway: Warfarin, Heparin

Affecting platelet function: Aspirin, clopidogrel, NSAIDS

Herbs that may cause bleeding: Dong quai, Danshen, Feverfew, Garlic, Ginger,

Gingko, Ginseng

SEBAB EPISTAKSIS TERERING

Disruption of the nasal mucosa - local trauma, dry environment, forceful

blowing, etc.

Facial trauma

Scars and damage from previous nosebleeds that reopen and bleed

Intranasal medications or recreational drugs

Hypertension and/or arteriosclerosis

Anticoagulant medications

JENIS-JENIS EPISTAKSIS

POSISI PERDARAHAN

19
ANTERIOR littles area/ Kiesselbachs

POSTERIOR Woodruffs

LITTLE'S ( KIESSELBACH'S) AREA

1/2 inch from the caudal border of the septum antero-inferiorly.


Vessels anastomosing are; Anterior ethmoid, greater palatine, and

sphenopalatine, and septal branch of superior labial.


Bleeding may be arterial or venous.

ANTERIOR

Most common in younger population

Usually due to nasal mucosal dryness

May be alarming because can see the blood readily, but generally less

severe

Usually controlled with conservative measures

20
POSTERIOR

Usually occurs in older population

May also have deviation of nasal septum

Significant bleeding in posterior pharynx

More challenging to control

Riwayat Perdarahan

Previous bleeding episodes

Nasal trauma

Family history of bleeding

Hypertension - current medications and how tightly controlled

Hepatic diseases

Use of anticoagulants

Other medical conditions - DM, CAD, etc.

Physical Exam

Measure blood pressure and vital signs

21
Apply direct pressure to external nose to decrease bleeding

Use vasoconstricting spray mixed with tetracaine in a 1:1 ratio for topical

anesthesia

IDENTIFY THE BLEEDING SOURCE

Physical Exam - Equipment

Protective equipment - gloves, safety goggles

Headlight if available

Nasal Speculum

Suction with Frazier tip

Bayonet forceps

Tongue depressor

Vasoconstricting agent (such as oxymetazoline)

Topical anesthetic

Managemen epistaksis.

NASAL CAUTERY : Chemicals or Electrical

NASAL PACKS

TYPES

SURGERY

EMBOLIZATION

22

Anda mungkin juga menyukai