Definisi : Rhinorrhea / rhinorrhoea / rinore atau pilek suatu kondisi dimana rongga
Anatomi rongga hidung: rongga hidung (nasal cavity) dibagi dua oleh septum nasi,
bagian depannya adalah vestibulum nasi, dan dihubungkan dengan lubang hidung
(nostril). Rongga hidung meliputi 3 (tiga) daerah meliputi: vestibulum nasi, regio
pernafasan dan regio olfaktori. Epitel pada vestibulum adalah epitel skuamosa,
sedangkan area respiratori adalah epitel pernafasan yakni epitel pseudokomplek bersilia
dan bersel goblet. Mukosa rongga hidung ditutupi oleh palut lendir (mucous banket).
Area olfactori
Area
Vestibulum nasi Respiratori
1
Fisiologis: palut lender (mucous blanket) pada hidung merupakan lembaran tipis,
lengket dan liat merupakan bahan yang disekresikan oleh sel-sel goblet, kelenjar
seromukosa dan kelenjar air mata. Sekresi mucus terdiri dari 95% air, 2% mucin, 1%
fungsinya adalah: (1) sebagai pelindung mukosa dengan cara menutupinya, melindungi
dengan cara fisik dan enzimatik. (2) sebagai menyangga air. (3) sebagai aktifitas
permukaan berpotensial listrik. (4) penghantar panas yang eficien. (5) sebagai adhesi
dan transport material yang masuk dedalam hidung dan dibuang ke nasofaring.
Patofisiologi: suatu kondisi dimana rongga hidung diisi dengan sejumlah besar cairan
lendir disebut sebagai rinore. Lendir diproduksi lebih cepat sehingga jumlahnya lebih
banyak atau cairan bertambah karena berasal dari tempat lain (cairan otak, kelenjar
mencurigai suatu kelainan pada hidung, rinore yang encer dapat karenakan rinitis alergi,
rinore kental dapat disebabkan karena rinitis vasomotor, rinore kental kehijauan karena
infeksi, rinore seromukos kemerahan dan berbau dapat disebabkan karena keganasan.
suhu dingin, iritasi bahan kimia, makanan, benda asing, obat-obatan, neoplasma,
hormon, trauma kepala, keadaan psikologis dan kelainan kongenital (tardive ciliary
primer).
2
Penyakit-penyakit hidung yang menimulkan gejala rinore:
RINITIS.
Rinore yang terjadi pada infeksi akut mukosa hidung gejalanya tidak berdiri sendiri.
Gejala lain dapat berupa bersin-bersin, hidung buntu , demam, kelemahan umum
dan sakit kepala. Rinore disebabkan adanya produksi yang berlebih untuk mencegah
infeksi dapat menyebar ke paru-paru dan saluran pernapasan lain yang dapat
infeksi karena bakteri. Infeksi virus penyebab rinore memiliki banyak tipe dan
hampir 200 jenis virus berbeda dengan tipe RNA atau DNA. Gejala-gejala itu
sendiri bevariasi dalam hal awitan, keparahan, dan kelompok gejala penyerta, serta
banyaknya proses penyakit yang mengacaukan etiologi. Infeksi virus ini memiliki 2
(dua) stadium: stadium pertama (3-5 hari) sekret hidung mula-mula encer dan
banyak, kemudian menjadi mukoid lebih kental dan lengket. Penyakit dapat berakhir
pada titik ini. Pada kebanyakan pasien dapat berlanjut ke stadium invasi. Stadium
invasi ditemukan adanya infeksi bakteri yang ditandai dengan rinore purulen,
demam, dan sering kali sakit tenggorokan. Pada pemeriksaan hidung dapat terlihat
mukosa yang hiperemis, bengkak, dan ditutupi sekret. Sensasi pengecapan dan
penciuman berkurang. Stadium ini akan berakhir hingga dua minggu tanpa
infeksi telinga tengah (otitis media akut) atau sinusitis akut sering membawa pasien
ke dokter.
3
B. Rinitis Kronis
1. Rinitis Alergi.
Rinitis alergi (RA) merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang disebabkan
oleh reaksi alergi. Gambaran klinis sangat khas yaitu adanya keluhan hidung gatal
yang diikuti bersin-bersin yang frekuen, keluarnya ingus cair dan kadang-kadang
sangat banyak. Hidung tersumbat juga merupakan keluhan yang cukup mengganggu
Rinore yang terjadi pada penderita rinitis alergi (RA) disebabkan oleh karena
prodoksi mukus dan cairan yang berlebihan. Sekresi mukus dan cairan yang
terutama histamin sebagai produk pelepasan dari degranulasi sel mast, yang
kemudian berikatan dengan reseptor histamin yang berada pada kelenjar dan
pembuluh darah, dan peningkatan permiabilitas pembuluh daraht. Rinore pada rinitis
WHO membagi rinitis alergi menjadi rinitis alergi intermiten, persisten okupasional.
a. Intermiten : Kurang dari 4 hari dalam 1 minggu. Atau lama sakit kurang
dari 4 minggu.
4
b. Persisten : Lebih dari 4 hari dalam 1 minggu, dan atau sakit lebih dari
4 minggu.
Rinitis alergi intermiten dan persisten berdasarkan derajatnya dibagi lagi dalam
a. Ringan : tidak ada satupun gangguan seperti yang tersebut dibawah ini;
Ganguan tidur.
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari, malas, atau berolah raga.
Gangguan pekerjaan dan sekolah.
Gejala-gejala dirasakan sangat mengganggu.
b. Sedang berat : ada satu atau lebih keadaan seperti yang tersebut dibawah ini :
Ganguan tidur.
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari, malas, atau berolah raga.
Gangguan pekerjaan dan sekolah.
Gejala klinis:
Serangan bersin berulang yang frekuen lebih dari 5 kali saat terpapar alergen, rinore
yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal kadang disertai
dengan lakrimasi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan allergic shiner terutama pada
anak berupa gambaran gelap dibawah mata. Tampak anak sering menggosok-gosok
hidung disebut sebagai allergic salute. Tampak allergic crease berupa gambaran
garis melintang diatas dosumnasi sepertiga bawah akibat sering menggosok hidung.
Diagnosis:
Anamnesis ditemukan adanya gejala: hidung gatal, bersin-bersin, rinore, dan hidung
buntu. Riwayat alergi dalam keluarga seperti asma, alergi makanan, obat merupakan
petunjuk yang penting dalam mendiagnosis RA. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior
5
tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer
yang banyak, adanya allergic shiner, allergic salute dan allergic crease.
2. Rinitis Vasomotor.
Rinitis vasomotor termasuk kedalam golongan rinitis non-allergic. Rinitis vasomotor
Kelainan ini memiliki gejala mirip dengan rinitis alergi. Etiologi belum diketahui,
6
tetapi diduga akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor. Oleh karena itu
temporer seperti; emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar,
latihan jasmani dan sebagainya yang pada keadaan normal faktor-faktor tersebut
tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut. Faktor lain yang dapat
Medikamentosa).
Faktor fisik: iritasi asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi,
bau yang merangsang seperti makanan pedas dan panas (Rinitis Gustatori).
Faktor endokrin: kehamilan, purbertas, kontrasepsi oral, dan hipotiroid.
Psikis : rasa cemas dan tegang.
Gejala klinik:
Gejala yang didapat pada rinitis vasomotor ialah hidung tersumbat bergantian kiri dan
kanan, tergantung posisi pasien Terdapat rinore terkadang mukus atau serus jarang
disertai bersin dan tidak disertai rasa gatal pada mata. Gejala dapat memburuk pada pagi
7
hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara
lembab, serta asap rokok. Berdasarkan gejala yang menonjol kelainan ini di bagi
menjadi 2 golongan yaitu tipe obstrusi (blockers) dan golongan rinore (sneezers).
Diagnosis:
gambaran klasik berupa udem mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah
tua (karakteristik), tapi dapat pula pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol
(tidak rata). Rongga hidung tampak sekret mukoid biasanya sedikit. Pada golongan
Untuk membedakan antara rinitis alergi dengan rinitis non alergi dapat dilakukan
PASIEN
Dengan gejala dan tanda pada hidung (rinore, bersin, hidung buntu dan gatal)
(+) (-)
8
(+) (-)
Gambar 3 Skema Pemeriksaan Skin Prick Test pada Gejala Rinitis Allergi
a. Diketahui penyebabnya:
Infeksi: Virus, bakteri
Kelainan metabolisme: kehamilan, hipotiroid.
Penyakit granulomatosis: Sarcoidosis, Wagener.
Vasculitis/autoimun: lupus, syogren.
Drug Induce: antihipertensi, reserpin, metildopa, betabloker, guanitidin.
b. Tidak diketahui penyebabnya:
Rinitis Vasomotor
Non-Alergik Rinitis Eosinofilik Sindrom (NARES).
3. Rinitis Hipertropi.
Rinitis hipertropi timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai
Gejala klinis:
Anamnesis: sumbatan pada hidung, rinore mukopurulen dan banyak dan sakit kepala.
9
Pemeriksaan fisis: konka yang hipertropi terutama konka inferior. Konka berbenjol-
benjol ditutupi mukosa yang hipertropi. Saluran udara sempit. Sekret mukopurulen.
4. Rinitis difteri
Penyakit yang disebabkan oleh Corinebactrium diphteriae. Dapat primer pada hidung
Gejala klinis:
Gejala rinitis difteri akut; demam, toksemia, limadenitis mungkin juga ada paralisis.
putih yang mudah berdarah, krusta coklat di nares dan cavum nasi. Diagnosis pasti
mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang
kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.
Etiologi belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Akan tetapi ada beberapa hal
yang dianggap sebagai penyebabnya: (1) infeksi kuman spesies Klebsiella terutama
(2) defisiensi besi, (3) defisiensi vitamin A, (4) sinusitis kronis, (5) kelainan hormonal,
Gejala:
10
Nafas berbau, ingus kental berwarna hijau, adanya krusta hijau, gangguan penciuman,
Pada pemeriksaan klinis: rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media
mikro-organisme dan uji resistensi kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan darah
6. Rinitis Sifilis
Penyebab rinitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum. Gejala rinitis sifilis primer
dan skunder serupa dengan rinitis akut lainnya, hanya mungkin terlihat bercak pada
mukosa. Pada rinitis sifilis tertier dapat ditemukan gumma atau ulkus terutama
Pemeriksaan fisis: sekret mukopurulen dengan krusta yang berbau, munkin sudah
7. Rinitis tuberkulosis
Tuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang
hidung tersumbat.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada sekret
hidung.
11
8. Rinitis karena jamur.
Disebabkan oleh karena infeksi jamur seperti Aspergilosis, Blastomikosis, dan
RINOSINUSITIS
memberikan gejala rinore. Sesui dengan anatomi sinus yang terkena dibagi menjadi
sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut
pansinusitis. Sinusitis yang tersering adalah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
12
Gambar 4 Sinus Paranasalis
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga terjadi obstruksi, silia tidak
dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan ventilasi dan
drainase lendir, sehingga lendir yang tertimbun dalam rongga sinus menjadi tempat
yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Faktor predisposisi terjadinya obstrusi adalah:
rinitis alergi dan rinitis kronis yang lain, septum deviasi, konka media hipertropi, polip,
13
Gambar 5 Skema Patofisiologi Sinusitis
Klasifikasi rinosinusitis secara klinis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila
berlangsung dari 4 minggu hingga 3 bulan dan rinosinusitis kronik berlangsung lebih
dari 3 bulan.
Gejala klinik:
Gejala rinosinusitis akut: ingus kental kadang berbau, teras lendir mengalir di
tenggorok, hidung tersumbat, rasa nyeri didaerah sinus yang terkena kadang dirasakan
di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Pada sinusitis maksila nyeri alih dirasa
pada dibawah kelopak mata, kadang menyebar ke alveolus, sehingga dirasakan nyeri
14
pada gigi, nyeri alih dirasakan pada didahi dan didepan telinga. Rasa nyeri pada
sinusitis etmoid terletak pada kantus media dan pangkal hidung, dan belakang rongga
mata, nyeri alih dirasakan pada pelipis (parietal). Sinusitis prontal dirasakan pada
daerah dahi atau dirasakan pada seluruh kepala. Sinusitis spenoid dirasakan sakit pada
daerah verteks, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada pemeriksaan
klinis pada sinusitis akut akan ditemukan pembengkakan, sinus maksila: pembengkakan
pada muka, pipi dan bawah orbita. Sinus frontal: pembengkakan di dahi, dan kelopak
mata atas sedangkan sinus etmoid jarang mengalami pembengkakan kecuali ada
ditemukan sekret mukopurulen pada meatus medius (maksila, etmoid dan frontal) atau
ditemukan post nasal drip. Gejala klinik sinusitis sub-akut dan kronik sama akan tetapi
Diagnosis :
posterior serta transiluminasi untuk sinus maksila dan frontal, pemeriksaan radiologis
KESIMPULAN
Rinore merupakan suatu gejala dan juga sekaligus suatu tanda pada hidung yang
disebabkan oleh beberapa sebab penyakit baik yang disebabkan oleh kelainan lokal
ataupun sistemik. Rinore dapat menjadi keluhan utama ataupun keluhan tambahan dari
15
suatu penyakit. Gambaran rinore tentang konsistensi, warna dan bau dapat menjadi ciri
dari suatu penyakit akan tetapi diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis yang
EPISTAKSIS
Definisi: keluarnya darah dari hidung atau perdarahan hidung yang keluar melalui
lubang hidung, dapat keluar kebelakang rongga hidung pada evaluasi dinding faring.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu
kelainan. Frekuensinya 7-14% dari populasi, 60-70% orang dewasa pernah mengalami
optalmika) dan arteri carotis eksterna (cabang maksilaris interna). Arteri carotis interna
lateral septum nasi, dan puncak hidung, sedang ethmoidalis posterior mensuplai darah
16
ke posterior lateral hidung, konka superior dan septum superior. Arteri carotis eksterna
palatine desenden mensuplai darah ke septum bagian tengah bawah, serta arteri labialis
ETIOLOGI EPISTAKSIS:
TRAUMA
CONGENITAL(meningioma)
NASAL SURGERY
INFECTION
VASCULAR (hypertension, littles area, Woodruff plx, posterior degeneration)
NEOPLASMS(juvenile angiofibroma)
DRUGS(warfarin, aspirin, cocaine)
GENETIC(von willebrand)
BLEEDING DISORDERS (LEUKAEMIA)
GRANULOMATOSIS (WEGENERS)
IDIOPATHIC
KELAINAN LOKAL
Chemical irritants
17
Medications (topical)
Vascular malformation
KELAINAN SISTEMIK
Hepatic disease
Hemophilia
Platelet dysfunction
OBAT-OBATAN
18
Affecting coagulation pathway: Warfarin, Heparin
Herbs that may cause bleeding: Dong quai, Danshen, Feverfew, Garlic, Ginger,
Gingko, Ginseng
blowing, etc.
Facial trauma
Scars and damage from previous nosebleeds that reopen and bleed
Anticoagulant medications
JENIS-JENIS EPISTAKSIS
POSISI PERDARAHAN
19
ANTERIOR littles area/ Kiesselbachs
POSTERIOR Woodruffs
ANTERIOR
May be alarming because can see the blood readily, but generally less
severe
20
POSTERIOR
Riwayat Perdarahan
Nasal trauma
Hepatic diseases
Use of anticoagulants
Physical Exam
21
Apply direct pressure to external nose to decrease bleeding
Use vasoconstricting spray mixed with tetracaine in a 1:1 ratio for topical
anesthesia
Headlight if available
Nasal Speculum
Bayonet forceps
Tongue depressor
Topical anesthetic
Managemen epistaksis.
NASAL PACKS
TYPES
SURGERY
EMBOLIZATION
22