Anda di halaman 1dari 5

1. .

Riwayat Penyakit
1. Anamnesis :

Hampir selalu ditemukan riwayat trauma oleh karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja
atau trauma lainnya. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah perlu
dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-
kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya, apakah jatuh kemudian tidak sadar atau
kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh. Anamnesis yang lebih terperinci meliputi
sifat kecelakaan atau sebab-sebab trauma untuk estimasi berat ringannya benturan, saat
terjadi beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit, ada tidaknya benturan kepala
langsung dan keadaan penderita saat kecelakaan misalnya kejang, kelemahan motorik,
gangguan bicara dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa serta adanya nyeri kepala,
mual muntah.

Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwa sejak sebelum terjadinya
kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia
retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu
dalam keadaan pingsan (hilang/turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung/disorientasi
(kesadaran berubah).

1. Riwayat Penyakit Sebelumya: perlu dianamnesis lebih jauh tentang riwayat penyakit
sebelum cedera kepala.

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan di instalasi gawat darurat mengunakan pendekatan survei primer


dengan menilai jalan napas, pernapasan dan sirkulasi kemudian segera melakukan tindakan
life saving.

1. II. Penemuan Klinis

Kesan Umum : Pasien bisa compos mentis atau terdapat penurunan kesadaran sampai dengan
koma (kriteria kesadaran Alert Verbal Pain Unresponsiveness )

Survei primer dilakukan menilai ada tidaknya gangguan jalan napas dan stabilisasi servikal,
pernapasan dan sirkulasi kemudian segera melakukan tindakan resusitasi jika diperlukan.

Survei sekunder dilakukan pemeriksaan lengkap mulai ujung kepala sampai ujung kaki
melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik lengkap meliputi:1) tanda vital, 2) tingkat kesadaran dengan Glasgow
Coma Scale atau Pediatric Coma Scale, 3) ada tidaknya cedera luar yang terlihat: cedera
pada kulit kepala, perdarahan hidung ataupun telinga, hematom periorbital dan retroaurikuler,
4) tanda-tanda neurologis fokal seperti ukuran pupil dan reaksi cahaya, gerakan mata, pola
aktivitas motorik dan fungsi batang otak, 5) reflek tendon, 6) fungsi sensorik dan serebeler
perlu diperiksa jika pasien sadar.

Kriteria Diagnosis
Cedera kepala ringan (CKR dengan GCS 13-15); Cedera kepala sedang (CKS dengan GCS 9-
12); Cedera kepala berat (CKB dengan GCS <= 8). Diagnosis morfologi: fraktur cranium,
perdarahan EDH; SDH; ICH, lesi intrakranial difus komosio ringan; komosio klasik; diffuse
axonal injury.

1. III. Pemeriksaan Penunjang


1. Rontgen foto tengkorak 3 posisi: menilai ada tidaknya fraktur
2. CT Scan kepala: menilai ada tidaknya perdarahan, edema serebri dan kelainan
morfologi lain (bila memungkinkan)
3. Darah rutin dan pemeriksaan lain sesuai indikasi

1. IV. Diagnosis
1. Masalah Aktif
2. Cedera kepala ringan
3. Cedera kepala sedang
4. Cedera kepala berat
5. Suspek fraktur basis craniii/fraktur.
2. Diagnosis Kerja

Epidural hematom, subdural hematom, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intracranial atau


hematoma jaringan lunak

1. Diagnosis Banding

Stroke, tumor otak

1. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskuler (penurunan kesadaran)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hipoventilasi/hiperventilasi/disfungsi neuromuskuler (penurunan
kesadaran)/cedera spinal.
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral: trauma kepala
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

1. V. Standar Pengelolaan
1. Standar Terapi

Penatalaksanaan cedera kepala secara umum dengan memperbaiki jalan napas (airway),
pernapasan (breathing) dan sirkulasi pasien, mencegah tidak sampai terjadi hipoventilasi dan
hipovolemia yang dapat menyebabkan secondary brain damage.
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 1315)

1. Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan
abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedangberat,
pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tengkorak, rinorea-otorea,
cedera penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di rumah, tidak mungkin
kembali ke rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi
kriteria rawat maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan
kembali ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan.
2. Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap - 2 jam.
3. Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang sama
sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA SEDANG (GCS 9-12)

1. Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik.


2. Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi
memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera
kepala berat.

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA BERAT (GCS <= 8)

1. Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan jangan
banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan.
2. Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban agar
tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah jika Hb
kurang dari 10 gr/dl.
3. Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan
pemeriksaan batang otak secara periodik.
4. Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada penderita
dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
5. Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 31, furosemide
diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti perdarahan.
6. Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika
penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka, rhinorea,
otorea.
7. Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
8. Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
9. Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
10. Fisioterapi dan rehabilitasi.
1. Standar Tindakan

Bila perlu dilakukan pembedahan (craniotomy), bila terjadi kegawatan dilakukan resusitasi
sesuai SOP resusitasi jantung paru.

1. Standar Edukasi dan Rehabilitasi


2. Edukasi:
1. Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
2. Dipuasakan dulu bila perlu.

1. Standar Asuhan Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler


(penurunan kesadaran)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien (maksimal dua jam) seperti
berikut, maka bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil suara nafas bersih atau tidak
ada suara tambahan.

NIC : Suction jalan nafas

Pastikan kebutuhan suction mulut/trakea, auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
suksion, informasikan pada klien dan keluarga tentang suksion, berikan oksigen dengan
menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal, lakukan suction, monitor status
oksigen pasien, hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi oksigen.

NIC : Manajemen jalan nafas

Buka jalan nafas gunakan teknik manuver chin lift atau jaw thrust bila perlu, posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan, pasang mayo bila perlu, berikan bronkodilator bila perlu, monitor saturasi oksigen.

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi/disfungsi


neuromuskuler (penurunan kesadaran)/cedera spinal.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien (maksimal 2 jam), pola nafas
efektif dengan kriteria hasil: frekuensi nafas dalam batas normal, kedalaman inspirasi dan
ekspansi paru simetris, tidak tampak adanya penggunaan otot pernafasan tambahan, tidak
tampak adanya retraksi dinding dada, tidak tampak adanya nafas melalui mulut.

NIC : Terapi Oksigen

Atur peralatan oksigenasi, monitor aliran oksigen, pertahankan posisi pasien, berikan oksigen
sesuai dengan yang diresepkan, observasi adanya. tanda tanda hipoventilasi/hiperventilasi.

NIC : Monitor Tanda-tanda Vital


Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi nafas, catat adanya fluktuasi tekanan darah,
monitor pola pemapasan abnormal, monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit, monitor
sianosis perifer, monitor adanya cushing triad (tekanan nadi melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik).

1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral: trauma kepala

Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai keadaan pasien maksimal dua jam, perfusi
jaringan serebral efektif dengan kriteria hasil: tingkat kesadaran membaik, tidak ada tanda-
tanda peningkatan TIK (edema papil, muntah proyektil)

NIC : Cerebral Perfussion Promotion

Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik yang diperlukan,


pertahankan posisi kepala pasien lebih tinggi 15 derajat, hindari aktivitas secara tiba-tiba,
pertahankan serum glukosa pada rentang normal, monitor tanda-tanda perdarahan, monitor
status neurologi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi pasien maksimal 2 jam, nyeri
teratasi dengan criteria hasil : mampu mengontrol nyeri, mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

NIC : Manajemen Nyeri

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan factor presipitasi, observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan,
kurangi faktor presipitasi nyeri, kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil.

dr Siswanto

Suci Wahyu H, S.Kp, Ns

RS Akademik UGM

Anda mungkin juga menyukai