(broncopneunomia,TBC,ISPA,dipteri,asma,pertusis)
Oleh Kelompok VI :
Lamria Simbolon
Nataliano Simanjuntak
Pormina Tambunan
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul Asuhan keperawatan gangguan
sistem pernafasan (broncopneunomia,TBC,ISPA,dipteri,asma,,,,,)
Makalah ini dapat dijadikan bahan sumber bacaan yang membahas tentang bagaimana
konsep keperawatan pada gangguan sistem pernafasan pada anak khusus nya pada penyakit
broncopneunomia,TBC,ISPA,dipteri,asma,,,,,merupakan sarana untuk kami sebagai
menambah syarat untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah dokumentasi keperawatan yang
telah ditugaskan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca maupun bagi kami, saran serta
kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini kami harapkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................
Daftar Isi.........................................................................................................................
Bab I : Pendahuluan........................................................................................................
Bab II : Pembahasan.......................................................................................................
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................
Daftar Pustaka.................................................................................................................
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi
saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi sistem organ tubuh
lain dan berkisar dari flu biasa dengan gejala serta gangguan yang relative ringan sampai
pneumonia berat. Pada tahun 1999, sekitar 158.900 orang meninggal dunia karena kanker
paru. Sejak pertengahan tahun 1950, kanker paru menduduki peringkat pertama dari urutan
kematian akibat kanker pada pria, dan pada tahun 1987 kanker paru menggantikan kanker
payudara sebagai penyebab kematian akibat kanker yang paling sering pada perempuan.
Angka insiden kanker paru terus mencuat ketingkat membahayakan dan prevalensi saat ini
kira kira 25 kali lebih tinggi daripada 50 tahun yang lalu. Insiden penyakit pernafasan
kronik, terutama emfisema paru kronik dan bronchitis semakin meningkat dan sekarang
merupakan penyebab utama cacat kronik dan kematian (Sylvia A. Price dan Lorraine M:
2002)
Berdasarkan data statistik pemerintah setiap kabupaten dan kecamatan terdapat satu Rumah
Sakit dan untuk cakupan daerah yang lebih kecil hanya diwakili dengan Puskesmas
Pembantu. Penyakit pernafasan sangat berpengaruh terhadap masyarakat secara keseluruhan
(dalam hal fisik, social maupun ekonomi), sehingga 2 pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
gangguan pernafasan mempunyai makna yang penting sekali.
2. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca maupun perawat mengetahui
tentang konsep asuhan keperawatan yang akan diberikan pada anak khusus nya gangguan
sistem pernfasan seperti broncopneunomia,TBC,ISPA,dipteri,pertusis,asma.
BAB II
Pembahasan
2.1 broncopneunomia
Pengertian
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat
oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di
dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli
terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-
barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan
daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen
infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan
sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri,
mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
3. PathofisiologI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan
oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan
minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan
bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi
masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai
berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam
usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare
yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Soeparman, 1991)
Manifestasi klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas
selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan
gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, Takipnea,
bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi, krekels dan ronchi
(Barbara C. long, 1996 :435)
Pemeriksaan penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan sputum
Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra
M. Nettina, 2001 : 684)
Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba.
(Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2. Pemeriksaan Radiologi
Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau
klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
(Barbara C, Long, 1996 : 435)
Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda
padat. (Sandra M, Nettina, 2001)
6. Penatalaksanaan
a.Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
b.Terapi oksigen (O2)
c.Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
d.Istirahat yang cukup
e. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/ hari atau
tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.
Pengkajian Keperawatan.
1) Identitas.
2) Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
klien sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping
hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau
diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama
beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan
kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal
musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga
bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu
ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi
saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat
untuk melawan infeksi sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan klien sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung,
ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris,
pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah
terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang
bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
klien malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang
dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara
pemberian makanan/cairan personde.
d. Sistem eliminasi.
klien menderita diare, atau dehidrasi,
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau
malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral
hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
4) Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m3 dengan pergeseran
ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan fungsi paru-paru untuk
preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat menentukan/mencari etiologinya. Tetapi
cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk
dan memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk melihat :
Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
Luas daerah paru yang terkena.
Evaluasi pengobatan
Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau beberapa
lobur.
Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.
Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produk mucus berlebihan dan kental, batuk tidak
efektif
2) Perubahan pola nafas b.d perubahan membrane alveolar
3) Resiko perubahan nutrisi kurang b.d intake inadekuat
4) Resiko kebutuhan cairan kurang b.d intake inadekuat, hipertermi
5) Hipertermi b.d peningkatan metabolisme, proses inflamasi
6) Resiko aspirasi b.d akumulasi secret di trakheobronkheal, sesak nafas
7) Defisit self care b.d kelemahan, kelelahan
8) Cemas orang tua b.d perkembangan penyakit anaknya
9) Takut b.d hospitalisasi, tindakan invasive, terapi inhalasi
10) Kurang pengetahuan tentang pneumonia b.d kurang informasi, keter-batasan kognisi,
tidak kooperatif dengan sumber informasi
2.2 TBC
Pengertian
Penyakit tuberkulosis pada bayi dan anak disebut juga tuberkulosis primer dan merupakan
suatu penyakit sistemik ( Ngastiyah: 1997). Menurut (Donna L.Wong, dkk: 2009),
Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Sedangkan menurut
(Amin, M.,1999), tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis dengan karakteristik
terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui
nukley droplet melalui udara (Sandra, 2002)
Manifestasi Klinis
a. Demam
Demam yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek
b. Malaise
c. Anoreksia
e. Batuk bisa ada atau tidak, berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan
Pengkajian
A. Identitas Data
Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis
kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan)
B. Diagnosa Medis :
TB Paru
Keluhan Utama
2) Saat pengkajian
Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi PQRST
(palliative, quantitatif, region, scale, timing)
3) Keluhan penyerta
Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala klinis TB serta
terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula
1) Pre Natal
2) Intra Natal
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput
sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3) Post Natal:
Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan
benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan
antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh?
Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?)
Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien dirawat dirumah
sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.
Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja obat serta efek
samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu di
identifikasi
4) Tindakan (operasi)
Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas indikasi apa
5) Alergi
6) Kecelakaan
7) Imunisasi
a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen
ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibody yang akan
bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada
imunisasi pasif
b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh
mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum yang telah
mengandung zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam
kandungan
1) Vaksin polio
2) Vaksin campak
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur,
demam, menggigil, berkeringat pada malam hari
Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning
atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di
daerah apeks paru, tachipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak
napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran broncogenik).
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak
Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Siapa yang lebih intensif
dan secara konstan menekankan perkembangan, pertumbuhan si anak dapat mempengaruhi
perilaku, sikap dan pengontrolan emosi serta perkembangan anak
Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak
d. Lingkungan rumah
Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi
anak.
e)Kondisi rumah, bagaimana kondisi rumah, apakah dalam satu keluarga ada yang menderita
TB paru.
f)Merasa dikucilkan, kaji perasaan pasien atau keluarga pasien atas penyakit yang diderita.
h)Berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya
yang banyak.
i)Tidak bersemangat dan putus harapan karena merasa tidak akan sembuh dan terbatas
ekonomi
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak
Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya akan menyerahkan pada
Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan keluarganya
g. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum : pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering ditemukan
sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah
2) Tanda-tanda vital : sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau
naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak
menjadi tachicardi
3) Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.
4) Pemeriksaan fisik
c. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau tidak, simetris
tidak.
d. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
e. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau tidak, uji
pendengaran anak
f. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub
mandibula.
g. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen
(menghasilkan sputum).
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
kering diwaktu malam hari.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara
limforik.
Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
i. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan
k. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum sudah turun
atau belum, apakah lubang ureter ditengah
Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain
Motorik halus : sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang, membuka kotak,
melempar benda
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO Dx DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Hypertermi
3. Gangguan nutrisi
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
N
O TUJUAN & KRITERIA
INTERVENSI KEPERAWATAN
D HASIL
X
Menerima perawatan
kesehatan adekuat.
2.3 ISPA
Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluranpernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik ataubakteri, virus, maupun
reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkimparu.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta
organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian
besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni
bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur.
Bakteripenyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus,
pnemokokus,hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara
laingolongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,
mikoplasma,herpesvirus.Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranyabakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara
bebasakan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitutenggorokan
dan hidung.Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2tahun
yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim
hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )
- Pilek biasa
- Kadang bersin-bersin
- Sakit tenggorokan
- Batuk
- Sakit kepala
- Demam
- Nausea
- Muntah
- Anoreksia
patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan
yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian
besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun infeksi
relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai
bronchus dan alveoli.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang
terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan
melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system
Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas atas,
maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting
(system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya
misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan
berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau
mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:
Pengkajian
A. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama,
alamat, dan lain-lain.
B. Riwayat Kesehatan
biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien
tersebut.
Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Tanda vital :
3. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau
lesi pada kepala
4. Wajah
5. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
6. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar,
ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
7. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan
dalam berbicara.
8. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
9. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan.
a. Inspeksi
b. Palpasi
Adanya demam
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis
c. Perkusi
d. Auskultasi
10. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada
abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
11. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-
laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora,
biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
12. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan
pada kulit, apakah kulit teraba panas.
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
Diagnosa Keperawatan
3. Nyeri akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
4. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b/d tudak kuatnya pertahanan sekunder (adanya
infeksi penekanan imun)
Intervensi keprawatan
6. Anjurkan klien
4. Penyedian udara
istirahat ditempat bersih.
tidur selama fase
5. Kebutuhan cairan
febris penyakit.
meningkat karena
7. Kolaborasi dengan penguapan tubuh
dokter : meningkat.
Dalam pemberian
6. Tirah baring untuk
therapy, obat mengurangi
antimicrobial, metabolism dan
antipiretika panas.
7. Untuk mengontrol
infeksi pernapasan
Menurunkan panas
4. Kolaborasi 4. Kortikosteroid
Berikan obat sesuai digunakan untuk
indikasi mencegah reaksi
Steroid oral, iv, & alergi / menghambat
inhalasi pengeluaran
histamine dalam
analgesik
inflamadi
pernapasan.
Analgesi untuk
mengurangi rasa
nyeri
2.4 Asma
Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor Predisposisi
- Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
2. Faktor Presipitasi
- Alergen
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan
jam tangan.
- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim
bunga.Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.
- Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang
sudah ada.Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Patofisiologi
1. Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon
terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
2.Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat
antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan
pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin
dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.
3 Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan
bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6
jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan
hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
4. Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
5. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus.
Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi
jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan
6. Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena
edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan
pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan
saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 tertahan
dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis
respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi
dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan
hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian
penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan
Penatalaksanaan
- Pengobatan
a. Memberikan penyuluhan
c. Pemberian cairan
d. Fisioterapi
2) Pengobatan farmakologik
b. Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
- Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
- Ketolifen
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya diberikan dosis 2 kali
1 mg/hari.Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
1. Menghindari pencetus
Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan diajarkan pada
keluarganya yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah. Untuk menghindari
pencetus karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur anak:
- Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih
sering.Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain anak.Jangan
memelihara binatang.
- Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik jangan
makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan makanan yang
mengandung zat pewarna.
- Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat yang
sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.
2. Kegiatan fisik
Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga.namun olahraga perlu
diatur karena merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak. Pengaturan dilakukan
dengan cara:
- Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang
mendadak
- Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-batuk,
kegiatan diteruskan.
- Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau
menghirup aerosol terlebih dahulu.
Asuhan Keperawatan
1. pengkajian
Identitas
Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh
infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada asma episodikyang sering terjadi, biasanya
pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur
5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.Biasanya orang tua menghubungkan
dengan perubahan cuaca, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini
frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten terjadi
75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi
saluran pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin
tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.
Keluhan utama
Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu, disamping faktor yang
lain.
Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih
atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi, obat
semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan
kelembaban udara dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan asma.
a. Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur
1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg,
pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata rata
pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti
meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-
rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm.
Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik
cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap perkembangan
b) Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5
tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek
( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke
ayahnya ).
e) Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru
dan belajar yang benar salah untuk menghindari hukuman.
f) Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek, pendek-tinggi, baik-nakal,
bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
g) Perkembangan sosial yaitu berada pada fase Individuation Separation . Dimana sudah
bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa
mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
h) Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir
umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek
yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima
atau memberikan perintah sederhana.
i) Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak
bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari
bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
j) Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai
permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus
yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO
I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun
900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
c. Status Gizi
Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :
a. Perpisahan
c) Sistem Persyarafan / neurologi; Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan
kesadaran : gelisah, rewel, cengeng? apatis? sopor? coma.
d) Sistem perkemihan; Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang
akibat sesak nafas
f) Sistem integument; Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
a. Auskultasi bu nyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada
sandaran.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.
Diagnosa 2 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang,
ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
2.Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien
menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam
batas normal.
Intervensi :
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
6. Kolaborasi
- Antiemetik rantis 21
Diagnosa 4 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot
terasa pada skala sedang
Intervensi :
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau
bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Diagnosa 5 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan
kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan
masalah berlebihan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari
penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan
komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat
dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
3. Evaluasi
Definisi
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun)
Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae
dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphteriae
Etiologi
Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak, sifat
bakteri Corynebacterium diphteriae :
1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
Manifestasi Klinis
a. Gejala umum.
Demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien
tampak lemah.
b. Gejala lokal
Nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan pada area regional, sesa nafas,
serak sampai dengan stridor jika penyakit sudah stadium lanjut. Gejala akibat eksotoksin
tergantung bagian yang terkena missal mengenaiotot jantung terjadi miokarditis, dan bila
mengenai syaraf mnyebabkan kelumpuhan.
Patofisiologi
Basil hidup dan berkembangbiak pada traktus respiratorius bagian atas terutama bila terdapat
peradangan kronis pada tonsil, sinus, dan lain-lain.Selain itu dapat juga pada vulva, kulit,
mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut basil membentuk
pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.Pseudomembran timbul lokal kemudian
menjalar kefaring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening sekitarnya
akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan
menyebabkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul
paralysis terutama otot-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada
hati dan ginjal, yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria pada
umumnya disebabkan oleh terjadinya sumbatan jalan nafas akibat pseudomembran pada
laring dan trakea, gagal jantung karena miokardititis, atau gagal nafas akibat terjadinya
bronkopneumonia.
Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tetapi dapat juga
melalui perantaraan alat atau benda yang terkontaminasi oleh kuman difteria.Penyakit dapat
mengenai bayi tapi kebayakan pada anak usia balita. Penyakit Difteria dapat berat atau ringan
bergantung dari virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan hanya
berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan
pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Tetapi kebanyakan pasien datang berobat sering
dalam keadaan berat seperti telah adanya bullneck atau sudah stridor atau dispnea. Pasien
difteria selalu dirawat dirumah sakit karena mempunyai resiko terjadi komplikasi seperti
mioarditis atau sumbatan jalan nafas (Ngastiyah, 1997).
1. Kuman difteri masuk dan berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada
vulva, kulit, mata.
3. Bila eksotoksin mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan
timbul paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.
4. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudomembran pada laring dan
trakea dan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.
Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ
lainnya:
Cara Pencegahan
3. Jadwal imunisasi berikut ini adalah yang direkomendasikan di Amerika Serikat (Negara
lain mungkin menggunakan jadwal lain dan tidak memberikan 4 dosis sebagai imunisasi
dasar).
Imunisasi dasar untuk vaksin DtaP atau DTP-Hib, 3 dosis pertama diberikan dengan interval
4-8 minggu. Dosis pertama diberikan saat bayi berusia 6-8 minggu; dosis ke-4 diberikan 6-12
bulan setelah dosis ke-3 diberikan. Jadwal ini tidak perlu diulang kembali walaupun terjadi
keterlambatan dalam pelaksanaan jadwal tersebut.
Dosis ke-5 diberikan pada saat usia 4-6 tahun (usia masuk sekolah); dosis ke-5 ini tidak perlu
diberikan jika sudah mendapat dosis ke-4 pada usia 4 tahun. Bila komponen pertusis dari
DTP merupakan kontraindikasi, sebagai pengganti dapat diberikan vaksin DT.
Mengingat efek samping pemberian imunisasi meningkat dengan bertambahnya usia maka
dosis booster untuk anak usia di atas 7 tahun, vaksin yang dipakai adalah vaksin dengan
konsentrasi / kadar diphtheria toxoid (dewasa) yang rendah. Sedangkan untuk mereka yang
sebelumnya belum pernah diimunisasi maka diberikan imunisasi dasar berupa 3 dosis vaksin
serap tetanus dan diphtheria toxoid (Td).
Dua dosis pertama diberikan dengan interval 4-6 minggu dan dosis ke-3 diberikan 6 bulan
hingga 1 tahun setelah dosis ke-2. data yang terbatas dari Swedia menunjukkan bahwa jadwal
pemberian imunisasi ini mungkin tidak memberikan tingkat perlindungan yang memadai
pada kebanyakan remaja, oleh karena itu perlu diberikan dosis tambahan.
5. Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistem kekebalan
mereka (immunocompromised) atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi dengan
vaksin diphtheria dengan jadwal yang sama bagi orang normal walaupun ada risiko pada
orang-orang ini tidak memberikan respon kekebalan yang optimal.
a. Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal, isolasi untuk
difteria kulit dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur dari sampel tenggorokan dan hidung
(dan sampel dari lesi kulit pada difteria kulit hasilnya negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2
kultur ini harus dibuat tidak kurang dari 24 jam dan tidak kurang dari 24 jam setelah
penghentian pemberian antibiotika. Jika kultur tidak mungkin dilakukan maka tindakan
isolasi dapat diakhiri 14 hari setelah pemberian antibiotika yang tepat (lihat 9B7 di bawah).
d. Manajemen Kontak: Semua kontak dengan penderita harus dilakukan kultur dari
sample hidung dan tenggorokan, diawasi selama 7 hari. Dosis tunggal Benzathine Penicillin
(IM: lihat uraian dibawah untuk dosis pemberian) atau dengan Erythromycin selama 7-10
hari direkomendasikan untuk diberikan kepada semua orang yang tinggal serumah dengan
penderita difteria tanpa melihat status imunisasi mereka. Kontak yang menangani makanan
atau menangani anak-anak sekolah harus dibebaskan untuk sementara dari pekerjaan tersebut
hingga hasil pemeriksaan bakteriologis menyatakan mereka bukan carrier. Kontak yang
sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap perlu diberikan dosis booster
apabila dosis imunisasi terakhir yang mereka terima sudah lebih dari lima tahun. Sedangkan
bagi kontak yang sebelumnya belum pernah diimunisasi, berikan mereka imunisasi dasar
dengan vaksinasi: Td, DT, DTP, DtaP atau DTP-Hib tergantung dari usia mereka.
e. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Pencarian carrier dengan menggunakan kultur
dari sampel yang diambil dari hidung dan tenggorokan tidak bermanfaat.Pencarian carrier
dengan kultur hanya bermanfaat jika dilakukan terhadap kontak yang sangat dekat.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata
a. Umur
Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi berumur
dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun
b. Suku bangsa
c. Tempat tinggal
Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-rapat, higine dan
sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang.
2. Keluhan Utama
Klien mengalami sesak napas disertai dengan nyeri menelan demam ,lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia.
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas
dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoreksia
Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret dan edema
kelenjer limfe, laring dan trakea.
Rencana keperawatan
1 I Setelah dilakukan
1. Observasi tanda tanda
1. untuk mengetahui keadaan
tindakan keperawatan vital. umum pasien terutama pada
tentang Oxygen
2. Berikan posisi yang nyaman pernapasannya.
theraphy diharapkan /semi fowler. 2. Peninggian kepala
pola nafas pasien
3. Anjurkan pasien agar tidak mempermudah fungsi
kembali normal. terlalu banyak bergerak. pernapasan dengan
Kriteria hasil : 4. Kolaborasi dengan dokter menggunakan gravitasiatau
o Frekuensi pernafasan dalam pemberian mempermudah pertukaran
dalam batas normal. O2 lembab atau inhalasi, bila O2 dan CO2.
o Tidak ada suara nafas perlu dilakukan trachcostomi.3. Agar sesak tidak bertambah.
tambahan. 4. Membantu kekentalan secret
sehingga mempermudah
pengeluarannya.
1. Menganalisis penyebab
1. Kaji pola makan klien. ketidakadekuatan nutrisi.
Setelah dilakukan
2. Anjurkan kebersihan oral
2. Mulut yang bersih dapat
tindakan keperawatn sebelum makan. meningkatkan/ merangsang
diharapkan kebutuhan
3. Anjurkan makan dalam nafsu makan klien.
4 IV nutrisi klien terpenuhi. porsi kecil disertai dengan
3. Makanan dalam porsi kecil
Kriteria hasil: makanan lunak/lembek. mudah dikonsumsi oleh klien
o Nafsu makan klien
4. Berikan makan sesuai dan mencegah terjadinya
membaik. dengan selera. anoreksia.
o Porsi makanan yang
5. Kolaborasi dengan dokter
4. Meningkatkan intake
dihidangkan habis. dalam pemberian obat makanan.
o Klien tidak mengalami antiemetic. 5. Menghilangkan mual,
mual, muntah. muntah dan meningkatkan
nafsu makan.
2.6 pertusis
Pengertian
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella Pertusis (arif
mansjoer,2000).
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang diuraikan dengan baik pada tahun 1500.
(nelson,2000)
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis
terutama terjadi pada anak-anak usia 4 tahun yang tidak diimunisasi.(american academy of
pediatric, 2006)
Pertusis biasa disebut batuk rejan. Pertusis disebut juga sebagai Tussis Quinta, Whooping
cough atau Batuk Rejan adalah suatu infeksi akut saluran nafas, yang dapat mengenai setiap
penjamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak yang ditandai oleh batuk
spasmodic yang lama yang berakhir pada batuk-batuk dengan suara keras ( whoop ) dan
disertai dengan muntah.
Etiologi
Bordella merupakan kokobasili gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh secara aerobik
pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan faktor pertumbuhan dengan
faktor tikotinamid, asam amino untuk energi dan arang atau resin siklodekstrin untuk
menyerap bahan-bahan berbahaya.
Bordella pertusis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak darinya
dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca penambahan
aerosol, hemaglutinin felamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan Fim3),
dan protein permukaan nonfibria 69kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk
perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran pernafasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase,
dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin trakhea, faktor
demonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan, menyebabkan cedera epitel lokal
yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti
mempunyai banyak aktivitas biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi insulin, disfungsi
leukosit). Beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik penyakit. TP menyebabkan
limfositisis segera pada binatang percobaan dengan pengembalian limfosit agar tetap dalam
sirkulasi darah. TP tampak memainkan peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam
patogenesis.
Manifestasi Klinis
Tanda / gejala :
- Konjungtiva kemerahan.
Pada stadium ini biasanya tidak dipikirkan diagnosis pertusis karena sering tidak dapat
dibedakan dengan penyakit influenza.
Tanda / gejala :
- Batuk hebat di tandai dengan whoop ( tarikan nafas panjang dan dalam, berbunyi
melengking ).
- Batuk 5-10 kali per hari atau 10-20 kali per hari.
- Selama serangan muka menjadi merah atau sianosis, mata tampak menonjol, lidah
menjulur keluar.
- Pada serangan batuk, nampak pelebaran pambuluh darah muka dan leher.
Pada bayi dibawah umur 3 bulan, paroksimalitas dapat disertai atau berakhir dengan apnea
dan juga dapat terjadi aspiksia yang berakibat fatal.
Tanda / gejala :
- Berhentinya whoop dan muntah-muntah.
- Batuk masih menetap untuk beberapa waktu dan akan hilang sekitar 2-3 minggu.
Penatalaksanan Medis
1. Antibiotik
Penatalaksanaan Keperawatan
2. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis.
b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral
Pencegahan
a. Secara aktif
1. Dengan pemberian imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DTP tidak
boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu)dengan jarak 4-8 minggu. DTP-1 deberikan pada
umur 2 bulan,DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTp-3 pada umur 6 bulan. Ulangan DTP
selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DTP-5 pada saat
masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat ulangan DTP.
Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,vaksinasi DTP diberika pada awal sekolah
dasar dalam program bulan imunisasi anak sekolah(BIAS).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1
bulan dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi pada
umur 2-4 minggu.
2. Riwayat kejang
3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DTP sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan
kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya.
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang mempunyai
bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi.
b. Secara pasif
d. Makanan yang mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi seperti sayuran
konsep asuhan keperawatan
Pengkajian
1. Identitas pasien :
2. Keluhan utama
Antara lain : Batuk terus menerus, batuk berat, kering dan keras, sulit makan atau anorexia,
muntah-muntah, suhu meninggi, gelisah, gangguan pada waktu bernafas serta berkeringat
terus menerus.
3. Riwayat penyakit
- Riwayat 1 2 minggu gejala infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA) (bagian kataral).
- Memburuknya batuk pada episode spasmodik diikuti dengan muntah (pada tahap
paroksismal).
- Derajat distres penafasan selama spasme, terutama perubahan warna selama spasme
(wajah marah terang atau sianotik).
a. Riwayat penyakit sekarang, kapan dirasakan, bagaiman sifat keluhan, berapa lama
keluhan dirasakan dan tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasinya.
b. Riwayat penyakit dahulu, apaka dulu pernah mengalami hal yang serupa.
c. Riwayat penyakit keluarga, apakah ada keluarga yang menderita penyakit yag sama,
penyakit epilepsi atau penyakit susunan saraf pusat.
4. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Muka pasien menjadi merah, mata tampak menonjol keluar, wajah cemas, gelisah.
- Palpasi
- Auskultasi
5. Data penunjang
c. Periksa sputum.
Diagnosa Keperawatan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
3. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
nafas)
Intervensi Keperawatan
1. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi.
Kriteria hasil : menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas/bersih
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius, seperti krekels, mengi,
geseka, pleural.
Rasional : bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronki dan mengi
menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan
embulasi sesegera mungkin.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kriteria hasil : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas. Misalnya mengi, kreket, ronkhi.
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisisus. Mis, bronkitis
Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman. Mis, peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum. Mis, debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : debu, asap jika masuk paru-paru memproteksi terhadap benda asing
yang masuk sehinggan akan mengakibatkan sulit ekspirasi.
Intervensi:
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan napas untuk menurunkan kolabs jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
Rasional : kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil.
4. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya sekret.
Rasional : selama distres pernapasan berat/akut pasien secara total tak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual/muntah.
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Intervensi :
Rasional : rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan
dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
5. Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara
nutrisi seimbang. Mis, nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.
6. Kaji pemeriksaan laboratorium. Mis, albumin serum, profil asam amino, besi, glukosa.
Intervensi:
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
turgor kulit, membran mukosa lembab.
Intervensi :
Rasional :merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
3.2 saran
DAFTAR PUSTAKA
Behram, klieman & Nelson. 2000. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Wilson,Hockenberry. Wongs, nursing care of infants and children jilid 2.Canada: Evolve