Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LANDASAN TEORI
2.1. Pendahuluan
Suatu arus lalu lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu lintas tersebut dapat
melewati jalan raya tanpa hambatan yang berarti. Masalah yang timbul di jalan
raya disebabkan oleh beberapa hal yang mempengaruhi, antara lain : rusaknya
kondisi jalan, kendaraan yang berhenti di sembarang tempat, dan aktivitas yang
terjadi di sekitar simpang yang dapat menimbulkan kemacetan, seperti jam pulang
sekolah dimana para pelajar banyak yang tidak menggunakan kendaraan
bermotor.
Pengaruh dari kendaraan tidak bermotor itu berbeda pada simpang tak bersinyal
dan simpang bersinyal. Karena perbedaan inilah diperlukan adanya ekuivalensi
yang berbeda pula antara simpang tak bersinyal dan simpang bersinyal. Kecepatan
rata rata mobil penumpang di arus dasar dan arus campuran memberi dampak
yang cukup signifikan pada kecepatan rata rata mobil penumpang pada arus
campuran. (Nakamura Fumihiko, 2006)
Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan. Di daerah
perkotaan biasanya banyak memiliki simpang, dimana pengemudi harus
memutuskan untuk berjalan lurus atau berbelok dan pindah jalan untuk mencapai
satu tujuan. Simpang dapat didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan
atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan
untuk pergerakan lalu lintas di dalamnya. . Dalam tugas akhir ini, akan dievaluasi
masalah kemacetan di Simpang Tiga Hotel Alana Solo.
5
6
Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih
ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk
mengendalikan konflik ini ditetapkan aturan lalu lintas untuk menetapkan siapa
yang mempunyai hak terlebih dahulu untuk menggunakan persimpangan.
Menurut Hendarto, dkk., (2001), persimpangan adalah daerah dimana dua atau
lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan.
Menurut Abubakar, dkk., (1995), persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan
dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada
masing-masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada
persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya.
Pada prinsipnya persimpangan adalah pertemuan dua atau lebih jaringan jalan.
Pada umumnya terdapat empat macam pola dasar pergerakan lalu lintas kendaraan
berpotensi menimbulkan konflik, yaitu : merging (bergabung dengan jalan
utama), diverging (berpisah arah dari jalan utama), weaving (terjadi perpindahan
jalur/jalinan), crossing (terjadi perpotongan dengan kendaraan dari jalan lain).
Menurut Direktorat Jendral Bina Marga dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(1997), pemilihan jenis simpang untuk suatu daerah sebaiknya berdasarkan
pertimbangan ekonomi, pertimbangan keselamatan lalu lintas, dan pertimbangan
lingkungan.
7
Menurut Hariyanto (2004), dilihat dari bentuknya ada 2 (dua) macam jenis
persimpangan, yaitu :
1. Pertemuan atau persimpangan jalan sebidang, merupakan pertemuan dua ruas
jalan atau lebih secara sebidang (tidak saling bersusun). Pertemuan jalan
sebidang ada 4 (empat) macam, yaitu :
a. Pertemuan atau persimpangan bercabang 3 (tiga),
b. Pertemuan atau persimpangan bercabang 4 (empat),
c. Pertemuan atau persimpangan bercabang banyak,
d. Bundaran (rotary intersection).
2. Pertemuan atau persimpangan jalan tidak sebidang, merupakan persimpangan
dimana dua ruas jalan atau lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang tetapi
salah satu ruas berada di atas atau di bawah ruas jalan yang lain.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) arus lalu lintas
yaitu jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan
waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT
(Lalulintas Harian Rata-rata Tahunan).
8
Arus lalulintas yaitu jumlah kendaraan yang melintas pada suatu titik dan pada
suatu jalur gerak dalam satu satuan waktu (Morlock Edward K, 1985).
Karakteristik dasar arus lalulintas digolongkan menjadi dua kategori, yaitu :
1. Makroskopis
Arus lalu lintas secara mikroskopis merupakan suatu karakteristik secara
keseluruhan dalam suatu lalu lintas yang dapat digambarkan dengan 4
parameter, yaitu :
a. Karakteristik Volume Lalu lintas (flow volume)
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan (mobil penumpang) yang
melalui suatu titik tiap satuan waktu. Kebutuhan pemakai jalan akan selalu
berubah berdasarkan waktu dan ruang.
b. Kecepatan
Kecepatan menentukan jarak yang dijalani pengemudi kendaraan dalam
waktu tertentu. Pemakai jalan dapat menaikan kecepatan untuk
memperpendek waktu perjalanan.
c. Kerapatan
Kerapatan adalah jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas jalan
tertentu atau lajur yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan
tiap kilometer.
d. Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan adalah perbandingan dari volume (nilai arus) lalu lintas
terhadap kapasitasnya atau rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas
untuk suatu pendekat.
2. Mikroskopis
Arus lalu lintas secara mikroskopis merupakan suatu karakteristik secara
individual dari kendaraan yang meliputi headway dan spacing.
a. Time headway merupakan salah satu variable dasar yang digunakan untuk
menjelaskan pergerakan lalu lintas. Time Headway adalah interval waktu
antara dua kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan pada jalan
raya secara berurutan dalam arus lalu lintas. Pengukuran dilakukan dari
bumper depan ke bumper depan kendaraan yang berurutan.
9
Volume lalu lintas tergantung pada time headway, demikian berlaku pula
sebaliknya. Jika arus lalu lintas mencapai maksimum, maka time headway
akan mencapai minimum dan jika volume mengecil, time headway akan
mencapai maksimum.
Kinerja simpang adalah suatu kondisi pada simpang yang harus dicari untuk
mengetahui tingkat pencapaian simpang tersebut. Parameter yang harus dicari
untuk mengetahui kinerja simpang adalah rasio antara kapasitas (Capacity/C) dan
arus lalu lintas yang ada (Q). Dari rasio kapasitas dan arus akan diperoleh angka
derajat kejenuhan (Degree of saturation/DS). Dengan nilai derajat kejenuhan (DS)
dan nilai kapasitas (C), dapat dihitung tingkat kinerja dari masing masing
pendekat maupun tingkat kinerja simpang secara keseluruhan. Adapun tingkat
kinerja yang diukur pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 adalah tundaan
(Delays/D) dan peluang antrian.
Arus lalulintas merupakan jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik
pada jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp)
atau LHRT (Lalulintas Harian Rata-rata Tahunan). Arus lalulintas yang digunakan
dalam analisis kapasitas simpang dipakai arus lalulintas yang paling padat per jam
dari keseluruhan gerakan kendaraan. Arus kendaraan total adalah kendaraan per
jam untuk masing-masing gerakan dihitung dengan % kendaraan konversi yaitu
mobil penumpang.
11
Keterangan :
Qsmp = arus total pada persimpangan (smp/jam)
Qkend = arus pada masing-masing simpang (smp/jam)
Fsmp = faktor smp
Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang misalnya
jalan dengan klasifikasi fungsional tinggi. Faktor smp untuk berbagai jenis
kendaraan dapat dihitung dengan rumus :
Fsmp = (LV% x empLV + HV% x emoHV + MC% x empMC) /100.. ... (2.2)
Qsmp = Qkend x Fsmp .... (2.3)
Keterangan :
Qsmp = arus total pada persimpangan (smp/jam)
Qkend = arus pada masing-masing simpang (smp/jam)
Fsmp = faktor smp
Fsmp didapatkan dari perkalian smp dengan komposisi arus lalulintas kendaraan
bermotor dan tak bermotor.
Menurut MKJI 1997, smp (satuan mobil penumpang) merupakan satuan arus
lalulintas, dimana arus lalu lintas dari berbagai jenis kendaraan diubah menjadi
kendaraan ringan dengan mengalikan faktor konversinya yaitu emp. Faktor
konversi ini merupakan perbandingan berbagai jenis kendaraan dengan mobil
penumpang atau kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya
terhadap perilaku lalulintas. Yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalan
adalah terdapatnya bermacam-macam ukuran dan beratnya kendaraan, yang
mempunyai sifat operasi yang berbeda.
Truk disamping lebih besar/berat, berjalan lebih pelan, ruang jalan lebih banyak
dan sebagai akibatnya memberikan pengaruh yang lebih besar daripada kendaraan
mobil penumpang terhadap lalulintas. Pengaruh truk pada lalulintas terutama
ditentukan oleh besarnya kecepatan truk dengan mobil penumpang yang dipakai
sebagai dasar. Dasar-dasar satuan mobil penumpang (smp) adalah berat, dimensi
kendaraan dan sifat-sifat operasi. (Fachrurrozy,1979 ).
2.3.3 Lebar Pendekat Jalan Rata - Rata, Jumlah Lajur dan Tipe Simpang
a. Lebar Rata Rata Pendekat Minor dan Utama WAC dan WBD dan Lebar Rata
Rata Pendekat W1
Lebar pendekat rata-rata untuk jalan simpang dan jalan utama dapat dihitung
menggunakan rumusan sebagai berikut :
WAC = (WA + WC) / 2 dan ...(2.4)
WBD = (WB + WD) /2 .......(2.5)
Lebar pendekat rata-rata untuk seluruh simpang adalah :
W1 = (WA + WC + WB + WD ) / Jumlah lengan simpang ....(2.6)
Jika a = 0, maka W1 = WC + WB + WD ) / Jumlah lengan simpang
Keterangan :
WAC = Lebar rata rata pendekat jalan minor
WBD = Lebar rata rata pendekat jalan utama
W1 = Lebar pendekat rata-rata seluruh simpang
13
WA
WD WB
b. Jumlah Lajur
Jumlah lajur yang digunakan untuk keperluan perhitungan ditentukan dari lebar
rata-rata pendekat jalan untuk jalan simpang dan jalan utama sebagai berikut :
Tabel 2.2. Lebar Pendekat dan Jumlah Lajur
Lebar pendekat jalan rata-rata, Jumlah lajur (total) untuk kedua arah
WAC, WBD (m)
WBD = (b + d/2)/2 < 5,5 2
5,5 4
WAC = (a/2 + c/2) / 2 < 5,5 2
5,5 4
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
c. Tipe Simpang
Tipe simpang/Intersection Type (IT) ditentukan banyaknya lengan simpang dan
banyaknya lajur pada jalan major dan jalan minor di simpang tersebut dengan
kode tiga angka seperti terlihat di tabel 2.3 di bawah ini. Jumlah lengan adalah
banyaknya lengan dengan lalu lintas masuk atau keluar atau keduanya.
Table 2.3. Kode Tipe Simpang (IT)
Kode IT Jumlah Lengan Jumlah Lajur Jumlah Lajur
Simpang Jalan Jalan
Minor Major
322 3 2 2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 4
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
14
Keterangan :
Yang dicetak tebal adalah kode tipe simpang (IT) untuk Simpang Hotel Alana
Solo.
324 = 3 lengan simpang, 2 lajur minor, 4 lajur utama
Kapasitas dasar merupakan kapasitas persimpangan jalan total untuk suatu kondisi
tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (kondisi dasar). Kapasitas dasar
(smp/jam) ditentukan oleh tipe simpang. Untuk dapat menentukan besarnya
kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 2.4. di bawah ini.
Tabel 2.4. Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang
Tipe simpang (IT) Kapasitas dasar (smp/jam)
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Keterangan :
Yang dicetak tebal adalah tipe simpang (IT) dan kapasitas dasar (smp/jam) untuk
Simpang Hotel Alana Solo.
Faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) ini merupakan faktor penyesuaian untuk
kapasitas dasar sehubungan dengan lebar masuk persimpangan jalan. Faktor ini
diperoleh dari rumus tabel 2.5. di bawah ini.
Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
Tipe simpang Faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw)
422 0,7 + 0,0866 W1
424 atau 444 0,61 + 0,074 W1
322 0,076 W1
324 0,62 + 0,0646 W1
342 0,0698 W1
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
16
Keterangan :
Yang dicetak tebal adalah faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) untuk Simpang
Hotel Alana Solo, W1 diperoleh dari (WA + WC + WB + WD ) dibagi jumlah
lengan simpang.
Keterangan :
Simpang Hotel Alana Solo merupakan jenis simpang yang tidak terdapat median
di jalan utama sehinggan diperoleh faktor penyesuaian median (Fw) yaitu 1,00
Faktor ini hanya dipengaruhi oleh variabel besar kecilnya jumlah penduduk dalam
juta, seperti tercantum dalam Tabel 2.7. di bawah ini.
17
Keterangan :
Jumlah penduduk Kota Karanganyar pada tahun 2013 sebesar 838.762 jiwa. Maka
diperoleh faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs) pada Simpang Tiga Hotel Alana
Solo yaitu 0,94
18
Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak
bermotor (FRSU), dihitung menggunakan tabel 2.8., Dengan variabel masukkan
adalah tipe lingkungan jalan (RE), kelas hambatan samping (SF) dan rasio
kendaraan tak bermotor UM/MV berikut :
Tabel 2.8. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan jalan, Hambatan Samping
Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)
Kelas tipe Kelas Rasio Kendaraan tak bermotor (PUM)
lingkungan hambatan
jalan (RE) samping 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 >0,25
(SF)
Komersial Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Pemukiman Tinggi 0,96 0,91 0,87 0,82 0,77 0,72
Sedang 0,97 0,92 0,88 0,83 0,78 0,73
Rendah 0,98 0,93 0,89 0,84 0,79 0,74
Akses Tinggi/
Terbatas Sedang/ 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Rendah
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Keterangan :
Simpang Tiga Hotel Alana Solo merupakan simpang dengan tipe lingkungan jalan
Komersial dan kelas hambatan samping rendah dimana terdapat beberapa toko
dan hotel dengan jumlah berbobot kejadian 100-299 per 200 m. Rasio kendaraan
tak bermotor sebesar 0,03 didapat dari arus kendaraan tak bermotor total dibagi
arus kendaraan bermotor pada jam sibuk pagi, yaitu 130 : 4325 = 0,03 dalam
satuan kend/jam. Sehingga diperoleh Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan jalan,
19
Hambatan Samping Kendaraan Tak Bermotor (FRSU) pada simpang Tiga Hotel
Alana Solo sebesar 0,93.
Formula yang digunakan dalam pencarian faktor penyesuaian belok kiri ini adalah
FLT = 0,84 + 1,61 PLT.............(2.7)
Dapat juga digunakan grafik untuk menentukan faktor penyesuaian belok kiri,
variabel masukan adalah belok kiri, PLT dari formulir USIG-1 Basis 20, kolom 1.
Batas nilai yang diberikan untuk PLT adalah rentang dasar empiris dari manual.
Hal ini dapat dilihat pada Grafik 2.1. berikut.
Faktor penyesuaian belok kanan untuk simpang jalan dengan empat lengan adalah
FRT = 1.0, faktor penyesuaian belok kanan ditentukan dari gambar 3.2 berikut ini.
Untuk simpang 3 lengan, variabel masukan adalah belok kanan, PRT dari
formulir USIG-1, baris 22 kolom 11.
Hal ini dapat dijelaskan pada Grafik 2.2. berikut ini.
20
Pada faktor ini yang banyak mempengaruhi adalah rasio arus pada jalan (P MI) dan
tipe simpang (IT) pada persimpangan jalan tersebut.
Tabel 2.9. Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor
IT FMI PMI
422 1,19 x PMI2 1,19 x PMI + 1,19 0,1 0,9
424 16,6 x PMI4- 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 8,6 x PMI+1,95 0,1 0,3
444 1,11 x PMI2 1, 11 x PMI + 1,11 0,3 0,9
322 1,19 x PMI2- 1,19 x PMI + 1,19 0,1 0,5
0,595 x PMI + 0,59 x PMI3 + 074 0,5 0,9
342 1,19 x PMI2 1,19 x PMI + PMI + 1,19 0,1 0,5
2,38 x PMI2 2,38 x PMI3 + 1,49 0,5 0,9
324 16,6 x PMI4 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 8,6 x PMI + 1,95 0,1 0,3
Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor dapat juga ditentukan dengan grafik,
variabel masukan adalah rasio arus jalan minor (PMI), dari formulir USIG 1 baris
24, kolom 10) dan tipe simpang IT (USIG II, kolom 11). Batas nilai yang
diberikan untuk PMI pada gambar adalah rentang dasar empiris dari manual.
Hal itu dapat dilihat pada Grafik 2.3. berikut :
Derajat kejenuhan merupakan rasio lalulintas terhadap kapasitas. Jika yang diukur
adalah kejenuhan suatu simpang maka derajat kejenuhan disini merupakan
perbandingan dari total arus lalulintas (smp/jam) terhadap besarnya kapasitas pada
suatu persimpangan (smp/jam).
Derajat kejenuhan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
DS = QTOT / C.....................(2.9)
22
Keterangan :
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
QTOT = jumlah arus total pada simpang (smp/jam)
2.3.5.2. Tundaan
untuk DS 0,6
DT =1,0504 / (0,2742 0,2042* DS) - (1 - DS) *2 ........................(2.11)
Keterangan :
DG = Tundaan geometrik simpang
DS = Derajat kejenuhan
PT = Rasio belok total
Dengan rumus :
Batas bawah QP % = 9,02*DS + 20,66*DS ^2 + 10,49*DS^3..................(2.17)
Batas atas QP % = 47,71*DS - 24,68*DS^2 56,47*DS^3.......................(2.18)
Pada simpang jenis ini, arus kendaraan yang memasuki persimpangan diatur
secara bergantian untuk mendapatkan prioritas dengan berjalan terlebih dahulu
dengan menggunakan pengendali lalu lintas (traffic light).
Parameter kinerja simpang bersinyal juga ditentukan oleh Kapasitas( C) , derajat
kejenuhan ( DS), tundaan (D) dan nilai peluang antrian (QP).
Rumus : C = S x g/c ...(2.19)
dimana :
C = kapasitas (smp/jam), S = Arus jenuh (smp/jam hijau), g = waktu hijau (det)
dan c = Waktu siklus (det)
DS = Q/C ....(2.20)
25
Gerakan dan manuver kendaraan dapat dibagi dalam beberapa kategori dasar,
yaitu : pemisahan (diverging), penggabungan (merging), menyalip berpindah jalur
(weaving) dan penyilangan (crossing).
a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari survey
dilapangan, diantaranya data volume lalu lintas.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari pihak lain, misal dari instansi
pemerintah atau lembaga lain.
c. Kondisi geometri dan lingkungan
Berisi tentang informasi lebar jalan, lebar bahu jalan, lebar median dan arah
untuk tiap lengan simpang. Kondisi lingkungan ada tiga tipe, yaitu : komersial,
pemukiman dan akses terbatas.
d. Kondisi arus lalu lintas
27
Jenis kendaraan dibagi dalam beberapa tipe, seperti terlihat pada Tabel 2.10
dan memiliki nilai konversi pada tiap pendekat seperti tersaji pada Tabel 2.11.
Tabel 2.10. Tipe Kendaraan
No Tipe Kendaraan Definisi
1 Kendaraan tak bermotor (UM) Sepeda, becak
2 Sepeda bermotor (MC) Sepeda motor
3 Kendaraan ringan (LV) Colt, pick up, station wagon
4 Kendaraan berat (HV) Bus, truck
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Sinyal lalu lintas adalah alat kontrol elektris untuk lalu lintas di persimpangan
jalan yang berfungsi untuk memisahkan arus kendaraan berdasarkan waktu, yaitu
dengan memberi kesempatan berjalan secara bergiliran kepada kendaraan
darimasing-masing kaki simpang/pendekat dengan menggunakan isyarat dari
lampu lalulintas. Fungsi pemisahan arus ini menjadi sangat penting karena
pertemuan arus kendaraan terutama dalam volume yang cukup besar akan
membahayakan kendaraan yang melalui simpang dan dapat mengacaukan sistem
lalu lintas di persimpangan.
1. Fase Sinyal
Fase adalah Suatu rangkaian isyarat yang digunakan untuk mengatur arus yang
diperbolehkan berjalan ( bila dua atau lebih berjalan bersama sama maka disebut
dalam fase yang sama ). Jumlah fase yang baik adalah fase yang menghasilkan
kapasitas besar dan rata-rata tundaan rendah.
28
Bila arus belok kanan dari satu kaki atau arus belok kanan dari kiri lawan arah
terjadi pada fase yang sama, arus ini dinyatakan sebagai terlawan (opossed). Arus
belok kanan yang dipisahkan fasenya dengan arus lurus atau belok kanan tidak
diijinkan, maka arus ini dinyatakan sebagai terlindung (protected).
a) Interval Hijau
Periode dari fase dimana sinyal hijau menyala
b) Interval Kuning (Amber)
Bagian dari fase dimana selama waktu tersebut sinyal kuning menyala
c) Interval Semua Merah
Adalah perioda setelah interval kuning dimana semua sinyal merah
menyala.
d) Interval Antar Hijau
Adalah interval antara akhir sinyal hijau untuk satu fase dan permulaan
sinyal hijau untuk fase lain, atau dengan kata lain merupakan jumlah
Interval Kuning dan Semua Merah.
e) Waktu Hilang
Jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap (det). Waktu
hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus dengan jumlah
waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai
Kehilangan awal dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau
menyebabkan suatu kehilangan akhir dari waktu hijau efektif, Jadi besarnya
waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi
dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + kehilangan
akhir
29
Dimana :
Kendaraan
Berangkat
Titik Konflik
Kendaraan
Kritis
Datang
Nilai-nilai sementara VEV, VAV dan lEV dapat dipilih dengan ketiadaan aturan di
Indonesia.
Kecepatan kendaraan yang datang : VAV : 10 m/det (kend. bermotor)
Kecepatan kendaraan yang berangkat : VEV : 10 m/det (kend. bermotor)
: 3 m/det (kend. tak bermotor
misalnya sepeda)
: 1,2 m/det (perjalan kaki)
Panjang kendaraan yang berangkat lEV : 5 m (LV atau HV) , 2 m (MC
atau UM)
S = So x F CS x F SF x F g x F p x F RT x F LT....................................................(2.22)
So = 600 x We ............................................................................................(2.23)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (Hal : 2 - 56 )
keterangan
SO : arus jenuh dasar
We : lebar efektif pendekat
.(2.24)
4) Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio
kendaraan belok kanan, dihitung dengan rumus :
4. Faktor Penyesuaian
1) Penetapan faktor koreksi untuk nilai arus lalu lintas dasar kedua tipe
pendekat (protected dan opposed) pada simpang adalah sebagai berikut:
a) Faktor koreksi ukuran kota (FCS), sesuai Tabel 2.12.
Tabel 2.12. Faktor penyesuaian ukuran kota
Penduduk kota
Faktor penyesuaian ukuran kota
(juta jiwa)
>3 1,05
1,0-3,0 1,00
0,5-1,0 0,94
0,1-0,5 0,83
<0,1 0,82
b) Rasio belok kiri dan kanan 10 % dapat dilihat pada grafik 2.8. dan 2.9.
Grafik 2.8. Rasio belok kiri dan kanan 10% simpang tiga lengan
Grafik 2.9. Rasio belok kiri dan kanan 10% simpang empat lengan
35
d) Faktor Penyesuaian untuk pengaruh parkir dan lajur belok kiri yang
pendek sesuai grafik 2.11.
e) Faktor Penyesuaian untuk belok kanan dapat dilihat pada grafik 2.12.
Dimana:
SO : arus jenuh dasar
FCS : faktor koreksi ukuran kota
FSF : faktor koreksi hambatan samping
FG : faktor koreksi kelandaian
FP : faktor koreksi parkir
FRT : faktor koreksi belok kanan
FLT : faktor koreksi belok kiri
Dimana:
FR : rasio arus
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
S : arus jenuh (smp/jam)
.........................................................................................(2.28)
dimana:
IFR : perbandigan arus simpang (FRcrit)
PR : rasio fase
FRerit : nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu
fase sinyal
... .................................................................................(2.29)
Dimana:
cua : waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus (detik)
IFR : rasio arus simpang
39
Waktu siklus yang layak untuk simpang adalah seperti terlihat pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14. Waktu siklus yang layak untuk simpang
Tipe pengaturan Waktu siklus (det)
2 fase 40-80
3 fase 50-100
4 fase 60-130
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Nilai-nilai yang lebih rendah dipakai untuk simpang dengan lebar jalan <10 , nilai
yang lebih tinggi untuk jalan yang lebih lebar. Waktu siklus lebih rendah dari nilai
yang disarankan, akan menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk
menyebrang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari kecuali
pada kasus sangat khusus (simpang sangat besar) karena hal ini sering kali
menyebabkan kerugian dalam kapasitas keseluruhan.
b. Waktu hijau
Waktu hijau (green time) untuk masing-masing fase menggunakan rumus :
gi = ( Cua LTI ) x PRi..............................................................................(2.30)
dimana:
gi : waktu hijau dalam fase-i (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus (detik)
cua : waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik)
PRi : perbandingan fase FRkritis/(FRkritis)
40
c = LTI + g .............................................................................................(2.31)
dimana:
c : waktu hijau (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus (detik)
g : total waktu hijau (detik)
Waktu siklus yang disesuaikan berdasarkan pada waktu hijau yang telah
dibulatkan dan waktu hilang (LTI).
.......................................................................................................(2.32)
Dimana:
C : kapasitas (smp/jam)
S : arus jenuh (smp/jam)
g : waktu hijau (detik)
c : waktu siklus yang disesuaikan (detik)
41
DS = Q / S ........................................................................................................(2.33)
Dimana:
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
C : kapasitas (smp/jam)
Perilaku lalu lintas pada simpang dipengaruhi oleh panjang antrian, jumlah
kendaraan terhenti dan tundaan. Panjang antrian adalah jumlah kendaraan yang
antri dalam satu pendekat.
a. Jumlah antrian (NQ) dan Panjang Antrian (QL)
Nilai dari jumlah antrian (NQ1) dapat dicari dengan formula:
1) bila DS > 0,5, maka:
dimana:
NQ1 : jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
C : kapasitas (smp/jam)
DS : derajat kejenuhan
.............................................................(2.36)
dimana :
NQ2 : jumlah antrian smp yang datang selama fase merah
DS : derajad kejenuhan
42
Untuk antrian total (NQ) dihitung dengan menjumlahkan kedua hasil tersebut
yaitu NQ1 dan NQ2 :
Dimana:
NQ : jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau
NQ1 : jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
NQ2 : jumlah antrian smp yang datang selama fase merah
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang
dipergunakan per smp (20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
................................................................................(2.38)
Dimana:
QL : panjang antrian
NQmax : jumlah antrian
Wmasuk : lebar masuk
Nilai NQ max diperoleh dari Gambar E-2:2 MKJI hal 2-66, dengan anggapan
peluang untuk pembebanan (POL) sebesar 5 % untuk langkah perancangan.
Rasio kendaraan terhenti PSV merupakan rasio kendaraan yang harus berhenti
akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang. Rasio kendaraan terhenti
dapat dihitung dengan rumus:
N SV
NSTOT ..... (2.42)
QTOT
c. Tundaan (Delay)
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui
simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Tundaan
terdiri dari:
44
Dimana:
Dj : Tundaan rata-rata untuk pendekat j.
DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j.
DGj : Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j.
Tundaan lalu lintas setiap pendekatan (DT) dapat dihitung dengan rumus:
NQ1 3600
DT c A ................. (2.44)
C
Dimana:
DT : Tundaan lalu lintas rat-rata (det/smp).
c : Waktu siklus yang disesuaikan (det).
0,5 1 GR
2
A :
1 GR DS
GR : Rasio hijau.
DS : Derajat kejenuhan.
NQ1 : Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.
C : Kapasitas (smp/jam).
2) Tundaan Geometri
Tundaan geometri disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan
yang membelok di simpang atau yang terhenti oleh lampu merah. Tundaan
geometrik rata-rata (DG) masing-masing pendekat :
DG1 1 PSV PT 6 PSV 4 ............... (2.45)
46
Dimana:
DG1 : Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp).
PSV : Rasio kendaraan terhenti pada pendekat
PT : Rasio kendaraan berbelok pada pendekat.
Sedangkan tundaan rata-rata untuk menghitung seluruh simpang, dengan
rumus sebagai berikut:
Q D
DI ............. (2.46)
QTOT