Anda di halaman 1dari 49

Teori Pembuatan Keputusan Secara Etis/

Ethical Decision Making Theory


Standard

Teori Pembuatan Keputusan Secara Etis

(Sumber/ source: Suhaemi, Mimin Emi.2002.Etika Keperawatan: Aplikasi pada


Praktik.Jakarta: EGC.)

(Rewritten by/ Diketik kembali oleh: Dimas Erda Widyamarta.2014. please follow blog/
silahkan ikuti blog: www.ithinkeducation.blogspot.com or
www.ithinkeducation.wordpress.com)

Teori Dasar Pembuatan Keputusan

Teori dasar atau prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etik praktik
profesiona (Fry,1991). Teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi konfik
antara prinsip dan aturan. Ahl filsafat moral telah mengembangkan beberapa teori etik, yang
secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi.

1. Teleologi

Teleologi (berasal dari bahasa Yunani, dari kata Telos, berarti akhir). Istilah teleologi
merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan
atau konsekuensi yang dapat berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat
terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan the end justifes the means atau makna
dari suatu tindakan ditentukan oleh akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian
hasil akhir yang terjadi. Pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan
sekecil mungkin bagi manusia (Kelly,1987). Teori teleologi atau utilitarianisme dapat
dibedakan menjadi rue utilitarianisme atau act utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip
bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan bergantung pada sejauh mana tindakan tersebut
memberikan kebaikan atau kebahagiaan kepada manusia. Act utilitarianisme bersifat lebih
terbatas; tidak melibatkan aturan umu, tetapi berupaya menjelaskan apda suatu situasi tertentu
pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya
atau ketidakbaikan sekecilnya pada individu. Contoh penerapan teori ini: banyak yang lahir
cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban masyarakat.

2. Deontologi (Formalisme)

Deontologi (berasal dari bahasa Yunani, deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau
tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi
dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteks ini, perhatian difokuskan
pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah
tindakan tersebut secara moral besar atau salah. Kant berpendapat bahwa prinsip moral atau
yangg terkait dengna tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Contoh
penerpaan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa klien harus diberi tahu
tentang yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataaan tersbut sangat menyakitkan. Contoh
lain: seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan agamanya
yang melarang tindakan membunuh. Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak
menggunakan pertimbangan, misalnya tindakan abortus dilakukan untuk menyelamatkan
nyawa ibunya karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup ( dalam hal ini calon bayi)
merupakan tindakan buruk secara moral. Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan
menjadi lima prinsip yaitu kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran dan ketaatan (Fry,
1991).

1. Kemurahan hati

Inti dari prinsip kemurahan hati (benefience) adalah tanggung jawab untuk melakukan
kebaikan yang menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yang merugikan atau
membahayakan klien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam praktik keperawatan.
Perawat diwajibkan untuk melaksanakan tindakan yang bermanfaat bagi klien tetapi dengan
meningkatkan teknologi dalam sistem asuhan kesehatan, dapat juga merupakan risiko dari
suatu tindakan yang membahayakan.

Contoh 1: perawat menasihati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan
secara umum, tetapi tidak seharusnya melakukan apabila klien dalam keadaan risiko serangan
jantung.

Contoh 2: seorang klien mempunyai kepercayaan bahwa pemberian transfusi darah


bertentangan dengan keyakinannya, mengalami perdarahan hebat akibat penyakit hati yang
kronis. Sebelum kondisi klien bertambah berat, klien sudah memberikan pernyataan tertulis
kepada dokter bahwa ia tidak mau dilakukan tranfusi darah. Pada suatu saat, kondisi klien
bertambah buruk maka terjadi perdarahan hebat dan dokter menginstruksikan untuk
memberikan tranfusi darah. Dalam hal ini, akhirnya tranfusi darah tidak diberikan karena
prinsip beneficience. Walaupun sebenarnya pada saat yang bersamaan terjadi penyalahgunaan
prinsip maleficience.

Dengan majunya ilmu teknologi, konflik yang terjadi semakin tinggi. Untuk itu, peru
diterapkan sistem klarifikasi nilai-nilai, yaitu suatu proses ketika individu memperoleh
jawaban terhadap beberapa situasi melalui proses pengembangan nilai individu. Menurut
Megan (1989), proses penilaian mencakup tuju proses yang ditempatkan ke dalam tiga
kelompok, yaitu:

1) Menghargai

a) Menjunjung dan menghargai keyakinan dan perilaku seseorang

b) Menegaskan di depan umum bila diperlukan.

2) Memilih

a) Memilih dari berbagai alternatif\


b) Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya

c) Memilih secara bebas

3) Bertindak

a) Bertindak

b) Bertindak sesuai dengan pola, konsistesi dan repetisi (mengulang yang telah disepakati)

Dengan menggunakan ketujuh langkah tersebut ke dalam klasifikasi nilai, perawat dapat
menjelaskan nilai mereka sendiri dan dapat mempertinggi pertumbuhan pribadinya. Langkah
di atas dapat diterapkan pada situasi klien, misalnya perawat dapat membantu klien
mengidentifikasi bidang konflik, memilih dan menentukan berbagai alternatif, menetapkan
tujuan dan melakukan tindakan.

1. Keadilan

Prinsip dari keadilan (justice) menurut Beuachamp dan Childress adalah mereka yang
sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara
tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini berarti bahwa kebutuhan kesehatan
mereka yang sederajat harus menerima sumbe pelayanan kesehatan dalam jumah sebanding.
Ketika seorang mempunyai kebutuhan kesehatan yagn besar maka menurut prinsip ini, ia
harus mendapatkan sumber kesehatan yang besar pula. Kegiatan alokasi dan distribusi
sumber ini memungkinkan dicapainya keadilan dalam pembagian sumber asuhan
keperawatan kepada klien secara adil sesuai kebutuhan. Contoh: seorang perawat sedang
bertugas sendiri di suatu unit RS, kemudian ada seorang klien baru masuk bersamaan dengan
klien yang memerlukan bantuan perawat tersebut. agar perawat tidak menghindar dari satu
klien ke klien yang lainnya maka perawat seharusnya dapat mempertimbangkan faktor dalam
situasi tersebut, kemudian bertindakan berdasarkan pada prinsip keadilan.

1. Otonomi

Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk menentukan
tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih (Veatch dan Fry, 1987).
Masalah yang muncul dari penerapan prinsip adalah adanya variasi mempunyai otonomi
klien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan
rumah sakit, ekonomi, tersedianya informasi, dan lainnya.

1. Kejujurann

Prinsip kejujuran (veracity) menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai
menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Kejujuran harus dimiliki perawat saat
berhubungan dengan klien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya
antara perawat-klien. Perawat sering tidak memberitahukan kejadian sebenarnya pada klien
yang sakit parah. Namun, penelitian apda klien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa
klien ingin diberi tahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch,1978).

Contoh: Ny. M, seorang wanita lansia usia 68 tahun, dirawat di RS dengan berbagai macam
fraktur karena kecelakaan mobil, suamina yang juga ada dalam kecelakaan tersebut masuk ke
RS yang sama dan meninggal. Ny. M bertanya berkali-kali kepada perawat tentang keadaan
suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawatnya untuk tidak mengatakan kematian
suami Ny. M kepada Ny. M. Perawat tidak diberi alasan apapun untuk petunjuk tersebut dan
menyatakan keprihatiannya kepada perawat kepala ruangan, yang mengaakan bahwa
instruksi dokter harus diikuti. Dalam contoh tersebut, data dasar meliputi:

1) Orang-orang yang terlibat: klien (memperhatikan kesejahteraan suami), suami


(almarhum), dokter ahli bedah, perawat kepala ruangan, dan perawat yang bersangkutan.

2) Tindakan yang diusulkan: masalah tidak diketahui klien, memungkinkan untuk


melindungi Ny. M dari trauma psikologis, perasaan bersalah yang berlebih, dan sebagai
akibatnya akan terjadi kemunduran kondisi fisiknya.

3) Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan: apabila informasi ditahan atau tidak
disampaikan, klien mungkin menjadi semakin cemas dan marah, serta mungkin menolak
untuk bekerja sama dalam asuhan sehingga akan menunda pemulihan kesehatan.

Untuk mengidentifikasi konflik tersebut:

1) Perlu jjur kepada Ny. M, berarti tidak loyal terhadap dokter ahli bedah dan perawat
kepala ruangan.

2) Perlu loyal terhadap dokter ahli bedah dan perawat kepala ruangan tanpa tidak jujur
terhadap Ny. M

3) Konflik tentang pengaruh pada kesehatan Ny. M apabila diinformasikan atau apabila
tidak diinformasikan

1. Ketaatan

Prinsip ketaatan (fidelity) didefinisikan oleh Veatch dan Fry sebagai tanggung jawab untuk
tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-klien
meliputi tanggung menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan memberikan perhatian/
kepedulian. Dalam hubungan antara manusia, individu cenderung tetap menempati janji dan
tidak melanggar, kecuali ada alasan demi kebaikan. Pelanggaran terhadap konfidensi
merupaakn hal yang serupa, terutama bila pelanggaran tersebut merupakan pilihan tindakan
yang lebih baik dariada jika tidak dilanggar. Kesetiaan perawat terhadap janji tersebut
mungkin tidak mengurangi penyakit atau mencegah kematian, tetapi akan memengaruhi
kehidupan klien serta kualitas kehidupannya. Salah satu cara untuk menerapkan prinsip
dalam menepati janji adalah dengan memasukan ketaatan dalam tanggung jawab. Untuk
mewujudkan hal ini, perawat harus selektif dalam mempertimbangkan informasi apa yang
perlu dijaga konfidensinya dan mengetahui waktu yang tepat untuk menepati janji sesuai
hubungan dengna perawat-klien. Peduli kepada klien merupakan salah satu aspek dari prinsip
ketaatan. Peduli kepada klien merupakan komponen paling penting dari praktik keperawatan,
terutama pada klien dalam keadaan terminal (Fry [1991]), dikutip dari Fleming, Scantion dan
DAgostino 1987; Larson 1986; Mayer, 1987). Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam
memberi perawatan dengan pendekatan individual, bersikap baik kepada klien, memberikan
kenyamanan, dan menunjukkan kemampuan profesional.

PRINSIP-PRINSIP DALAM ETIK KEPERAWATAN


PRINSIP-PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN
Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang menurut
Araskar dan David (1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau standar
yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan keputusan,
benar atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced Learners
Dictionary of Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai sistem dari
prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi AARN (1996),
etika berfokus pada yang seharusnya baik salah atau benar, atau hal baik atau
buruk. Sedangkan menurut Rowson, (1992).etik adalah Segala sesuatu yang
berhubungan/alasan tentang isu moral. Moral adalah suatu kegiatan/prilaku yang
mengarahkan manusia untuk memilih tindakan baik dan buruk, dapat dikatakan
etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat
dipertanggung jawabkan (Degraf, 1988).Etika merupakan bagian dari filosofi
yang berhubungan dengan keputusan moral menyangkut manusia (Spike lee,
1994). Menurut Websters The discipline dealing with what is good and bad and
with moral duty and obligation, ethics offers conceptual tools to evaluate and
guide moral decision making Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
etika merupakan pengetahuan moral dan susila, falsafah hidup, kekuatan moral,
sistem nilai, kesepakatan, serta himpunan hal-hal yang diwajibkan, larangan
untuk suatu kelompok/masyarakat dan bukan merupakan hukum atau undang-
undang. Dan hal ini menegaskan bahwa moral merupakan bagian dari etik, dan
etika merupakan ilmu tentang moral sedangkan moral satu kesatuan nilai yang
dipakai manusia sebagai dasar prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing
ethics) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur
diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan. Prinsip
Prinsip Etik Keperawatan Prinsip bahwa etika adalah menghargai hak dan
martabat manusia, tidak akan pernah berubah. Prinsip ini juga diterapkan baik
dalam bidang pendidikan maupun pekerjaan. Juga dalam hak-haknya
memperoleh pelayanan kesehatan. Ketika mengambil keputusan klinis, perawat
seringkali mengandalkan pertimbangan mereka dengan menggunakan kedua
konsekuensi dan prinsip dan kewajiban moral yang universal. Hal yang paling
fundamental dari prinsip ini adalah penghargaan atas sesama.Empat prinsip
dasar lainnya bermula dari prinsip dasar ini yang menghargai otonomi
kedermawanan maleficience dan keadilan Macam-macam Prinsip etika
keperawatan Prinsip-prinsip etika keperawatan terdiri dari: Autonomy (Otonomi
) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki
kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan
atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap
seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secara rasional.Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat
perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya. Beneficience (Berbuat Baik) Benefisiensi berarti hanya
mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari
kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi
pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi. Justice
(Keadilan) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai
ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan . Non Maleficience (tidak
merugiakan) Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak
menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien
dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Fidelity (loyalty/ketaatan) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai
janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah
kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan. Confidentiality (kerahasiaan) Aturan dalam prinsip
kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya.
Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau
keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah. Tidak
Membahayakan (Nonmaleficence) Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan
kecelakaan atau membahayakan orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien
dirawat dengan penurunan kesadaran, maka harus dipasang side driil.
Pembuatan keputusan berdasarkan etik keperawatan (Ethical Decision Making)
langkah langkah Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan
kesehatan, ikut menentukan menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.
Tenaga keperawatan secara keseluruhan jumlahnya mendominasi tenaga
kesehatan yang ada, dimana keperawatan memberikan konstribusi yang unik
terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang relatif,
berkelanjutan, koordinatif dan advokatif. Keperawatan sebagai suatu profesi
menekankan kepada bentuk pelayanan professional yang sesuai dengan
standart dengan memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang
diberikan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik. A. Sejarah Keperawatan
Keperawatan sebagai suatu pekerjaan sudah ada sejak manusia ada di bumi ini,
keperawatan terus berkembang sesuai dengan kemajuan peradaban teknologi
dan kebudayaan. Konsep keperawatan dari abad ke abad terus berkembang,
berikut adalah perkembangan keperawatan di dunia : 1. Mother Instink Pekerjaan
keperawatan sudah ada sejak manusia diciptakan, keperawatan ada sebagai
suatu naluri (instink). Setiap manusia pada tahap ini menggunakan akal
pikirannya untuk menjaga kesehatan, menggurangi stimulus kurang
menyengkan, merawat anak, menyusui anak dan perilaku masih banyak perilaku
lainnya. 2. Animisme Manusia pada tahap ini memiliki keyakinan bahwa keadaan
sakit adalah disebabkan oleh arwah/roh halus yang ada pada manusia yang telah
meninggal atau pada manusia yang hidup atau pada alam ( batu besar, pohon,
gunung, sungai, api, dll). Untuk mengupayakan penyembuhan atau perawatan
bagi manusia yang sakit maka roh jahat harus di usir, para dukun
mengupayakan proses penyembuhan dengan berusaha mencari pengetahuan
tentang roh dari sesuatu yang mempengaruhi kesehatan orang yang sakit.
Setelah dirasa mendapatkan kemampuan, para dukun berupaya mengusir roh
dengan menggunakan mantra-mantra atau obat-obatan yang berasal dari alam.
3. Keperawatan penyakit akibat kemarahan para dewa Pada tahap ini manusia
sudah memiliki kepercayaan tentang adanya dewa-dewa, manusia yang sakit
disebabkan oleh kemarahan dewa. Untuk membantu penyembuhan orang yang
sakit dilakukan pemujaan kepada para dewa di tempat pemujaan (kuil), dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kuil adalah tempat pelayanan kesehatan. 4.
Ketabiban Mulai berkembang kemungkinan sejak 14 abad SM, pada masa ini
telah dikenal teknik pembidaian, hygiene umum, anatomi manusia. 5. Diakones
dan Philantrop Berkembang sejak 400 SM, para diakones memberikan
pelayanan perawatan yang diberikan dari rumah ke rumah, tugas mereka adalah
membantu pendeta memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pada masa
ini merupakan cikal bakal berkembangnya ilmu keperawatan kesehatan
masyarakat. Philantop adalah kelompok yang mengasingkan diri dari keramaian
dunia, dimana mereka merupakan tenaga inti yang memberikan pelayanan di
pusat pelayanan kesehatan (RS) pada masa itu. 6. Perkembangan ilmu
kedokteran Islam Pada tahun 632 Masehi, Agama Islam melalui Nabi Muhamad
SAW dan para pengikutnya menyebarkan agama Islam keseluruh pelosok dunia.
Selain menyebarkan ajaran agama beliau juga menyebarkan ilmu pengetahuan
tentang perilaku hidup bersih dan pengobatan terhadap penyakit (kedokteran).
7. Perawat terdidik ( 600 1583 ) Pada masa ini pendidikan keperawatan mulai
muncul, dimana program itu menghasilkan perawat-perawat terdidik. Pendidikan
keperawatan diawali di Hotel Dien dan Lion Prancis yang kemudian berkembang
menjadi rumah sakit terbesar disana. Pada awalnya perawat terdidik diseleksi
dari para pengikut agama dimana tenaga mereka diperbantukan dalam kegiatan
perawatan paska terjadinya perang salib. Tokoh perawat yang terkenal pada saat
(1182 1226) itu adalah St Fransiscas dari Asisi Italia. 8. Perawat Profesional
(abad 18 19) Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat sejak abad ini
termasuk ilmu kedokteran dan keperawatan. Florence Nightingale (1820-1910)
adalah tokoh yang berjasa dalam pengembangan ilmu keperawatan, beliau
mendirikan sekolah keperawatan moderen pada tahun 1960 di RS St. Thomas di
London. Melihat perkembangan keperawatan di dunia dengan kemajuannya dari
tahap yang paling klasik sampai dengan terciptanya tenaga keperawatan yang
professional dan diakui oleh dunia internasional tentu dapat dijadikan cerminan
bagi perkembangan keperawatan di Indonesia. Mengikuti perkembangan
keperawatan di dunia, keperawatan di Indonesia juga terus berkembang, adapun
perkembangannya adalah sebagai berikut : 1. Seperti halnya perkembangan
keperawatan di dunia, di Indonesia pada awalnya pelayanan perawatan masih
didasarkan pada naluri, kemudian berkembang menjadi aliran animisme, dan
orang bijak beragama. 2. Penjaga orang sakit (POS/zieken oppasser) Sejak
masuknya Vereenigge oost Indische Compagine di Indonesia mulai didirikan
rumah sakit, Binnen Hospital adalah RS pertama yang didirikan tahun 1799,
tenaga kesehatan yang melayani adalah para dokter bedah, tenaga perawat
diambil dari putra pertiwi. Pekerjaan perawat pada saat itu bukan pekerjaan
dermawan atau intelektual, melainkan pekerjaan yang hanya pantas dilakukan
oleh prajurit yang bertugas pada kompeni. Tugas perawat pada saat itu adalah
memasak dan membersihkan bagsal (domestik work), mengontol pasien,
menjaga pasien agar tidak lari/pasien gangguan kejiwaan. 3. Model keperawatan
Vokasional (abad 19) Berkembangnya pendidikan keperawatan non formal,
pendidikan diberikan melalui pelatihan-pelatihan model vokasional dan
dipadukan dengan latihan kerja. 4. Model keperawatan kuratif (1920) Pelayanan
pengobatan menyeluruh bagi masyarakat dilakukan oleh perawat seperti
imunisasi/vaksinasi, dan pengobatan penyakit seksual. 5. Keperawatan semi
profesional Tuntutan kebutuhan akan pelayanan kesehatan (keperawatan) yang
bermutu oleh masyarakat, menjadikan tenaga keperawatan dipacu untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dibidang keperawatan. Pendidikan-
pendidikan dasar keperawatan dengan sistem magang selama 4 tahun bagi
lulusan sekolah dasar mulai bermunculan. 6. Keperawatan preventif
Pemerintahan belana menganggap perlunya hygiene dan sanitasi serta
penyuluhan dalam upaya pencegahan dan pengendalian wabah, pemerintah
juga menyadari bahwa tindakan kuratif hanya berdampak minimal bagi
masyarakat dan hanya ditujukan bagi mereka yang sakit. Pada tahun 1937
didirikan sekolah mantri higene di Purwokerto, pendidikan ini terfokus pada
pelayanan kesehatan lingkungan dan bukan merupakan pengobatan. 7. Menuju
keperawatan profesional sejak Indonesia merdeka (1945) perkembangan
keperawatan mulai nyata dengan berdirinya sekolah pengatur rawat (SPR) dan
sekolah bidan di RS besar yang bertujuan untuk menunjang pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Pendidikan itu diberuntukan bagi mereka lulusan SLTP
ditambah pendidikan selama 3 tahun, disamping itu juga didirikan sekolah bagi
guru perawat dan bidan untuk menjadi guru di SPR. Perkembangan keperawatan
semakin nyata dengan didirikannya organisasi Persatuan Perawat Nasional
Indonesia tahun 1974. 8. Keperawatan profesional Melalui lokakarya nasional
keprawatan dengan kerjasama antara Depdikbud RI, Depkes RI dan DPP PPNI,
ditetapkan definisi, tugas, fungsi dan kompetensi tenaga perawat professional di
Indonesia. Diilhami dari hasil lokakarya itu maka didirikanlah akademi
keperawatan, kemudian disusul pendirian PSIK FK-UI (1985) dan kemudian
didirikan pula program paska sarjana (1999). B. Pengertian Keperawatan Pada
lokakarya nasional 1983 telah disepakati pengertian keperawatan sebagai
berikut, keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang komprehensif yang ditujukan
kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Florence Nightingale (1895)
mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan
pasien alam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak. Calilista
Roy (1976) mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang
berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan
pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien. Dari beberapa definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian
pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic
berdasarkan ilmu dan kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada
kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau memalui
upaya kolaborasi. C. Definisi Perawat Definisi perawat menurut UU RI. No. 23
tahun 1992 tentang kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki
kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan
ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Tyalor C Lillis C
Lemone (1989) mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi seseorang karena
sakit, luka dan proses penuaan. Definisi perawat menurut ICN (international
council of nursing) tahun 1965, perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang
di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yan
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan
pelayanan penderita sakit. D. Tren Keperawatan Setelah tahun 2000, dunia
khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada tahun 2003 era
dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan
masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa
transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan
masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu
menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat
khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi,
pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit
klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman
sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan
hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan
dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif. Pada masyarakat yang
menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk meningkatkan
pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis.
Kondisi itu berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang
kritis menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang
profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan
khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional dalam
memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan
professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek
social budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di
Indonesia masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat
menyebabkan masih rendahnya peran perawat professional, diantaranya : 1.
Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985
pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat
pada tahun 1869. 2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat
professional. 3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart,
bentuk praktik keperawatan, lisensi ) Menyadari peran profesi keperawatan yang
masih rendah dalam dunia kesehatan akan berdampak negatif terhadap mutu
pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan sehat untuk semua
pada tahun 2010 , maka solusi yang harus ditempuh adalah : 1. Pengembangan
pendidikan keperawatan. Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting
dalam pengembangan perawatan professional, pengembangan teknologi
keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Akademi Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan
tenaga perawatan professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini
masih terus ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta
prasarana penunjang pendidikan. 2. Memantapkan system pelayanan perawatan
professional Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun
registrasi, lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua
penerapan model praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan
keperawatan harus segera di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan Organisasi profesi keperawatan
memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta kemampuan
mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi dan
mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan
manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat
guna menciptakan suatu organisasi profesi yang mandiri dan mampu
menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan harapan
akan masa depan yang lebih baik serta meningkat. Komitmen perawat guna
memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik secara mandiri ataupun
melalui jalan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sangat penting dalam
terwujudnya pelayanan keperawatan professional. Nilai professional yang
melandasi praktik keperawatan dapat di kelompokkan dalam : 1. Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari a. Body of Knowledge b.
Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan) c. Menggunakan pengetahuan dalam
berpikir secara kritis dan kreatif. 2. Nilai komitmen moral Pelayanan keperawatan
diberikan dengan konsep altruistic, dan memperhatikan kode etik keperawatan.
Menurut Beauchamp & Walters (1989) pelayanan professional terhadap
masyarakat memerlukan integritas, komitmen moral dan tanggung jawab etik.
Aspek moral yang harus menjadi landasan perilaku perawat adalah : a.
Beneficience selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan
melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien. (Johnstone, 1994) b. Fair
Tidak mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya, keadaan
ekonomi dan sebagainya, tetapi memprlakukan klien sebagai individu yang
memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki. c. Fidelity Berperilaku
caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin membantu), selalu berusaha
menepati janji, memberikan harapan yang memadahi, komitmen moral serta
memperhatikan kebutuhan spiritual klien. 3. Otonomi, kendali dan tanggung
gugat Otonomi merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan
tindakan secara mandiri. Hak otonomi merujuk kepada pengendalian kehidupan
diri sendiri yang berarti bahwa perawat memiliki kendali terhadap fungsi mereka.
Otonomi melibatkan kemandirian, kesedian mengambil resiko dan tanggung
jawab serta tanggung gugat terhadap tindakannya sendiribegitupula sebagai
pengatur dan penentu diri sendiri. Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau
pengarahan terhadap sesuatu atau seseorang. Bagi profesi keperawatan, harus
ada kewenangan untuk mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi dan
tanggung jawab anggota profesi. Tanggung gugat berarti perawat bertanggung
jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya terhadap klien

Home

About

Archives

rullyhouse.com
PRINSIP-PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN
undefined undefined

PRINSIP-PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN

Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang
menurut Araskar dan David (1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau
standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat
diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan
keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced
Learners Dictionary of Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai
sistem dari prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi
AARN (1996), etika berfokus pada yang seharusnya baik salah atau benar, atau
hal baik atau buruk. Sedangkan menurut Rowson, (1992).etik adalah Segala
sesuatu yang berhubungan/alasan tentang isu moral.

Moral adalah suatu kegiatan/prilaku yang mengarahkan manusia untuk


memilih tindakan baik dan buruk, dapat dikatakan etik merupakan kesadaran
yang sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung jawabkan (Degraf,
1988).Etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan dengan keputusan
moral menyangkut manusia (Spike lee, 1994). Menurut Websters The discipline
dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation, ethics
offers conceptual tools to evaluate and guide moral decision making
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan
pengetahuan moral dan susila, falsafah hidup, kekuatan moral, sistem nilai,
kesepakatan, serta himpunan hal-hal yang diwajibkan, larangan untuk suatu
kelompok/masyarakat dan bukan merupakan hukum atau undang-undang. Dan
hal ini menegaskan bahwa moral merupakan bagian dari etik, dan etika
merupakan ilmu tentang moral sedangkan moral satu kesatuan nilai yang
dipakai manusia sebagai dasar prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing
ethics) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur
diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.

Konsep Moral dalam praktek keperawatan

Praktek keperawatan menurut Henderson dalam bukunya tentang teori


keperawatan, yaitu segala sesuatu yang dilakukan perawat dalam mengatasi
masalah keperawatan dengan menggunakan metode ilmiah, bila membicarakan
praktek keperawatan tidak lepas dari fenomena keperawatan dan hubungan
pasien dan perawat.

Fenomena keperawatan merupakan penyimpangan/tidak terpenuhinya


kebutuhan dasar manusia (bio, psiko, social dan spiritual), mulai dari tingkat
individu untuk sampai pada tingkat masyarakat yang juga tercermin pada
tingkat system organ fungsional sampai subseluler (Henderson, 1978, lih, Ann
Mariner, 2003). Asuhan keperawatan merupakan bentuk dari praktek
keperawatan, dimana asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian
kegiatan praktek keperawatan yang diberikan pada pasein dengan
menggunakan proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan,
dilandasi etika dan etiket keperawatan(Kozier, 1991). Asuhan keperawatan
ditujukan untuk memandirikan pasien, (Orem, 1956,lih, Ann Mariner, 2003).

Keperawatan merupakan Bentuk asuhan keperawatan kepada individu, keluarga


dan masyarakat berdasarkan ilmu dan seni dan menpunyai hubungan perawat
dan pasien sebagai hubungan professional (Kozier, 1991). Hubungan
professional yang dimaksud adalah hubungan terapeutik antara perawat pasien
yang dilandasi oleh rasa percaya, empati, cinta, otonomi, dan didahulu adanya
kontrak yang jelas dengan tujuan membantu pasien dalam proses penyembuhan
dari sakit(Kozier,1991).

KONSEP ETIK

Perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya
didalam menghadapi masalah yang menyangkut etika. Seseorang harus berpikir
secara rasional, bukan emosional dalam membuat keputusan etis. Keputusan
tersebut membutuhkan ketrampilan berpikir secara sadar yang diperlukan untuk
menyelamatkan keputusan pasien dan memberikan asuhan.

Teori dasar/prinsip-prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan


etis praktik profesional. Teori-teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan
bila terjadi konflik antara prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Para ahli falsafah
moral telah mengemukakan beberapa teori etik, yang secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi.

1.Teleologi.

Teleologi berasal dari bahasa Yunani telos yang berarti akhir. Pendekatan ini
sering disebut dengan ungkapan the end fustifies the means atau makna dari
suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan
pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil
mungkin bagi manusia.Contoh penerapan teori ini misalnya bayi-bayi yang lahir
cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di
masyarakat.

2.Deontologi.

Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas. Teori ini
berprinsip pada aksi atau tindakan. Contoh penerapan deontologi adalah
seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang
sebenarnya terjadi, walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh
lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena
keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.

Penerapan teori ini perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti


tindakan abortus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu, karena setiap
tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan
yang secara moral buruk. Prinsip etika keperawatan meliputi kemurahan hati
(beneficence).Inti dari prinsip kemurahan hati adalah tanggung jawab untuk
melakukan kebaikan yang menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan
yang merugikan atau membahayakan pasien.

3.keadilan (justice)

Prinsip keadilan ini menyatakan bahwa mereka yang sederajat harus


diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat harus diperlakukan tidak
sederajat sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini berarti bahwa kebutuhan
kesehatan dari mereka yang sederajat harus menerima sumber pelayanan
kesehatan dalam jumlah sebanding. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan
kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini ia harus mendapatkan sumber
kesehatan yang besar pula.Keadilan berbicara tentang kejujuran dan
pendistribusian barang dan jasa secara merata. Fokus hukum adalah
perlindungan masyarakat, sedangkan fokus hukum kesehatan adalah
perlindungan konsumen.

4.otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih.
Permasalaan yang muncul dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat
kesadaran, usia, penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya
informasi dll.

5.kejujuran (veracity)

Prinsip kejujuran menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Kejujuran
harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan pasien. Kejujuran merupakan
dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Perawat
sering kali tidak memberitahukan kejadian sebenarnya kepada pasien yang sakit
parah. Kejujuran berarti perawat tidak boleh membocorkan informasi yang
diperoleh dari pasien dalam kapasitasnya sebagai seorang profesional tanpa
persetujuan pasien. Kecuali jika pasien merupakan korban atau subjek dari
tindak kejahatan, maka perbuatan tersebut dapat diajukan ke depan pengadilan
dimana perawat menjadi seorang saksi.

6.ketaatan (fidelity)

Prinsip ketaatan merupakan tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu
kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi
tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan
perhatian/kepedulian. Peduli pada pasien merupakan salah satu aspek dari
prinsip ketaatan. Peduli kepada pasien merupakan komponen paling penting dari
praktik keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal.

Prinsip Prinsip Etik Keperawatan

Prinsip bahwa etika adalah menghargai hak dan martabat manusia, tidak akan
pernah berubah. Prinsip ini juga diterapkan baik dalam bidang pendidikan
maupun pekerjaan. Juga dalam hak-haknya memperoleh pelayanan kesehatan.
Ketika mengambil keputusan klinis, perawat seringkali mengandalkan
pertimbangan mereka dengan menggunakan kedua konsekuensi dan prinsip dan
kewajiban moral yang universal. Hal yang paling fundamental dari prinsip ini
adalah penghargaan atas sesama.Empat prinsip dasar lainnya bermula dari
prinsip dasar ini yang menghargai otonomi kedermawanan maleficience dan
keadilan

Macam-macam Prinsip etika keperawatan

Prinsip-prinsip etika keperawatan terdiri dari:

Autonomy (Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap
seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secara rasional.Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat
perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.

Beneficience (Berbuat Baik)

Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga


memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik
dengan otonomi.

Justice (Keadilan)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini
direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan .

Non Maleficience (tidak merugiakan)

Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan
bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.

Veracity (kejujuran)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien
dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.

Fidelity (loyalty/ketaatan)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya


terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
Confidentiality (kerahasiaan)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus
dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien
hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan
bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dicegah.

Akuntabilitas (accountability)

Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab
pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain.
Akuntabilitas merupakan standar pasti yang mana tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

Moral Right

a. Advokasi
Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung
hak hak pasien. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat
dalam mempraktekan keperawatan profesional
b. Responsibilitas ( tanggung jawab )
Eksekusi terhadap tugas tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari
perawat. Misalnya pada saat memberikan obat, perawat bertanggung jawab
untuk mengkaji kebutuhan klien dengan memberikannya dengan aman dan
benar.
c. Loyalitas
Suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan hubungan timbal balik
terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat.

Nilai ( Value )

Keyakinan(beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek, perilaku, dll yang
menjadi standar dan mempengaruhi prilaku seseorang.
Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan- harapan ideal dalam praktik
keperawatan
Nilai dalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa
oleh seseorang.
Nilai yang sangat diperlukan bagi perawat adalah :
1. kejujuran
2. Lemah Lembut
3. Ketepatan
4. Menghargai Orang lain

SIKAP MELINDUNGI PASIEN (ADVOCACY)


Sikap melindungi pasien (advocacy) mempunyai pemahaman kemampuan
seseorang (perawat) untuk memberikan suatu pernyataan/pembelaan untuk
kepentingan pasien. Advocacy merupakan kamampuan untuk bisa melakukan
suatu kegiatan ataupun berbicara untuk kepentingan orang lain dengan tujuan
memberikan perlindungan hak pada orang tersebut .

Advocacy sering digunakan dalam konteks hukum yang berkaitan dengan


upaya melindungi hak-hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela
diri. Arti advocacy menurut Ikatan Perawat Amerika/ANA (1985) adalah
melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan
keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang
dilakukan oleh siapapun.

Perawat sebagai advokat pasien berfungsi sebagai penghubung antara klien


dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien,
membela kepentingan pasien dan membantu pasien memahami semua
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan
pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advocacy sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam
tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani
oleh pasien. Perawat juga harus melindungi dan memfasilitasi
keluarga/masyarakat dalam pelayanan keperawatan

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN KEPUTUSAN ETIS

Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu


persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktik keperawatan profesional.
Dalam membuat keputusan etis, ada beberapa unsur yang mempengaruhi
seperti nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral
perawatan dan prinsip- prinsip etik.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat


keputusan etis antara lain faktor agama dan adat istiadat, sosial, ilmu
pengetahuan/teknologi, legalisasi/keputusan juridis, dana/keuangan,
pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak
pasien.

1. Faktor agama dan adat istiadat.

Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama dalam


membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan untuk memahami nilai-nilai
yang diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini
memang diperlukan proses. Semakin tua dan semakin banyak pengalaman
belajar, seseorang akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai-nilai yang
dimilikinya.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan
berbagai agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang menjadi
warga negara Indonesia harus beragama/berkeyakinan. Ini sesuai dengan sila
pertama Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana di Indonesia menjadikan
aspek ketuhanan sebagai dasar paling utama. Setiap warga negara diberi
kebebasan untuk memilih kepercayaan yang dianutnya.

1. Faktor sosial.

Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor


ini antara lain meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi, hukum, dan peraturan perundang-undangan.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan
nasional. Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis
lambat laun menjadi pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim
kesehatan.

2. Faktor ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Pada era abad 20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang belum dicapai manusia pada abad sebelumnya.
Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai bidang.

Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta


memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin mekanik
kesehatan, cara prosedur baru dan bahan-bahan/obat-obatan baru. Misalnya
pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesin
hemodialisa. Ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat diganti dengan
berbagai inseminasi. Kemajuan-kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan etika.

3. Faktor legislasi dan keputusan juridis.

Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan
sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya tindakan yang merupakan reaksi
perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menurut hukum
sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan konflik.

Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan juridis bagi permasalahan etika
kesehatan sedang menjadi topik yang banyak dibicarakan. Hukum kesehatan
telah menjadi suatu bidang ilmu, dan perundang-undangan baru banyak disusun
untuk menyempurnakan perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi
perkembangan permasalahan hukum kesehatan.

4. Faktor dana/keuangan.

Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat


menimbulkan konflik. Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat,
pemerintah telah banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program yang
dibiayai pemerintah.

5. Faktor pekerjaan.
Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam pembuatan suatu
keputusan. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun
harus diselesaikan dengan keputusan/aturan tempat ia bekerja. Perawat yang
mengutamakan kepentingan pribadi sering mendapat sorotan sebagai perawat
pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia mendapatkan sanksi administrasi
atau mungkin kehilangan pekerjaan.

6. Kode etik keperawatan.

Kelly (1987), dikutip oleh Robert Priharjo, menyatakan bahwa kode etik
merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting
dalam penentuan, pertahanan dan peningkatan standar profesi. Kode etik
menunjukkan bahwa tanggung jawab kepercayaan dari masyarakat telah
diterima oleh profesi.

Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap masalah
yang menyangkut etika, perawat harus banyak berlatih mencoba menganalisis
permasalahan-permasalahan etis.

7. Hak-hak pasien.

Hak-hak pasien pada dasarnya merupakan bagian dari konsep hak-hak manusia.
Hak merupakan suatu tuntutan rasional yang berasal dari interpretasi
konsekuensi dan kepraktisan suatu situasi.

Pernyataan hak-hak pasien cenderung meliputi hak-hak warga negara, hak-hak


hukum dan hak-hak moral. Hak-hak pasien yang secara luas dikenal menurut
Megan (1998) meliputi hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil
dan berkualitas, hak untuk diberi informasi, hak untuk dilibatkan dalam
pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan, hak untuk
diberi informed concent, hak untuk mengetahui nama dan status tenaga
kesehatan yang menolong, hak untuk mempunyai pendapat kedua(secand
opini), hak untuk diperlakukan dengan hormat, hak untuk konfidensialitas
(termasuk privacy), hak untuk kompensasi terhadap cedera yang tidak legal dan
hak untuk mempertahankan dignitas (kemuliaan) termasuk menghadapi
kematian dengan bangga.

Prinsip-prinsip moral dalam praktek keperawatan Menghargai


otonomi (facilitate autonomy)

Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan


hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab
terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang
mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut
rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan dalam ide
terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima
pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah
kepentingannya. (Curtin, 2002). Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah
adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal,
seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah SAkit, ekonomi,
tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan pasien
untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya sesuai dengan
yang diinginkan .

Kebebasan (freedom)

Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau
paksaan pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa siapapun bebas menentukan
pilihan yang menurut pandangannya sesuatu yang terbaik.

Contoh : Klien mempunyai hak untuk menerima atau menolak asuhan


keperawatan yang diberikan.

Kebenaran (Veracity) truth

Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang


tidak bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut Veatch dan Fry
(1987) didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak
bohong. Suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak
membohongi orang lain. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam
membangun hubungan saling percaya dengan pasien. Perawat sering tidak
memberitahukan kejadian sebenarnya pada pasien yang memang sakit parah.
Namun dari hasil penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan
bahwa pasien ingin diberitahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978).

Contoh : Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan SOP yang
berlaku dimana klien dirawat.

Keadilan (Justice)

Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991). Merupakan
suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu
mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk
kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp dan
childress adalah mereka uang sederajat harus diperlakukan sederajat,
sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai
dengan kebutuhan mereka.

Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut


prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber yang besar pula, sebagai contoh:
Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik dibangsal maupun
di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK

Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)

Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau membahayakan


orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien dirawat dengan penurunan
kesadaran, maka harus dipasang side driil.

Kemurahan Hati (Benefiecence)

Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan


merugikan/membahayakan dari tindakan yang dilakukan. Melakukan hal-hal
yang baik untuk orang lain. Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan
tidak merugikan orang lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam
praktek keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan sering memberikan
dampak yang merugikan pasien, serta tidak adanya kepastian yang jelas apakah
perawat bertanggung jawab atas semua cara yang menguntungkan
pasien.Contoh: Setiap perawat harus dapat merawat dan memperlakukan klien
dengan baik dan benar.

Kesetiaan (fidelity)

Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung


jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai tanggung
jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam
konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji,
mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli
kepada pasien merupakan salah satu dari prinsip ketataatan. Peduli pada pasien
merupakan komponen paling penting dari praktek keperawatan, terutama pada
pasien dalam kondisi terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan
dalam memberi asuhan keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap
baik, memberikan kenyamanan dan menunjukan kemampuan profesional

Contoh: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan, maka
tidak boleh mengingkari janji tersebut.

Kerahasiaan (Confidentiality)

Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwwa perawat menghargai


semua informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa pasien
mempunyai hak istimewa dan semua yang berhubungan dengan informasi
pasien tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat (Aiken, 2003). Contoh :
Perawat tidak boleh menceritakan rahasia klien pada orang lain, kecuali seijin
klien atau seijin keluarga demi kepentingan hukum.

Hak (Right)

Berprilaku sesuai dengan perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan moralitas,


berhubungan dengan hukum legal.(Websters, 1998). Contoh : Klien berhak
untuk mengetahui informasi tentang penyakit dan segala sesuatu yang perlu
diketahuinya

Hak-hak perawat, menurut Claire dan Fagin (1975), bahwa perawat


berhak:

1. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan


profesinya

2. Mengembangkan diri melalui kemampuan kompetensinya sesuai dengan latar


pendidikannya

3. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-


undangan serta standard an kode etik profesi

4. Mendapatkan informasi lengkap dari pasien atau keluaregannya tentang


keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan

5. Mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan/kesehatan secara terus
menerus.

6. Diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan maupun oleh
pasien

7. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang dapat


menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun emosional

8. Diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan pelayanan


kesehatan.

9. Privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien
dan atau keluargannya serta tenaga kesehatan lainnya.

10. Menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui anjuran maupun
pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk melakukan tindakan yang
bertentangan dengan standar profesi atau kode etik keperawatan atau aturan
perundang-undangan lainnya.

11. Mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa profesi yang
diberikannya berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang berlaku di institusi
pelayanan yang bersangkutan
12. Memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai dengan bidang
profesinya.

Tanggung jawab/kewajiban perawat

Disamping beberapa hak perawat yang telah diuraikan diatas, dalam


mencapai keseimbangan hak perawat maka perawat juga harus mempunyai
kewajibannya sebagai bentuk tanggung jawab kepada penerima praktek
keperawatan. (Claire dan Fagin, 1975l,dalam Fundamental of nursing,Kozier
1991)

Kewajiban perawat, sebagai berikut:

1. Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan

2. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar


profesi dan batas kemanfaatannya

3. Menghormati hak pasien

4. Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai
keahlihan atau kemampuan yang lebih kompeten, bila yang bersangkutan tidak
dapat mengatasinya.

5. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan dengan


keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi
yang ada.

6. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadahnya sesuai


dengan agama dan kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu
pasien yang lainnya.

7. Berkolaborasi dengan tenaga medis (dokter) atau tenaga kesehatan lainnya


dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada pasien

8. Memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang


diberikan kepada pasien dan atau keluargannya sesuai dengan batas
kemampuaannya

9. Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan


berkesinambungan

10. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dn tehnologi keperawatan atau


kesehatan secara terus menerus

11. Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan batas
kewenangannya

12. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, kesuali jika
dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang.
13. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat
sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.

Hak-hak pasien

Disamping beberapa hak dan kewajiban perawat, perawat juga harus


mengenal hak-hak pasien sebagai obyek dalam praktek keperawatan. Sebagai
hak dasar sebagai manusia maka penerima asuhan keperawatan juga harus
dilindungi hak-haknya, sesuai perkembangan dan tuntutan dalam praktek
keperawatan saat ini pasien juga lebih meminta untuk menentukan sendiri dan
mengontrol tubuh mereka sendiri bila sakit; persetujuan, kerahasiaan, dan hak
pasien untuk menolak pengobatan merupakan aspek dari penentuan diri sendiri.
Hal-hal inilah yang perlu dihargai dan diperhatikan oleh profesi keperawat dalam
menjalankan kewajibannya.

Oleh karena itu sebagai perawat professional harus menganal hak-


hak pasien, menurut Annas dan Healy, 1974, hak-hak pasien adalah
sebagai berikut:

1. Hak untuk kebenaran secara menyeluruh

2. Hak untuk mendapatkan privasi dan martabat yang mandiri

3. Hak untuk memelihara penentuan diri dalam berpartisipasi dalam keputusan


sehubungan dengan kesehatan seseorang.

4. Hak untuk memperoleh catatan medis, baik selama maupun sesudah dirawat di
Rumah Sakit.

Sedangkan pernyataan hak pasien (Patients Bill of Right) yang diterbitkan


oleh The American Hospital Association 1973, meliputi beberapa hal, yang
dimaksudkan memberikan upaya peningkatan hak pasien yang dirawat dan
dapat menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dirawat.

Adapun hak-hak pasien, adalah sebagai beriku, pasien mempunyai


hak:

1.Mempertahankan dan mempertimbangkan serta mendapatkan asuhan


keperawatan dengan penuh perhatian

2.Memperoleh informasi terbaru, lengkap mengenai diagnosa, pengobatan dan


program rehabilitasi dari tim medis, dan informasi seharusnya dibuat untuk
orang yang tepat mewakili pasien, karena pasien mempunyai hak untuk
mengetahui dari yang bertanggung jawab dan mengkoordinir asuhan
keperawatannya.

3.Menerima informasi penting untuk memberikan persetujuan sebelum memulai


sesuatu prosedur atau pengobatan kecuali dalam keadaan darurat, mencakup
beberapa hal penting, yaitu; lamanya ketidakmampuan, alternatif-alternatif
tindakan lain dan siapa yang akan melakukan tindakan
4.Menolak pengobatan sejauh yang diijinkan hukum dan diinformasikan tentang
kosekwensi dari tindakan tersebut.

5.Setiap melakukan tindakan selalu mempertimbangkan privasinya termasuk


asuhan keperawatan, pengobatan, diskusi kasus, pemeriksaan dan tindakan,
dan selalu dijaga kerahasiaannya dan dilakukan dengan hati-hati, siapapun yang
tidak terlibat langsung asuhan keperawatan dan pengobatan pasien harus
mendapatkan ijin dari pasien.

6.Mengharapkan bahwa semua komunikasi dan catatan mengenai asuhan


keperawatan dan pengobatannya harus diperlakukan secara rahasia.

7.Pasien mempunyai hak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ke tempat lain
yang lebih lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan
rujukan tersebut, dan Rumah Sakit yang ditunjuk dapat menerimannya.

8.Memperoleh informasi tentang hubungan Rumah Sakit dengan instansi lainnya,


seperti pendidikan dan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan asuhan
yang diterimannya, Contoh: hubungan individu yang merawatnya, nama
perawat dan sebaginnya.

9.Diberikan penasehat/pendamping apabila Rumah Sakit mengajukan untuk


terlibat atau berperan dalam eksperimen manusiawi yang mempengaruhi
asuhan atau pengobatannya. Pasien mempunyai hak untuk menolak
berpartisipasi dalam proyek riset/penelitian tersebut.

10. Mengharapkan asuhan berkelanjutan yang dapat diterima. Pasien


mempunyai hak untuk mengetahui lebih jauh waktu perjanjian dengan dokter
yang ada. Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan Rumah Sakit
menyediakan mekanisme sehingga ia mendapat informasi dari dokter atau staff
yang didelegasikan oleh dokter tentang kesehatan pasien selanjutnya.

11. Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya
sebagai pasien

12. Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya.

Kode Etik Keperawatan Indonesia (PPNI,2000):

Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat.

Perawatan dalam melaksanakan pengabdian senantiasa berpedoman pada


tanggungjawab yang pangkal tolaknya bersumber pada adanya kebutuhan
terhadap perawatan untuk individu, keluarga dan masyarakat,Perawatan dalam
melaksanakan pengabdian dalam bidang perawatan senantiasa memelihara
situasi lingkungan yang menghormati nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan
masyarakat.Perawatan dalam melaksanakan kewajibannya bagi individu dan
masyarakat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur keperawatan.Perawatan senantiasa menjalin
hubungan kerjasama yang baik dengan individu dan masyarakat dalam
mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan khususnya serta upaya
kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas kewajiban pada
kepentingan masyarakat.

Tanggung jawab perawat terhadap tugas.

Perawatan senantiasa memelihara mutu pelayanan perawatan yang tinggi


disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta
keterampilan perawatan sesuai dengan kebutuhan individu dan atau klien,
keluarga dan masyarakat.Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya.Perawatan
tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan perawatan untuk
tujuan yang bertentangan dengan norma perawatan.Perawatan dalam
menunaikan tugas dan kewajiban senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran
agar tidak terpengaruh dengan pertimbangan kebangsaan, kesukuan,
keagamaan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik serta kedudukan
sosial.Perawat senantiasa melakukan perlindungan dan keselamatan pasien
dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih tugaskan
tangungjawab yang ada hubungan dengan perawatan.

Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi


kesehatan lainnya.

Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan


dengan tenaga kesehatan lain, baik dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja ataupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
keseluruhan.Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan
dan pengalamannya terhadap sesama perawat serta menerima pengetahuan
dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan pengetahuan
dalam bidang perawatan.Tanggung jawab perawat terhadap profesi
perawatan.Perawat senantiasa meningkatkan pengetahuan kemampuan
profesional secara sendiri atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan perawatan.Perawat selalu menjungjung tinggi nama baik profesi
perawatan dengan menunjukkan tingkahlaku dan kepribadian yang
luhur.Perawat senatiasa berperan dalam penentuan pembakuan pendidikan dan
pelayanan perawatan serta menerapkan dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan perawatan.Perawatan secara bersama-sama membina dan
memelihara mutu organisasi profesi perawatan sebagai sarana pengabdian.
Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.

Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan sebagai kebijaksanaan yang


digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan perawatan.Perawatan
senantiasa berperan aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah
dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada
masyarakat.

00.16 | Label: Keperawatan |

prinsip legal etis dalam decision making


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada umumnya, tindakan pengambilan keputusan seorang perawatdalam


pelayanan pasien seperti halnya pasien terminal, seringkali dianggaptidak etis
oleh masyarakat. Namun sebenarnya hal ini tidaklah dibenarkan.Peran perawat
sangat melibatkan otonomi, berbuat baik, kejujuran, keadilan,tidak merugikan,
menepati janji, dan menjaga rahasia klien. Contoh kasu
ssepertiEuthanasia,seorang perawat tidak sembarangan membuatkeputusan
mengenai hidup klien, melainkan perawat akan tetap mempertahankan peran
yang baik dan benar. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih mendalam
bagaimana sebenarnya peran dan tindakan pengambilan keputusan yang baik
dan yang harus dilakukan oleh seorang perawat profesional.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan otonomi keilmuan dan profesi, beneficience,


justicedalam prinsip etika keperawatan ?
2. Apa yang dimaksud dengan non maleficience, moral right, nilai dan norma
masyarakat dalam prinsip etika keperawatan ?
3. Apa yang dimaksud dengan euthanasia dan aborsi?

1.3 Manfaat

Menerapkan prinsip-prinsip legal etis pada pengambilan keputusandalam


konteks keperawatan.

Dapat mengetahui prinsip-prinsip etika keperawatan : otonomi, beneficence,


justice, non malefince , moral right, nilai dan norma masyarakat.

Dapat mengetahui issue etik dala praktik keperawatan : euthanasia, aborsi.


BAB II

TINJAUAN TEORI

a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggapkompeten dan
memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan
atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsipotonomi merupakan
bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak
memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakanhak kemandirian
dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.

b. Berbuatbaik ( Beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.

Kebaikan,memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan


kesalahanatau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini
denganotonomi.

c. Keadilan ( Just ice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap oranglain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai
inidirefleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

d. Tidak merugikan ( Nonmal eficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis


padaklien.

e. Moral Right
Moralitas menyangkut apa yang benar dan salah pada perbuatan, sikap, dan
sifat. Tanda utama adanya masalah moral, adalah bisikan hati nurani atau
timbulnya perasaan bersalah, malu, tidak tenang, dan tidak damai dihati.

A. Konsep Moral Dalam Praktik Keperawatan:


1. Advokasi
Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung
hak-hak pasien.
2. Responsibilitas
Resposibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas-tugas yang
berhubungan dengan peran tertentu dari perawat.
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas (tanggung gugat) dapat menjawab segala hal yang berhubungan
dengan tindakan seseorang.
4. Loyalitas
Loyalitas merupakan suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan hubungan
timbal balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan
perawat.

Moral adalah suatu kegiatan/prilaku yang mengarahkan manusia untuk


memilih tindakan baik dan buruk, dapat dikatakan etik merupakan kesadaran
yang sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung jawabkan (Degraf,
1988). Etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan dengan
keputusan moral menyangkut manusia (Spike lee, 1994). Menurut
Websters The discipline dealing with what is good and bad and with moral duty
and obligation, ethics offers conceptual tools to evaluate and guide moral
decision making.

Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan


pengetahuan moral dan susila, falsafah hidup, kekuatan moral, sistem nilai,
kesepakatan, serta himpunan hal-hal yang diwajibkan, larangan untuk suatu
kelompok/masyarakat dan bukan merupakan hukum atau undang-undang. Dan
hal ini menegaskan bahwa moral merupakan bagian dari etik, dan etika
merupakan ilmu tentang moral sedangkan moral satu kesatuan nilai yang
dipakai manusia sebagai dasar prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing
ethics) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur
diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.

1. EUTHANASIA (dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien).

Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani euthanathos. Euartinya baik,


tanpa penderitaan : sedangkan thanathosartinya mati atau kematian. Dengan
demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian yang baik atau
mati dengan baik tanpa penderitaan.Ada pula yang menerjemahkan bahwa
euthanasia secara etimologis adalah mati cepat tanpa penderitaan.
Jenis-jenis Euthnasia

A. Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :


a. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang sedang berlangsung untuk mempertahankan
hidup pasien.
b. Euthanasia aktif atau euthanasia agresif
Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan secara
medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk
mengakhiri hidup manusia.
c. Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas :
a. Euthanasia aktif langsung (direct)
Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannnya tindakan medis secara terarah
yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup
pasien.
b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)
Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga kesehatan
melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun
mengetahui adanya risiko tersebut.
B. Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia dibedakan
atas :
a. Euthanasia Sukarela (Voluntir)
Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas permintaan pasien itu sendiri.
b. Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir)
Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar. Permintaan
biasanya dilakukan oleh keluarga pasien.
2. ABORSI
Aborsi adalah Proses Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran
dikenal dengan istilah abortus. Berarti pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh.

1. Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan


disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma, sedangkan

2. Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia


kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan
disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan
atau dukun beranak).

3. Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang


dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil
tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang
parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang
dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan
tidak tergesa-gesa.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Prinsip etika keperawatan (Otonomi keilmuan dan


profesi, beneficience, justice)
a. Etika keperawatan merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya
mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan di atur kode keperawatan.
b. Sedangkan Kode etik keperawatan merupakan daftar prilaku atau bentuk
pedoman/panduan etik prilaku etik keperawatan secara profesional. Tujuan
utama adanya kode etik keperawatan memberikan perlindungan bagi
pelaku(perawat) dan penerima(pasien) praktik keperawatan. Artinya perawat
dan pasien itu di lindungi oleh kode etik keperawatan.

1. Prinsip otonomi: bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai


persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.

Contoh: Kebebasan pasien untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak
mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan .

a. Otonomi keilmuan:perawat bekerja dengan keilmuan sendirimeskipun tidak


bergantung kpda doter, makusutnya mempunyai kreativitas dan nalar diri
sendiri.
b. Otonomi profesi: perawat bekerja dengan keilmuannya sendiri.

2. Prinsip beneficience (kemurahan hati) prinsip untuk melakukan yang baik dan
tidak merugikan orang lain/pasien. berarti hanya mengerjakan sesuatu yang
baik.
Contoh: Setiap perawat harus dapat merawat dan memperlakukan klien dengan
baik dan benar.

3. Prinsip justice ( Keadilan): Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama
dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat
bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan
yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

3.2 PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN (non maleficience, moral right, nilai dan
norma masyarakat)

A. Tidak Merugikan (Nonmaleficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis
pada klien. Prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda dan lebih keras dari
pada prinsip untuk melakukan yang terbaik.
Contoh : seorang perawat memberikan pelayanan kesehatan yang baik.

B. Moral Right

Moralitas menyangkut apa yang benar dan salah pada perbuatan, sikap, dan
sifat. Tanda utama adanya masalah moral, adalah bisikan hati nurani atau
timbulnya perasaan bersalah, malu, tidak tenang, dan tidak damai dihati.
Standar moral dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi, norma kelompok, atau
masyarakat dimana ia dibesarkan.
Right (hak) merupakan Berperilaku sesuai perjanjian hukum peraturan-peraturan
dan moralitas yang berhubungan dengan hukum legal.
Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang merupakan
standart perilaku dan nilai-nilai yang harus diperhatikan bila seseorang
menjadi anggota masyarakat dimana ia tinggal.
Konsep Moral Dalam Praktik Keperawatan:
1. Advokasi
Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung
hak-hak pasien . Arti advokasi menurut ANA (1985) adalah melindungi klien
atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak
sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun.
Contoh : seorang perawat memberikan informasi kepada pasien tentang hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh pasien sehingga pasien bisa terhindar dari praktek
tidak sah dan pelanggaran etika.
2. Responsibilitas
Resposibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas-tugas yang
berhubungan dengan peran tertentu dari perawat.
Contoh : saat memberikan obat, perawat bertanggung jawab untuk mengkaji
kebutuhan klien dengan memberikannya dengan aman dan benar, dan
mengevaluasi respons klien terhadap obat tertentu.
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas (tanggung gugat) dapat menjawab segala hal yang berhubungan
dengan tindakan seseorang.
Contoh : seorang perawat A diberikan tugas untuk memberikan obat berbentuk
cair kepada seorang pasien,obat tersebut seharusnya diberikan dengan cara
diteteskan,tetapi ia memberikannya dengan cara disuntikan sehingga pasien
mengalami kelumpuhan maka perawat tersebut harus berani bertanggung jawab
dan menerima sangsi.
4. Loyalitas
Loyalitas merupakan suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan hubungan
timbal balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan
perawat. Mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan
dengan berbagai pihak yang harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap
perawat baik loyalitas kepada klien, teman sejawat,rumah sakit maupun profesi.
Contoh : seorang perawat harus bisa menepati janjinya baik kepada klien
maupun rekan seprofesi.

C. MACAM-MACAM NORMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

Perwujudan norma sosial dapat berbentuk tertulis dan tidak tertulis. Berdasar
kekuatanyang mengikat sistem nilai dalam kehidupanmasyarakat, norma sosial
dapat digolongkandalam beberapa macam, yaitu cara (usage), kebiasaan
(folkways), tata susila (mores), adatistiadat (customs), hukum (laws), dan
agama(religion).

a. Cara (Usage) terbentuk melalui proses interaksi yang berlangsung secara


konstan sehingga membentuk sebuah pola perilaku tertentu. Sistem nilai yang
terikat dalam bentuk cara (usage) ini relatif lemah sehingga sanksi terhadap
pelanggaran norma ini hanyalah sebuah predikat tidak sopan saja. Di antara
contoh- contoh norma ini adalah berdecak atau bersendawa di waktu makan,
mengeluarkan ingus di sembarang tempat, buang air sambil berdiri di pinggir
jalan, dan lain sebagainya.
b. Kebiasaan (Folkways) Perilaku yang terjadi secara berulang-ulang dalam bentuk
yang sama akan membentuk kebiasaan (folkways). Norma ini diakui
keberadaannya di tengah- tengah masyarakat sebagai salah satu standar dalam
interaksi sosial. Kebiasaan (folkways) tergolong sebagai norma ringan sehingga
pelanggaran terhadap norma ini akan dikenai sanksi berupa gunjingan, sindiran,
atau teguran. Di antara contoh dari norma ini adalah menerima pemberian
dengan tangan kanan, makan dengan tangan kanan, mengetuk pintu jika ingin
memasuki kamar orang lain, memberi salam pada saat bertamu, menerima
tamu dengan ramah dan sopan.
c. Adat istiadat (customs) adalah tata perilaku yang telah terpola dan terintegrasi
secara tetap dalam suatu masyarakat serta mengikat peri kehidupan masyarakat
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pelanggaran terhadap norma adat akan
dikenakan sanksi yang cukup berat, seperti dikucilkan dari masyarakat karena
dianggap sebagai pangkal masalah dalam tata kehidupan masyarakat tersebut.
d. Agama (Religion) Ajaran-ajaran agama memegang peranan yang sangat vital
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan secara benar, yakni mengajarkan
tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan antara sesama
manusia, dan hubungan antara manusia dengan makhluk lainnya. Pemahaman
dan penerapan ajaran agama secara benar akan menciptakan tata kehidupan
yang harmonis. Sebaliknya, pelanggaran terhadap norma-norma agama akan
menimbulkan konflik, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat sosial.
e. Hukum (Laws) merupakan aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat yang
berupa ketentuan, perintah, kewajiban, dan larangan, agar tercipta keamanan,
ketertiban, dan keadilan. Berdasarkan wujudnya, hukum (laws) terdiri atas dua
macam, yaitu (1) hukum tertulis, yakni aturan-aturan yang dikodifikasikan dalam
bentuk kitab undang-undang. Dan (2) hukum tidak tertulis (konvensi), yakni
aturan- aturan yang diyakini keberadaannya secara adat meskipun tidak
dikodifikasikan dalam bentuk kitab undang-undang.

f. Tata susila : aturan perilaku atau tingkah laku yang baik.


Contoh : Seorang perawat harus mengikuti tata tertib dan aturan2 yang ada di
suatu masyarakat

3.3 Isu Etik dalam Praktik Keperawatan


1. EUTHANASIA(dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien).

Pengertian

Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani euthanathos. Euartinya baik,


tanpa penderitaan : sedangkan thanathosartinya mati atau kematian. Dengan
demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian yang baik atau
mati dengan baik tanpa penderitaan.Ada pula yang menerjemahkan bahwa
euthanasia secara etimologis adalah mati cepat tanpa penderitaan.
Hippokrates pertama kali menggunakan istilah eutanasia ini pada
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Hippokrates”>sumpah Hippokrates
yang ditulis pada masa 400-300 SM.Sumpah tersebut berbunyi:

Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan
kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu.

Banyak ragam pengertian euthanasia yang sudah muncul saat ini. Ada yang
menyebutkan bahwa euthanasia merupakan praktek pencabutan kehidupan
manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit
atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukuan dengan cara
memberikan suntikan yang mematikan. Saat ini yang dimaksudkan dengan
enthanasia adalah bahwa seorang dokter mengakhiri kehidupan pasien terminal
dengan memberikan suntikan yang mematikan atas permintaan pasien itu
sendiri., atau dengan kata lain euthanasia merupakan pembunuhan legal.

Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum
kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh
Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), yaitu :

Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk


memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan
untuk kepentingan pasien itu sendiri.

Jenis-jenis Euthnasia

Euthanasia dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, sesuai dengan dari mana
sudut pandangnya atau cara melihatnya.

B. Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :

a. Euthanasia pasif

Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala


tindakan atau pengobatan yang sedang berlangsung untuk mempertahankan
hidup pasin. Dengan kata lain, euthanasia pasif merupakan tindakan tidak
memberikan pengobatan lagi kepada pasien terminal untuk mengakhiri
hidupnya. Tindakan pada euthanasia pasif ini dilakukan secara sengaja dengan
tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien,
seperti tidak memberikan alat-alat bantu hidup atau obat-obat penahan rasa
sakit, dan sebagainya.

Penyalahgunaan euthanasia pasif biasa dilakukan oleh tenaga medis maupun


keluarga pasien sendiri. Keluarga pasien bisa saja menghendaki kematian
anggota keluarga mereka dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi
penderitaan pasien itu sendiri atau karena sudah tidak mampu membayar biaya
pengobatan.

a. Euthanasia aktif atau euthanasia agresif


Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan secara
medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk
mengakhiri hidup manusia. Dengan kata lain, Euthanasia agresif atau euthanasia
aktif adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien.
Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan
tujuan untuk mnimbulkan kematian dengan secara sengaja melalui obat-obatan
atau dengan cara lain sehingga pasien tersebut meninggal.
c. Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas :
a. Euthanasia aktif langsung (direct)

Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannnya tindakan medis secara terarah


yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup
pasien. Jenis euthanasia ini juga dikenal sebagai mercy killing.

b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)

Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga kesehatan
melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun
mengetahui adanya risiko tersebut.

C. Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia dibedakan


atas :

a. Euthanasia Sukarela (Voluntir)

Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas permintaan pasien itu sendiri.
Permintaan pasien ini dilakukan dengan sadar atau dengan kata lain permintaa
pasien secara sadar dn berulang-ulang, tanpa tekanan dari siapapun juga.

b. Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir)

Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar. Permintaan
biasanya dilakukan oleh keluarga pasien. Ini terjadi ketika individu tidak mampu
untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental,
kekurangan biaya, kasihan kepada penderitaan pasien, dan lain sebagainya.

Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan
minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma).
Euthanasia ini seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu
tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang
tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan,
misalnya hanya seorang wali dari pasien dan mengaku memiliki hak untuk
mengambil keputusan bagi pasien tersebut.

3. ABORSI

Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki.


Terlepas dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi pada umumnya
dilakukan karena terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan
kontrasepsi yang gagal, perkosaan, ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar
nikah.

Mengenai alasan aborsi memang banyak mengundang kontroversi, Ada yang


berpendapat bahwa aborsi perlu dilegalkan dan ada yang berpendapat tidak
perlu dilegalkan.

Pelegalan aborsi dimaksudkan untuk mengurangi tindakan aborsi yang dilakukan


oleh orang yang tidak berkompeten, misalnya dukun beranak. Sepanjang aborsi
tidak dilegalkan maka angka kematian ibu akibat aborsi akan terus meningkat.
Ada yang mengkatagorikan Aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarang atas
nama agama, ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup
sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.

Jika aborsi untuk alasan medis, aborsi adalah legal, untuk korban perkosaan,
masih di grey area, aborsi masih diperbolehkan walaupun tidak semua dokter
mau melakukannya. Kasus perkosaan merupakan pilihan yang sulit. Meskipun
bisa saja kita mengusulkan untuk memelihara anaknya hingga lahir, lalu
diadopsikan ke orang lain, itu semua tergantung kematangan si ibu dan
dukungan masyarakat agar anak yang dilahirkan tidak dilecehkan oleh
masyarakat.

Untuk kehamilan jiwa diluar nikah atau karena sudah kebanyakan anak dan
kontrasepsi gagal perlu dipirkirkan kembali krena anak merupakan anugerah
terbesar yang dberikan oleh TUHAN.

Sebaiknya kita jangan mencari pemecahan masalah yang pendek / singkat /


jalan pintas, tapi harus jauh menyentuh dasar timbulnya masalah itu sendiri.
Prinsip melegalkan aborsi sama seperti Prinsip lokalisasi. Banyak celah yang
justru akan dimanfaatkan, karena seks bebas sudah jadi realita sekarang ini,
apalagi di kota-kota besar.

Perempuan berhak dan harus melindungi diri mereka dari eksploitasi orang lain
termasuk suaminya, agar tidak perlu aborsi. Sebab aborsi, oleh paramedis
ataupun oleh dukun, legal atau illegal, akan tetap menyakitkan buat wanita, lahir
dan batin meskipun banyak yang menyangkalnya. Karena itu kita harus
berupaya bagaimana caranya supaya tidak sampai berurusan dengan hal yang
akhirnya merusak diri sendiri. Karena ada laki-laki yang bisa seenak melenggang
pergi, dan tidak peduli apa-apa meskipun pacarnya/istrinya sudah aborsi dan
mereka tidak bisa diapa-apakan, kecuali pemerkosa, yang jelas ada hukumnya.

Jadi solusinya bukan cuma dari rantai yang pendek, tapi dari ujung rantai yang
terpanjang, yaitu : penyuluhan tentang seks yang benar.

Jika dilihat kebelakang, mengapa banyak remaja yang aborsi, karena mereka
melakukan seks bebas untuk itu diperlukan pendidikan agama agar moral
mereka tinggi dan sadar bahwa free seks tidak sesuai dengan agama dan
berbahaya.
Jika tidak ingin hamil gunakan kontrasepsi yang paling aman dan kontrasepsi
yang paling aman adalah tidak berhubungan seks sama sekali. Segala sesuatu
itu ada resikonya. Untuk itu sebelum bertindak, orang harus mulai berpikir : nanti
bagaimana bukannya bagaimana nanti.

Keputusan aborsi juga dapat keluar dalam waktu yang singkat, dan setelah
melewati waktu krisis, bisa saja keputusan aborsi dibatalkan karena ada
seseorang yang mendampingi memberikan support, dan dia tidak jadi
mengaborsi.

Keputusan untuk aborsi, kemungkinan bisa menghantui seumur hidupnya,


mengaborsi anaknya, dan selama beberapa minggu dia masih menyesali dan
menangisi kejadian itu, seperti kematian seorang anak.

Apalagi jika aborsi dilakukan akibat paksaan, misalnya paksaan dari orangtua,
demi nama baik keluarga. Bayangkan berapa banyak orang-orang yang.bisa
dipaksa untuk menggugurkan, jika aborsi ini dilegalkan.

2.1 Penyebab Aborsi

Karakteristik ibu hamil dengan aborsi yaitu:

a) Umur Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi
daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian
maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu
muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan
pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain.
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan
remaja yang tidak dikehendaki.Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga
nonprofessional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti
tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kemandulan. Abortus yang terjadi pada remaja terjadi karena
mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta
seefisien wanita dewasa. Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun
mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya
sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterine.

b) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun
dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan
perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan
baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah
dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan
pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban
pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

c) Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin
dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal.Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian
maternal lebih tinggi.Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal.Risiko
pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan
risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan..

d) Riwayat Kehamilan yang lalu Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan


terjadinya abortus lagi pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan,
Warton dan Fraser dan Llewellyn Jones memberi prognosis yang lebih baik,
yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007).

Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi


kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi (Kompas, 3 Maret
2000). Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk
melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-
alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan
atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat
pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang
mengakibatkan kematian.Data WHO menyebutkan, 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman.Dari 20 juta
pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan
70.000 perempuan meninggal dunia.Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi
yang tidak aman.

2.2 Jenis-Jenis Aborsi

a. Aborsi Alamiah atau Spontan

Aborsi alamiah / spontan berlangsung tanpa tindakan apapun (keguguran). Pada


umumnya aborsi ini dikarenakan kurang baknya kualitas sel telur maupun sel
sperma.

b. Aborsi Medisinalis

Aborsi medisinalis adalah aborsi yang terjadi karena brbagai alasan yang bersifat
medis. Aborsi ini dilakukan karena berbagai macam indikasi, seperti :

1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan pendarahan


yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
2. Mola Hidatidosa atau hindramnion akut Infeksi uterus akibat tindakan abortus
kriminalis Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kangker serviks
atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk
penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kangker payudara.
3. Prolaps uterus yang tidak bisa diatasi.
4. Telah berulang kali mengalami operasi caesar
5. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit
jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi,nephritis,tuberkolosis,
paru aktif yang berat.
6. Penyakit-penyakit metabolik misalnya diabetes yang tidak terkontro
7. Epilepsi yang luas dan berat.
8. Gangguan jiwa , disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus
seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan
psikiater.
c. Aborsi Kriminalis
Pada umumnya aborsi ini terjadi karena janin yang dikandung tidak dikhendaki
oleh karena berbagai macam alasan.Seperti berkut ini :
1. Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
2. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya
anak lagi.
3. Kehamilan di luar nikah.
4. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi
keluarga.
5. Masalah social misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
6. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar
keluarga).
7. Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk
tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah membahas teori dari tinjauan pustaka, maka:Diketahui prinsip-prinsip
etika keperawatan : otonomi, beneficence, justice, moral right, nilai dan norma
masyarakat. Diketahui isue etik dalam praktik keperawatan : euthanasia,aborsi.

4,2 Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar-benar memahami dan mewujudnyatakan
peran perawat yang legal etis dalam pengambilan keputusan dalam konteks
etika keperawatan.
Diposkan oleh Sehat itu mahal di 19.11

0 komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Beranda

Welcome to my blog, hope you enjoy reading.

Blog Archive

2014 (5)

o Oktober (4)

o September (1)

Prinsip etik

Mengenai Saya

Sehat itu mahal

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright 2009 fundamental keperawatan.


Blogger Templates by Deluxe Templates
WP Themes designed by EZwpthemes

ilmu keperawatan dsar

Kamis, 03 Oktober 2013


Prinsip etika dalam keperawatan
A. Konsep Etika Dalam Keperawatan

Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang menurut
Araskar dan David (1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau standar
yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan keputusan,
benar atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced Learners
Dictionary of Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai sistem dari
prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi AARN (1996),
etika berfokus pada yang seharusnya baik salah atau benar, atau hal baik atau
buruk. Sedangkan menurut Rowson, (1992).etik adalah Segala sesuatu yang
berhubungan/alasan tentang isu moral.

Moral adalah suatu kegiatan/prilaku yang mengarahkan manusia untuk


memilih tindakan baik dan buruk, dapat dikatakan etik merupakan kesadaran
yang sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung jawabkan (Degraf,
1988).Etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan dengan keputusan
moral menyangkut manusia (Spike lee, 1994). Menurut Websters The discipline
dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation, ethics
offers conceptual tools to evaluate and guide moral decision making

Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan


pengetahuan moral dan susila, falsafah hidup, kekuatan moral, sistem nilai,
kesepakatan, serta himpunan hal-hal yang diwajibkan, larangan untuk suatu
kelompok/masyarakat dan bukan merupakan hukum atau undang-undang. Dan
hal ini menegaskan bahwa moral merupakan bagian dari etik, dan etika
merupakan ilmu tentang moral sedangkan moral satu kesatuan nilai yang
dipakai manusia sebagai dasar prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing
ethics) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur
diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.

B. Konsep Moral dalam praktek keperawatan

Praktek keperawatan menurut Henderson dalam bukunya tentang teori


keperawatan, yaitu segala sesuatu yang dilakukan perawat dalam mengatasi
masalah keperawatan dengan menggunakan metode ilmiah, bila membicarakan
praktek keperawatan tidak lepas dari fenomena keperawatan dan hubungan
pasien dan perawat.

Fenomena keperawatan merupakan penyimpangan/tidak terpenuhinya


kebutuhan dasar manusia (bio, psiko, social dan spiritual), mulai dari tingkat
individu untuk sampai pada tingkat masyarakat yang juga tercermin pada
tingkat system organ fungsional sampai subseluler (Henderson, 1978, lih, Ann
Mariner, 2003). Asuhan keperawatan merupakan bentuk dari praktek
keperawatan, dimana asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian
kegiatan praktek keperawatan yang diberikan pada pasein dengan
menggunakan proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan,
dilandasi etika dan etiket keperawatan(Kozier, 1991). Asuhan keperawatan
ditujukan untuk memandirikan pasien, (Orem, 1956,lih, Ann Mariner, 2003).

Keperawatan merupakan Bentuk asuhan keperawatan kepada individu, keluarga


dan masyarakat berdasarkan ilmu dan seni dan menpunyai hubungan perawat
dan pasien sebagai hubungan professional (Kozier, 1991). Hubungan professional
yang dimaksud adalah hubungan terapeutik antara perawat pasien yang
dilandasi oleh rasa percaya, empati, cinta, otonomi, dan didahulu adanya
kontrak yang jelas dengan tujuan membantu pasien dalam proses penyembuhan
dari sakit(Kozier,1991).

C. Prinsip-prinsip moral dalam praktek keperawatan

Menghargai otonomi (facilitate autonomy)

Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan hidup
individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab
terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang
mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut
rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan dalam ide
terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima
pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah
kepentingannya. (Curtin, 2002). Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah
adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal,
seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah SAkit, ekonomi,
tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan pasien
untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya sesuai dengan
yang diinginkan .

1. Kebebasan (freedom)

Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau
paksaan pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa siapapun bebas menentukan
pilihan yang menurut pandangannya sesuatu yang terbaik.

Contoh : Klien mempunyai hak untuk menerima atau menolak asuhan


keperawatan yang diberikan.
2. Kebenaran (Veracity) truth

Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang tidak
bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut Veatch dan Fry (1987)
didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Suatu
kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi
orang lain. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun
hubungan saling percaya dengan pasien. Perawat sering tidak memberitahukan
kejadian sebenarnya pada pasien yang memang sakit parah. Namun dari hasil
penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin
diberitahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978).

Contoh : Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan SOP yang
berlaku dimana klien dirawat.

3. Keadilan (Justice)

Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991). Merupakan
suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu
mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk
kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp dan
childress adalah mereka uang sederajat harus diperlakukan sederajat,
sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai
dengan kebutuhan mereka.

Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut


prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber yang besar pula, sebagai contoh:
Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik dibangsal maupun
di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK

4. Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)

Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau membahayakan


orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien dirawat dengan penurunan
kesadaran, maka harus dipasang side driil.

5. Kemurahan Hati (Benefiecence)

Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan merugikan/membahayakan


dari tindakan yang dilakukan. Melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain.
Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang
lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam praktek keperawatan.
Berbagai tindakan yang dilakukan sering memberikan dampak yang merugikan
pasien, serta tidak adanya kepastian yang jelas apakah perawat bertanggung
jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien.Contoh: Setiap perawat
harus dapat merawat dan memperlakukan klien dengan baik dan benar.

6. Kesetiaan (fidelity)

Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung


jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai tanggung
jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks
hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji,
mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli
kepada pasien merupakan salah satu dari prinsip ketataatan. Peduli pada pasien
merupakan komponen paling penting dari praktek keperawatan, terutama pada
pasien dalam kondisi terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan
dalam memberi asuhan keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap
baik, memberikan kenyamanan dan menunjukan kemampuan profesional

Contoh: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan, maka
tidak boleh mengingkari janji tersebut.

7. Kerahasiaan (Confidentiality)

Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwwa perawat menghargai


semua informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa pasien
mempunyai hak istimewa dan semua yang berhubungan dengan informasi
pasien tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat (Aiken, 2003). Contoh :
Perawat tidak boleh menceritakan rahasia klien pada orang lain, kecuali seijin
klien atau seijin keluarga demi kepentingan hukum.

8. Hak (Right)

Berprilaku sesuai dengan perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan moralitas,


berhubungan dengan hukum legal.(Websters, 1998). Contoh : Klien berhak
untuk mengetahui informasi tentang penyakit dan segala sesuatu yang perlu
diketahuinya

Hak-hak perawat, menurut Claire dan Fagin (1975), bahwa perawat


berhak:

a. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai


dengan profesinya

b. Mengembangkan diri melalui kemampuan kompetensinya sesuai dengan


latar pendidikannya

c. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan


perundang-undangan serta standard an kode etik profesi
d. Mendapatkan informasi lengkap dari pasien atau keluaregannya tentang
keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan

e. Mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan/kesehatan secara terus
menerus.

f. Diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan maupun
oleh pasien

g. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang dapat


menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun emosional

h. Diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan pelayanan


kesehatan.

i. Privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh


pasien dan atau keluargannya serta tenaga kesehatan lainnya.

j. Menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui anjuran maupun


pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk melakukan tindakan yang
bertentangan dengan standar profesi atau kode etik keperawatan atau aturan
perundang-undangan lainnya.

k. Mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa profesi yang
diberikannya berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang berlaku di institusi
pelayanan yang bersangkutan

l. Memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai dengan bidang


profesinya.

9. Tanggung jawab/kewajiban perawat

Disamping beberapa hak perawat yang telah diuraikan diatas, dalam mencapai
keseimbangan hak perawat maka perawat juga harus mempunyai kewajibannya
sebagai bentuk tanggung jawab kepada penerima praktek keperawatan. (Claire
dan Fagin, 1975l,dalam Fundamental of nursing,Kozier 1991)

Kewajiban perawat, sebagai berikut:

a. Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan

b. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar


profesi dan batas kemanfaatannya

c. Menghormati hak pasien


d. Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang
mempunyai keahlihan atau kemampuan yang lebih kompeten, bila yang
bersangkutan tidak dapat mengatasinya.

e. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan dengan


keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi
yang ada.

f. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadahnya


sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing selama tidak
mengganggu pasien yang lainnya.

g. Berkolaborasi dengan tenaga medis (dokter) atau tenaga kesehatan


lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada
pasien

h. Memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang


diberikan kepada pasien dan atau keluargannya sesuai dengan batas
kemampuaannya

i. Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan


berkesinambungan

j. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dn tehnologi keperawatan


atau kesehatan secara terus menerus

k. Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan


batas kewenangannya

l. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, kesuali


jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang.

m. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat
sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.

10. Hak-hak pasien

Disamping beberapa hak dan kewajiban perawat, perawat juga harus mengenal
hak-hak pasien sebagai obyek dalam praktek keperawatan. Sebagai hak dasar
sebagai manusia maka penerima asuhan keperawatan juga harus dilindungi hak-
haknya, sesuai perkembangan dan tuntutan dalam praktek keperawatan saat ini
pasien juga lebih meminta untuk menentukan sendiri dan mengontrol tubuh
mereka sendiri bila sakit; persetujuan, kerahasiaan, dan hak pasien untuk
menolak pengobatan merupakan aspek dari penentuan diri sendiri. Hal-hal inilah
yang perlu dihargai dan diperhatikan oleh profesi keperawat dalam menjalankan
kewajibannya.
Tetapi dilain pihak, seorang individu yang mengalami sakit sering tidak mampu
untuk menyatakan hak-haknya, karena menyatakan hak memerlukan energi dan
kesadaran diri yang baik sedangkan dalam kondisi sakit seseorang mengalami
kelemahan atau terikat dengan penyakitnya dan dalam kondisi inilah sering
individu tidak menyadari akan haknya, disinilah peran seoran professional
perawat.

Oleh karena itu sebagai perawat professional harus menganal hak-hak pasien,
menurut Annas dan Healy, 1974, hak-hak pasien adalah sebagai berikut:

1) Hak untuk kebenaran secara menyeluruh

2) Hak untuk mendapatkan privasi dan martabat yang mandiri

3) Hak untuk memelihara penentuan diri dalam berpartisipasi dalam


keputusan sehubungan dengan kesehatan seseorang.

4) Hak untuk memperoleh catatan medis, baik selama maupun sesudah


dirawat di Rumah Sakit.

Sedangkan pernyataan hak pasien (Patients Bill of Right) yang diterbitkan


oleh The American Hospital Association 1973, meliputi beberapa hal, yang
dimaksudkan memberikan upaya peningkatan hak pasien yang dirawat dan
dapat menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dirawat.

Adapun hak-hak pasien, adalah sebagai beriku, pasien mempunyai hak:

1) Mempertahankan dan mempertimbangkan serta mendapatkan asuhan


keperawatan dengan penuh perhatian

2) Memperoleh informasi terbaru, lengkap mengenai diagnosa, pengobatan


dan program rehabilitasi dari tim medis, dan informasi seharusnya dibuat untuk
orang yang tepat mewakili pasien, karena pasien mempunyai hak untuk
mengetahui dari yang bertanggung jawab dan mengkoordinir asuhan
keperawatannya.

3) Menerima informasi penting untuk memberikan persetujuan sebelum


memulai sesuatu prosedur atau pengobatan kecuali dalam keadaan darurat,
mencakup beberapa hal penting, yaitu; lamanya ketidakmampuan, alternatif-
alternatif tindakan lain dan siapa yang akan melakukan tindakan

4) Menolak pengobatan sejauh yang diijinkan hukum dan diinformasikan


tentang kosekwensi dari tindakan tersebut.

5) Setiap melakukan tindakan selalu mempertimbangkan privasinya


termasuk asuhan keperawatan, pengobatan, diskusi kasus, pemeriksaan dan
tindakan, dan selalu dijaga kerahasiaannya dan dilakukan dengan hati-hati,
siapapun yang tidak terlibat langsung asuhan keperawatan dan pengobatan
pasien harus mendapatkan ijin dari pasien.

6) Mengharapkan bahwa semua komunikasi dan catatan mengenai asuhan


keperawatan dan pengobatannya harus diperlakukan secara rahasia.

7) Pasien mempunyai hak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ke tempat


lain yang lebih lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan
rujukan tersebut, dan Rumah Sakit yang ditunjuk dapat menerimannya.

8) Memperoleh informasi tentang hubungan Rumah Sakit dengan instansi


lainnya, seperti pendidikan dan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan
asuhan yang diterimannya, Contoh: hubungan individu yang merawatnya, nama
perawat dan sebaginnya.

9) Diberikan penasehat/pendamping apabila Rumah Sakit mengajukan untuk


terlibat atau berperan dalam eksperimen manusiawi yang mempengaruhi
asuhan atau pengobatannya. Pasien mempunyai hak untuk menolak
berpartisipasi dalam proyek riset/penelitian tersebut.

10) Mengharapkan asuhan berkelanjutan yang dapat diterima. Pasien


mempunyai hak untuk mengetahui lebih jauh waktu perjanjian dengan dokter
yang ada. Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan Rumah Sakit
menyediakan mekanisme sehingga ia mendapat informasi dari dokter atau staff
yang didelegasikan oleh dokter tentang kesehatan pasien selanjutnya.

11) Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya
sebagai pasien

12) Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya.

Anda mungkin juga menyukai