Anda di halaman 1dari 73

Asuhan keperawatan gangguan sistem pernafasan

(broncopneunomia,TBC,ISPA,dipteri,asma,pertusis)

Oleh Kelompok VI :

Lamria Simbolon
Nataliano Simanjuntak
Pormina Tambunan

STIKes Santa Elisabeth Medan

T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul Asuhan keperawatan gangguan
sistem pernafasan (broncopneunomia,TBC,ISPA,dipteri,asma,,,,,)

Makalah ini dapat dijadikan bahan sumber bacaan yang membahas tentang bagaimana
konsep keperawatan pada gangguan sistem pernafasan pada anak khusus nya pada penyakit
broncopneunomia,TBC,ISPA,dipteri,asma,,,,,merupakan sarana untuk kami sebagai
menambah syarat untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah dokumentasi keperawatan yang
telah ditugaskan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca maupun bagi kami, saran serta
kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini kami harapkan.

Medan, maret 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................

Daftar Isi.........................................................................................................................

Bab I : Pendahuluan........................................................................................................

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................

1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................................

Bab II : Pembahasan.......................................................................................................

2.1 konsep asuhan keperawatan pada broncopneunomia .......................................

2.2 konsep asuhan keperawatan pada TBC ..............................................................

2.3 konsep asuhan keperawatan pada ISPA .............................................................

2.4 konsep asuhan keperawatan pada dipteri............................................................

2.5 konsep asuhan keperawatan pada asma .............................................................

2.6 konsep asuhan keperawatan pada pertusis .........................................................

Bab III : Penutup.............................................................................................................

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................

Daftar Pustaka.................................................................................................................
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang

Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi
saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi sistem organ tubuh
lain dan berkisar dari flu biasa dengan gejala serta gangguan yang relative ringan sampai
pneumonia berat. Pada tahun 1999, sekitar 158.900 orang meninggal dunia karena kanker
paru. Sejak pertengahan tahun 1950, kanker paru menduduki peringkat pertama dari urutan
kematian akibat kanker pada pria, dan pada tahun 1987 kanker paru menggantikan kanker
payudara sebagai penyebab kematian akibat kanker yang paling sering pada perempuan.

Angka insiden kanker paru terus mencuat ketingkat membahayakan dan prevalensi saat ini
kira kira 25 kali lebih tinggi daripada 50 tahun yang lalu. Insiden penyakit pernafasan
kronik, terutama emfisema paru kronik dan bronchitis semakin meningkat dan sekarang
merupakan penyebab utama cacat kronik dan kematian (Sylvia A. Price dan Lorraine M:
2002)

Berdasarkan data statistik pemerintah setiap kabupaten dan kecamatan terdapat satu Rumah
Sakit dan untuk cakupan daerah yang lebih kecil hanya diwakili dengan Puskesmas
Pembantu. Penyakit pernafasan sangat berpengaruh terhadap masyarakat secara keseluruhan
(dalam hal fisik, social maupun ekonomi), sehingga 2 pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
gangguan pernafasan mempunyai makna yang penting sekali.

2. Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca maupun perawat mengetahui
tentang konsep asuhan keperawatan yang akan diberikan pada anak khusus nya gangguan
sistem pernfasan seperti broncopneunomia,TBC,ISPA,dipteri,pertusis,asma.
BAB II
Pembahasan
2.1 broncopneunomia
Pengertian
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat
oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di
dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli
terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-
barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan
daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen
infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan
sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri,
mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
3. PathofisiologI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan
oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan
minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan
bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi
masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai
berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam
usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare
yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Soeparman, 1991)

Manifestasi klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas
selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan
gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, Takipnea,
bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi, krekels dan ronchi
(Barbara C. long, 1996 :435)

Pemeriksaan penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan sputum
Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra
M. Nettina, 2001 : 684)
Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba.
(Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2. Pemeriksaan Radiologi
Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau
klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
(Barbara C, Long, 1996 : 435)
Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda
padat. (Sandra M, Nettina, 2001)
6. Penatalaksanaan
a.Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
b.Terapi oksigen (O2)
c.Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
d.Istirahat yang cukup
e. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/ hari atau
tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.
Pengkajian Keperawatan.
1) Identitas.
2) Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
klien sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping
hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau
diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama
beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan
kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal
musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga
bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu
ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi
saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat
untuk melawan infeksi sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan klien sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung,
ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris,
pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah
terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang
bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
klien malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang
dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara
pemberian makanan/cairan personde.
d. Sistem eliminasi.
klien menderita diare, atau dehidrasi,
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau
malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral
hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
4) Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m3 dengan pergeseran
ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan fungsi paru-paru untuk
preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat menentukan/mencari etiologinya. Tetapi
cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk
dan memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk melihat :
Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
Luas daerah paru yang terkena.
Evaluasi pengobatan
Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau beberapa
lobur.
Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.

Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produk mucus berlebihan dan kental, batuk tidak
efektif
2) Perubahan pola nafas b.d perubahan membrane alveolar
3) Resiko perubahan nutrisi kurang b.d intake inadekuat
4) Resiko kebutuhan cairan kurang b.d intake inadekuat, hipertermi
5) Hipertermi b.d peningkatan metabolisme, proses inflamasi
6) Resiko aspirasi b.d akumulasi secret di trakheobronkheal, sesak nafas
7) Defisit self care b.d kelemahan, kelelahan
8) Cemas orang tua b.d perkembangan penyakit anaknya
9) Takut b.d hospitalisasi, tindakan invasive, terapi inhalasi
10) Kurang pengetahuan tentang pneumonia b.d kurang informasi, keter-batasan kognisi,
tidak kooperatif dengan sumber informasi
2.2 TBC

Pengertian

Penyakit tuberkulosis pada bayi dan anak disebut juga tuberkulosis primer dan merupakan
suatu penyakit sistemik ( Ngastiyah: 1997). Menurut (Donna L.Wong, dkk: 2009),
Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Sedangkan menurut
(Amin, M.,1999), tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis dengan karakteristik
terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui
nukley droplet melalui udara (Sandra, 2002)

Manifestasi Klinis

Sangat bervariasi, Dapat bersifat asimtomatik atau menimbulkan bermacam-macam gejala :

a. Demam
Demam yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek

b. Malaise

c. Anoreksia

d. Penurunan berat badan

e. Batuk bisa ada atau tidak, berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan

Sejalan dengan perkembangan :

a. Peningkatan frekuensi nafas

b. Ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit

c. Bunyi nafas hilang dan ronchi kasar

d. Pekak pada saat perkusi di kedua lapang paru


e. Demam naik-turun

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

A. Identitas Data

Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis
kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan)

B. Diagnosa Medis :

TB Paru

c. Riwayat Keperawatan Sekarang

Keluhan Utama

1) Saat masuk Rumah Sakit

Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit).

2) Saat pengkajian

Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi PQRST
(palliative, quantitatif, region, scale, timing)

3) Keluhan penyerta

Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala klinis TB serta
terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula

d. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KESEHATAN

1) Pre Natal

Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil)

2) Intra Natal
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput
sesadonium, bayi menderita cepal hematom

3) Post Natal:

kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia icterus

e. RIWAYAT MASA LALU

1) Penyakit waktu kecil

Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan
benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan
antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh?
Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?)

2) Pernah di rawat di Rumah Sakit

Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien dirawat dirumah
sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.

3) Obat-obatan yang pernah digunakan

Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja obat serta efek
samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu di
identifikasi

4) Tindakan (operasi)

Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas indikasi apa

5) Alergi

Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan

6) Kecelakaan

Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila mengalami


kecelakaan apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di
diamkan saja

7) Imunisasi
a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen
ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibody yang akan
bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada
imunisasi pasif

b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh
mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum yang telah
mengandung zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam
kandungan

1) Vaksin polio

2) Vaksin campak

3) Vaksin BCG ( Bacillus Calmet Guirnet )

4) Vaksin DPT ( Difetri Pertusis Tetanus )

5) Vaksin toxoid difetri

f. KEBUTUHAN DASAR (11 Pola Fungsi Gordon)

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

2) Pola nutrisi metabolic

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan

3) Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.

4) Pola tidur dan istirahat


Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

5) Pola aktivitas dan latihan

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur,
demam, menggigil, berkeringat pada malam hari

Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada

Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning
atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di
daerah apeks paru, tachipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak
napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran broncogenik).

6) Pola persepsi kognitif

Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular

Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas fisik

7) Pola persepsi dan konsep diri

Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.

8) Pola peran hubungan dengan sesama

a. Yang mengasuh anak

Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Siapa yang lebih intensif
dan secara konstan menekankan perkembangan, pertumbuhan si anak dapat mempengaruhi
perilaku, sikap dan pengontrolan emosi serta perkembangan anak

b. Hubungan dengan anggota keluarga


Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan perkembangan individu setiap anaknya,
kemudian orangtua akan lebih intensif dan secara konstan menekankan harapan keluarga
terhadap anaknya

c. Hubungan dengan teman sebaya

Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak

d. Lingkungan rumah

Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi
anak.

e)Kondisi rumah, bagaimana kondisi rumah, apakah dalam satu keluarga ada yang menderita
TB paru.

f)Merasa dikucilkan, kaji perasaan pasien atau keluarga pasien atas penyakit yang diderita.

g)Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri).

h)Berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya
yang banyak.

i)Tidak bersemangat dan putus harapan karena merasa tidak akan sembuh dan terbatas
ekonomi

9) Pola koping dan toleransi terhadap stres

Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.

10) Pola reproduksi dan seksualitas

Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.

11) Pola nilai dan kepercayaan

Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya akan menyerahkan pada
Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan keluarganya
g. PEMERIKSAAN FISIK

1) Keadaan umum : pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering ditemukan
sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah

2) Tanda-tanda vital : sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau
naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak
menjadi tachicardi

3) Antropometri

Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.

4) Pemeriksaan fisik

a. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut

b. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil

c. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau tidak, simetris
tidak.

d. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh

e. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau tidak, uji
pendengaran anak

f. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub
mandibula.

g. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen
(menghasilkan sputum).

Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.

Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.

Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
kering diwaktu malam hari.

Pada tahap dini sulit diketahui.


Ronchi basah, kasar dan nyaring.

Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara
limforik.

Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)

h. Perut : kaji bentuk perut, bising usus

i. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan

j. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel.

Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,

inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.

k. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum sudah turun
atau belum, apakah lubang ureter ditengah

h. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN untuk anak usia < 6 tahun

Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain

Motorik halus : sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang, membuka kotak,
melempar benda

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO Dx DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Hypertermi

3. Gangguan nutrisi

4. Resti penyebaran infeksi

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan dan proses


penyakit

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

N
O TUJUAN & KRITERIA
INTERVENSI KEPERAWATAN
D HASIL
X

1 Tujuan: setelah dilakukan a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,


tindakan keperawatan jalan kecepatan, kedalaman dan penggunaan
nafas kembali efektif dalam otot aksesori.
waktu 3x24 jam. Dengan
R: untuk mengetahui tingkat sakit dan
kriteria hasil:
tindakan apa yang harus dilakukan
Sekret berkurang sampai
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan
dengan hilang, pernafasan
secret atau batuk efektif, catat karakter,
dalam batas normal 40-
jumlah sputum, adanya hemoptisis.
60x/menit
R: untuk mengetahui perkembangan
kesehatan pasien

c. Berikan pasien posisi semi atau fowler,


R: semi fowler memudahkan pasien untuk
bernafas

d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,


suction bila perlu.

R: untuk mencegah penyebaran infeksi


2 Tujuan: setelah dilakukan a. Review patologi penyakit fase
tindakan keperawatan aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi
pasien tidak demam dalam melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya
waktu 3x24 jam. atau melalui aliran darah atau sistem limfe
dan potensial infeksi melalui batuk, bersin,
Dengan kriteria hasil : tidak
tertawa, ciuman atau menyanyi.
terjadi penyebaran infeksi
R : Membantu klien agar klien mau
mengerti dan menerima terhadap terapi
yang diberikan untuk mencegah
komplikasi.

b. Mengidentifikasi orang-orang yang


beresiko untuk terjadinya infeksi seperti
anggota keluarga, teman, orang dalam satu
perkumpulan. Memberitahukan kepada
mereka untuk mempersiapkan diri untuk
mendapatkan terapi pencegahan.

R : Pengetahuan dan terapi dapat


meminimalkan kerentanan terjadinya
penyebaran

f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak

R : Kerja sama akan mempercepat proses


penyembuhan

3 Tujuan : f. Mengukur dan mencatat BB pasein

Kriteria hasil:Keluarga R : BB menggambarkan status gizi pasien


klien dapat menjelaskan
g. Menyajikan makanan dalam porsi kecil
penyebab gangguan nutrisi
tapi sering
yang dialami klien,
pemulihan kebutuhan R : Sebagai masukan makanan sedikit-
nutrisi, susunan menu dan sedikit dan mencegah muntah
pengolahan makanan sehat
h. Menyajikan makanan yang dapat
seimbang. Dengan bantuan
menimbulkan selera makan
perawat, keluarga klien
dapat mendemonstrasikan R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu
pemberian diet (per makan pasien
sonde/per oral) sesuai
i. Memberikan makanan tinggi TKTP
program dietetik.
(tinggi kalori tinggi protein)

R : Protein mempengaruhi tekanan


osmotik pembuluh darah

4 Tujuan: Menyatakan a. Kaji kemampuan belajar pasien


pemahaman proses misalnya: tingkat kecemasan, perhatian,
penyakit/prognosis dan kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan
kebutuhan pengobatan. belajar, tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.
Melakukan perubahan
prilaku dan pola hidup R: untuk mengetahui kondisi pasien dan
untuk memperbaiki tindakan apa yang akan diberikan
kesehatan umur dan
b. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi
menurunkan resiko
Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake
pengaktifan ulang
cairan yang adekuat.
tuberkulosis paru.
R: agar pemenuhan nutrisi terpenuhi
Mengidentifikasi gejala
sehingga penyembuhan bisa lebih cepat
yang memerlukan
evaluasi/intervensi.

Menerima perawatan
kesehatan adekuat.
2.3 ISPA
Definisi

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluranpernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik ataubakteri, virus, maupun
reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkimparu.

ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalamsaluran pernafasan


yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsungsampai 14 hari.

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta
organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian
besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni
bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Etiologi

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur.
Bakteripenyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus,
pnemokokus,hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara
laingolongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,
mikoplasma,herpesvirus.Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranyabakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara
bebasakan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitutenggorokan
dan hidung.Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2tahun
yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim
hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.

Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadianISPA


pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, danburuknya sanitasi
lingkungan.
Manifestasi klinis

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).

( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )

Tanda dan gejala

- Pilek biasa

- Keluar sekret cair dan jernih dari hidung

- Kadang bersin-bersin

- Sakit tenggorokan

- Batuk

- Sakit kepala

- Sekret menjadi kental

- Demam

- Nausea

- Muntah

- Anoreksia

patofisiologi

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan
yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian
besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.

Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun infeksi
relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai
bronchus dan alveoli.

Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk mencegah


infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus
yang tertimbun, terdapat lapisan mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari
bronchus ke atas yang menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil
mucus.

Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang
terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan
melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system
Eksalator mukolisiaris.

Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas atas,
maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting
(system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.

Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya
misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan
berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau
mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.

Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium:

Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:

a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%

b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3

c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3


konsep asuhan keperawatan

Pengkajian

A. Identitas Pasien

Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama,
alamat, dan lain-lain.

B. Riwayat Kesehatan

Riwayat penyakit sekarang

biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

Riwayat penyakit dahulu

biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini

Riwayat penyakit keluarga

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien
tersebut.

Riwayat sosial

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.

2. Tanda vital :

Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien

3. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau
lesi pada kepala

4. Wajah

Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.

5. Mata

Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan

6. Hidung

Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar,
ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman

7. Mulut

Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan
dalam berbicara.

8. Leher

Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis

9. Thoraks

Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

a. Inspeksi

Membran mukosa- faring tamppak kemerahan

Tonsil tampak kemerahan dan edema

Tampak batuk tidak produktif


Tidak ada jaringan parut dan leher

Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung

b. Palpasi

Adanya demam

Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi

Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi

Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

10. Abdomen

Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada
abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.

11. Genitalia

Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-
laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora,
biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.

12. Integumen

Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan
pada kulit, apakah kulit teraba panas.

13. Ekstremitas atas

Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses inspeksi

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia

3. Nyeri akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

4. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b/d tudak kuatnya pertahanan sekunder (adanya
infeksi penekanan imun)

Intervensi keprawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Peningkatan suhu Suhu tubuh


1. Observasi tanda 1.
Pemantauan tanda
tubuh bd proses normal berkisar tanda vital vital yang teratur
inspeksi antara 36 37, 5 dapat menentukan
2. Anjurkan pada
C perkembangan
klien/keluarga umtuk
perawatan
melakukan kompres
selanjutnya.
dingin ( air biasa)
pada kepala / axial. 2. Dengan
menberikan
3. Anjurkan klien
kompres maka
untuk menggunakan
aakan terjadi proses
pakaian yang tipis
konduksi /
dan yang dapat
perpindahan panas
menyerap keringat
dengan bahan
seperti terbuat dari
perantara.
katun.
3. Proses hilangnya
4. Atur sirkulasi
panas akan
udara.
terhalangi untuk
5. Anjurkan klien pakaian yang tebal
untuk minum banyak dan tidak akan
2000 2500 ml/hr. menyerap keringat.

6. Anjurkan klien
4. Penyedian udara
istirahat ditempat bersih.
tidur selama fase
5. Kebutuhan cairan
febris penyakit.
meningkat karena
7. Kolaborasi dengan penguapan tubuh
dokter : meningkat.

Dalam pemberian
6. Tirah baring untuk
therapy, obat mengurangi
antimicrobial, metabolism dan
antipiretika panas.

7. Untuk mengontrol
infeksi pernapasan
Menurunkan panas

2 Ketidakseimbangan klien dapat


1. Kaji kebiasaan diet,
1. Berguna untuk
nutrisi kurang dari mencapai BB input-output dan menentukan
kebutuhan b. d yang timbang BB setiap kebutuhan kalori
anoreksia direncanakan hari menyusun tujuan
mengarah berat badan, dan
2. Berikan makan
kepada BB evaluasi
porsi kecil tapi sering
normal. keadekuatan
dan dalam keadaan
rencana nutrisi.
klien dapat hangat
mentoleransi 2. Untuk menjamin
3. Beriakan oral
diet yang nutrisi adekuat/
sering, buang secret
dianjurkan. meningkatkan kalori
berikan wadah husus
total
Tidak untuk sekali pakai
menunujukan dan tisu dan ciptakan
3. Nafsu makan dapt
tanda malnutrisi. lingkungan beersih dirangsang pada
dan menyenamgkan. situasi rilek, bersih
dan menyenangkan.
4. Tingkatkan tirai
baring. 4. Untuk mengurangi
kebutuhahan
5. Kolaborasi metabolic

Konsul ahli gizi


5. Metode makan
untuk memberikan dan kebutuhan
diet sesuai kebutuhan kalori didasarkan
klien pada situasi atau
kebutuhan individu
untuk memberikan
nutrisi maksimal.

3 Nyeri akut b.d Nyeri berkurang


1. Teliti keluhan
1. Identifikasi
inflamasi pada / terkontrol nyeri ,catat karakteristik nyeri
membran mukosa intensitasnya (dengan & factor yang
faring dan tonsil. skala 0 10), factor berhubungan
memperburuk atau merupakan suatu hal
meredakan yang amat penting
lokasimya, lamanya, untuk memilih
dan karakteristiknya. intervensi yang
cocok & untuk
2. Anjurkan klien
mengevaluasi ke
untuk menghindari
efektifan dari terapi
allergen / iritan
yang diberikan.
terhadap debu, bahan
kimia, asap,rokok.
2. Mengurangi
Dan mengistirahatkan bertambah beratnya
/meminimalkan penyakit.
berbicara bila suara
3. Peningkatan
serak.
sirkulasi pada
3. Anjurkan untuk daerah tenggorokan
melakukan kumur air serta mengurangi
garam hangat nyeri tenggorokan.

4. Kolaborasi 4. Kortikosteroid
Berikan obat sesuai digunakan untuk
indikasi mencegah reaksi
Steroid oral, iv, & alergi / menghambat
inhalasi pengeluaran
histamine dalam
analgesik
inflamadi
pernapasan.
Analgesi untuk
mengurangi rasa
nyeri

4 Resiko tinggi tinggi tidak terjadi


1. Batasi pengunjung
1. Menurunkan
penularan infeksi penularan sesuai indikasi potensial terpalan
b.d tudak kuatnya pada penyakit
tidak terjadi
2. Jaga keseimbangan
pertahanan sekunder infeksius.
komplikasi antara istirahat dan
(adanya infeksi
aktifitas 2. Menurunkan
penekanan imun)
konsumsi
3. Tutup mulut dan
/kebutuhan
hidung jika hendak
keseimbangan O2
bersin, jika ditutup
dan memperbaiki
dengan tisu buang
pertahanan klien
segera ketempat
terhadap infeksi,
sampah
meningkatkan
4. Tingkatkan daya penyembuhan.
tahan tubuh, terutama
3. Mencegah
anak usia dibawah 2
penyebaran
tahun, lansia dan
pathogen melalui
penderita penyakit
cairan
kronis. Dan konsumsi
vitamin C, A dan
4. Malnutrisi dapat
mineral seng atau anti mempengaruhi
oksidan jika kondisi kesehatan umum
tubuh menurun / dan menurunkan
asupan makanan tahanan terhadap
berkurang infeksi
5. Kolaborasi 5. Dapat diberikan
Pemberian obat untuk organiasme
sesuai hasil kultur khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitifitas / atau di
berikan secara
profilatik karena
resiko tinggi

2.4 Asma

Pengertian

Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan.

Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.

1. Faktor Predisposisi

- Genetik

Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.

2. Faktor Presipitasi

- Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan
jam tangan.

- Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim
bunga.Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.

- Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang
sudah ada.Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Patofisiologi

1. Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon
terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.

2.Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat
antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan
pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin
dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.

3 Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan
bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6
jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan
hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.

4. Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.

5. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus.
Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi
jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan

6. Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena
edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan
pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan
saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 tertahan
dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis
respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi
dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan
hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian
penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan

Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma.


Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.

- Pengobatan

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1) Pengobatan non farmakologik

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisioterapi

e.Beri O bila perlu

2) Pengobatan farmakologik

- Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)

Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).

b. Santin (teofilin)

Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)

Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
- Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian 1 bulan.

- Ketolifen

Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya diberikan dosis 2 kali
1 mg/hari.Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

Pencegahan Serangan Asma pada Anak

1. Menghindari pencetus

Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan diajarkan pada
keluarganya yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah. Untuk menghindari
pencetus karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur anak:

- Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih
sering.Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain anak.Jangan
memelihara binatang.

- Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik jangan
makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan makanan yang
mengandung zat pewarna.

- Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat yang
sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.

2. Kegiatan fisik

Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga.namun olahraga perlu
diatur karena merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak. Pengaturan dilakukan
dengan cara:
- Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang
mendadak

- Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-batuk,
kegiatan diteruskan.

- Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau
menghirup aerosol terlebih dahulu.

gambaran atelektasis lokal

Asuhan Keperawatan

1. pengkajian

Identitas
Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh
infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada asma episodikyang sering terjadi, biasanya
pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur
5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.Biasanya orang tua menghubungkan
dengan perubahan cuaca, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini
frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten terjadi
75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi
saluran pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin
tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.

Keluhan utama

Batuk-batuk dan sesak napas

Riwayat penyakit sekarang

Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.

Riwayat penyakit terdahulu

Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga

Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu, disamping faktor yang
lain.

Riwayat kesehatan lingkungan

Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih
atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi, obat
semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan
kelembaban udara dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan asma.

Riwayat tumbuh kembang

a. Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur
1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg,
pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata rata
pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti
meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-
rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm.
Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik
cenderung bertambah tinggi.

b. Tahap perkembangan

a) Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif


mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah
dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan
motorik dan bahasanya.

b) Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5
tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek
( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke
ayahnya ).

c) Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase


preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-
kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical
thinking.

d) Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan


prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa
menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.

e) Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru
dan belajar yang benar salah untuk menghindari hukuman.

f) Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek, pendek-tinggi, baik-nakal,
bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
g) Perkembangan sosial yaitu berada pada fase Individuation Separation . Dimana sudah
bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa
mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.

h) Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir
umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek
yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima
atau memberikan perintah sederhana.

i) Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak
bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari
bahwa dia mempunyai lingkungan luar.

j) Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai
permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus
yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

Riwayat imunisasi

Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO
I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.

Riwayat nutrisi

Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun
900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.

c. Status Gizi

Klasifikasinya sebagai berikut :

i. Gizi buruk kurang dari 60%

ii. Gizi kurang 60 % - <80 %

iii. Gizi baik 80 % - 110 %

iv. Obesitas lebih dari 120 %

Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :

a. Perpisahan

i. Protes : pergi, menendang, menangis

ii. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi

iii. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi

b. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini


akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.

c. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.

d. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.

Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem

a) Sistem Pernapasan / Respirasi; Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea,


orthopnea, barrel chest, penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan
penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah
sedang, ronchi kering musikal.

b) Sistem Cardiovaskuler; Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.

c) Sistem Persyarafan / neurologi; Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan
kesadaran : gelisah, rewel, cengeng? apatis? sopor? coma.

d) Sistem perkemihan; Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang
akibat sesak nafas

e) .Sistem Pencernaan / Gastrointestinal; Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak


toleransi terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.

f) Sistem integument; Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.

Tujuan :

Jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing


berkurang/hilang, tanda vital dalam batas norma,l keadaan umum baik.

Intervensi :

a. Auskultasi bu nyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.

Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).

b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada
sandaran.

Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan


gravitasi.

d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
keefektipan memperbaiki upaya batuk.

Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.

e. Berikan air hangat.

Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.


f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.

Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi).

Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa 2 :

Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

Tujuan :

Pola nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang,
ekspansi paru mengembang.

Intervensi :

1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat


gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada

2.Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.

Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.

4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.

5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah


ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi

- Berikan oksigen tambahan

- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer

Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban


pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

Diagnosa 3 :

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

Kriteria hasil :

Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien
menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam
batas normal.

Intervensi :

1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).

Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.

2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.

3. Timbang berat badan dan tinggi badan.

Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.

4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.

Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.


5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering

Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

6. Kolaborasi

- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.

Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.

- Berikan obat sesuai indikasi.

- Vitamin B squrb 21.

Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.

- Antiemetik rantis 21

Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.

Diagnosa 4 :

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan :

Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Kriteria hasil :

KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot
terasa pada skala sedang

Intervensi :

1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan


kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.

Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.

2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan


aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.

3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.

Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau
bantal.

4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.

Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan


oksigen.

5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.

Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.

Diagnosa 5 :

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya


informasi

Tujuan :

Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

Kriteria hasil :

Mencari tentang proses penyakit :

- Klien mengerti tentang definisi asma

- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma

- Klien mengerti komplikasi dari asma

Intervensi :

1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan
kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan
masalah berlebihan.

2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi


informasi atau mengikuti program medik.

3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.

Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari
penyakitnya.

4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.

Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan
komplikasi.

5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat
dan aktivitas seimbang, diet baik.

Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.

3. Evaluasi

a. Jalan nafas kembali efektif.

b. Pola nafas kembali efektif.

c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah


2.5 dipteri

Definisi

Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun)
Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).

Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae
dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).

Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).

Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphteriae

Etiologi

Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan


ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput
lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung
dapat dialkuakan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan
sediaan langsung dari lesi.

Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak, sifat
bakteri Corynebacterium diphteriae :

1. Gram positif

2. Aerob

3. Polimorf

4. Tidak bergerak

5. Tidak berspora

Manifestasi Klinis
a. Gejala umum.

Demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien
tampak lemah.

b. Gejala lokal

Nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan pada area regional, sesa nafas,
serak sampai dengan stridor jika penyakit sudah stadium lanjut. Gejala akibat eksotoksin
tergantung bagian yang terkena missal mengenaiotot jantung terjadi miokarditis, dan bila
mengenai syaraf mnyebabkan kelumpuhan.

Patofisiologi

Basil hidup dan berkembangbiak pada traktus respiratorius bagian atas terutama bila terdapat
peradangan kronis pada tonsil, sinus, dan lain-lain.Selain itu dapat juga pada vulva, kulit,
mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut basil membentuk
pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.Pseudomembran timbul lokal kemudian
menjalar kefaring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening sekitarnya
akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan
menyebabkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul
paralysis terutama otot-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada
hati dan ginjal, yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria pada
umumnya disebabkan oleh terjadinya sumbatan jalan nafas akibat pseudomembran pada
laring dan trakea, gagal jantung karena miokardititis, atau gagal nafas akibat terjadinya
bronkopneumonia.

Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tetapi dapat juga
melalui perantaraan alat atau benda yang terkontaminasi oleh kuman difteria.Penyakit dapat
mengenai bayi tapi kebayakan pada anak usia balita. Penyakit Difteria dapat berat atau ringan
bergantung dari virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan hanya
berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan
pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Tetapi kebanyakan pasien datang berobat sering
dalam keadaan berat seperti telah adanya bullneck atau sudah stridor atau dispnea. Pasien
difteria selalu dirawat dirumah sakit karena mempunyai resiko terjadi komplikasi seperti
mioarditis atau sumbatan jalan nafas (Ngastiyah, 1997).

Menurut Iwansain,2008 dalam http://www.iwansain.wordpress.com secara sederhana


pathofisiologi difteri yaitu :

1. Kuman difteri masuk dan berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada
vulva, kulit, mata.

2. Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran


timbul lokal dan menjalar dari faring, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening
akan tampak membengkak dan mengandung toksin.

3. Bila eksotoksin mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan
timbul paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.

4. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudomembran pada laring dan
trakea dan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.

Komplikasi

Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ
lainnya:

a. Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung

b. Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak


terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)

c. Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan

d. Kerusakan ginjal (nefritis).

Cara Pencegahan

1. Kegiatan penyuluhan sangatlah penting: beri penyuluhan kepada masyarakat terutama


kepada para orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan
kepada bayi dan anak-anak.
2. Tindakan pemberantasan yang efektif adalah dengan melakukan imunisasi aktif secara
luas (missal) dengan Diphtheria Toxoid (DT). Imunisasi dilakukan pada waktu bayi dengan
vaksin yang mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid, antigen acellular pertussis:
(DtaP, yang digunakan di Amerika Serikat) atau vaksin yang mengandung whole cell
pertusis (DTP). Vaksin yang mengandung kombinasi diphtheria dan tetanus toxoid antigen
whole cell pertussis, dan tipe b haemophillus influenzae (DTP-Hib) saat ini juga telah
tersedia.

3. Jadwal imunisasi berikut ini adalah yang direkomendasikan di Amerika Serikat (Negara
lain mungkin menggunakan jadwal lain dan tidak memberikan 4 dosis sebagai imunisasi
dasar).

a) Untuk anak-anak berusia kurang dari 7 tahun.

Imunisasi dasar untuk vaksin DtaP atau DTP-Hib, 3 dosis pertama diberikan dengan interval
4-8 minggu. Dosis pertama diberikan saat bayi berusia 6-8 minggu; dosis ke-4 diberikan 6-12
bulan setelah dosis ke-3 diberikan. Jadwal ini tidak perlu diulang kembali walaupun terjadi
keterlambatan dalam pelaksanaan jadwal tersebut.

Dosis ke-5 diberikan pada saat usia 4-6 tahun (usia masuk sekolah); dosis ke-5 ini tidak perlu
diberikan jika sudah mendapat dosis ke-4 pada usia 4 tahun. Bila komponen pertusis dari
DTP merupakan kontraindikasi, sebagai pengganti dapat diberikan vaksin DT.

b) Untuk usia 7 tahun ke atas:

Mengingat efek samping pemberian imunisasi meningkat dengan bertambahnya usia maka
dosis booster untuk anak usia di atas 7 tahun, vaksin yang dipakai adalah vaksin dengan
konsentrasi / kadar diphtheria toxoid (dewasa) yang rendah. Sedangkan untuk mereka yang
sebelumnya belum pernah diimunisasi maka diberikan imunisasi dasar berupa 3 dosis vaksin
serap tetanus dan diphtheria toxoid (Td).

Dua dosis pertama diberikan dengan interval 4-6 minggu dan dosis ke-3 diberikan 6 bulan
hingga 1 tahun setelah dosis ke-2. data yang terbatas dari Swedia menunjukkan bahwa jadwal
pemberian imunisasi ini mungkin tidak memberikan tingkat perlindungan yang memadai
pada kebanyakan remaja, oleh karena itu perlu diberikan dosis tambahan.

Untuk mempertahankan tingkat perlindungan maka perlu dilakukan pemberian dosis Td


setiap 10 tahun kemudian.
4. Upaya khusus perlu dilakukan terhadap mereka yang terpajan dengan penderita seperti
kepada para petugas kesehatan dengan cara memberikan imunisasi dasar lengkap dan setiap
sepuluh tahun sekali diberikan dosis booster Td kepada mereka.

5. Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistem kekebalan
mereka (immunocompromised) atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi dengan
vaksin diphtheria dengan jadwal yang sama bagi orang normal walaupun ada risiko pada
orang-orang ini tidak memberikan respon kekebalan yang optimal.

Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar

a. Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal, isolasi untuk
difteria kulit dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur dari sampel tenggorokan dan hidung
(dan sampel dari lesi kulit pada difteria kulit hasilnya negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2
kultur ini harus dibuat tidak kurang dari 24 jam dan tidak kurang dari 24 jam setelah
penghentian pemberian antibiotika. Jika kultur tidak mungkin dilakukan maka tindakan
isolasi dapat diakhiri 14 hari setelah pemberian antibiotika yang tepat (lihat 9B7 di bawah).

b. Desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai oleh/untuk


penderita dan terhadap barang yang tercemar dengan discharge penderita. Dilakukan
pencucihamaan menyeluruh.

c. Karantina: Karantina dilakukan terhadap dewasa yang pekerjaannya berhubungan


dengan pengolahan makanan (khususnya susu) atau terhadap mereka yang dekat dengan
anak-anak yang belum diimunisasi. Mareka harus diistirahatkan sementara dari pekerjaannya
sampai mereka telah diobati dengan cara seperti yang diuraikan di bawah dan pemeriksaan
bakteriologis menyatakan bahwa mereka bukan carrier.

d. Manajemen Kontak: Semua kontak dengan penderita harus dilakukan kultur dari
sample hidung dan tenggorokan, diawasi selama 7 hari. Dosis tunggal Benzathine Penicillin
(IM: lihat uraian dibawah untuk dosis pemberian) atau dengan Erythromycin selama 7-10
hari direkomendasikan untuk diberikan kepada semua orang yang tinggal serumah dengan
penderita difteria tanpa melihat status imunisasi mereka. Kontak yang menangani makanan
atau menangani anak-anak sekolah harus dibebaskan untuk sementara dari pekerjaan tersebut
hingga hasil pemeriksaan bakteriologis menyatakan mereka bukan carrier. Kontak yang
sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap perlu diberikan dosis booster
apabila dosis imunisasi terakhir yang mereka terima sudah lebih dari lima tahun. Sedangkan
bagi kontak yang sebelumnya belum pernah diimunisasi, berikan mereka imunisasi dasar
dengan vaksinasi: Td, DT, DTP, DtaP atau DTP-Hib tergantung dari usia mereka.

e. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Pencarian carrier dengan menggunakan kultur
dari sampel yang diambil dari hidung dan tenggorokan tidak bermanfaat.Pencarian carrier
dengan kultur hanya bermanfaat jika dilakukan terhadap kontak yang sangat dekat.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Biodata

a. Umur

Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi berumur
dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun

b. Suku bangsa

Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin

c. Tempat tinggal

Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-rapat, higine dan
sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang.

2. Keluhan Utama

Sesak napas disertai dengan nyeri menelan.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengalami sesak napas disertai dengan nyeri menelan demam ,lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia.

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas
dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya keluarga yang mengalami difteri

6. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola nutrisi dan metabolisme

Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia


b. Pola aktivitas

Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam

c. Pola istirahat dan tidur

Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur.

d. Pola eliminasi

Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoreksia

Diagnosa keperawatan

1. Pola nafas napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret dan edema
kelenjer limfe, laring dan trakea.

2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil dan faring.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses masuknya kuman dalam tubuh.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Rencana keperawatan

NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 I Setelah dilakukan
1. Observasi tanda tanda
1. untuk mengetahui keadaan
tindakan keperawatan vital. umum pasien terutama pada
tentang Oxygen
2. Berikan posisi yang nyaman pernapasannya.
theraphy diharapkan /semi fowler. 2. Peninggian kepala
pola nafas pasien
3. Anjurkan pasien agar tidak mempermudah fungsi
kembali normal. terlalu banyak bergerak. pernapasan dengan
Kriteria hasil : 4. Kolaborasi dengan dokter menggunakan gravitasiatau
o Frekuensi pernafasan dalam pemberian mempermudah pertukaran
dalam batas normal. O2 lembab atau inhalasi, bila O2 dan CO2.
o Tidak ada suara nafas perlu dilakukan trachcostomi.3. Agar sesak tidak bertambah.
tambahan. 4. Membantu kekentalan secret
sehingga mempermudah
pengeluarannya.

1. Kaji status nyeri (lokasi,


1. Memberikan data dasar
Setelah dilakukan frekuensi, durasi, dan untuk menentukan dan
2 II tindakan keperawatan intensitas nyeri). mengevaluasi intervensi yang
klien mengalami
2. Berikan posisi yang diberikan.
pengurangan nyeri. nyaman/ semi fowler. 2. Menurunkan stimulus
Kriteria hasil : 3. Ajarkan tekhnik relaksasi, terhadap renjatan nyeri.
o Klien tampak rileks. seperti napas dalam,
3. Meningkatkan relaksasi yang
o Nyeri berkurang/ visualisasi, dan bimbingan dapat menurnkan rasa nyeri
hilang. imajinasi. klien.
4. Kolaborasi dengan dokter
4. Sebagai profilaksis untuk
dalam pemberian analgesik. menghilangkan /mengurangi
rasa nyeri dan spasme otot.

1. Kaji suhu klien. 1. Untuk mengidentifikasi pola


Setelah dilakukan
2. Berikan kompres dengan air demam klien.
tindakan keperawatan hangat pada daerah dahi,
2. Vasodilatasi pembuluh darah
3 III diharapakan suhu axila, lipatan paha. akan melepaskan panas tubuh.
tubuh klien diharapkan
3. Anjurkan minum yang
3. Peningkatan suhu tubuh
normal. banyak seseuai toleransi klien. meningkat sehingga perlu
Kriteria hasil : 4. Kolaborasi dengan dokter diimbangi dengan asupan
o Suhu tubuh normal dalam pemberian cairan yang banyak.
(36,50C-37,50C. terapi ( antipieretik) . 4. Obat antipiretik membantu
o Akral hangat. klien menurunkan suhu tubuh.

1. Menganalisis penyebab
1. Kaji pola makan klien. ketidakadekuatan nutrisi.
Setelah dilakukan
2. Anjurkan kebersihan oral
2. Mulut yang bersih dapat
tindakan keperawatn sebelum makan. meningkatkan/ merangsang
diharapkan kebutuhan
3. Anjurkan makan dalam nafsu makan klien.
4 IV nutrisi klien terpenuhi. porsi kecil disertai dengan
3. Makanan dalam porsi kecil
Kriteria hasil: makanan lunak/lembek. mudah dikonsumsi oleh klien
o Nafsu makan klien
4. Berikan makan sesuai dan mencegah terjadinya
membaik. dengan selera. anoreksia.
o Porsi makanan yang
5. Kolaborasi dengan dokter
4. Meningkatkan intake
dihidangkan habis. dalam pemberian obat makanan.
o Klien tidak mengalami antiemetic. 5. Menghilangkan mual,
mual, muntah. muntah dan meningkatkan
nafsu makan.

2.6 pertusis
Pengertian

Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella Pertusis (arif
mansjoer,2000).

Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang diuraikan dengan baik pada tahun 1500.
(nelson,2000)

Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis
terutama terjadi pada anak-anak usia 4 tahun yang tidak diimunisasi.(american academy of
pediatric, 2006)

Pertusis biasa disebut batuk rejan. Pertusis disebut juga sebagai Tussis Quinta, Whooping
cough atau Batuk Rejan adalah suatu infeksi akut saluran nafas, yang dapat mengenai setiap
penjamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak yang ditandai oleh batuk
spasmodic yang lama yang berakhir pada batuk-batuk dengan suara keras ( whoop ) dan
disertai dengan muntah.

Etiologi

Bordetella pertusis merupakan satu-satunya penyebab pertusis epidemik dan merupakan


penyebab biasa pertusis sporadis. B. Pertusis merupakan penyebab pertusis kadang-
kadang,merupakan kurang dari 5% isolat spesies bordetella diamerika serikat. B.
Parapertusis sangat menambah kasus pertusis total didaerah lain seperti denmark,republik
ceko, slovakia, dan republik rusia. B. Pertusis dan B. Parapertusis merupakan patogen
manusia tersendiri(eksklusif) (dan beberapa primata). B. Bronchiseptica merupakan patogen
binatang yang lazim. Kadang kadang laporan kasus pada manusia melibatkan stiap tempat
ditubuh dan khas terjadi pada penderita terganggu imun atau anak muda yang terpajan secara
tidak biasa pada binatang. Batuk yang tidak sembuh dapat disebabkan oleh mycoplasma.
virus parainfluenza atau influenza, enterovirus, virus sinsitial respiratori, atau adeno virus.
Tidak ada yang merupakan penyebab pertusis yang penting.
Patofisiologi

Bordella merupakan kokobasili gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh secara aerobik
pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan faktor pertumbuhan dengan
faktor tikotinamid, asam amino untuk energi dan arang atau resin siklodekstrin untuk
menyerap bahan-bahan berbahaya.

Bordella pertusis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak darinya
dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca penambahan
aerosol, hemaglutinin felamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan Fim3),
dan protein permukaan nonfibria 69kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk
perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran pernafasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase,
dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin trakhea, faktor
demonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan, menyebabkan cedera epitel lokal
yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti
mempunyai banyak aktivitas biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi insulin, disfungsi
leukosit). Beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik penyakit. TP menyebabkan
limfositisis segera pada binatang percobaan dengan pengembalian limfosit agar tetap dalam
sirkulasi darah. TP tampak memainkan peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam
patogenesis.

Manifestasi Klinis

Masa tunas rata-rata pertusis adalah 7-14 hari dan

Gejala-gejala sistemis pada umumnya terbagi dalam 3 stadium :

1. Stadium Kataralis ( 1-2 minggu atau lebih )

Tanda / gejala :

- Gejala infeksi saluran nafas bagian atas dengan timbulnya rinore.

- Batuk dan panas yang ringan.


- Anoreksia.

- Batuk timbul mula-mula malam, siang dan menjadi semakin berat.

- Sekret banyak dan kental.

- Konjungtiva kemerahan.

Pada stadium ini biasanya tidak dipikirkan diagnosis pertusis karena sering tidak dapat
dibedakan dengan penyakit influenza.

2. Stadium Spasmodik ( 2-4 minggu atau lebih )

Tanda / gejala :

- Batuk hebat di tandai dengan whoop ( tarikan nafas panjang dan dalam, berbunyi
melengking ).

- Batuk 5-10 kali per hari atau 10-20 kali per hari.

- Selama serangan muka menjadi merah atau sianosis, mata tampak menonjol, lidah
menjulur keluar.

- Tampak gelisah dan berkeringat.

- Dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva dan epistsksis.

- Akhir serangan sering kali memuntahkan lendir atau sputum kental.

- Pada serangan batuk, nampak pelebaran pambuluh darah muka dan leher.

- Selama serangan, dapat sampai keluar kencing.

- Sesudah serangan, anak terbaring kelelahan dan sesak nafas.

Pada bayi dibawah umur 3 bulan, paroksimalitas dapat disertai atau berakhir dengan apnea
dan juga dapat terjadi aspiksia yang berakibat fatal.

3. Stadium Konvalesensi ( 2 minggu )

Tanda / gejala :
- Berhentinya whoop dan muntah-muntah.

- Puncak serangan paroksimal berangsur-angsur menurun.

- Batuk masih menetap untuk beberapa waktu dan akan hilang sekitar 2-3 minggu.

- Ronki difus pada stadium spasmodik mulai menghilang.

- Infeksi semacam commond cold dapat menimbulkan serangan.

Penatalaksanan Medis

1. Antibiotik

a. Eritromisin dengan dosis 50 mg / kg BB / hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini


menghilangkan B. Pertussis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata-rata 3-6 hari ) dan dengan
demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga menggugurkan
atau menyembuhkan pertussis bila diberikan dalam stadium kataral, mecegah dan
menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat penting dalam pengobatan pertusis
khususnya pada bayi muda.

b. Ampisilin dengan dosis 100 mg / kg BB / hari, dibagi dalam 4 dosis.

c. Lain-lain : Rovamisin, kotrimoksazol, klorampenikol dan tetrasiklin.

2. Ekspektoran dan mukolitik.

3. Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang hebat sekali.

4. Luminal sebagai sedative

Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pembersihan jalan nafas.

2. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis.

3. Pemberian makanan dan obat.


Hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk cair.

4. Pemberian terapi suportif.

a. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang,atasi dehidrasi berikan nutrisi.

b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral

Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan secara aktif dan secarapasif:

a. Secara aktif

1. Dengan pemberian imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DTP tidak
boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu)dengan jarak 4-8 minggu. DTP-1 deberikan pada
umur 2 bulan,DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTp-3 pada umur 6 bulan. Ulangan DTP
selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DTP-5 pada saat
masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat ulangan DTP.
Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,vaksinasi DTP diberika pada awal sekolah
dasar dalam program bulan imunisasi anak sekolah(BIAS).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1
bulan dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi pada
umur 2-4 minggu.

Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :

1. Panas yang lebih dari 38 derajat celcius

2. Riwayat kejang

3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DTP sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan
kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya.

2. Perawat sebagai edukator

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang mempunyai
bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi.
b. Secara pasif

Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis. Ternyata


eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.

2.10 Manajemen Diet

a. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake zat besi (Fe)

b. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

c. Berikan substansi gula

d. Makanan yang mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi seperti sayuran
konsep asuhan keperawatan

Pengkajian

1. Identitas pasien :

2. Keluhan utama

Antara lain : Batuk terus menerus, batuk berat, kering dan keras, sulit makan atau anorexia,
muntah-muntah, suhu meninggi, gelisah, gangguan pada waktu bernafas serta berkeringat
terus menerus.

3. Riwayat penyakit

- Riwayat 1 2 minggu gejala infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA) (bagian kataral).

- Memburuknya batuk pada episode spasmodik diikuti dengan muntah (pada tahap
paroksismal).

- Frekuensi batuk meningkat sampai beberapa kali dalam 1 jam.

- Batuk diikuti dengan muntah dengan mukus kental.

- Derajat distres penafasan selama spasme, terutama perubahan warna selama spasme
(wajah marah terang atau sianotik).

a. Riwayat penyakit sekarang, kapan dirasakan, bagaiman sifat keluhan, berapa lama
keluhan dirasakan dan tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasinya.

b. Riwayat penyakit dahulu, apaka dulu pernah mengalami hal yang serupa.

c. Riwayat penyakit keluarga, apakah ada keluarga yang menderita penyakit yag sama,
penyakit epilepsi atau penyakit susunan saraf pusat.

4. Pemeriksaan fisik

- Inspeksi

Muka pasien menjadi merah, mata tampak menonjol keluar, wajah cemas, gelisah.

- Palpasi

Suhu tubuh meningkat, ekspansi toraks.


- Perkusi

Resonan atau hiperresonan.

- Auskultasi

Terdengar ronki luas dan krepitasi kasar.

5. Data penunjang

a. Laboratorium : LED dan leukosit meningkat.

b. Foto thorax, CT Scan.

c. Periksa sputum.

Diagnosa Keperawatan

1. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

3. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
nafas)

4. Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,


mual/muntah.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidaknyamanan ditandai dengan batuk


berlebih dimalam hari.

6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan gastrik


berlebihan : muntah.

Intervensi Keperawatan
1. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi.

Kriteria hasil : menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas/bersih

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal

Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispneadan terjadi peningkatan kerja


napas, kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas.

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius, seperti krekels, mengi,
geseka, pleural.

Rasional : bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronki dan mengi
menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan.

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan
embulasi sesegera mungkin.

Rasional : Duduk tinggi kemungkinan ekspansi paru dan ambulasi meningkatkan


pengisiian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

4. Observasi pola batuk dan karakter sekret

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputum


berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau anti koagulan berlebihan

5. Bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk

Rasional : Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan


ketidakmampuan bernapas /terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktual meningkatkan
konsumsi oksigen.

6. Berikan oksigen tambahan

Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas


7. Bantu fisioterapi dada

Rasional : memudahkan upaya pernapasan dalam dan meningkatkan drainase


sekret dari segmen paru kedalam bronkus, dimana dapat lebih mempercepat pembuangan
dengan batuk / penghisapan.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

Kriteria hasil : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih.

Intervensi:

1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas. Misalnya mengi, kreket, ronkhi.

Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisisus. Mis, bronkitis

2. Pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi

Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut.

3. Catat adanya dispnea, misalnya, gelisah, ansietas, distres pernafasan.

Rasional : disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap


proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit.

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman. Mis, peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur.

Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan


dengan menggunakan gravitasi. Pasien akan mencari posisi yang nyaman untuk bernapas.

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum. Mis, debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.

Rasional : debu, asap jika masuk paru-paru memproteksi terhadap benda asing
yang masuk sehinggan akan mengakibatkan sulit ekspirasi.

6. Bantu latihan napas abdomen atau bibir.


Rasional : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea.

3. Pertukaran gas, kerusakan berhubunga dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi


jalan nafas)

Kriteria hasil : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat


dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.

Intervensi:

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesoris.

Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan.

2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.

Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan napas untuk menurunkan kolabs jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

3. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.

Rasional : kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil.

4. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.

Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya sekret.

5. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.

Rsional : gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.

6. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.

Rasional : selama distres pernapasan berat/akut pasien secara total tak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual/muntah.

Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

Intervensi :

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.

Rasional : pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,


produksi sputum dan obat.

2. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.

Rasional : rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan
dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.

3. Hindari makanan penghasil gas dan karbohidrat.

Rasional : dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas


abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.

4. Hindari makanan yang sangat dingin atau sangat panas.

Rasional : suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk

5. Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara
nutrisi seimbang. Mis, nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.

Rasional : metode makan dan kebutuhan akan kalori didasarkan pada


situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal
pasien/penggunaan energi.

6. Kaji pemeriksaan laboratorium. Mis, albumin serum, profil asam amino, besi, glukosa.

Rasional : mengefaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi


nutrisi.

7. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.


Rasional : menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidaknyamanan ditandai dengan batuk


berlebih dimalam hari.

Kriteria hasil : melaporkan atau menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas


yang dapat diukur dengan tak adanya dipsnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentang normal.

Intervensi:

1. evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dipsnea, peningkatan


kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.

Rasional : menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan


pilihan intervensi.

2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.

Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan


aktivitas dan istirahat.

Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akutuntuk menurunkan


kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernapasan.

4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.

Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau
menunduk ke depan meja atau bantal.

5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen.

6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


berlebihan : muntah.

Kriteria hasil : mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
turgor kulit, membran mukosa lembab.

Intervensi :

1. Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan lamanya/ intensitas dari


gejala seperti muntah yang berlebihan.

Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan


gejala mungkin sudah ada dalam waktu sebelumnya.

2. Kaji nadi periferpengisisan kapiler turgor kulit dan membran mukosa.

Rasional :merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.

3. Catat laporan mual/muntah

Rasional : adanya gejala ini menurunkan masukan oral.

4. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.

Rasional : pada adanya penurunan masukan /banyak kehilangan, pengurangan


parenteral dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
BAB III
Penutup
3.1 kesimpulan
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer &
Suzanne C, 2002 : 572)
tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya
tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan dari orang ke orang
melalui nukley droplet melalui udara (Sandra, 2002)
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluranpernafasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik ataubakteri, virus,
maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkimparu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil
dari pengobatan.
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik
(racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella Pertusis (arif
mansjoer,2000).

3.2 saran
DAFTAR PUSTAKA

Behram, klieman & Nelson. 2000. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Wilson,Hockenberry. Wongs, nursing care of infants and children jilid 2.Canada: Evolve

Marlyn E. Doenges,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Hadinegoro Sri Rejeki.2011.Panduan Imunisasi Anak Edisi1. Jakarta : IKD

dr T.H Rampengan,Dsak.1997.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Cetakan Ke III.Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai