TRANSPLANTASI
TRANSPLANTASI
Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau dari
mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang
memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi, sehingga resipien ( penerima organ tubuh) dapan
bertahan hidup secara sehat (M.Ramdan Arifin Transplantasi Organ Tubuh Dalam Persfektif
Islam; Sinar Muhammadiyah 11-30 Sep 2008;Hal 19).Tujuan dari transplantasi tak lain adalah
sebagai pengobatan dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan manusia agar setiap
penyakit diobati,karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan
kematian,sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa ikhtiyar) adalah
perbuatan terlarang, sebagai mana firman Allah dalam Al-quran Surat An-Nisa ayat 29 Dan
jangan lah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu ,
maksudnya apabila sakit maka manusia harus berusaha secara optimal untuk mengobatinya
sesuai kemampuan,karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya,maka dalam hal ini
Transplantasi merupakan salah satu bentuk pengobatan.Namun persoalannya adalah bagaimana
hukum mendonorkan organ tubuh untuk transplantasi tersebut ,baik dari yang masih hidup
maupun dari organ tubuh manusia yang telah meninggal?
Firman Allah swt dan jangan lah kamu membunuh dirimu sendiri,sesungguhnya Allah maha
penyayang kepadamu ( Q.S.An-Nisa:4:29) dan Firman Allah swt Dan Jangan lah kamu
jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berbuat baik (Q.S.Al-Baqarah:2:195).Maksudnya Adalah bahwa Allah swt melarang
manusia untuk membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran
dan kebinasaan.Sedangkan orang yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak
langsung telah melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan.Padahal
manusia tidak disuruh berbuat demikian,manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ
tubuhnya) sesuai ayat di atas.
Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa kepada
kemudlaratan,sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan
yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw Tidak boleh melakukan pekerjaan yang
membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan
Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh
manusia Adalah Allah swt.
Organ yang didonorkan bukanlah organ vital yang menentukan kelangsungan hidup seperti
Jantung,hati,paru-paru dan lain-lain.Hal ini dikarenakan penyumbangan organ-organ vital
tersebut dapat menyebabkan kematian bagi si pendonor.Sedangkan sesuatu yang membawa
kepada kehancuran atau kematian diri sendiri dilarang oleh agama sesuai firman Allah swt dalam
Al-quran Surat An-Nisa Ayat 29 dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri
Kemungkinan untuk keberhasilan proses transplantasi lebih besar,artinya secara kebiasaan proses
memotong organ sampai dengan proses meletakkannnya pada si penderita penyakit memiliki
kemungkinan keberhasilan yang tinggi.Maka tidak boleh melakukan transplantasi oleh yang
belum berpengalaman dan dengan cara eksperimen.
Si pendonor tidak boleh menuntut ganti secara finansial kepada si resipien ( yang menerima
organ),karena proses pendonoran adalah proses saling tolong menolong antara manusia,bukan
proses jual-beli organ yang hukumnya haram dalam islam.
Sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah
( boleh ) dengan dalil firman Allah Swt Sesungguhnya Allah telah menjelaskan perbuatan-
perbuatan yang haram bagi mu kecuali ketika kamu dalam keadaan terpaksa (darurat)(Qs.Al-
Anam 119)
Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan hidupnya
merupakan perbuatan saling tolong menolong atas kebaikan sesuai firman Allah swt Dan
saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong
monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-maidah 2)
Kesucian tubuh manusia ;setiap bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan hal yang
terlarang,karena ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist Yang melarang.Diantara hadist
yang terkenal Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup
Tubuh manusia adalah amanah; Hidup,diri,dan tubuh manusia pada dasarnya bukanlah milik
manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga,karena itu manusia tidak memiliki
hak untuk mendonorkan nya kepada orang lain
Tubuh manusia tidak boleh diperlakukan sebagai benda material semata; transplantasi dilakukan
dengan memotong organ tubuh seseorang untuk diletakkan (dicangkokkan) pada tubuh orang
lain,padahal tubuh manusia bukanlah benda material semata yang dapat dipotong dan dipindah-
pindahkan
Transplantasi merupakan salah satu jenis pengobatan,sedangkan pengobatan merupakan hal yang
disuruh dan disyariatkan dalam islam
Terdapat dua hal yang mudlarat dalam masalah ini yaitu antar memotong bagian tubuh yang suci
dan dijaga dan antara menyelamatkan kehidupan yang membutuhkan kepada organ tubuh mayat
tersebut.Namun kemudlaratan yang terbesar adalah kemudlaratan untuk menyelamatkan
kehidupan manusia.Maka dipilihlah sesuatu yang kemudlaratannya terbesar untuk dihilangkan
yaitu memotong organ mayat untuk menyelamatkan kehidupan manusia.
Qiyas atas maslahat membuka perut mayat wanita yang hamil yang lewat 6 bulan yang disangka
kuat hidup anaknya.
Qiyas atas boleh membuka perut mayat jika di dalam perutnya terdapat harta orang lain.
Terdapat dua Hal kemaslahatan yaitu antara maslahah menjaga kesucian mayat dan antara
maslahah menyelamatkan nyawa manusia yang sakit dengan transplantasi organ mayat tersebut.
Namun pendapat yang membolehkan transplantasi organ mayat ini memiliki syarat-syarat yaitu :
Ada persetujuan/izin dari pemilik organ asli (atau wasiat ) atau dari ahli warisnya (sesuai
tingkatan ahli waris),tanpa paksaan
Si resipien ( yang menerima donor ) telah mengetahui persis segala implikasi pencangkokan
Pencangkokan dilakukan oleh yang ahli dalam ilmu pencangkokan tersebut Tidak boleh
menuntut ganti pendonoran organ dengan harta (uang dan sebagainya) Organ tidak diperoleh
melalui proses transaksi jual beli karena tidak sah menjual belikan organ tubuh manusia
Seseorang muslim hanya boleh menerima organ dari muslim lainnya kecuali dalam keadaan
mendesak (tidak ada muslim yang cocok organnya atau tidak bersedia di dinorkan dengan
beberapa alasan).
Beberapa lembaga fatwa islam saat ini lebih dominan berpandangan mendukung bolehnya
transplantasi organ tubuh seperti Akademi Fiqh Islam (lembaga dibawah liga islam dunia di Arab
Saudi),aKademi fiqh Islam India,dan Darul Ifta (Lembagai otonom seperti MUI di Mesir Yang
diketuai Syaikh dari Universitas Al-Azhar.Namun tentunya mesti diingat bahwa proses
transplantasi harus melewati syarat-syarat diatas.Wallahu Alam Bish-Shawab (Dikutip dari
Muqarar Qadlaya Fiqhiyah Muasarah bagi tahun 1 Universitas Al-Azhar ; tulisan oleh
DR.Muhammad Abdul Rahman Al-Dluwaini Dosen Fak.Syariah wal Qanun Universitas Al-
azhar,Kairo,Mesir)
http://zamzamisaleh.blogspot.co.id/2009/06/hukum-transplantasi-dalam-islam.html
Ada beberapa alasan yang menolak akan transplantasi organ baik dari orang yang masih sehat
sampai orang yang sudah meninggal. Hal ini dapat diperkuat dengan hadits Nabi SAW,
Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup.
Dan ada juga yang mendukung pelaksanaan transplantasi organ, karena hal ini sama halnya
dengan menolong sesama umat manusia terutama umat muslim, sesuai firman Allah swt Dan
saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong
monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-Maidah 2).
Dengan demikian, transplantasi organ masih banyak dipermasalahkan oleh kalangan medis
maupun para ahli agama. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan hukum-hukum
beserta alasan-alasan yang mendukung maupun yang menolak transplantasi organ ini.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Transplantasi.
Dolong, dkk. (dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan 1. 2002)
mengemukakan tentang transplantasi alat pertama yang tercatat dalam sejarah ialah transplantasi
kulit, yang ditemukan dalam manuskrip Mesir Kuno, Ik. 2000 SM. Berabad-abad kemudian yaitu
pada tahun 1863 seorang ahli faal Perancis, Paul Bert baru bisa menjelaskan bahwa transplantasi
alat dari seseorang kepada orang lain yang disebut sebagai allograft selalu mendapat penolakan
secara normal dari tubuh si penerima. Sedangkan pemindahan alat dari tubuh manusia yang sama
disebut sebagai autograft dan penolakan tersebut tidak terjadi.
B. Transplantasi Organ.
Pengertian Tansplantasi.
Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) menjelaskan bahwa Transplantasi adalah
pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau dari mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya
hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi,
sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan secara sehat.
Tujuan Transplantasi.
Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) juga menjelaskan bahwa tujuan dari
transplantasi adalah sebagai pengobatan dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan
manusia agar setiap penyakit diobati, karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat
mengakibatkan kematian, sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa
ikhtiyar) adalah perbuatan terlarang. Sebagaimana firman Allah dalam Al-quran Surat An-
Nisa ayat 29 Dan jangan lah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu.
Maksudnya apabila sakit maka manusia harus berusaha secara optimal untuk mengobatinya
sesuai kemampuan, karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya, maka dalam hal ini
transplantasi merupakan salah satu bentuk pengobatan.
Menyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu dilakukan berdasarkan
batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat. Dengan demikian, Sheikh Ahmad Kutty
(dalam artikel Islam.ca) menuturkan beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi
organ, yaitu:
a) Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih hidup:
Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh atas
miliknya sehingga dia mampu untuk membuat keputusan sendiri.
Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa atau usianya mencapai
dua puluh tahun.
Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.
Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan hidup
tergantung dari itu.
b) Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal:
Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang
menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada
pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas
penyumbang.
Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan
dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis
bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang
identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
C.S. Williamson (Dolong, dkk. dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan
1) ahli bedah pada Nayo Unic yang terkenal mengemukakan bukti maha penting bahwa adanya
penolakan alat pada resipien. Kemudian Sir Peter Brian Medawarpada tahun 1944 membuktikan
bahwa transplantasi yang dilakukan berulang-ulang dari donor yang sama mengakibatkan
penolakan yang makin meninggi dari resipien. Penolakan hamper tidak ditemukanpada allograft
dari orang yang kembar, sedangkan pada orang yang berbeda akan punya antigen (protein khusus
yang ditemukan dalam sel darah putih) yang berbeda.
Oleh karena itu, maka orang yang menerima suatu alat akan menganggapnya sebagai benda
asing dan memberikan reaksi imuunologik (reaksi penolakan) yang sekiranyatidak diberikan
obat-obatan penekan reaksi tersebut bisa merusak alat yang dipindahkan tersebut.
C. Hukum Transplantasi.
Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan ada pula yang
menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari
beberapa sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:
Dalil1: Firman Allah SWT Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah
maha penyayang kepadamu ( Q.S.An-Nisa:4:29) dan Firman Allah SWT Dan Janganlah kamu
jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berbuat baik (Q.S.Al-Baqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk membunuh dirinya atau
melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang
yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan
yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat
demikian, manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas.
Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh
manusia Adalah Allah swt.
Dalil 2: Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan
hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan sesuai firman Allah swt
Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling
tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-maidah 2).
Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun memiliki kehendak atas
apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan
kepada manusia hak untuk mengambil manfaat dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada
kehancuran, kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa 29 dan al-Baqarah 95). Oleh karena
itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah
(boleh) dengan dalil
Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun
dalam keadaan koma, hukumnyaharam.
Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa
kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan
perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw Tidak boleh melakukan pekerjaan
yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan
Pendapat 1: Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh
manusia merupakan hal yang terlarang.
Dalil: Ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang
terkenal, yaitu:
Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan
tulang orang tersebut ketika ia masih hidup
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah
dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya
kepada orang lain.
Pendapat 2: Hukumnya Boleh.
Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan
mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar
dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat.
Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai
penghinaan kepadanya.
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam Islam, pendapat yang
muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling bertolak
belakang, meski menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini akan
disampaikan beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan yang mendukung dan
menentang transplantasi organ, menurut aziz dalam beranda, yaitu:
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas
mengenai ini dalam Al-Quran. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang
terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia,
meskipun sudah menjadi mayat, Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan
melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada
tubuh orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya
bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ketubuh seseorang.
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada beberapa
pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan
hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada
beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan, yaitu (1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika
tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup tinggi ada
persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya), (3) penerima organ sudah tahu persis
segala implikasi pencangkokan ( informed consent )
b) Altruisme.
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu manusia lain khususnya sesama
muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu
ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya
dianjurkan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transplantasi merupakan hal yang sangat rumit dalam pengambilan tindakan yang tepat, karena
banyak pendapat yang menentang dan mendukung tentang pelaksanaan transplantasi dengan
berbagai alasan yang berbeda-beda. dari uraian pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa hukum pelaksanaan transplantasi organ itu bergantung pada alasana mengapa harus
melakukan hal tersebut. jika alasannya tidak mendukung maka kegiatan transplantasi tesebut
sangat dilarang dan hukumnya haram serta ilegal.
B. Saran
Jika kita harus melakukan transplantasi organ, maka seharusnya memenuhi persyaratan-
persyaratan yang tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan, baik dari pendonor maupun
resipien, serta harus memenuhi kaidah atau syarat-syarat islam
DAFTAR RUJUKAN
Dolong, J., Marzuki M., & Zulmaizarna. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedoteran dan
Kesehatan 1. Jakarta: Departemen Agama RI.
Nata, Abudin (Ed). 2006. Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kutty, Sheikh Ahmad. 30 November 2008. Menyumbangkan Organ Menurut Pandangan Islam.
(online), (http://muslimnursesunpad.blogspot.com, diakses 03 November 2009).
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/transplantasi-organ-dalam-pandangan-islam/
A. PENGANTAR
Umat Islam dikenal sebagai manusia yang terdepan pada masa dulu. Umat
Islam dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan baik dengan perlindungan
kitab suci al-Quran dan sunnah nabi Muhammad saw. Senjata utama ini dipecaya
terhindar dari kekadaluarsaan zaman yang kian maju. Oleh karena itu kita sebagai
umat Muhammad saw. yang meskipun berada dalam zaman yang berbeda bukanlah
suatu alasan hingga menepiskan peninggalan mulianya tersebut. Dan sudah
sepantasnya kita selalu mencerminkan segala perkara kita ke al-Quran dan
sunnahnya. Baik itu masalah dunia maupun akhirat. Manusia merupakan makhluk
yang paling sempurna, namun kesempurnaan tersebut tidak harus manusia selalu
sehat, terkadang manusia harus sakit, pada saat manusia sakit, ada organ manusia
yang tidak berfungsi atau disebabkan kelelahan. Oleh karena itu pada saat sakit,
manusia diharuskan beristirahat untuk memulihkan organ tubuhnya. Sudah menjadi
jawaban sepanjang abad, jika kita sakit, maka berobat adalah jalan selanjutnya,
atau pencegahan jalan sebelumnya. Setiap penyakit ada obatnya, demikianlah yang
sering kita dengar. Jika penyakit tersebut tergolong mudah, maka dengan
beristirahat akan sembuh. Tetapi jika penyakit tersebut tergolong penyakit yang
parah karena salah satu organ tubuhnya tidak berfungsi seperti matanya tidak
dapat lagi melihat, dengan beristirahat berapa lama pun tidak akan dapat melihat,
jalan penyembuhannya adalah dengan menggantikan matanya dengan mata orang
lain yang masih bagus. Inilah yang disebut dengan transplantasi (pencangkokan).
1[1] Ali Ghufron Mukti dan Adi Heru Sutomo, Abortus, Bayi Tabung, Euthanasia,
Transplantasi Ginjal, dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis, Hukumm, dan
Agama Islam, (Yogyakarta: Aditya Media), hlm. 37-38.
2[2] http://binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-
sudut-pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 1.
pelaksanaannya, tidak terbelenggu ke dalam satu sistem hukum yang kaku
dikarenakan alasan utama yaitu ras keadilan masyarakat yang juga selalu dinamis
seiring dengan perkembangan zaman.
A. TINJAUAN PUSTAKA
Selain itu ada juga skripsi yang berjudul Transplantasi Organ Tubuh Mayat
(Studi Komparatif Undang-undang No. 23 tahun 1992, PP No. 18 tahun 1981 dan
Hukum Islam) yang ditulis oleh Hartono (2007) seorang sarjana strata satu
perguruan tinggi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas
Syariah, yang didalamnya membahas mengenai aplikasi dan implikasi bioteknologi
kedokteran transplantasi.
Selain skripsi diatas, ada juga buku yang berjudul Kloning, Euthanasia,
Tranfusi darah, transplantasi Organ dan Eksperimen pada Hewan karangan Sayyid
Husain Nasr yang disunting oleh Kurniawan Abdullah dengan isinya memaparkan
3[3] Resipien adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain.
perbedaan pandangan para ulama yang mendukung serta menolak terhadap
masalah transplantasi organ tubuh.
B. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Transplantasi
Kata transplantasi berasal dari bahasa Inggris transplant yang berarti move (a
body organ) from one person or part of the body to another atau memindahkan
sebagian dari organ tubuh dari seseorang atau dari tubuh sendiri ke empat yang
lain4[4]. Sedangkan dalam Kamus Kontemporer English Indonesian, transplantation
berarti, pemindahan, bentuk kata kerja dari kata transplant yang berarti,
memindahkan bagian tubuh ke orang lain atau binatang 5[5]. Sementra itu Ishom
mengartikan transplantasi dengan pencangkokan 6[6].
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu
dari tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan
dan kondisi tertentu7[7].
Tiga tipe transplantasi organ menurut M. F. A. Woodruf 8[8], yaitu:
a. Autotransplantasi
4[4] Oxfort Learners Pocket Dictionary, Oxfort University Press 1980,1983, 1991,
hlm. 442.
6[6] Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten. 1980. Bayi Tabung
dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta: Persatuan, 1980), hlm.
5.
7[7] Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, cet I, (Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2001), hlm. 101.
8[8] Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning, Euthanasia, Tranfusi Drah, Transplatasi
Organ, dan Eksperimen pada Hewan telaah Fikih dan Bioetika Islam, hlm. 16.
Tipe ini meliputi praktik-praktik transplantasi yang menggunakan bagian-bagian
tubuh atau organ dari, dan pada, tubuh si pasien itu sendiri.
b. Homotransplantasi
Tipe ini meliputi organ pada spesies yang sama, seperti sesama manusia atau
sesama binatang dari spesies yang sama.
c. Heterotransplantasi
Tipe ini merupakan transplantasi dari hewan kepada manusia atau antara hewan
satu dengan hewan lain dari spesies yang berbeda.
Pada waktu sekarang homotransplantasi paling sering dikerjakan dalam kinik,
terlebih-lebih menggunakan donor mayat (cadaver), karena:
a. Kebutuhan organ dengan mudah dapat dicukupi, karena donor tidak sulit dicari.
b. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, terutama dalam
bidang immunologi, maka reaksi penolakan dapat ditekan seminimal mungkin 9[9].
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi,
yaitu10[10]:
a. Eksplantasi, adalah mengambil jaringan atau organ manusia yang masih hidup
atau sudah meninggal.
b. Implantasi, adalah usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut
kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Selain itu ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan
transplantasi, yaitu11[11]:
a. Adaptasi donasi, adalah usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup
yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup
dengan kekurangan jaringan atau organ;
b. Adaptasi resipen, adalah usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau
organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau
organ tubuh tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat
berfungsi lagi.
2. Tujuan Transplantasi
Transplantasi organ atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan untuk tujuan
kemanusiaan saja. Transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh merupakan usaha
9[9] Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten. 1980. Bayi Tabung
dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta: Persatuan, 1980), hlm.
8.
Kata mayat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai badan
atau tubuh orang yangg sudah mati 13[13]. Sedangkan donor mati atau cadaver
adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan
sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada yang
memerlukan apabila ia telah meninggal dunia secara wajar 14[14]. Apabila sebelum
meninggal donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan itu diberikan oleh dokter
yang merawatnya? Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor
atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya
mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan
13[13] http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
14[14] Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, cet I, (Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2001), hlm. 104.
ditransplantasikan. Oleh karena itu, PB IDI pada tahun 1998 telah menetapkan
suatu fatwa tentang kriteria mati15[15].
4. Memuliakan Mayat
16
[16]
a. Memandikan
b. Mengkafani
c. Menyolati
d. Menguburnya
17[17] Ahmad Isa Asyur, Al-Fiqhul Muyassar bagian Ibadat alih bahasa oleh Zaid
Husein Alhamid, (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), hlm. 163.
Dalam memuliakan mayat, kita sebagai muslim dituntut untuk berhati-hati
dalam mengurusnya dengan berpegang pada hadis Nabi saw.
[18]18
[19]19
20[20] Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial,
(Jakarta: Penamadani, 2004), hlm. 6.
22[22] H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet. ke-1 (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997), hlm. 125.
e. Menjaga harta ()
1. Dalil yang disepakati oleh semua umat Islam, yaitu al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan
Qiyas.
2. Dalil yang oleh jumhur ulama tidak disepakati untuk dijadikan dalil, yaitu Urf,
Istishab, Istihsan, Syazd al-Zdariah, al-Maslahah al-Mursalah, Syaru Man Qablana,
Mazdhab Sahabat.24[24]
Jadi al-maslahah al-mursalah merupakan salah satu dalil syari yang masih
diperdebatkan oleh jumhur ulama, walaupun secara substansial mereka sepakat
dan mengaplikasikannya dalam suatu permasalahan tertentu.
C. METODE PENELITIAN
24[24] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Moh. Zuhri dan Ahmad
Qarib (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 13-17.
Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research). Data yang
dijadikan penelitian ini adalah diambil dari teks-teks al-Quran, as-Sunnah. Data
sekunder seperti kitab-kitab fiqih, buku-buku yang berkaitan dengan transplantasi
yang merupakan hasil interpretasi dari teks-teks al-Quran dan as-Sunnah tersebut.
Data tersier berupa kamus, ensiklopedi, atau bentuk tulisan lain yang ada
relevansinya dengan obyek penelitian ini.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat normatif, yaitu bertujuan menyelidiki norma-norma
hukum Islam untuk menemukan kaidah tingkah laku yang dipandang terbaik dan
yang dapat diterapkan untuk memberi ketentuan hukum terhadap suatu
kasus25[25].
3. Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah literer. Dengan
mengkaji data primer seperti al-Quran dan as-Sunnah, data sekunder seperti kitab-
kitab fiqih dan buku-buku yang ada kaitannya dengan transplantasi yang secara
signifikan mencoba untuk melakukan interpretasi-interpretasi baru terhadap teks-
teks al-Quran dan as-Sunah yang berhubungan dengan transplantasi. Di samping
itu buku-buku tentang metode penelitian dan kamus-kamus, baik kamus bahasa
Inggris maupun bahasa Indonesia atau yang lainnya, juga dianggap perlu sebagai
sumber data tersier.
4. Pendekatan
Pendekatan yang dipakai adalah normatif yuridis yaitu pendekatan yang
mengarah pada persoalan praktik transplantasi yang ada. Sejauh manakah
kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku menurut hukum
Islam.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan hukum Islam dengan
mengacu pada diperbolehkannya transplantasi organ tubuh mayat sebagai langkah
untuk mengetahui aspek hukum Islamnya.
5. Analisis Data
Dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode analisis induktif, yaitu
metode yang digunakan untuk menganalisis fakta-fakta yang bersifat khusus, yang
mempunyai unsur-unsur keagamaan, sehingga dapat digeneralisasikan menjadi
kegunaan bersifat umum, dari fakta-fakta yang terjadi di area sampel penelitian
D. HASIL PENELITIAN
a. Pembahasan
[26]26
Selain itu, untuk menjaga adanya perselisihan antara ahli waris cadaver
donor dengan pihak resipien, hendaknya calon cadaver donor telah memberikan
wasiat yang berisi kesediaan mendonorkan sebagian atau seluruh organ tubuhnya
ketika ia telah meninggal dunia. Hal ini berarti tidak boleh dilakukan suatu
pegambilan organ tubuh tanpa adanya izin yang jelas/nyata yang diberikan oleh
donor. Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 1981 persetujuan pasien dalam upaya
28
[28]
dan berdasarkan kaidah fiqih diantaranya: Suatu hal yang telah yakin tidak dapat
dihilangkan dengan suatu keraguan/tidak yakin , Dasar pengambilan hukum
27[27] binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-sudut-
pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 2.
28[28]Al-Kahfi(18): 9-12.
adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti
perubahannya.29[29]
Menurut Prof. Dr. Veronica Komalawati, SH, MH, agar upaya medis
transplantasi organ tubuh dapat berjalan dengan baik, terdapat beberapa tahapan
klinis yang harus ditempuh yang berlaku untuk donor hidup maupun donor jenazah
(cadaver), meliputi30[30]:
1. Tahapan pra transplantasi, yaitu pemeriksaan donor dan resipien. Donor sebagai
pihak pemberi organ diperiksa terlebih dahulu, kemudian resipien sebagai penerima
organ. Upaya medis transplantasi organ tubuh lebih mudah dilakukan apabila donor
dan resipien mempunyai hubungan semenda (ada pertalian darah)
29[29] http://dualmode.depag.go.id/file/dokumen/MFmodul7.pdf
30[30] binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-sudut-
pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 2.
lain dan tidak ada sedikit pun unsur penghinaan. Sehingga hukum transplantasi dari
orang yang sudah mati adalah dibolehkan dengan syarat-syarat tertentu seperti
ada izin dari ahli warisnya atau ada izin dari pendonor sewaktu hidupnya. Selain itu,
juga harus mempertimbangkan dari berbagai aspek agar dapat memberikan
kemaslahatan bagi donor dan resipien setelah berlangsungnya transplantasi.
31[31] Ahmad Sarwat, Fiqih Kontemporer cet. ke-4, DU CENTER, tt, tk, hlm. 38.
32[32] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Moh. Zuhri dan Ahmad
Qarib (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 117-119.
Walaupun ada yang mengatakan bahwa hal ini menghilangkan kehormatan
mayit yang sangat dipelihara oleh syariat Islam, yang Rasulullah saw. sendiri pernah
bersabda: "Mematahkan tulang mayit itu seperti mematahkan tulang orang yang
hidup." Namun, hadis di atas merupakan teguran dari Nabi saw. ketika melihat
seorang penggali kubur yang hendak mematahkan tulang rusuk dari kerangka
seseorang tanpa tujuan yang jelas 33[33].
34[34] Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), hlm. 763.
amalnya. Dalam hal ini tidak ada satu pun dalil syara' yang mengharamkannya,
sesuai dengan kaidah hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali jika ada
dalil yang sahih (benar) dan sharih (jelas) yang melarangnya. Dalam kasus ini dalil
yang melarang tersebut tidak ditemukan. Umar r.a. pernah berkata kepada
sebagian sahabat mengenai beberapa masalah, "Itu adalah sesuatu yang
bermanfaat bagi saudaramu dan tidak memberikan mudarat kepada dirimu,
mengapa engkau hendak melarangnya?". Demikianlah kiranya yang dapat
dikatakan kepada orang yang melarang masalah mewasiatkan organ tubuh
ini35[35].
b. Kesimpulan
a. Maslahah Dharuriyah, dengan memperhatikan dan memenuhi salah satu dari lima
kebutuhan pokok manusia yang mendesak.
2. Hukum transplantasi cadaver donor menurut perspektif hukum Islam adalah boleh.
Dengan mempertimbangkan maslahah mursalah demi kemaslahatan orang yang
masih hidup di atas orang yang telah meninggal dunia. Dan transplantasi ini
merupakan jalan untuk mengobati penyakit yang diderita oleh resipien karena tidak
ada obatnya selain dengan melakukan trasnplantasi.
c. Saran
2. Harus menggunakan pikiran kita untuk berijtihad guna menentukan hukum suatu
perkara yang tidak dijelaskan dengan detail baik dalam Al-Quran maupun Hadis.
Serta berhati-hati dalam memutuskan segala sesuatu agar tidak menimbulkan
bahaya yang akan datang.
3. Bagi peneliti, penelitian ini masih sederhana, hal ini menuntut penelitian yang lain
untuk mengadakan kajian lebih luas, atau mendalam demi memperkaya wawasan
di bidang ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan hukum Islam.
36
[1] Ali Ghufron Mukti dan Adi Heru Sutomo, Abortus, Bayi Tabung,
Euthanasia, Transplantasi Ginjal, dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis,
Hukumm, dan Agama Islam, (Yogyakarta: Aditya Media), hlm. 37-38.
37
[2] http://binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-
dari-sudut-pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 1.
38
[3] Resipien adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain.
39
[4] Oxfort Learners Pocket Dictionary, Oxfort University Press
1980,1983, 1991, hlm. 442.
40
[5] Peter Salim, The Contemporary English-Indonesian Dictionary, cet. ke-
5 (Jakarta: Modern English press), hlm. 2102.
36
37
38
39
40
41
[6] Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten. 1980.
Bayi Tabung dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta:
Persatuan, 1980), hlm. 5.
42
[7] Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, cet I, (Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2001), hlm. 101.
43
[8] Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning, Euthanasia, Tranfusi Drah,
Transplatasi Organ, dan Eksperimen pada Hewan telaah Fikih dan Bioetika Islam,
hlm. 16.
44
[9] Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten. 1980.
Bayi Tabung dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta:
Persatuan, 1980), hlm. 8.
45
[10] Hartono, Transplantasi Organ Tubuh Mayat (studi komparatif Undang-
Undang no. 23 tahn 1992 PP no. 18 tahun 1981 dan Hukum Islam), hlm. 23.
46
[11] Ibid., hlm. 23.
47
[12] H. Chuzaimah dan HA. Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam
Kontemporer (Jakarta: PT Pustaka, 1995), hlm. 69.
48
[13] http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
49
[14] Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, cet I, (Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2001), hlm. 104.
41
42
43
44
45
46
47
48
50
[15] Ibid., hlm. 232.
51
[16] Al-Israa(17): 70.
52
[17] Ahmad Isa Asyur, Al-Fiqhul Muyassar bagian Ibadat alih bahasa oleh
Zaid Husein Alhamid, (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), hlm. 163.
53
M. Ali Hasan,
[18] Masail Fiqhiyah al-Hadisah: Masalah-masalah
Kontemporer Hukum Islam, cet. ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.
125.
54
[19] Imam Suyuthi, al-Ashbah wa an-Nadloir, (Surabaya: Al-Hidayah,
1965), hlm. 59.
55
[20] Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas
Sosial, (Jakarta: Penamadani, 2004), hlm. 6.
56
[21] Ibid., hlm. 7.
57
[22] H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet. ke-1 (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 125.
58
[23] As-Syathibi, Al-Muwafaqot fi Ushul al-Ahkam juz 2, hlm. 4.
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
[24] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Moh. Zuhri dan
Ahmad Qarib (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 13-17.
60
[25] Syamsul Anwar, Pengembangan metode Penelitian hokum Islam
dalam Riyanta, dkk., (ed), Neo Ushul fiqh: Menuju Ijtihad Kontekstual (Jogjakarta:
Fakultas Syariah Press, 2004), hlm. 189.
61
[26] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Hadisah: Masalah-masalah
Kontemporer Hukum Islam, cet. ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.
123.
62
binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-
[27]
sudut-pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 2.
63
[28]Al-Kahfi(18): 9-12.
64
[29] http://dualmode.depag.go.id/file/dokumen/MFmodul7.pdf
65
binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-
[30]
sudut-pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 2.
66
[31] Ahmad Sarwat, Fiqih Kontemporer cet. ke-4, DU CENTER, tt, tk, hlm. 38.
67
[32] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Moh. Zuhri dan
Ahmad Qarib (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 117-119.
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
Kartono Muhammad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya
[33]
terhadap Bioetika, cet. I, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 96.
69
[34] Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996), hlm. 763.
70
[35] Ahmad Sarwat, Fiqih Kontemporer cet. ke-4, hlm. 53.
http://muhmasruri-burhan-unnes.blogspot.co.id/2014/01/transplantasi-organ-
tubuh_13.html
A. Pengertian
Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh adalah pemindahan organ tubuh tertentu yang
mempunyai daya hidup yang sehat, dari seseorang untuk menggantikan organ tubuh yang tidak
sehat atau tidak berfungsi dengan baik milik orang lain.
Orang yang anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor), sedang yang menerima
disebut repisien.
Cara ini merupakan solusi bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena
penyembuhan/pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada harapan kesembuhannya.
Ditinjau dari segi kondisi donor (pendonor)-nya maka ada tiga keadaan donor:
Organ tubuh yang banyak didonorkan adalah mata, ginjal dan jantung. Namun sejalan dengan
68
69
70
perkembangan iptek modern, transplantasi pada masa yang akan datang tidak terbatas pada
ketiga organ tubuh tersebut saja. Tapi bisa berkembang pada organ tubuh-tubuh lainnya.
Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan
pelakasanaannya.
Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu pada saat donor masih
hidup sehat, donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam
keadaan sudah meninggal. Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing.
Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal
afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-
alasan sebagai berikut:
Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain
yang buta atau tidak mempunyai ginjal ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu
mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu
(Ibid, 88).
Dalam kasus ini, pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya untuk
diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien.
Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan cara
membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor.
Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau
hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan (Ibid, 89), berdasarkan alasan-
alasan sebagai berikut:
1. Hadits Rasulullah:
Artinya:Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.
(HR. Ibnu Majah).
Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam
keadaan sakit (koma).
2. Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit
(koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun tujuan dari
pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).
Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis
maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang
mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut:
1. Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh
pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).
2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien
dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.
Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang
membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat
vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya.
Artinya;Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia
memelihara kehidupan manusia seluruhnya.
Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah
meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan
kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu
berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI
tentang wasiat menghibahkan kornea mata).
1. Hadits
Artinya:Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit
kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit
tua.
Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.
Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.
2. Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan wasiat orang yang
meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada
wasiat, maka ahli waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut.
Pendapat yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih
Muhammadiyah.
Masalah
Apabila transplantasi organ tubuh diperbolehkan, lalu bagaimana apabila organ tubuh tersebut
dipakai oleh resipien melakukan tindakan dosa atau tindakan yang berpahala? Dengan kata lain,
apakah pemilik organ tubuh asal akan mendapat pahala, jika organ tubuh tersebut dipakai
repisien untuk melakukan perbuatan yang baik. Sebaliknya, apakah pendonor akan mendapat
dosa apabila organ tubuh tersebut dipakai repisien melakukan dosa?
Pendonor tidak akan mendapat pahala dan dosa akibat perbuatan repisien, berdasarkn dalil-dalil
berikut ini:
1. Firman Allah:
Artinya:Dan sesungguhnya, tidaklah bagi manusia itu kecuali berdasarkan perbuatannya. Dan
perbuatannya itu akan dilihat. Kemudian akan dibalas dengan balasan yang sempurna.
1. Firman Allah:
1. Hadits Rasulullah:
Artinya:Apabila seseorang meninggal, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara,
yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang berguna dan anak yang shaleh yang mendoakan kepadanya.
C. Kesimpulan
1. Transplantasi organ taubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat maka hukumnya
haram.
2. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya haram.
3. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang
berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.
Sumber : http://pabondowoso.com/berita-154-pandangan-hukum-islam--terhadap-transplantasi-
organ-tubuh-dan-tranfusi-darah.html