Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

Manajemen
Perpajakan

Perencanaan Pajak
untuk PPh Pasal 21

Program Tatap
Fakultas Kode MK Disusun Oleh
Studi Muka
Ekonomi dan Strata Satu 84061 Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi
Bisnis Akuntansi/PKK 07
Abstract Kompetensi
Agar perusahaan mencapai Mampu memahami,menjelaskan, dan
sasaran,perludiadakan perencanan menganalisa perencanaan Pajak untuk
pajak terhadap PPhPasal 21,perlakuan PPh Pasal 21,Perlakuan
perencanaan PPh pasal21agar Perencanaan PPh Pasal 21 agardapat
diperoleh efisiensi beban pajak mengefisiensikan
terhadappemberian tunjangan baik Beban pajak,perlakuan perpajakan yang
kesehatan,transport maupun uang baik dalam pemberian tunjangan,
makan. tunjangan kesehatan,transport
Maupun uang makan..
.

Perencanaan Pajak Untuk PPh Pasal 21

Ada beberapa item yang berkaitan dengan perencanaan pajak PPh pasal 21 yaitu :
1. Klausal Pajak dalam Perjanjian/Kontrak Kerja
Dalam bisnis ada beberapa konflik/kasus yang timbul dalam hal pemotongan PPh Pasal 21
atau pasal 26 yang dilakukan oleh orang pribadi atas penghasilan yang diterimanya sewaktu
dilaksanakan pemotongan, sehingga terjadi dispute.
Secara normative undang-undang perpajakan telah mewajibkan perusahaan pemilik proyek
atau pemberi kerja untuk melaksanakan pemotongan PPh Pasal 21 dari pihak ketiga,
sedangkan pihak pemberi jasa (kontraktor) tidak bersedia dipotong pajaknya dengan alasan
pada saat perjanjian atau kontrak kerja disepakati, tidak dibahas masalah pajak sehingga
mereka bersikukuh bahwa harga kotrak yang disepakati sudah tidak dipotong pajak lagi (net).
Secara hukum, alasan pihak kontraktor memiliki justifikasi hukum yang kuat, sehingga bila pada
akhirnya pemilik proyek atau pemberi kerja yang harus menanggung pajaknya yang merupakan
tambahan beban bagi pemilik proyek atau pemberi kerja tersebut yang tidak perlu
terjadi,tambahan beban tersebut dalam jumlah yang signifikan yang akan menggerus
keuntungan perusahaan.
Masalah perpajakan yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain
meliputi :
- Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan,arsitek,dokter, konsultan,notaris,penilai, dan aktuaris, dikenakan tarif 50% (lima
puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto. Ini berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas, sehingga PPh pasal 21 yang dipotong sebesar 50% x Nilai Proyek x Tarif
PPh Pasal 17 ayat 1 huruf a.
- Sehubungan dengan pemberian jasa selain pegawai dan tenaga ahli, yang dalam
pemberian jasanya mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya dan atau melakukan
penyerahan material atau bahan, dikenai sebesar Tarif PPh Ps. 17 ayat 1 huruf a dari Nilai
Proyek.

1 Manajemen Perpajakan
3 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
Fenomena tersebut sering terjadi dalam pembuatan perjanjian atau kontrak kerja yang tidak
mengindahkan aspek perpajakannya.Oleh sebab itu, sebelum kontrak kerja ditanda tangani
harus dipastikan :
- Pemuatan klausal pajak dan dalam perjanjian atas kontrak kerja , yang mensyaratkan pajak
terutang harus dihitung berdasarkan nilai kontrak ( diluar harga pokok barang), yang
dikenakan dari nilai bruto kontrak, dan untuk PPh Pasal 21 atau Pasal 26, pemberi kerja
wajib memotong dari pembayarannya.
- Klausal pajak secara eksplisit menyatakan siapa yang harus menanggung PPh Pasal 21/26,
sehingga pajak yang terutang dan pemotongannya di dasarkan pada klausal tersebut.

Apabila perusahaan pemilik proyek tidak memotong PPh Pasal 21, dan transaksi ini ditemukan
oleh fiskus pada saat pemeriksaan pajak, maka perusahaan akan dikenai kewajiban membayar
PPh Pasal 21 yang terutang ditambah denda keterlambatan penyetoran sebesar 2% dari pokok
pajak.

Dari kasus ini jelas bahwa tax planning memerlukan dukungan dari beberapa divisi dalam
perusahaan pemilik proyek atau pemberi kerja , antara lain divisi pengadaan atau logistik, divisi
SDM, dan divisi hukum. Untuk menghindari timbulnya kerugian di kemudian hari di luar
anggaran yang direncanakan, semua divisi yang terkait harus mempertimbangkan aspek
perpajakan atas klausal perjanjian atau kontrak kerja yang hendak dibuat seperti beban pajak
yang terutang dan siapa yang akan menanggung pajaknya.

2. Pajak Ditanggung Pemberi Kerja atau Tunjangan Pajak secara Gross Up


Seringkali di dalam kontrak kerja ditemukan klausal yang menyatakan bahwa nilai kontrak
sudah net, tidak termasuk pajak, atau pajak ditanggung perusahaan atau pemberi kerja. Istilah
tersebut sebaiknya dipergunakan secara hati-hai, karena akan berdampak pada pemotongan
pajak dan pembebanan biaya di PPh Badan.
- Tidak termasuk pajak, artinya pajak akan menjadi beban pemberi kerja, atau ditanggung
oleh perusahaan atau pemberi kerja.Hal ini akan mengakibatkan PPh yang ditanggung
perusahaan atau pemberi kerja tidak dapat dibiayakan di SPT PPh Badan ( non-deductible
expenses).
- Agar PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja dapat dibiyakan, maka penghitungan PPh
harus menggunakan metode gross-up. PPh hasil penghitungan gross-up tersebut
dimasukkan ke dalam nilai kontrak (termasuk invoice dan faktur pajak) atau menambah

1 Manajemen Perpajakan
3 3 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
penghasilan dari pihak yang memperoleh penghasilan. Dengan kata lain diberikan
tunjangan pajak sebesar PPh yang terutang.

Kita lihat ilustrasi honorarium pemberian jasa oleh orang berikut ini :
Net (tidak Gross-Up) Gross Up
Nilai Pekerjaan 10.000.000 Nilai pekerjaan 10.000.000
PPh 5% 500.000 PPh 5% 526.316
Nilai kontrak(net) 10.000.000 Nilai kontrak 10.526.316
Catatan :
1. Tarif honorarium untuk pemberian jasa oleh orang pribadi adalah tariff Pasal 17 dari nilai
bruto dan PPh yang ditanggung pemberi keja sebesar Rp 500.000 tanpa gross up dan tidak
mengubah nilai kontrak, maka sejumlah PPh tersebut tidak dapat dibiayakan.
2. PPh dihitung dengan metode gross-up akan menambah nilai kontrak sebesar, 5%Rp
10.000.000 X 100/(100-5) = Rp 526.316.

Pph sejumlah itu menjadi unsure biaya yang bersufat deductible expenses, karena bagi
penerima hal ini menjadi unsure penghasilan. Bagi perusahaan mana yang lebih
menguntungkan?Harus dipertimbangkan lebih jauh lagi.
- Jika secara fiskal perusahaan masih merugi, gross-up akan menambah beban PPh Pasal
21 tanpa mempengaruhi PPh Badan terutang, pengaruhnya pada kompensasi kerugian.
Dari cash-flow timbul pegeluaran yang justru lebih besar, dan jika mempertimbangkan time
value of money, manajemen bisa memilih untuk tidak melakukan gross-up.

- Sebaliknya jika perusahaan mendapat laba fiskal dan sudah dikenai PPh pada lapisan
tetinggi, metode gross-up akan menghasilkan penghematan dari selisih tariff antara PPh
Badan dengan tariff PPh pasal 21 yang dikenakan.

Kasus ini juga dapat digunakan untuk mempertimbangkan, apakah perusahaan akan
menanggung PPh atas penghasilan karyawan, atau akan iberikan tunjangan PPh dengan
metode gross-up.

3. Pemberian Ung Saku Secara Lump-Sum arau Reimbursement.

1 Manajemen Perpajakan
3 4 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
Masalah prosedur pembayaran uang saku dalam perjalanan dinas, pendidikan, ataupun jenis
pengeluaran perusahaan lainnya juga seringkali menimbulkan aspek pajak berbeda.
- Pembayaran secara lump-sum akan mengakibatkan PPh Pasal 21 dihitung dari seluruh nilai
yang dibayarkan,meskipun di dalamnya mungkin terdapat biaya lainnya, misalnya
transportasi, dan akomodasi.
Pengertian lump-sum perusahaan memberikan sekaligus dalam jumlah tertentu yang meliputi
uang saku, transport, akomodasi, atau unsure biaya lainnya, tanpa disertai dengan pertanggung
jawaban dan bukti atas penggunaannya.

- Sedangkan dalam prosedur reimbursement, pembayaran disertai dengan kewajiban untuk


mempertanggungjawabkan penggunaan dana dengan meminta bukti pengeluaran. Apabila
terjadi kelebihan, harus dikembalikan ke perusahaan, apabila terjadi kekurangan dapat
dimintakan kembali (reimbursement). PPh Pasal 21 hanya akan dihitng dari uang saku atau
tunjangan berupa uang lainnya yang benar-benar diterima atau diperoleh karyawan.

4. Pemberian Tunjangan Makan atau Menyiapkan Makan Bersama


Sejak belakunya UU PPh Thun 2000, makanan dan minuman bagi kaeyawan sudah boleh
dibiayakan di PPh Badan(deductible expense). Perlu dikaji apakah perusahaan masih
memberikan tunjangan makan atau menyiapkan makan bersama sebagai pengganti tunjangan
makan?
Dari sisi PPh Badan , dengan asumsi jumlah beban yang sama, keduanya tidak menimbulkan
pengaruh apapun, karena sama-sama bisa dibiayakan ( lihat Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh
2008, tetapi pemberian tunjangan makan akan mengakibatkan bertambahnya PPh Pasal
21.Apabila hanya dipandang dari sisi fiskal, lebih menguntungkan jika disiapkan makan
bersama untuk seluruh karyawan. Tetapi apabila dalam praktiknya harus menggunakan jasa
catering, harus diigat timbulnya kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 dengan tariff 2% dari
penghasilan bruto.
Kajian harus dilakukan terhadap keseluruhan aspek perusahaan. Misalnya dari sudut pandang
psikologi karyawan,apakah akan menimbulkan gejolak atau tidak? Menguntungkan atau
merugikan, tentu harus dlihat dari keseimbangan seluruh system.

5. Memberikan Tunjangan Kesehatan atau Fasilitas Pengobatan?

1 Manajemen Perpajakan
3 5 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
Untuk biaya kesehatan,perusahaan memiliki pilihan, memberikan tunjangan kesehatan,
menyediakan fasilitas pengobtan bagi karyawan, atau menggunakan method reimbursement
biaya pengobatan.
- Bila perusahaan memilih memberikan tunjangan kesehatan, maka perlakuan pajaknya
bersifattaxable-deductible.Artinya, tunjangan kesehatan merupakan objek PPh Pasal 21 bagi
karyawan (penghasilan) dan merupakan biaya bagi perusahaan.
- Bila perusahaan menyediakan fasilitas pengobatan, maka perlakuan pajaknya bersifat non
taxable-non deductable. Artinya hal itu bukan penghasilan bagi karyawan dan bukan biaya
bagi perusahaan.
- Bila menggunakan metode reimbursement maka perlakuan pajaknya;
a. bersifat non taxable-non deductible, bila persyaratan reimbursement dapat
dipenuhi,yaitu tidak boleh ada mark-up, bukti asli diserahkan ke perusahaan, bukti
dibuat atas nama perusahaan atau atas nama karyawan qq perusahaan, dan diatur
dalam kontrak kerja antara perusahaan dengan karyawan.
b. bersifat taxable-deductible, bila persyaratan reimbursement tidak dapat dipenuhi. Dalah
hal ini esensinya adalah karyawan menerima uang dari perusahaan yag kemudian
digunakan untuk membayar biaya pengobatan.

6. Meminimalkan Tarif Pajak (PPh Pasal 21)


Penerapan Tax Planning Dalam PPh Pasal 21, antara lain dengan cara :
a. Pada perusahaan yang PPh badannya tidak dikenai pajak bersifat final, diupayakan
seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura atau
kenikmatan (benefit in kinds), karena pengeluaran tesebut tidak dapat dibebankan sebagai
biaya bagi perusahaan. Sebagai gantinya untuk kesejahteraan pegawai diberikan dalam
bentuk tunjangan, sehingga bisa dibiayakan (mengurang profit).
b. Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenakan pajak bersifat final, memberikan
tunjangan kepada karyawan dalam bentu natura atua kenikmatan merupakan salah satu
pilihan untuk menghindari lapisan tariff maksimum PPh pasal 21. Pemberian dalam bentuk
kenikmata/natura atau dalam bentuk tunjangan tidak mempengruhi PPh Badan karena
pendapatan perusahaan sudah dikenadi PPh final.Tetapi untuk tujuan komersial ,baik
pemberian dalam natura,kenikmatan atau dalam bentuk tunjangan tetap, bisa menjadi
pengurang penghasilan brutto untuk menghitung penghasilan netto.

1 Manajemen Perpajakan
3 6 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
3. Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenai pajak bersifat final, contohnya perusahaan
jasa konstruksi , maka efisiensi PPh Pasal 21 karyawan dapat dilakukan dengan cara
memberikan semaksimal mungkin tunjangan karyawan dalam bentuk natura dan
kenikmatan yang bukan merupakan obyek pajak PPh pasal 21, sebagai salah satu pilihan
untuk menghindari lapisan tarif maksimum umum Pph pasal 21, selain itu pengeluaran
untuk pemberian natura atau kenikmatan tersebut tidak mempengaruhi besarnya PPh
badan.Contoh, pemberian makanan dan minuman bagi seluruh pegawai (Pasal 9 ayat 1e
UU PPh) dan penyediaan bus antar jemput pegawai (Per-51/PJ/2009), kedua hal tersebut
dapat dibiayakan tetapi tidak menambah beban beban PPh pasal 21 karena tidak
menambah pendapatan dalam perhitungan PPh pasal 21 karyawan.

Alur Perencanaan Pajak PPh Pasal 21


Setiap pengusaha berusaha memaksimalkan kesejahteraan pemilik perusahaan dengan
memaksimalkan nilai perusahaan, memperoleh laba sesuai keinginan. Untuk mengejal laba
maksimal, perusahaan melakukan berbagai upaya .Salah satu upaya adalah menghemat beban
pajak.
Upaya penghematan beban pajak yang dilakukan perusahaan harus tetap memperhatikan
peraturan perpajakan (asas legalitas). Perencanaan pajak dimulai dengan menganalisis dan
memastikan metode penghitungan pajak penghasilan pasal 21 yang lebih efisien serta
memperhatikan mekanisme taxability-deductibility.
Perlu dijelaskan di sini, bahwa manajemen tidak bertujuan untuk mengurangi kewajiban pajak
yang sebenarnya terutang,tetapi hanya mengatur pajak yang dibayar tidak meleibihi dari jumlah
pajak yang seharusnya dibayar sehingga efisien bagi wajib pajak tanpa melanggar ketentuan.
Adanya manajemen dan perencanaan pajak dalam perusahaan akan membantu wajib pajak
dalam mengelola kewajibannya sehingga terhindar dari sanksi-sanksi yang timbul akibat
adanya pelanggaran, serta merupakan salah satu alternative bagi perusahaan untuk mencapai
efisiensi pembebanan perusahaan.

Strategi Perencanaan Pajak untuk Mengefisienkan Beban Pajak


Menyusun perencanaan pajak sesuai dengan kondisi perusahan dimulai dengan strategi
mengefisiensikan beban pajak pajak (penghematan pajak) adalah dengan melakukan
pengaturan dan pengawasan dalam bidang perpajakan (organization and controlling ) secara
rutin /regular karena berhubungan dengan transaksi yang berulang kali terjadi dengan tujuan

1 Manajemen Perpajakan
3 7 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
untuk meminimalkan tax exposure/resiko hutang pajak yang mungkin ajak timbul dalam dalam
suatu transaksi yang rutin tersebut.
Tujuan perencanaan pajak adalah bagaiman pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan
jumlah pajak yang aka ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai
penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang
merupakan tindakan pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi. ( Mohammad Zain, 2003 :67).
Disamping itu juga agar terhindar dari sanksi dikemudian hari. Agar perencanaan pajak sesuai
dengan yang diharapkan ,perusahaan perlu melakukan analisa terhadap metode-metode dan
kebijakan-kebijakan yang akan digunakan, serta membuat strategi agar efisiensi beban pajak
dapat tercapai.
Misalnya :
- Membei tunjangan dalam bentuk uang atau natura atau kenikmatan,karena pada dasarnya
pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan dapat dikurangkan sbagai biaya oleh
pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang
dikenai pajak penghasilan pasal 21 bagi pegawai yang menerimanya. Pemberian tunjangan
senacam ini, selain akan member kepuasan dan meningkatkan motivasi kerja pegawai juga
akan meningkatkan produktivitas mereka.
- Perusahaan memberi tunjangan kesejahteraan kepada pegawai dalam bentuk fasilitas
pengobatan. Apabila pemberian tunjangan kesehatan kepada pegawai diberikan dalam
bentuk uang, maka dari pihak perusahaan tunjangan itu dapat diakui sebagai biaya, dan
sebagai penghasilan bagi pegawai sehingga dikenai PPh pasal 21.
- Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara
memahami seluruh peraturan, menghitung pajak dengan tepat dan benar, membayar
pajakserta melporkan SPT masa dan tahunan tepat waktu.

Dari kebijakan perencanaan pajak perusahaan yang telah diterapkan dan saat diluncurkannya
prigram reformasi perpajakan, sejak itu pula berkembang pemikiran dari wajib pajak untuk
mengefisiensikan pajak yang harus menjadi beban perusahaan.
Dalam perhitungan PPh Pasal 21 terdapat 3 (tiga ) metode yang bisa diaplikasikan , yakni
metode net, metode Gross, dan metode Gross up.
a. Net Method
Merupakan metode pemotongan pajak di mana perusahaan menanggung Pph pasal 21
karyawan.
b. Gross Method
1 Manajemen Perpajakan
3 8 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
Merupakan metode pemotongan pajak di mana karyawan menaggung sendiri jumlah pajak
penghasilannya, yang biasanya dipotong langsung dari gaji karyawan yang bersangkutan.
c. Gross-Up Method
Merupakan metode pemotogan pajak, di mana perusahaan memberikan tunjangan pajak.
PPh Pasal 21 yang diformulasikan jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak PPh pasal
21 yang akan dipotong dari karyawan.
Penggunaan Metode Gross Up atas Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi
penghasilan atau pemberi kerja didasarkan atas Pasal 4 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor
138 Tahun 2000.
Penggunaan metode gross up adalah untuk memuaskan dan meningkatkan motivasi karyawan.
Dengan menggunakan metode ini karyawan akan merasa puas karena PPh Pasal 21
ditanggung seluruhnya oleh perusahaan. Dengan demikian karyawan merasa lebih
diperhatikan. Meningkatnya motivasi dan kepuasan karyawan akan meningkatkan produktivitas
mereka. Semua metode ini diperbolehkan undang-undang dan peraturan perpajakan.Jadi
tinggal memilih menggunakan metode yang mana,yang paling efisien bagi perusahaan dan
menguntungkan karyawan.

Perbedaan prinsipil antara Net Method dengan Grosss-Up Method adalah sebagai berikut :
a. Bahwa pada metode net besarnya Pph pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan tersebut
tidak dimasukkan sebagai tunjangan pajak di SPT PPh pasal 21 , sedangkan pada metode
gross up , besarnya tunjangan pajak PPh Pasal 21 tersebut dimasukkan sebagai elemen
penghasilan dari tunjangan pajak yang dicantumkan di SPT PPh Pasal 21.
b. Bahwa pada metode net, besarnya PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan tidak
bisa dibiayakan( non deductible) sedangkan pada metode gross up seluruh tunjangan
pajaknya bisa dibiayakan (deductible).
Pemberian tnjangan kepada karyawan bisa sebagai fringe beneit/natura, bisa berupa pajak
yang ditanggung perusahaan atau berupa tunjangan pajak.Hal ini merupaan kebijakan internal
internal perusahaan ataupun kesepakatan antara pihak perusahaan dengan pihak karyawan.

Rumus Tunjangan Pajak dengan Metode Gross up yang sesuai dengan UU PPh No. 36 tahun
2008
1. PKP Rp 0 s/d 50.000.000
Pajak = 1/0,95 (PKP X 5% )

1 Manajemen Perpajakan
3 9 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
2. PKP di atas 50.000.000 s/d 250.000.000
Pajak = 1/0,85 { ( PKP X 15% ) 5 juta } .

3. PKP di atas Rp 250.000.000 s/d 500.000.000


Pajak = 1/0,75 { (PKP X 25%) 30 juta }

4. PKP di atas Rp. 500.000.000


Pajak = 1/0,70 {(PKP X 35%)- 55 juta ].

Perhitungan PPh Pasal 21 dengan metode Gross Up yang sesuai UU PPh NO.36 tahun 2008,
harus dilakukan 2 tahap.

Tahap 1.
Hitung dulu berapa PKP tanpa tunjangan pajak. Setelah itu baru dihitung berapa tunjangan
pajak dengan menggunakan rumus gross up di atas.
Contoh ;
Tuan Amir, pegawai tetap DEX sejak tahun 2005, status K/1, tahun 2010 menerima
penghitungan pajak-PPh Pasal 21 sebagai berikut :
Gaji/ tahun 120.000.000
Tunjangan makan siang 3.600.000
JKK= 1,27% X 120 juta 1.542.000
JKM=0,30% X 120 juta 3.600.000
__________
128.742.000
Bonus 5.000.000
____________
133.742.000
Pengurangan
Biaya Jabatan 5% max 6.000.000
Iuran Pensiun (dibayar Sendiri) 2.400.000
JHT = 2% X 120 jt 2.400.000
_________
( 10.800.000 )
___________
122.942.000

1 Manajemen Perpajakan
3 10 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
PTKP K/1 ( 18.480.000)
___________
104.462.000
Karena PKP ada di lapisan tariff ke 2, maka rumus gross p yang dipakai adalah lapisan ke .2.
Lapisan ke 2 = 1/0,85 {(PKP X 15% ) 5.000.000]
Tunjangan Pajak = 1/0,85 X (104.462.000 X 15% ) -5.000.000
Tunjangan Pajak = 12.552.118
Tahap 2
Setelah diperoleh berapa tunjangan pajak dengan rumus gross up, baru dimasukkan unsure
tunjangan pajak sebagai unsure penghasilan wajib pajak. Perhitungan ini memperihatkan
bahwa jumlah PPh harus sama dengan tunjangan pajak. Bila sama, maka PPh tersebut dapat
dibiayakan (deductible.

Gaji /tahun 120.000.000


Tunjangan makan siang 3.600.000
Tunjangan Pajak (gross up) 12.552.118
JKK = 1,27 % X 120 jt = 1.542.000
JKM= 0,30% X 120 jt = 3.600.000
___________
141.294.118
Bonus 5.000.000
____________
146.294.118
Dikurangi
Biaya Jabatan 6.000.000
Iuran Pensiun 2.400.000
JHT =2% X 120 jt = 2.400.000
__________ (10.800.000)
___________
135.494.118
PTKP (18.480.000)
____________
PKP 117.014.118
PPh Terutang :
1 Manajemen Perpajakan
3 11 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
PPh Pasal 21 5% X Rp. 50.000.000 = 2.500.000
15%X Rp.67.014.118 = 10.052.118
___________
Total PPh Pasal 21 12.552.118

Daftar Pustaka
1. Erly Suandi, 2011, Perencanaan Pajak, Penerbit Salemba Empat (ES)
2. Drs.Chairil Anwar Pohan,MSi,MBA, 2013, Manajemen Perpajakan, Strategi Perencanaan
Pajak dan Bisnis, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
3. Primandita F, dkk, 2009, Kompilasi UU pajak, Penerbit Salemba Empat (PF)
4. Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Kep. Ditjen Pajak dan peraturan
perpajakan lainnya.

1 Manajemen Perpajakan
3 12 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai