PENDAHULUAN
TINJAUAN UMUM
Menurut WHO (World Health Organization) , rumah sakit adalah bagian integral
dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)
kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan
pusat penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Menurut Mentri Kesehatan RI No. 983/Menkes/per/II/1992 rumah sakit yaitu "
sarana upaya kesehatan dalam menyelanggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat
dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian." (Hand Book of Instutionl
Parmacy Pratice).
Secara sederhana Visi diartikan sebagai gambaran dari proyeksi masa depan atau
karakteristik yang ingin dicapai oleh suatu organisasi atau lembaga melalui seluruh hal
yang akan dilakukan selama kurun waktu yang ditentukan. Sedangkan misi adalah sebuah
urutan langkah langkah yang tersusun untuk mencapai suatu visi yang sudah dirancang
terlebih dahulu.
Misi
2. berdasarkan pengelolaan
a. rumah sakit publik
Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat
nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. rumah sakit privat
Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan
Terbatas atau Persero.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan rumah sakit:
a. rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.
b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan
subspesialistik luas.
c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d. rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RI, 2009; Siregar, 2004)
Menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 012 tahun 2012
akreditasi rumah sakit . Akreditasi Rumah Sakit, selanjutnya disebut Akreditasi, adalah
pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara
Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi
Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit secara berkesinambunga.
1. Kegiatan Pra Survey : Dengan pembentukan Tim Kerja atau yang disebut dengan
POKJA. Proses Komitmen dengan Falsafah, Misi, Visi dengan bukti. Dilanjutkan
dengan pembuatan dokumen yang belum ada seperti standar pelayanan, prosedur
tetap, kebijakan, dll. Dalam hal ini disiapkan bukti kegiatan rutin dari rapat /
pertemuan seperti undangan, notulen, tindak lanjut. Bukti layanan / kegiatan seperti
jumlah layanan, mutu layanan, dll. Pengumpulan dokumen yang sudah ada : SK,
Struktur Organisasi, Uraian Tugas, Sertifikat, Informasi Layanan, dll. Tak
ketinggalan, siapkan sarana prasarana dan fasilitas seperti denah, daftar alat,
kalibrasi, program dan bukti pemeliharaan. dll. Penyiapan program dan bukti
pelaksanaan serta tindak lanjut (monev) --> Program, POA, hasil/target program,
monev, analisa data (peningkatan SDM, Peningkatan Mutu Layanan). yang
kemudian dilakukan self assesment.
2. Kegiatan Survey : Disiapkan kesiapan Rumah Sakit yang bersih dan teratur,
penerimaan Surveyor : jemputan dan akomodasi, pertemuan pembukaan, ruangan
untuk surve administrasi, pertemuan exit conference. Cara pembuktian saat surve
dengan D : Dokumen, O : Observasi lapangan, fisik, lingkungan, alat, dll, W :
wawancara petugas RS, pasien dan keluarga pasien. intinya surveyor harus diberi
bukti dan diyakinkan atas pembuktian tersebut.
3. Kegiatan Pasca Survey : Kegiatan (pembuatan program, protap, kebijakan,
pengumpulan data layanan, evaluasi, dsb) seharusnya tetap dilakukan. Pertemuan
tetap dilakukan berkala, dan disiapkan Pokja tambahan untuk menyongsong
peningkatan akreditasi berikutnya. (misal dari 12 menjadi 1)
Survei Akreditasi
2. Akreditasi Bersyarat
Total Skor : 65% s.d < 75%
Skor Masing-2 Pelayanan : Minimal 60%
Masa Berlaku : 1 Tahun
Keterangan : Setelah 1 tahun dilakukan survei ulang, bila lulus berlaku sertifikat ditambah
2 tahun.
3. Akreditasi Penuh
Total Skor : Minimal 75%
Skor Masing-2 Pelayanan : Minimal 60%
Masa Berlaku : 3 Tahun
4. Akreditasi Istimewa
Total Skor : 65% s.d < 75%
Skor Masing-2 Pelayanan : Minimal 60%
Masa Berlaku : 5 Tahun
Keterangan : 3 kali berturut-turut akreditasi penuh
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 terdapat 15 BAB/ Kelompok Kerja (Pokja), 323
standar dan 1218 elemen penilaian (EP), antara lain :
Indikator - indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator - indikator berikut
bersumber dari sensus harian rawat inap. Pada pelaksanaan MPKP kegiatan pengendalian
diterapkan dalam bentuk kegiatan pengukuran:
Limbah (waste) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak digunakan, tidak disenangi
atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya. Sedangkan FKM-UI mendefinisikan limbah/sampah ialah benda bahan padat
yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tak
disenangi dan dibuang dengan cara saniter kecuali buangan dari tubuh manusia
(Kusnoputranto, 1986).
Menurut Arifin (2008), limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Menurut Permenkes
RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit yaitu semua limbah yang dihasilkan
dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
Limbah Rumah Sakit ada 3 macam yakni;
Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun
dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
Limbah Gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi, dan pembuatan obat Sitotoksik.
Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai
akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat
non medis.
Instalasi farmasi di rumah sakit adalah instalasi di rumah sakit yang dipimpin oleh
seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker, tenaga ahli madya farmasi (D-
3) dan tenaga menengah farmasi (AA)yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang
bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas
pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan
perbekalan kesehatan, dispensing obat, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan
penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit serta pelayanan farmasi klinik
(Menkes RI, 2014).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian di
suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh
beberapa orang apotekeryang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kompeten secara profesional, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia,
2004).
Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang
sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan
Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan
sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan
dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
2. Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di
bawah supervisi Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi
seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi Rumah Sakit diatur
menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang
merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun
e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan
rumah sakit.
f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh
pihak yang terkait.
l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada
pihak terkait.
1 Tujuan CSSD
a Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisis steril, untuk
mencegah terjadinya infeksi.
b Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta
menanggulangi infeksi nosokomial.
c Efisiensi tenaga medis atau paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien.
d Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
2 Fungsi CSSD
Beberapa fungsi CSSD antara lain:
a Memberikan suplai barang dan instrumen ke area yang membutuhkan
b Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan servis yang akurat
c Memberikan suplai barang steril meliputi linen, instrumen dan barang-barang
steril lainnya
d Melakukan pencatatan yang akurat terhadap kegiatan dekontaminasi, pencucian,
sterilisasi dan pengiriman barang steril
e Melakukan pengetatan keseragaman dan kemudahan dalam rak instrumen dan
set operasi di seluruh lingkungan rumah sakit
f Mempertahankan jumlah inventaris barang dan instrument
g Melakukan monitoring dan kontrol terhadap tindakan pengendalian infeksi
sesuai dengan arahan komite pengendalian infeksi
h Membuat dan mempertahankan standart sterilisasi dan distribusinya
i Beroperasi secara efisien dalam rangka pengurangan biaya operasional
j Melakukan pengembangan sesuai dengan metode yang terbaru dan peraturan
yang berlaku
k Melakukan evaluasi berkala untuk meningkatkan kualitas pelayanan
l Memberikan pelayanan konsultasi kepada bagian lain yang membutuhkan
pemrosesan dan sterilisasi instrumen. Meliputi penjelasan peraturan dan
prosedur yang digunakan dan implementasi metode baru
3 Tugas CSSD
Tugas utama CSSD di rumah sakit adalah:
a Menyediakan peralatan medis untuk perawatan pasien
b Melakukan proses sterilisasi alat/bahan
c Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar
operasi, dan ruang lain yang membutuhkan
d Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman, efektif dan
bermutu
e Mempertahankan stok inventory yang memadai untuk keperluan perawatan
f Mempertahankan standar yang ditetapkan
g Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi, maupun sterilisasi
sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu
h Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan
pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nasokomial
i Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi
j Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi CSSD baik
yang bersifat intern dan ekstern
k Mengevaluasi hasil sterilisasi.
5 Sitostatika
1 Definisi Sitostatika
Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel sel secara fraksional
( fraksi tertentu mati), sehingga 90 % berhasil daan 10 % tidak berhasil. (Hanifa
Wignjosastro, 1997). Bahan Sitostatika adalah zat/obat yang merusak dan membunuh
sel normal dan sel kanker, serta digunakan untuk menghambat pertumbuhan tumor
malignan. Istilah sitostatika biasa digunakan untuk setiap zat yang mungkin genotoksik,
mutagenik, onkogenik, teratogenik, dan sifat berbahaya lainnya. Sitostatika tergolong
obat beresiko tinggi karena mempunyai efek toksik yang tinggi terhadap sel, terutama
dalam reproduksi sel sehingga dapat menyebabkan karsinogenik, mutagenik dan
tertogenik. Oleh karena itu, penggunaan obat sitstatika membutuhkan penanganan
khusus untuk menjamin keamanan, keselamatan penderita, perawat, profesional
kesehatan, dan orang lain yang tidak menderita sakit. Tujuan penanganan bahan
sitostatika adalah untuk menjamin penanganannya yang tepat dan aman di rumah sakit
2 Personil di Sitostatika
Personil yang akan terlibat dalam preparasi obat sitostatika harus mendapatkan
pelatihan yang memadai tentang teknik aseptic dan penanganan obat sitostatika.
a Petugas wanita yang sedang hamil atau merencanakan untuk hamil tidak dianjurkan
untuk terlibat dalam rekonstitusi obat sitostatika
b Petugas wanita yang sedang menyusui tidak dianjurkan terlibat dalam rekonstitusi
obat sitostatika
c Petugas yang sedang sakit atau mengalami infeksi pada kulit harus diistirahatkan
dari tugas ini.
d Setiap petugas yang akan terlibat dalam rekonstitusi obat sitostatika seminggu
sebelumnya harus mendapat pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1 Complete blood count
2 Liver Function Test
3 Renal Function Test
e Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara periodic setiap 6 bulan, jika
terdapat kelainan hasil pemeriksaan harus diteliti lebih dalam
f Semua hasil harus didokumentasikan
b Alat
1 Pass Box
Jendela antara ruang administrasi dan ruang aseptik berfunsi untuk
keluar masuknya obat kedalam ruang aseptic
2 Laminan Air Flow (LAF)
LAF yang digunakan untuk pecampuran sitostatika adalah tipe :
Biological Safety Cabinet (BSC). Validasi hepa filter dilakukan setiap 6
bulan dengan jalan kalibrasi. Hepa filter diganti setiap 4 tahun sekali.
Aliran udara yang masuk kedalam LAF harus konstan
3 Kelengkapan APD ( Alat pelindung diri)
Kelengkapan ini terdiri dari :
a Baju : Terbuat dari bahan yang tidak mengandung serat
harus menutupi seluruh anggota badan kecuali muka
b Topi : harus menutupi kepala sampai leher
c Masker : harus mempunyai kaca plastic
d Sarung tangan : digunakan rangkap dua dan terbuat dari bahan latex
e Sepatu : terbuat dari bahan yang tidak tembus benda tajam
4 Biological Safety cabinet (BSC)
Alat ini digunakan untuk pencampuran sitostatika yang berfungsi untuk
melindungi petugas, materi yang dikerjakan dan lingkungan sekitar.
Prinsip kerja dari alat ini adalah : tekanan udara di dalam lebih negatif
dari dari tekanan udara diluar sehingga aliran udara bergerak dari luar ke
dalam BSC. Didalam BSC udara bergerak vertikal membentuk barier
sehingga jika ada peracikan obat sitostatika tidak terkena petugas. Untuk
validasi alat ini harus dikalibrasi setiap 6 bulan. (depkes, 2009)
6 Farmasi Klinis
1 Definisi Farmasi Klinis
Farmasi klinis adalah praktik kefarmasian berorientasi kepada pasien dengan
penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek
obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual.
2 Kegiatan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis (Depkes RI, 2004), meliputi:
a Pengkajian dan pelayanan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisis adanya
masalah terkait obat, jika ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus
melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan serta tinggi badan pasien
b nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter
c tanggal resep
d ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliputi:
a nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan
b dosis dan jumlah obat
c stabilitas
d aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
a ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
b duplikasi pengobatan
c alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
d kontraindikasi
e interaksi obat
b Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah
dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau
data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Tujuan:
1 membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan obat
2 melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
3 mendokumentasikan adanya alergi dan ROTD
4 mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
5 melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
6 melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
7 melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan
8 melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
9 melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
10 mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter
11 mengidentifikasi terapi lain misalnya suplemen, dan pengobatan alternatif
yang mungkin digunakan oleh pasien
d konseling
Konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan
kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan
membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga
pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam
penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum konseling
adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness dan
menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi. Tujuan khusus dari
konseling adalah:
1 meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien
2 menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
3 membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
4 membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat
dengan penyakitnya
5 meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
6 mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
7 meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi
8 mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
9 membimbing dan membina pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien
e Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait
obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki,
meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada
dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit
atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di
rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker
harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi
pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
Gambaran Umum
Jumlah TT : 315 TT
E-mail : rsalminto@gmail.com
v. Masyarakat Umum
3.2.1 Visi
Menjadi Rumah Sakit Tni Angkatan Laut Wilayah Barat Yang Unggul
Dalam Dukungan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Pendidikan Dan Penelitian
Terutama Kesehatan Matra Laut.
3.2.2 Misi
1. Menyelenggarakan Dukungan Kesehatan Dan Pelayanan Kesehatan Terpadu
Yang Bermutu Dengan Mengutamakan Keselamatan Pasien.
2. Menyelenggarakan Pelayanan Rujukan Sebagai Pusat Rujukan Tertinggi
Bagi Unsur Kesehatan Tni Angkatan Laut Wilayah Barat Dan Fasilitas
Kesehatan Lainnya.
3. Melaksanakan Pendidikan Dan Penelitian Terutama Kesehatan Matra Laut.
4. Melaksanakan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat.
5. Mengembangkan Manajemen Sumber Daya Manusia (Sdm) Dan Penataan
Kelembagaan Rumah Sakit Yang Berorientasi Pada Mutu.
3.2.3 Tujuan
1. Terselenggaranya Tata Kelola Dukungan Kesehatan Dan Pelayanan
Kesehatan Yang Terintegrasi, Serta Berorientasi Pada Pendidikan Terutama
Kesehatan Matra Laut Yang Berbasis Riset.
2. Terwujudnya Alumni Yang Profesional, Kompeten, Memiliki Integritas
Tinggi, Serta Bersikap Terbuka Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dan Teknologi
3. Terwujudnya Penelitian Inovatif Yang Mengacu Kepada
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Terutama Di Bidang
Kesehatan Matra Laut.
4. Terwujudnya Produk Pengabdian Masyarakat Yang Berorientasi Pada
Pemberdayaan Masyarakat.
5. Terwujudnya Sumber Daya Manusia (Sdm) Rumkital Dr. Mintohardjo Yang
Profesional, Akuntabel Yang Berorientasi Pada Kepuasan Anggota Dan
Keluarga Tni, Tni Angkatan Laut Serta Seluruh Lapisan Masyarakat.
3.2.4 Falsafah
Melayani Dengan Amanah, Niat Mulia, Hati Ikhlas Dan Senyum.
3.2.5 Motto
Lebih Peduli Dan Terpercaya.
RSAL Dr. Mintohardjo adalah rumah sakit tipe II yang setara dengan rumah
sakit tipe B pendidikan, yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas 256 tempat tidur
dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dan sub spesialistik terbatas dan
983/MENKES/SK/IX/1992.
3.4 Akreditasi
RSAL Dr. Mintohardjo telah memiliki akreditasi penuh tingkat lengkap (16
pelayanan). Akreditasi rumah sakit ini merupakan suatu pengakuan yang diberikan
oleh pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang ditentukan
karyawan.
rumah sakit maupun pasien, kerugian moril maupun material. Berdasarkan data
WHO, 3-21% terjadi infeksi nosokomial yang dapat terjadi pada pasien, petugas
infeksi.
3.6 Personil
Personil RSAL Dr. Mintohardjo sebanyak 1200 orang, yang terdiri dari Militer
dan PNS. Dokter spesialis aktif dan purnawirawan sebanyak 55 orang. Perawat
sebanyak 320 orang aktif dan non medis sebanyak 750 orang. Personil RS AL Dr.
3.7 Bangunan
RS AL Dr. Mintohardjo mempunayi tanah seluas 42.586 m 2, sedangkan luas
Merupakan unusr pembantu pimpinan dan pelaksan rumah sakit yang bertugas
melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab pada kepala rumah sakit. Kepala
Departemen Farmasi dijabat oleh apoteker yang berpangkat colonel dan saat ini dijabat oleh
apoteker yang berpangkat Kolonel dibantuk kepala sub departemen (Kasubdep), Fungsi
Departemen Farmasi:
bidang farmasi.
c Merencanakan, mengkoordinisasi, dan mengendalikan penyelanggaraan program
bidang farmasi.
mencapai status masa depan rumah sakit, mengkomunikasikan sifat dari keberadaan
sakit dan Stakeholders utamanya, dan untuk menyatakan tujuan luas dari kerja
rumah sakit.
Misi rumah sakit merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang
alasan keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk
kesehatan.
2 Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data, pengggunaaan
rumah sakit.
3 Memantau penggunaan atau pemakaian bekal kesehatan untuk
kesehatan.
4 Melaksanakan pemeriksaan atau pengujian mutu bekal kesehatan.
5 Membuat laporan pelaksanaan tugas, SubDep BINFAR secara
periodic.
Kedudukan dan tanggung jawab Kasubdep Dalfar adalah pembantu dan pelaksana
terjadwal.
2 Membantu melaksanakan pengadaan material kesehatan.
3 Melaksanakan pemeliharaan alat kesehatan.
4 Menyusun dan menyiapkan perkiraan kebutuhan material kesehatan.
5 Melaksankan pengendalian dan pengawasan pengadaan, penyimpanan
kesehatan.
7 Melaksanakan administrasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
material kesehatan.
8 Menyalurkan bekal diagnostic kepada unit pelaksana diagnostic.
9 Menyususn laporan penerimaan dan penyaluran material kesehatan
periodic.
Dikepalai oleh seorang apoteker berpangkat Letnan Kolonel dan membawahi kasi
Dr.Mintohardjo
2 Menjamin pelaksanaan farmasi klinis yang terpadu dan terpercaya.
3 Memberikan pelayanan pharmaceutical care yang optimal.
b Tugas
1 Menyelenggarakan perencanaan program kerja pelayanan farmasi
klinik.
2 Melakukan pengumpulan dan pengolahan data terjadinya efek
samping obat.
3 Ikut berperan serta dalam Sub Panitia Farmasi dan Terapi dalam
farmasi.
5 Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kewajiban para Kasi.
6 Melaporkan pelaksaan tugasnya secara periodic kepada Kepala
Departemen Farmasi.
1 Pengkajian Resep
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memastikan ketepatan
obat dalam konteks ini tidak hanya berupa resep, namun lebih ditekankan
lagi pada permintaan obat dari dokter yang mungkin ditulis dengan format
serta berdasarkan JUKLAK DIRJEN YANMED No. 0428 tahun 1989 dan
Farmasi dan Terapi ini adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit yang efektif dan efisien. Tugas PFT RS AL Dr. Mintohardjo adalah:
1 Membuat daftar obat standar yang diperlukan di ruangan atau karyawan
dan mengevaluasinya.
2 Merevisi daftar obat-obatan setiap tahun.
3 Turut memantau pengadaan dan keperluan obat-obatan Rumah Sakit.
Di akhir tahun 2000, Panitia Farmasi dan Terapi RS AL Dr. Mintohardjo
formularium 2007, jadi formularium direvisi satu kali dalam setahun atau
1 Pemilihan
Proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di
Gudang dan Sub Distribusi. Keputusan yang dibuat juga dapat bersifat
subyektif yaitu atas dasar intuisi, perkiraan serta pengalaman dair
yaitu:
1 Prediksi secara kualitatif
Prediksi ini bersifat subyektif yaitu didasarkan pada intuisi, emosi,
jawab perorangan.
2 Prediksi secara kuantitatif
Metode ini tergantung pada banyak sedikitnya data-data masa lalu,
membuat ramalan.
3 Pengadaan
Pengadaan adalah upaya dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
adalah cukup, tidak lebih sera mengacu pada perencanaan kebutuhan dan
prioritas
Dalam pengadaan material kesehatan dilakukan berdasarkan formularium
atau dikenal sebagai barang rutin non dropping. Sejak awal, barang
Ada beberapa obat dan golongan PKRT tertentu yang dibuat sendiri
dengan obat. Obat yang sering diminta berulang oleh dokter dapat
terlebih dahulu sebelum ada permintaan dari resep dokter. Hal ini
tersebut antara lain: Puyer asma, BPP, BPP 1 (Batuk Pilek Puyer),
ataupun alat kesehatan baru (belum terpakai) dan yang sudah pernah
terpakai.
4 Dropping
Dropping yaitu pengadaan barang yang dilakukan melalui pemberian
Diskesal terjadi setahun dua kali, yaitu pada bulan Mei (Semester I)
dari Puskes TNI terjadi 1 tahun sekali, pada umumnya berupa alat
TNI. PUT yaitu daftar permintaan jenis dan jumlah obat yang
sakit.
Tim pembelian kemudian melakukan pembelian dengan mengadakan
Berita acara tersebut diserahkan ke bagian tata usaha rumah sakit untuk
menggunakan sistem FIFO (First In First Out) serta sistem FEFO (First
Expired First Out). Pemeriksaan barang dilakukan setiap bulan, serta
scon.
b Barang medis tidak habis pakai, contohnya selimut, sprei, pakaian
menjadi sediaan non obat dan obat. Produksi non obat seperti Karbol,
OBH, antiflu, obat diare, obat maag, salep kulit, dll ditangani oleh
provos dan juga oleh dokter pemesan barang jika diperlukan. Proses pada
diketahui oleh kepala bidang yang bersangkutan dan disetujui oleh kepala
kepala gudang yang bersangkutan, tata usaha farmasi, dan ruangan atau
unit atau departemen atau sub departemen yang bersangkutan dan juga
obat-obat dari apotek dinas, obat, alat kesehatan sekali pakai, film
rontgen, obat gigi, antiseptic, bahan baku serta gas medis (O 2, CO2N2,
N2O), Asetilen Udara tekan dari sub distribusi farmasi, bahan baku,
tanggal, nama barang, jumlah stok awal, jumlah masuk, jumlah stok
dan cairan.
b Penyimpanan dingin dalam lemari pendingin (2-8oC).
c Narkotika disimpan dalam lemari narkotik, sesuai standar
Kemenkes.
d Barang yang mudah terbakar, oksidator, berbau tajam, disimpan di
disimpan khusus
2 Bentuk / jenis barang yang disimpan.
a Obat disimpan terpisah dengan bahan beracun.
b Bahan mudah terbakar disimpan dalam gudang khusus.
c Obat luar dipisahkan dari obat dalam.
3 Pengaturan ruangan
a Memisahkan tempat penyimpanan obat dengan alkes.
b Ruang khusus untuk obat rusak/ED.
c Ruang khusus untuk alkes yang rusak berat.
d Ruang khusus untuk gas medik.
4 Sistem penyimpanan
a Berdasarkan nomor / alphabet nama generic.
b Berdasarkan volume barang.
c Berdasarkan frekuensi penggunaan.
d Sistem FIFO dan FEFO.
5 Penggunaan alat bantu
a Kartu stok untuk tiap item barang
b Trolly dan tangga
6 Pengamanan dan keselamatan
a Alat pemadam kebakaran
b Tiap pintu dan almari mempunyai kunci
c Petugas khusus di dalam gudang.
d Dilarang merokok/menyalakan api di dalam gudang
e Pemahaman tentang sifat bahan / alat / obat bagi petugas
gudang.
7 Pendistribusian
Distribusi Farmasi merupakan kegiatan menyalurkan material kesehatan
sub gudang farmasi akan datang setiap minggu dua kali. Jumlah
1 Individual prescription
Ruang tempat pasien menginap hanya disediakan obat emergency.
resep di apotek.
Keuntungan:
a Semua permintaan obat dalam diawasi oleh dokter, perawat,
Kerugian:
a Pasien lupa minum obat tanpa diingatkan perawat.
b Biaya pengobatan dapat meingkat.
2 UDD (Unit Dose Dispensing)
Pasien mendapatkan obat untuk pemakaian 1 hari.
Tujuan:
a Pasien mendapatkan pelayanan 24 jam
b Pasien hanya membayar obat yang dipakai.
c Pemakain obat dapat dikontrol
d Terjadinya kesalahan pengobatan dapat dikurangi
e Pasien lebih teredukasi
f Tepat dosis, indikasi, penderita, obat, dan waspada efek samping
lebih sedikit.
f Komunikasi antar farmasis dengan tenaga kesehatan lainnya
meningkat.
g Meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga apoteker dan perawat.
h Penurunan biaya obat karena persediaan pada ruangan menurun
Sistem ini dilakukan di ruang UGD dan ruang operasi. Tugas dari
karena salah satu syarat gudang yang baik yaitu tata cara
penyimpanan yang baik, rapi, dan teratur serta ditinjau pada dari segi
(faktur dari PBF dan surat Dropping dari Diskesal). Semua faktur
tersebut diarsip, diberi nomor arsip dan ditulis pada buku barang
distribusi kombinasi obat resep individual dan sistem floor stock, obat
kartu stok. Pencatatan lain juga dilakukan pada barang yang telah expired
dan obat-obatan yang telah expired date. Barang yang telah expired date
dipergunakan dan diperbaiki lagi (rusak) atau tidak memiliki nilai pakai,
tidak laku jual, sudah ketinggalan jaman, atau sesuai dengan ketentuang
diperbaiki dan apabila memerlukan suku cadang yang baru maka harus
a Golongan A
1 Dressing bedah, swab, dan semua limbah yang terkontaminasi dari daerah
ini.
2 Bahan-bahan linen kasus penyakit infeksi
3 Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai atau
jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal yang berkaitan dengan swab
dan dressing.
b Golongan B
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas benda-benda tajam lainnya.
c Golongan C
Limbah dari ruangan laboratorium dan post martum kecuali yang termasuk
dalam golongan A.
d Golongan D
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu
e Golongan E
Pelapis bel-pan disposable, incontinence-pad dan tabung gas
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, (2002). Standart Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta Direktorat
Pelayanan Keperawatan Depkes RI
Arifin, M., 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan , Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Siregar, J.P.C dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta:
EGC. Hal. 7, 13-15, 17-19.
Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I, Penerbit
EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta:
Depkes RI
MenkesRI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
DepKes RI. (1992). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992.
Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum .
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Undang-undang nomor 44 tahun 2009
tentang rumah sakit.Jakarta, 2009.