Bab Ii Acc

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sikap

2.1.1 Pengertian Sikap (Attitude )

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap

stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan factor

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,

setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell

(1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni: An individuals

attitude is syndrome of response consistency with regard to

object. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom

atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek.

Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan

gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan

bahwa sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,

dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata

lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)

atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku

(tindakan), atau reaksi tertutup.


2.1.2 Komponen Pokok Sikap

Sikap terdiri dari 3 komponen pokok sikap, (Allport, 1954,

di kutip Notoadmodjo, 2014) yaitu:

a. Kepercayaan atau keyakinan,ide,dan konsep terhadap objek


b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave )

Ketiga komponen tersebut di atas secara bersama-sama

membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan

sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting.

2.1.3 Tingkatan sikap

Sikap juga mempunyai tingkatan-tingkatan berdasarkan

intensitasnya, (Notoatmodjo,2014) yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap

periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari

kehadiran ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal

care di lingkungannya.
b. Menanggapi (responding)

Menanggap di sii diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai ( valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain merespons.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah

mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus

berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan

atau adanya resiko lain.

2.1.4 Ciri-ciri sikap

Cirri-ciri sikap (Heri Purwanto, 1998, dikutip Wawan dan Dewi,

2010) :

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau

dipelajari tetapi sepanjang perkembangan itu dalam hubungan

dengan objeknya. Sifat ini membedakan dengan sifat motif-

motif geogenesis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.


b. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari dan

sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-


keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap

pada orang tertentu.


c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai

hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap

itu terbentuk, dipelajari atau senantiasa berkenalan dengan

suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.


d. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.


e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan,

sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-cakapan

atau pengetahuan yang dimiliki orang.


Dari keterangan cirri-ciri sikap, sikap bukan bawaan dari lahir

melainkan sikap itu dipelajari karena sikap dapat berubah-

rubah, sesuai keadaan atau stimulus. Sikap juga tidak berdiri

sendiri karena sikap memiliki hubungan terhadap suatu objek

atau stimulus, sehingga sikap mempunyai segi motivasi,

perasaan, sifat alamiah antara satu orang dengan orang lain.

2.1.5 Sifat sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif

(Purwanto, 1998, di kutip Wawan dan Dewi, 2010):

1. Sikap positif kecendrungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu.


2. Sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauh,

menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

Sifat sikap individu atau manusia adalah suatu respon

perasaan dan diterjemahkan melalui suatu tindakan, yang


bias dilihat dari respon individu terhadap suka tau tidak, dari

suatu stimulus yang datang ataupun yang diberikan.

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Menurut Wawan dan Dewi ( 2010: 35-37) factor-faktor yang

mempengaruhi sikap terhadap obyek sikap antara lain:

a. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Kerena itu, sikap

lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi dalam situasi

yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap

yang konformis atau searah dengan sikap orang lain yang dianggap

penting. Kecendrungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan

untuk berfiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan

orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Tanpa didasari kebudayaan telah menamakan garis

penggarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebidayaan telah

mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaanlah yang

member corak pengalaman idividu-individu masyarakat asuhan.

d. Media masa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainya, berita yang seharusnya factual di sampaikan

secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya,

akibatnya berpengaruh terhadap sikap komsumenya.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dari lembaga pendidikan dan lembaga agama

sangat menentukan system kepercayaan, tindaklah mengherankan

jika kalau gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang

didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran

frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.1.7 cara pengukuran sikap

Mengukur sikapa agak berbeda dengan mengukur

pengetahuan. Sebab sikap berarti menggali pendapat atau

penilaian orang terhadap objek yang berupa fenomena, gejala,

kejadian dan sebagaiya uang kadang-kadang bersifat abstrak.

Sebelum menguraikan pengukuran sikap, terlebih dahulu kita

lihatkan beberapa konsep tentang sikap yang dapat dijadikan

acuan untuk pengukuran siakp, anatara lain sebagai berikut:


a. Sikap merupakan tingkatan afeksi yang positif atau negative yang

dihubungkan dengan objek (Thurstone).


b. Sikap dilihat dari individu yang menghubungkan efek yang positif

dengan objek (individu menyenangi objek atau negative atau tidak

menyenangi objek (Edward)


c. Sikap merupakan penilaian atau pendapat individu terhadap objek

(Likert)

Oleh sebab itu, mengukur sikap biasanya dilakukan dengan

hanya minta pendapat atau penilaian terhadap fenomena, yang

diwakili dengan pertanyaan (bukan pertanyaan). Beberapa hal

atau kriteria untuk pengukuran sikap, maka perlu diperhatikan

hal-hal anatara lain sebagai berikut:

a. Dirumuskan dalam bentuk pernyataan.


b. Pernyataan haruslah sependek mugkin, kurang lebih dua puluh

kata.
c. Bahasanya sederhana dan jelas.
d. Tiap satu pernyataan hanya memiliki satu pemikiran saja.
e. Tidak menggunakan kalimat bentuk negative rangkap.

Cara mengukur sikap dapat dilakukan melalui wawancara

dan observasi, dengan mengajukan pernyataan-pernyataan

yang telah disusun berdasarkan kriteria-kriteria diatas.

2.1.8 Pengukuran sikap

Pengukuran sikap juga dapat dilakukan berdasarkan jenis atau

metode penelitian yang digunakan. Ada beberapa metode

penelitian yang digunakan (Notoatmodjo,2014), yaitu:


a. Kuantitatif

Pengukuran sikap dalam penelitian kuantitatif, juga dapat

menggunakan dua cara pengukuran pengetahuan, yakni:

1) Wawancara

Metode wawancara untuk pengukuran sikap sama dengan

wawancara untuk pengetahuan. Bedanya hanya pada substansi

pertanyaan saja. Apabila pada pengukuran pengetahuan

pertanyaan-pertanyaannya menggali jawaban apa yang

diketahui oleh responden. Tetapi pada pengukuran sikap

pertanyaan-pertanyaannya menggali pendapat atau penilaian

responden terhadap objek.

2) Angket

Demikian juga pemikiran sikap menggunakan metode

angket, juga mengali pendapat atau penilaian responden

terhadap objek kesehatan, melalui pertanyaan-pertanyaan dan

jawaban-jawaban tertulis.

b. Kualitatif

Pengukuran sikap dalam metode penelitian kualitatif,

substansi pertanyaan juga sama dengan pertanyaan-pertanyaan

pada penelitian sikap pada penelitian kuantitatif.

1) Wawancara mendalam
Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif

untuk sikap, tetapi pertanyaan bersifat menggali pendapat atau

penilaian responden terhadap objek.

2) Diskusi Kelompok Terfokus (DKT)

Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif

untuk sikap, tetapi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengali

pendapat atau penilaian responden terhadap objek.

Metode observasi untuk mengukur sikap:

Di samping metode-metode pengukuran sikap seperti telah

diuraikan diatas ( wawancara atau angket), pengukuran sikap

juga dapat dilakukan melalui metode pengamatan atau

observasi. Metode observasi untuk mengukur sikap ini dapat

dilakukan melalui dua cara, yakni:

1) Verbal

Misalnya untuk mengetahui sikap orang terhadap penyakit

kusta. Kepada orang tersebut dipertontonkan video atau gambar

penderita kusta, kemudian orang tersebut diminta memberikan

tanggapan terhadap gambaran atau tayangan video tersebut.

2) Non verbal

Seperti pada contoh diatas, dimana kepada seorang di

tayangkan gambar atau sebuah kasus penderita kusta. Kemudian

diamati bagaimana gerakan atau mimic orang tersebut adalah

mencerminkan sikapnya terhadap kusta.


Kriteria pengukuran sikap

Cara mengukur sikap dapat dilakukan melalui wawancara

atau observasi, dengan mengajukan pernyataan-pernyataan.

Kemudian pernyataan-pernyataan tersebut disusun atau

dirumuskan dalam bentuk instrument. Dengan instrument

tersebut pendapat atau penilaian responden terhadap objek dapat

diperoleh melalui wawancara atau angket. Biasanya responden

diminta pendapat terhadap pernyataan-pernyataan dengan

mengatakan atau memilih

a. Setuju, tidak setuju


b. Baik, tidak baik
c. Menerima, tidak menerima atau
d. Senang, tidak senang

Dalam pilihan tersebut memang kurang tajam, oleh sebab itu

untuk lebih mempertanyakan sikap responden, likert membuat

skala, yang disebut skala likert, yaitu: masing-masing responden

diminta untuk melakukan egreement atau disegreemen-nya untuk

masing-masing aitem. Dari skala yang terdiri dari 5 point (Sangat

Setuju, Setuju, Ragu-Ragu, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju).

Semua aitem yang favorable kemudian diubah nilainya dalam

angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk tidak

setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk aitem yang unfavorable nilai

skala sangat setuju nilainya adalah 5. Skala likert disusun dan diberi

skor sesuai dengan skala interval sama (equal-intervalscale).


Penilaian sikap menggunakan skala likert dengan kategori

sebagai berikut:

Table. 1 pengukuran dan penilaian sikap

Pernyataan positif Nila Pernyataan Negatif Nila

i i
Sangat setuju 5 Sangat tidak setuju 1

(SS) (STS)
Setuju (S) 4 Tidak setuju (TS) 2

Ragu-ragu (E) 3 Ragu-ragu (E) 3

Tidak setuju (TS) 2 Setuju (S) 4

Sangat tidak 1 Sangat setuju (SS) 5

setuju (STS)

Pernyataan sikap yang berisi atau mengatakan hal positif

mengenai objek sikap, yaitu kalimat yang berisi bersifat mendukung

atau memihak pada objek sikap, yaitu kalimat yang bersifat

mendukung atau memihak pada objek sikap, pernyataan ini disebut

pernyataan favourable. Skala sikap terdiri atas pernyataan

pernyataan favourable dan non favourable dalam jumlah yang

seimbang, dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua

positif dan semua negative, yang seolah-olah isi pernyataan sikap

tersebut mendukung atau tidak mendukung terhadap objek sikap.

Hasil perhitungan digunakan untuk pengelompokan sikap

responden, menggunakan skor T yaitu:


T = 50 + 10 [x
-xx ]

Keterangan:

X = Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah

menjadi skor T.

xx = Mean skor kelompok

s = Standar deviasi skore kelompok

keterangan hasil:

Sikap positif: jika T hitung > T mean

Sikap negatif: jika T hitung < T mean

2.2 Konsep Perilaku


2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia

baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar. Perilaku dapat berubah secara relatif dan

dapat dipengaruhi oleh hal-hal lain diantaranya intelegensi,

emosi dan lingkungan. perilaku merupakan respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan

demikian perilaku manusia terjadi melalui proses sebagai

berikut:

Stimulus Organisme Respons, sehingga teori skiner ini

disebut teori S-O-R (stimulus-organisme-respons). Selanjutnya

teori skiner menjelaskan adaya dua jenis respons, (Skiner, 1938,

Dikutip Notoatmodjo, 2014) yakni:

a. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang timbul oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting

stimulus, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.


b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang

timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau

rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut

reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk

memperkuat respons.

Berdasarkan teori S-O-R tersebut, maka perilaku manusia

dapat dikelompokan menjadi dua, yakni:

a. Perilaku terutup (covert behavior)


Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus

tersebut masih belum dapat diamati orang alin (dari luar) secara

jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk

perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap

stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior

atau covert behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan

dan sikap.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respos terhadap stimulus

tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati

orang lain dari luar atau observable behavior.

TEORI S-
O-R

STIMULU ORGANIS RESPONS


S MEME TERTUTUP
Pengetahu
an sikap
(COVERT
BEHAVIOR
)

RESPON
TERBUKA
Praktik/
Tindakan
(CONVERT
BEHAVIOR
)
2.2.2 Proses Pembentukan Perilaku

Peneliti Rogers (1974) dalam buku notoatmodjo,2005

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran)

Yang dimaksud disini di mana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest ( merasa tertarik)

Orang tersebut merasa tertarik terhadap stimulus atau objek yang

diberikan. Disini sikap subyek sudah mulai timbul.

c. Evaluation ( menimbang-nimbang)

Orang tersebut akan menimbnag-nimbang terhadap baik da

tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal tersebut berarti sikap respon

sudah lebih baik lagi.

d. Trial

Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption
Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini, dimana di dasari oleh pengetahuan, kesadaran

dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat

langgeng (Notoatmodjo,2014).

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green dikutip oleh (Notoatmodjo, 2014)

bahwa perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Faktor predisposisi : yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.


b. Faktor pendukung : yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia

atau tidak tersediannya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi,

jamban.
c. Faktor pendorong : yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok retefensi

dari perilaku masyarakat.

2.2.4 Perilaku Kesehatan

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2014) perilaku kesehatan

(health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus

atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan

factor faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti


lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.

Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas

atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable)

maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang barkaitan

dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan

kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari

penyakit dan masalah kesehatan lain. Oleh sebab itu perilaku

kesehatan ini pada garis besarnya di kelompokan menjadi dua,

yakni:

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat.

Oleh sebab itu perilaku ini disebut perilaku sehat ( healthy

behavior), yang mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert

behavior) dalam mencegah atau menghindari dari penyakit

dan penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah

kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam

mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif).


2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah

kesehatan, untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan

masalah kesehatannya. Oleh sebab itu perilaku ini disebut

perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking

behavior).
2.2.5 Domain perilaku kesehatan

Benyamin Bloom (1908 ) yang dikutip Notoatmodjo (2014) ,

membagi perilaku itu kedalam 3 domain ( ranah/kawasan) yang


terdiri dari kognitife (cognitive), afektif (affective), dan

psikomotor (psychomotor).

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian

dominan oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan

praktis, dikembangkan menjadi tiga tingkat ranah perilaku

sebagai berikut:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil

tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya

(mata, hidung, telinga, dan sebagainya).

2. Sikap ( Attiude)

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

3. Tindakan atau Praktik (practice)

Sikap adalah kecendrungan untuk bertindak (praktik). Sikap

belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu factor lain antara lain adanya

fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini

dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya,

yakni:

a. Praktik terpimpin (guided response)


Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi

masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau

mempraktikkan sesuatu hal secara otomtis maka disebut praktik

atau tindakan mekanis.

c. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas

atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, ata

tidakan perilaku yang berkualitas.

SKEMA PERILAKU

Persepsi
Pengetahu
an
Pengalaman Keyakinan PERILAK
Fasilitas Keinginan U
Sosiobudaya Motivasi
Niat
Sikap
EKTERN INTERN RESPON
AL AL S

2.2.6 pengukuran perilaku kesehatan

Seperti telah diuraikan pada bagian lain dalam buku ini, bahwa domain

atau ranah utama perilaku manusia adalah: kognitif, afektif, (emosi) dan

konasi, yang dalam bentuk operasionalnya adalah ranah: pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude), dan tindakan atau praktek (practice).

a. Pengetahuan

Adalah hal apa yang diketahui oleh orang atau responden terkait

dengan sehat dan sakit atau kesehatan.

b. Sikap

Bagimana pendapat atau penilaian orang atau responden

terhadap hal yang terkait dengan kesehatan, sehat-sakit dan

faktor yang terkait dengan faktor risiko kesehatan.

c. Praktek (tindakan)

Adalah hal apa yang dilakukan oleh responden terhadap terkait

dengan kesehatan (pencegahan penyakit).

Mengukur perilaku terbuka, praktek atau tindakan, relatif lebih

mudah bila dibandingkan dengan mengukur perilaku tertutup

(pengetahua dan sikap). Sebab praktek atau tindakan mudah

diamati secara konkret dan langsung maupun melalui pihak ketiga.


Secara garis besar mengukur perilaku terbuka atau praktek dapat

dilakukan melalui dua metode, yakni:

1) Langsung

Mengukur perilaku terbuka secara langsung, berarti peneliti

langsung mengamati atau mengobservasi perilaku subjek yang

diteliti.

2) Tidak langsung

Pengukuran perilaku secara tidak langsung ini, berarti peneliti

tidak secara langsung mengamati perilaku orang yang diteliti

(responden). Oleh sebab itu metode pengukuran secara tidak

langsung ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni:

a) Metode mengingat kembali atau recall.

Metode recall ini dilakukan dengan cara responden atau

subjek peneliti diminta untuk mengigat kembali (recall)

terhadap perilaku atau tindakan beberapa waktu yang lalu.

Lamanya waktu yang diminta untuk diingat responden,

berbeda-beda.

b) Melalui orang ketiga ataupun orang lain yang dekat dengan

subjek atau responden.

Pengukuran perilaku terhadap seseorang ataupu

responden dilakukan oleh orang yang terdekat dengan

responden yang diteliti.

c) Melalui indikator (hasil perilaku) responden.


Pengukuran perilaku ini dilakukan melalui indikator hasil

prilaku orang yang diamati. Misalnya peneliti akan

mengamati atau mengukur perilaku kebersihan diri atau

personal hygiene seorang murid sekolah. Maka yang

diamati adalah hasil dari perilaku kebersihan diri tersebut,

antara lai: kebersihan kuku, telinga, kulit, gigi, dan

seterusnya.

Penelitian perilaku kesehatan diluar 3 domain

tersebut, misalnya:

1) Motivasi
2) Kinerja (kemampuan pelaksanaan tugas pelayanan

kesehatan )
3) Kepatuhan dalam menjalankan proses pengobatan atau

penyembuhan.
4) Kinerja atau perilaku kerja bagi petugas kesehatan
5) Partisipasi masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan,

dan seterusnya.

Metode pengukuran:

Penelitian dibidang apapun, termasuk penelitian perilaku, metode

atau cara pengukuran sangat berperan dalam menentukan hasil

penelitian tersebut. Karena hasil penelitian termasuk menganalisis

hasil tersebut diperoleh dari pengukuran. Mengumpulkan data

penelitian pada hakikatnya adalah mengukur variabel subjek

penelitian. Misalnya apabila kita akan meneliti pengetahuan ibu-ibu

tentang imunisasi dasar bagi anak balita, maka sudah barang tentu
kita akan mengukur sejauh mana atau setinggi mana pengetahua

ibu tersebut tentang imunisasi dasar, dengan cra menanyakan

secara langsung (wawancara) atau menanyakan secara tertulis

(angket).

2.2.7 pengukuran perilaku

Setiap permyataan perilaku yang telah ditulis dapat

disepakati sebagai pernyataan yang favorabel atau pernyataan

yang unfavorabel. Kemudian responden akan diminta untuk

menyatakan kesetujuan atau ketidak setuuan terhadap isi

pernyataan terhadap isi pernyataan dalam empat macam

kategori jawaban, yaitu :

S (Selalu), Sr (Sering), J (Jarang), TP (Tidak Pernah).

Tabel 2. Pengukuran dan penilaian perilaku

Pernyataan Positif Nila Pernyataan Negatif Nila

i i
Selalu (S) 5 Selalu (S) 1

Sering (Sr) 4 Sering (Sr) 2

Jarang (J) 3 Jarang (J) 3

Pernah (P) 2 Pernah (P) 4

Tidak pernah 1 Tidak pernah (TD) 5

(TD)

Untuk setiap pernyataan responden diberi skor sesuai dengan

nilai skala kategori jawaban yang diberikannya. Skor responden pada


setiap pernyataan dijumlahkan sehingga merupakan skor responden

pada skala likert.

Suatu cara untuk memberikan interprestasi terhadap skor responden

yang dijumlahkan adalah dengan membandingkan skor tersebut

dengan harga rata-rata atau mean skor haruslah dinyatakan dalam

satuan dalam satuan deviasi standar kelompok yang berarti kita

harus mengubah skor individu menjadi skor standar, dan yang bisa

digunakan dalam skala model Likert adalah skor T, yaitu:

T 50 10 [ X X / S ]

Keterangan :

X = Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah

menjadi skor T.

X = Mean skor kelompok

S = Standar deviasi skor kelompok

Menurut Azwar (2007), dari hasil perhitungan skor responden

yang sudah diubah menjadi skor T jika hasil skor T lebih besar

dari mean T sebesar 50 dapat diartikan bahwa responden

mempunyai perilaku yang relatif lebih favorabel (positif). Tetapi

jika hasil skor T lebih kecil dari mean T berarti responden

mempunyai perilaku yang tidak favorabel (negatif).


Perilaku positif : Skor T >

Mean T

Perilaku Negatif : Skorr T <

Mean T

2.3 Konsep Remaja


2.3.1 Pengertian Remaja

Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah

lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau

adolescence (Inggris), berasal dari bahasa Latin adolescere

yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang

dimaksud adalah bukan kematanga fisik saja tetapi juga

kematangan social dan psikologi.

Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari

masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu

terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi

sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan


perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran social (Surjadi,

dkk.,2002:35)

Pieget (1991) menyatakan bahwa secara psikologis remaja

adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam

masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak-anak tidak merasa

bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua

melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Ali, 2005: 9).

2.3.2 Batasa usia remaja

Batasa usia remaja berbeda-beda sesuai dengan social

budaya setempat. Di tinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah

yang dirasakan paling mendesak berkaitan dengan kesehatan

remaja adalah kehamilan dini. Berangkat dari masalah pokok ini,

WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia

remaja (Surjadi, dkk., 2002: 1). Dengan demikian dari segi

program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh

Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahu

dan belum kawin. Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat

Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja

adalah 10-21 tahun (BKKBN, 2006).

Tiga hal yang menjadikan masa remaja penting sekali bagi

kesehatan reproduksi adalah sebagai berikut.


a. Masa remaja (10-19 tahun) merupakan masa yang khusus dan

pentig karena merupakan periode pematangan oragan

reproduksi manusia dan serig disebut masa pubertas.


b. Masa remaja terjadi perubahan fisik (organ biologis) secara cepat

yang tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental-

emosional). Perubahan yang cukup besar ini dapat

membingungkan remaja yang mengalaminya, karena itu perlu

pengertian, bimbingan, dan dukungan lingkungan disekitarnya

agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia

dewasa yang sehat, baik jasmani, mental, maupun psikososial.


c. Dalam lingkungan sosial tertentu, sering terjadi perbedaan

perlakuan terhadap remaja laki-laki dan wanita. Bagi laki-laki,

masa remaja merupakan saat diperolehnya kebebasan,

sedangkan untuk remaja putri merupaka saat mulainya segala

bentuk pembatasan (pada zaman dulu gadis mulai dipingit ketika

mereka mulai mengalami menstruasi).

2.3.3 Karakteristik Remaja Berdasarkan Umur


1. Masa remaja awal ( 10-20 tahun).
a. Lebih dekat dengan temen sebaya
b. Ingin bebas
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya
d. Mulai berfikir abstrak
2. Masa remaja pertengahan ( 13-15 tahun).
a. Mencari identitas diri
b. Timbul keinginan untuk berkencan
c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam
d. Mengembangkan kemampuan berfikir abstrak
e. Berkhayal tentang aktivitas seks
3. Remaja akhir (17-21 tahun).
a. Pengungkapan kebebasan diri
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
c. Mempunyai citra tubuh (body image) terhadap dirinya sendiri
d. Dapat mewujudkan rasa cinta

2.3.4 Perkembangan Remaja dan Tugasnya

Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya seorang

individu, dari masa anak-anak sampai dewasa, individu memiliki

tugas masing-masing pada setiap tahap perkembangannya.

Tugas yang dimaksud pada setiap tahap perkembangan adalah

setiap tahapan usia, individu tersbeut mempunyai tujuan untuk

mencapai suatu kepandaian, keterampilan, pengetahuan, sikap

dan fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan pribadi.

Tugas perkembangan remaja difokuskan pada upaya

meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta

berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berprilaku

secara dewasa. Adapun tugas perkembangan remaja menurut

Hurlock (1991) adalah sebagai berikut.

1. Mampu menerima keadaan fisiknya.


2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok

yang berlainan jenis.


4. Mencapai kemandirian ekonomi.
5. Mencapai kemandirian emosional.
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang

sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota

masyarakat.
7. Memahami dan menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dan

orang tua.
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukan

untuk memasuki dunia dewasa.


9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10. Memahami da mempersiapkan berbagai tanggung jawab

kehidupan keluarga.

2.3.5 Tumbuh Kembang Remaja

Pengertian tumbuh kembang adalah pertumbuhan

fisik atau tumbuh dan perkembangan kejiwaan/ psikologis /

emosi. Tumbuh kembang remaja merupakan proses atau

tahapan perubahan atau transisi dari masa kanak-kanak

menjadi masa dewasa yang ditandai dengan berbagai

perubahan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Perubahan fisik meliputi perubahan yang bersifat badaniah, baik

yang bias dilihat dari luar maupun yang tidak dilihat.


2. Perubahan emosional yang tercermin dari sikap dan tingkah laku.
3. Perkembangan kepribadian dimana masa ini tidak hanya

dipengaruhi oleh orang tua dan lingkungan keluarga tetapi juga

lingkungan luar sekolah.


2.3.6 Tujuan Perkembangan Remaja

Perkembangan pribadi
1. Keterampilan kognitif dan nonkognitif yang dibutuhkan agar

dapat mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam bidang-

bidang pekerjaan tertentu.


2. Kecakapan dalam mengelola dan mengatasi masalah-masalah

pribadi secara efektif.


3. Kecakapan-kecakapan sebagai seorang pengguna kekayaan

cultural dan peradaban bangsa.


4. Kecakapan untuk dapat terkait dalam suatu keterlibatan yang

intensif pada suatu kegiatan.

Perkembangan Sosial

1. Pengalaman bersama pribadi-pribadi yang berbeda dengan

dirinya, baik dalam kelas social, subkultural, maupun usia.


2. Pengalaman di mana tindakannya dapat berpengaruh pada

orang lain.
3. Kegiatan saling tergantung yang diarahkan pada tujuantujuan

bersama (interaksi kelompok).

2.3.7 Perubahan Fisik pada Masa Remaja

Masa remaja terjadi ketika seseorang mengalami

perubahan struktur tubuh dari anak-anak menjadi dewasa

(pubertas). Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan

tersebut diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut:

1. Tanda-tanda seks primer.

Tanda-tanda seks primer yang dimaksud adalah yang

berhubungan langsung dengan organ seks. Dalam Modul


Kesehatan Reproduksi Remaja (Depkes,2002) disebutkan

bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah sebagai

berikut.

a. Remaja wanita

Pada remaja wanita sebagai kematangan organ reproduksi

adalah ditandai dengan datangnya menstruasi (menarche).

Menstruasi adalah proses peluruhan lapisa dalam atau

endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah

dari uterus melalui vagina. Hal ini berlangsug terus sampai

menjelang masa menopause yaitu ketika seseorang

berumur 40-50 tahun.

2. Tanda-tanda seks sekunder


a. Remaja wanita.

Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, tangan,

tangan dan kaki bertambah besar.

b. Pinggul lebar, bulat, dan membesar.


c. Tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak dan vagina.
d. Tulang-tulang wajah memanjang dan membesar.
e. Pertumbuha payudara, putting susu membesar dan menonjol,

serta kelenjar susu berkembang, payudara menjadi lebih

besar dan lebih bulat.


f. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-

pori bertambah besar, kelenjar lemak, dan kelenjar keringat

menjadi lebih aktif.


g. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada

pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga

memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.


h. Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

2.4 Konsep Dismenorrhoe


2.4.1 Pengertian Dismenorrhoe

Dismenorrhoe berasal bahasa Yunani : dys yang berarti sulit,

nyeri, abnormal, meno berarti bulan, dan rrhea berarti aliran.

Dsymenorrhea atau dismenorrhoe dalam bahasa Indonesia berarti

nyeri pada saat menstruasi. Hampir semua wanita mengalami

rasa tidak enak pada perut bagian bawah saat menstruasi.

Namun, istilah dismenorrhoe hanya dipakai bila nyeri begitu hebat

sehingga menganggu aktivitas dan memerlukan obat-obatan

(Sukarni dan Margareth,2013).

Dismenorrhoe merupakan rasa nyeri pada saat menstruasi

yang terasa di perut bagian bawah, menyebar ke bagian

pinggang, dan paha. Dismenorrhoe terjadi karena adanya

kontraksi distritmik lapisan miometrium yang menampilkan satu

atau lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga berat. Nyeri timbul
tidak lama sebelum atau bersama-sama dengan permulaan haid

dan berlangsung untuk beberapa waktu.

2.4.2 Derajat Dismenorrhoe

Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada

awal menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda.

Menurut manuaba (1999) dismenorrhoe dibagi menjadi tiga

tingkat keparahan, yaitu:

a. Dismenorrhoe ringan

Seseorang akan mengalami nyeri atau nyeri masih dapat

ditolerir karena masih berada pada ambang rangsang,

berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-

hari.

Dismenorrhoe ringan terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan

1-4 (Howard, dalam Leppert, 2004).

b. Dismenorrhoe sedang

Seseorang mulai merespons nyerinya dengan merintih dan

menekan-nekan bagian yang nyeri, diperlukan obat penghilang

rasa nyeri tanpa perlu meninggalkan kerjanya. Dismenorrhoe

sedang terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 5-6 (Howard,

dalam leppert, 2004).

c. Dismenorrhoe berat
Seseorang mengeluh karena adanya rasa terbakar dan ada

kemungkinan seseorang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan

biasa dan perlu istirahat beberapa hari dapat disertai sakit kepala,

migrant, pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan sakit perut

dismenorrhoe berat terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 7-

10 (Howard, dalam Lepper, 2004).

2.4.3 Etiologi Dismenorrhoe

Menurut Sarwono, (2007) dikelompokan menjadi:

a. Faktor Kejiwaan

Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak setabil,

apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik

tentang proses haid, mudah timbul dismenorrhoe.

b. Faktor Konstitusi

Faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut

diatas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri.

Faktor-faktor sepeti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya

dapat mempengaruhi timbulnya dismenorrhoe.

c. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis


Salah satu teori yang palig tua untuk menerangkan

terjadinya dismenorrhoe primer ialah stenosis kanalis servikalis.

Pada wanita denga uterus dalam hiperantefleksi mungkin dapat

terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang

tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab

dismenorrhoe. Banyak wanita menderita dismenorrhoe tanpa

stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi,

sebaliknya terdapat banyak wanita tanpa keluhan dismenorrhoe,

walaupun ada stenosis servikalis dan uterus terletak dalam

hiperantefleksi atau hiperretrofleksi. Mioma submukosa

bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan

dismenorrhoe karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam

usaha mengeluarkan kelainan tersebut.

d. Faktor Endokrin

Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi

pada dismenorrhoe primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang

berlebih. Factor endokrin mempunyai hubungan dengan soal

tonus dan kontraktilitas otos usus, Novak dan Reynolds yang

melakukan penelitian pada uterus kelinci berkesimpulan bahwa

hormone estrogen merangsang kontraktilitas uterus, sedang

hormone progesterone menghambat atau mencegahnya. Tetapi,

teori ini tidak dapat menerangkan fakta mengapa tidak timbul

rasa nyeri pada perdarahan disfungsional anovulatoar, yang


biasanya bersamaan dengan kadar estrogen yang berlebihan

tanpa adanya progesterone.

Penjelasan lain diberikan oleh Clitheroe dan Pickles. Mereka

menyatakan bahwa karena endometrium dalam fase sekresi

memproduksi prostaglandin F2 yang menyebabkan kontraksi otot-

otot polos. Jika jumlah prostaglandin yang berlebihan dilepaskan

ke dalam peredaran darah, maka selain dismenorrhoe, dijumpai

pula efek umum, seperti diarea, mausea, muntah, flushing.

e. Faktor Alergi

Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya

asosiasi antara dismenorrhoe dengan urtikaria, migraine atau

asam bronkhiale. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin

haid. Penyelidikan dalam tahun-tahun terakhir menunjukan bahwa

peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting

dalam etiologi dismenorrhoe primer.

2.4.4 Klasifikasi Dismenorrhoe

Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan

ada tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jeis nyeri,

nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenorrhoe spasmodic dan

dismenorrhoe kongestif ( Calis, 2011).

1. Nyeri Spasmodik
Nyeri Spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal

sebelum masa haid atau segera setelah masa haid di mulai.

Banyak perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu

menderita nyeri itu sehingga ia tidak dapat mengerjakan apapun.

Ada diantara mereka yang pingsan, merasa sangat mual, bahkan

ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan penderitannya adalah

perempuan muda walaupun dijumpai pula pada kalangan yang

berusia 40 tahun ke atas. Dismenorrhoe spasmodic dapat diobati

atau palin tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun

banyak pula perempuan yang tidak mengalami hal seperti itu.

2. Nyeri Kongestif

Penderita dismenorrhoe kongestif yang biasanya aka tahu

sejak hari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba.

Mereka mungkin akan megalami pegal, sakit pada buah dada,

perut kembung tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit

kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit

dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan menjadi

ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar dipaha dan lengan

atas. Semua ini merupakan symptom pegal menyiksa yang

berlangsung antara 2 atau 3 hari sampai kurang dari 2 minggu.

Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika

sudah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid,

orang yang menderita dismenorrhoe kongestif akan merasa lebih


baik. Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab

yang dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi,

dismenorrhoe primer dan dismenorrhoe sekunder.

a. Dismenorrhoe Primer

Dismenorrhoe primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa

adanya kelainan pada alat-alat genitalia yang nyata.

Dismenorrhoe primer terjadi beberapa waktu setelah menarche

biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karna siklus-siklus haid

pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis

anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri

timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan

permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun

pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa

nyeri adalah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada

perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang

dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa

mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya.

Dinamakan dismenorrhoe primer karena rasa nyeri timbul tanpa

ada sebab yang dapat dikenali. Nyeri haid primer hampir selalu

hilang sesudah perempuan itu melahirkan anak pertama,

sehingga dahulu diperkirakan bahwa rahim yang agak kecil dari

perempuan yang belum pernah melahirkan menjadi penyebabnya,

tetapi belum pernah ada bukti dari teori itu (Hermawan,2012).


b. Dismenorrhoe Sekunder

Dismenorrhoe sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan

anatomis genitalis (manuaba, 2001) sedangkan menurut Hacker

(2001) tanda-tanda klinis dari dismenorrhoe sekunder adalah

endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium

dan kongesti pelvis. Umumnya, dismenorrhoe sekunder tidak

terbatas pada haid, kurang berhubungan dengan hari pertama

haid, terjadi pada perempuan yang lebih tua (30-40 tahun) dan

dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan

dan pendarahan yang abnormal)

(Hermawan, 2012).

2.4.5 Penanganan dismenorrhoe (nyeri menstruasi)


a. Cara mengatasi dismenorrhoe

Ada beberapa cara yang bermanfaat untuk mengurangi atau

mengatasi rasa nyeri pada saat haid (dismenorrhoe)

1) Latihan aerobik, seperti berjalan kaki, bersepeda, atau

berenang, membantu memproduksi bahan alami yang dapat

menghambat rasa sakit dan untuk melancarkan aliran

darah.
2) Pakai kompres panas atau dingin pada daerah perut jika

nyeri terasa.
3) Pastikan tidur yang cukup sebelum dan selama periode haid.
4) Latihan relaksasi atau yoga dapat membantu

menanggulangi sakit.
5) Menjalankan pola hidup sehat seperti melakukan olahraga

ringan, mengkomsumsi buah-buahan dan sayuran, hindari

merokok dan minum kopi.

Selanjutnya, terapkan pola hidup sehat secara terus

menerus sebagai gaya hidup sehari-hari. (Kusmiran,2011)

b. Pengobatan dismenorrhoe

Untuk mengurangi rasa nyeri saat menstruasi bila

diberikan obat anti peradangan non-steroid (misalnya

ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat ini akan

sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi

dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi.

Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bias

dikurangi dengan cara istirahat yang cukup, olahraga yang

teratur, pemijatan, kompres hangat di daerah perut. Nyeri

haid berpangkal pada mulainya proses menstruasi itu

sendiri yang merangsang oto-otot rahim untuk berkontraksi.

Kontraksi otot-otot rahim tersebut membuat aliran darah ke

otot-otot rahim menjadi berkurang yang berakibat

meningkatnya aktivitas rahim untuk memenuhi

kebutuhannya akan aliran darah yang lancar, juga otot-otot

rahim yang kekurangan darah tadi akan merangsang ujung-

ujung syaraf sehingga terasa nyeri. Nyeri tersebut tidak


hanya terasa di rahim, namun juga terasa di bagian-bagian

tubuh lain yang mendapatkan persyarafan yang sama

dengan rahim. (Suparyanto, 2011)

2.5 Hubungan sikap dengan perilaku remaja putri tentang

penanganan dismenorrhoe

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap

stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan factor

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,

setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

perilaku merupakan aktivitas manusia baik yang dapat

diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar. Perilaku dapat berubah secara relatif dan dapat

dipengaruhi oleh hal-hal lain diantaranya intelegensi, emosi

dan lingkungan.

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,

penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan

seperti pelayanan kesehatan, makanan, minuman, dan faktor

lingkungan. Faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang

dapat dilihat dari segi pengetahuan, sikap, praktek atau

tindakan (Notoatmodjo, 2014). Sikap dan perilaku kesehatan

yang dimaksud adalah sikap dan perilaku tentang penanganan


dismenorrhoe, karena akibat penaganan yang kurang baik bisa

berdampak negatif bagi kesehatan. Oleh sebab itu Remaja putri

harus mengetahui cara penanganan dismenorrhoe agar pada

saat menstruasi bias mengurangi rasa nyeri.

Anda mungkin juga menyukai