Anda di halaman 1dari 36

Thursday, June 18, 2009

HUKUM TRANSPLANTASI DALAM ISLAM

Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau dari
mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang
memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi, sehingga resipien ( penerima organ tubuh) dapan
bertahan hidup secara sehat (M.Ramdan Arifin Transplantasi Organ Tubuh Dalam Persfektif
Islam; Sinar Muhammadiyah 11-30 Sep 2008;Hal 19).Tujuan dari transplantasi tak lain adalah
sebagai pengobatan dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan manusia agar setiap
penyakit diobati,karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan
kematian,sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa ikhtiyar) adalah
perbuatan terlarang, sebagai mana firman Allah dalam Al-quran Surat An-Nisa ayat 29 Dan
jangan lah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu ,
maksudnya apabila sakit maka manusia harus berusaha secara optimal untuk mengobatinya
sesuai kemampuan,karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya,maka dalam hal ini
Transplantasi merupakan salah satu bentuk pengobatan.Namun persoalannya adalah bagaimana
hukum mendonorkan organ tubuh untuk transplantasi tersebut ,baik dari yang masih hidup
maupun dari organ tubuh manusia yang telah meninggal?

Hukum Mendonorkan organ tubuh dari manusia yang masih hidup

Pendapat pertama,Hukum nya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk


keperluan medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat
Dalil pendapat pertama :

Firman Allah swt dan jangan lah kamu membunuh dirimu sendiri,sesungguhnya Allah maha
penyayang kepadamu ( Q.S.An-Nisa:4:29) dan Firman Allah swt Dan Jangan lah kamu
jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berbuat baik (Q.S.Al-Baqarah:2:195).Maksudnya Adalah bahwa Allah swt melarang
manusia untuk membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran
dan kebinasaan.Sedangkan orang yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak
langsung telah melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan.Padahal
manusia tidak disuruh berbuat demikian,manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ
tubuhnya) sesuai ayat di atas.

Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa kepada
kemudlaratan,sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan
yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw Tidak boleh melakukan pekerjaan yang
membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan

Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh
manusia Adalah Allah swt.

Pendapat kedua,Hukumnya jaiz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu yaitu :

Adanya kerelaan dari si pendonor.Keinginan untuk mendonorkan organ tubuhnya memang


muncul dari keinginannya,tanpak ada paksaan.Serta kondisi si pendonor harus sudah baligh dan
berakal.

Organ yang didonorkan bukanlah organ vital yang menentukan kelangsungan hidup seperti
Jantung,hati,paru-paru dan lain-lain.Hal ini dikarenakan penyumbangan organ-organ vital
tersebut dapat menyebabkan kematian bagi si pendonor.Sedangkan sesuatu yang membawa
kepada kehancuran atau kematian diri sendiri dilarang oleh agama sesuai firman Allah swt dalam
Al-quran Surat An-Nisa Ayat 29 dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri

Pengobatan dengan transplantasi merupakan jalan terakhir yang memungkinkan untuk


mengobati orang yang menderita penyakit tersebut.

Kemungkinan untuk keberhasilan proses transplantasi lebih besar,artinya secara kebiasaan proses
memotong organ sampai dengan proses meletakkannnya pada si penderita penyakit memiliki
kemungkinan keberhasilan yang tinggi.Maka tidak boleh melakukan transplantasi oleh yang
belum berpengalaman dan dengan cara eksperimen.

Si pendonor tidak boleh menuntut ganti secara finansial kepada si resipien ( yang menerima
organ),karena proses pendonoran adalah proses saling tolong menolong antara manusia,bukan
proses jual-beli organ yang hukumnya haram dalam islam.

Dalil pendapat kedua :


Setiap insan,meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi,namun memiliki kehendak atas
apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya,ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan
kepada manusia hak untuk mengambil manfaat dari tubuhnya,selama tidak membawa kepada
kehancuran,kebinasaan dan kematian dirinya (Qs.An-Nisa 29 dan al-Baqarah 95).oleh karena
itu,jika pendonoran organ tubuhnya,atau kulitnya, atau darahnya tidak membawa kepada
kematian dirinya serta tidak membawa kepada kehancuran dirinya,ditambah lagi pada waktu
bersamaan pendonoran organnya dapat menyelamatkan manusia lainnya dari kekhawatiran akan
kematian,maka sesungguhnya perbuatan donor organ tubuhnya merupakan perbuatan yang
mulia.

Sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah
( boleh ) dengan dalil firman Allah Swt Sesungguhnya Allah telah menjelaskan perbuatan-
perbuatan yang haram bagi mu kecuali ketika kamu dalam keadaan terpaksa (darurat)(Qs.Al-
Anam 119)

Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan hidupnya
merupakan perbuatan saling tolong menolong atas kebaikan sesuai firman Allah swt Dan
saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong
monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-maidah 2)

Hukum Mendonorkan organ tubuh dari manusia yang sudah meninggal

Pendapat pertama,Hukumnya Haram

Dalil pendapat pertama :

Kesucian tubuh manusia ;setiap bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan hal yang
terlarang,karena ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist Yang melarang.Diantara hadist
yang terkenal Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup

Tubuh manusia adalah amanah; Hidup,diri,dan tubuh manusia pada dasarnya bukanlah milik
manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga,karena itu manusia tidak memiliki
hak untuk mendonorkan nya kepada orang lain

Tubuh manusia tidak boleh diperlakukan sebagai benda material semata; transplantasi dilakukan
dengan memotong organ tubuh seseorang untuk diletakkan (dicangkokkan) pada tubuh orang
lain,padahal tubuh manusia bukanlah benda material semata yang dapat dipotong dan dipindah-
pindahkan

Pendapat kedua,Hukumnya Boleh

Dalil pendapat kedua :

Transplantasi merupakan salah satu jenis pengobatan,sedangkan pengobatan merupakan hal yang
disuruh dan disyariatkan dalam islam

Terdapat dua hal yang mudlarat dalam masalah ini yaitu antar memotong bagian tubuh yang suci
dan dijaga dan antara menyelamatkan kehidupan yang membutuhkan kepada organ tubuh mayat
tersebut.Namun kemudlaratan yang terbesar adalah kemudlaratan untuk menyelamatkan
kehidupan manusia.Maka dipilihlah sesuatu yang kemudlaratannya terbesar untuk dihilangkan
yaitu memotong organ mayat untuk menyelamatkan kehidupan manusia.

Qiyas atas maslahat membuka perut mayat wanita yang hamil yang lewat 6 bulan yang disangka
kuat hidup anaknya.

Qiyas atas boleh membuka perut mayat jika di dalam perutnya terdapat harta orang lain.

Terdapat dua Hal kemaslahatan yaitu antara maslahah menjaga kesucian mayat dan antara
maslahah menyelamatkan nyawa manusia yang sakit dengan transplantasi organ mayat tersebut.

Namun pendapat yang membolehkan transplantasi organ mayat ini memiliki syarat-syarat yaitu :

Ada persetujuan/izin dari pemilik organ asli (atau wasiat ) atau dari ahli warisnya (sesuai
tingkatan ahli waris),tanpa paksaan

Si resipien ( yang menerima donor ) telah mengetahui persis segala implikasi pencangkokan

Pencangkokan dilakukan oleh yang ahli dalam ilmu pencangkokan tersebut Tidak boleh
menuntut ganti pendonoran organ dengan harta (uang dan sebagainya) Organ tidak diperoleh
melalui proses transaksi jual beli karena tidak sah menjual belikan organ tubuh manusia

Seseorang muslim hanya boleh menerima organ dari muslim lainnya kecuali dalam keadaan
mendesak (tidak ada muslim yang cocok organnya atau tidak bersedia di dinorkan dengan
beberapa alasan).

Beberapa lembaga fatwa islam saat ini lebih dominan berpandangan mendukung bolehnya
transplantasi organ tubuh seperti Akademi Fiqh Islam (lembaga dibawah liga islam dunia di Arab
Saudi),aKademi fiqh Islam India,dan Darul Ifta (Lembagai otonom seperti MUI di Mesir Yang
diketuai Syaikh dari Universitas Al-Azhar.Namun tentunya mesti diingat bahwa proses
transplantasi harus melewati syarat-syarat diatas.Wallahu Alam Bish-Shawab (Dikutip dari
Muqarar Qadlaya Fiqhiyah Muasarah bagi tahun 1 Universitas Al-Azhar ; tulisan oleh
DR.Muhammad Abdul Rahman Al-Dluwaini Dosen Fak.Syariah wal Qanun Universitas Al-
azhar,Kairo,Mesir)

http://zamzamisaleh.blogspot.co.id/2009/06/hukum-transplantasi-dalam-islam.html

TRANSPLANTASI ORGAN DALAM PANDANGAN ISLAM


Dalam dunia medis, masih sering ditemukan orang yang melakukan transplantasi organ.
Disamping kebutuhan jasmani, ada juga yang melakukan hal tersebut dengan alasan kebutuhan
ekonomi, yaitu dengan menjual organ yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan.

Ada beberapa alasan yang menolak akan transplantasi organ baik dari orang yang masih sehat
sampai orang yang sudah meninggal. Hal ini dapat diperkuat dengan hadits Nabi SAW,
Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup.

Dan ada juga yang mendukung pelaksanaan transplantasi organ, karena hal ini sama halnya
dengan menolong sesama umat manusia terutama umat muslim, sesuai firman Allah swt Dan
saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong
monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-Maidah 2).

Dengan demikian, transplantasi organ masih banyak dipermasalahkan oleh kalangan medis
maupun para ahli agama. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan hukum-hukum
beserta alasan-alasan yang mendukung maupun yang menolak transplantasi organ ini.

PEMBAHASAN

A. Sejarah Transplantasi.

Dolong, dkk. (dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan 1. 2002)
mengemukakan tentang transplantasi alat pertama yang tercatat dalam sejarah ialah transplantasi
kulit, yang ditemukan dalam manuskrip Mesir Kuno, Ik. 2000 SM. Berabad-abad kemudian yaitu
pada tahun 1863 seorang ahli faal Perancis, Paul Bert baru bisa menjelaskan bahwa transplantasi
alat dari seseorang kepada orang lain yang disebut sebagai allograft selalu mendapat penolakan
secara normal dari tubuh si penerima. Sedangkan pemindahan alat dari tubuh manusia yang sama
disebut sebagai autograft dan penolakan tersebut tidak terjadi.

B. Transplantasi Organ.

Pengertian Tansplantasi.

Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) menjelaskan bahwa Transplantasi adalah
pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau dari mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya
hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi,
sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan secara sehat.

Tujuan Transplantasi.
Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) juga menjelaskan bahwa tujuan dari
transplantasi adalah sebagai pengobatan dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan
manusia agar setiap penyakit diobati, karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat
mengakibatkan kematian, sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa
ikhtiyar) adalah perbuatan terlarang. Sebagaimana firman Allah dalam Al-quran Surat An-
Nisa ayat 29 Dan jangan lah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu.

Maksudnya apabila sakit maka manusia harus berusaha secara optimal untuk mengobatinya
sesuai kemampuan, karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya, maka dalam hal ini
transplantasi merupakan salah satu bentuk pengobatan.

Syarat-syarat Pelaksanaan Transplantasi.

Menyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu dilakukan berdasarkan
batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat. Dengan demikian, Sheikh Ahmad Kutty
(dalam artikel Islam.ca) menuturkan beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi
organ, yaitu:

a) Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih hidup:

Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh atas
miliknya sehingga dia mampu untuk membuat keputusan sendiri.

Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa atau usianya mencapai
dua puluh tahun.

Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.

Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan hidup
tergantung dari itu.

Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin.

b) Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal:

Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah


dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.

Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang
menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada
pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas
penyumbang.

Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan
dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.

Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis
bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.

Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang
identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.

Akibat dari Transplantasi.

C.S. Williamson (Dolong, dkk. dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan
1) ahli bedah pada Nayo Unic yang terkenal mengemukakan bukti maha penting bahwa adanya
penolakan alat pada resipien. Kemudian Sir Peter Brian Medawarpada tahun 1944 membuktikan
bahwa transplantasi yang dilakukan berulang-ulang dari donor yang sama mengakibatkan
penolakan yang makin meninggi dari resipien. Penolakan hamper tidak ditemukanpada allograft
dari orang yang kembar, sedangkan pada orang yang berbeda akan punya antigen (protein khusus
yang ditemukan dalam sel darah putih) yang berbeda.

Oleh karena itu, maka orang yang menerima suatu alat akan menganggapnya sebagai benda
asing dan memberikan reaksi imuunologik (reaksi penolakan) yang sekiranyatidak diberikan
obat-obatan penekan reaksi tersebut bisa merusak alat yang dipindahkan tersebut.

C. Hukum Transplantasi.

Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan ada pula yang
menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari
beberapa sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:

Transplantasi organ ketika masih hidup.

Pendapat 1: Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan


medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.

Dalil1: Firman Allah SWT Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah
maha penyayang kepadamu ( Q.S.An-Nisa:4:29) dan Firman Allah SWT Dan Janganlah kamu
jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berbuat baik (Q.S.Al-Baqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk membunuh dirinya atau
melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang
yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan
yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat
demikian, manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas.

Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh
manusia Adalah Allah swt.

Pendapat 2: Hukumnya jaiz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu.

Dalil 2: Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan
hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan sesuai firman Allah swt
Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling
tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-maidah 2).

Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun memiliki kehendak atas
apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan
kepada manusia hak untuk mengambil manfaat dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada
kehancuran, kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa 29 dan al-Baqarah 95). Oleh karena
itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah
(boleh) dengan dalil

Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma.

Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun
dalam keadaan koma, hukumnyaharam.

Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa
kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan
perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw Tidak boleh melakukan pekerjaan
yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan

Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan hidupnya,


karena hidup dan mati itu berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh
mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau
menghilangkan penderitaan pasien.

Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal.

Pendapat 1: Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh
manusia merupakan hal yang terlarang.
Dalil: Ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang
terkenal, yaitu:

Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan
tulang orang tersebut ketika ia masih hidup

Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah
dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya
kepada orang lain.
Pendapat 2: Hukumnya Boleh.

Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan
mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar
dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat.

Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai
penghinaan kepadanya.

D. Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ.

Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam Islam, pendapat yang
muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling bertolak
belakang, meski menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini akan
disampaikan beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan yang mendukung dan
menentang transplantasi organ, menurut aziz dalam beranda, yaitu:

Pandangan yang menentang pencangkokan organ.

Ada tiga alasan yang mendasar, yaitu:

a) Kesucian hidup/tubuh manusia.

Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas
mengenai ini dalam Al-Quran. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang
terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia,
meskipun sudah menjadi mayat, Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan
melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup

b) Tubuh manusia adalah amanah.


Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman dari
Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tidak boleh untuk merusak pinjaman yang
diberikan oleh Allah SWT.

c) Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata.

Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada
tubuh orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya
bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ketubuh seseorang.

Pandangan yang mendukung pencangkokan organ.

Ada beberapa dasar, antara lain:

a) Kesejahteraan publik (maslahah).

Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada beberapa
pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan
hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada
beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan, yaitu (1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika
tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup tinggi ada
persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya), (3) penerima organ sudah tahu persis
segala implikasi pencangkokan ( informed consent )

b) Altruisme.

Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu manusia lain khususnya sesama
muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu
ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya
dianjurkan.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Transplantasi merupakan hal yang sangat rumit dalam pengambilan tindakan yang tepat, karena
banyak pendapat yang menentang dan mendukung tentang pelaksanaan transplantasi dengan
berbagai alasan yang berbeda-beda. dari uraian pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa hukum pelaksanaan transplantasi organ itu bergantung pada alasana mengapa harus
melakukan hal tersebut. jika alasannya tidak mendukung maka kegiatan transplantasi tesebut
sangat dilarang dan hukumnya haram serta ilegal.
B. Saran

Jika kita harus melakukan transplantasi organ, maka seharusnya memenuhi persyaratan-
persyaratan yang tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan, baik dari pendonor maupun
resipien, serta harus memenuhi kaidah atau syarat-syarat islam

DAFTAR RUJUKAN

Dolong, J., Marzuki M., & Zulmaizarna. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedoteran dan
Kesehatan 1. Jakarta: Departemen Agama RI.

Nata, Abudin (Ed). 2006. Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Azis. 16 Juni 2008. Transplantasi Organ Dalam Pandangan Islam. (Online),


(http://azisblog.wordpress.com, diakses 03 November 2009).

Kutty, Sheikh Ahmad. 30 November 2008. Menyumbangkan Organ Menurut Pandangan Islam.
(online), (http://muslimnursesunpad.blogspot.com, diakses 03 November 2009).

Saleh, Zamzami. Juni 2009. Hukum Transplantasi Dalam Islam. (Online),


(http://zamzamisaleh.blogspot.com, diakses 03 November 2009).

(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Fadhilah Trimala Ningrum dalam


http://fadhilah549.wordpress.com/2011/05/05/transplantasi-organ-dalam-pandangan-islam/)

http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/transplantasi-organ-dalam-pandangan-islam/

TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH

A. PENGANTAR
Umat Islam dikenal sebagai manusia yang terdepan pada masa dulu. Umat
Islam dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan baik dengan perlindungan
kitab suci al-Quran dan sunnah nabi Muhammad saw. Senjata utama ini dipecaya
terhindar dari kekadaluarsaan zaman yang kian maju. Oleh karena itu kita sebagai
umat Muhammad saw. yang meskipun berada dalam zaman yang berbeda bukanlah
suatu alasan hingga menepiskan peninggalan mulianya tersebut. Dan sudah
sepantasnya kita selalu mencerminkan segala perkara kita ke al-Quran dan
sunnahnya. Baik itu masalah dunia maupun akhirat. Manusia merupakan makhluk
yang paling sempurna, namun kesempurnaan tersebut tidak harus manusia selalu
sehat, terkadang manusia harus sakit, pada saat manusia sakit, ada organ manusia
yang tidak berfungsi atau disebabkan kelelahan. Oleh karena itu pada saat sakit,
manusia diharuskan beristirahat untuk memulihkan organ tubuhnya. Sudah menjadi
jawaban sepanjang abad, jika kita sakit, maka berobat adalah jalan selanjutnya,
atau pencegahan jalan sebelumnya. Setiap penyakit ada obatnya, demikianlah yang
sering kita dengar. Jika penyakit tersebut tergolong mudah, maka dengan
beristirahat akan sembuh. Tetapi jika penyakit tersebut tergolong penyakit yang
parah karena salah satu organ tubuhnya tidak berfungsi seperti matanya tidak
dapat lagi melihat, dengan beristirahat berapa lama pun tidak akan dapat melihat,
jalan penyembuhannya adalah dengan menggantikan matanya dengan mata orang
lain yang masih bagus. Inilah yang disebut dengan transplantasi (pencangkokan).

Transplantasi adalah penggantian organ atau jaringan tubuh yang fungsinya


sudah tidak dapat dipertahankan lagi dengan organ atau jaringan sehat yang
berasal dari orang lain atau tubuh sendiri 1[1]. Transplantasi organ diatur dalam UU
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang
Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan atau
Jaringan Tubuh Manusia2[2].

Transpalantasi organ tubuh merupakan permasalahan kontemporer yang


sangat komplek. Masalah ini merupakan dampak dari perkembangan zaman yang
kian pesat, khususnya dalam dunia medis. Dunia medis sendiri merupakan dunia
yang dimana manusia selalu berhubungan dengannya.

Perkembangan Iptek di bidang kesehatan-kedokteran saat ini juga memicu


berbagai macam persoalan hukum dimana di dalam menangkap respon
perkembangan Iptek ini hukum dituntut untuk lebih fleksibel serta aplikatif dalam

1[1] Ali Ghufron Mukti dan Adi Heru Sutomo, Abortus, Bayi Tabung, Euthanasia,
Transplantasi Ginjal, dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis, Hukumm, dan
Agama Islam, (Yogyakarta: Aditya Media), hlm. 37-38.

2[2] http://binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-
sudut-pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 1.
pelaksanaannya, tidak terbelenggu ke dalam satu sistem hukum yang kaku
dikarenakan alasan utama yaitu ras keadilan masyarakat yang juga selalu dinamis
seiring dengan perkembangan zaman.

Adanya transplantasi organ mayat juga merupakan salah satu contoh


perkembangan Iptek di dunia maupun di negara kita. Transplantasi merupakan hal
baru apalagi objeknya adalah mayat, yang seharusnya bagi mayat tersebut adalah
hak-hak untuk mendapatkan kemuliaan. Bagaimana hak atas mayat tersebut jika
kita rampas untuk menyelamatkan nyawa manusia?

Untuk itu, penulis mencoba membahas mengenai hukum-hukum


permasalahan di atas karena dalam Al-Quran dan Hadis belum dijelaskan secara
jelas mengenai hukum-hukum tersebut. Terutama bagi pembaca agar lebih berhati-
hati dalam melakukan transplantasi baik nantinya akan menjadi donor ataupun
resipien3[3].

A. TINJAUAN PUSTAKA

Sebenarnya sudah banyak tulisan yang membahas mengenai transplantasi


ini, seperti skripsi tentang Transplantasi Organ Tubuh dalam Prespektif Filsafat
Hukum Islam yang ditulis oleh Muhammad Jaenal Ali Alatas (2006) seorang sarjana
strata satu perguruan tinggi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Fakutas Syariah. Dalam tulisannya ini, lebih ditekankan pada pembahasan tentang
transplantasi secara khusus dalam tinjauan filsafat hukum Islam.

Selain itu ada juga skripsi yang berjudul Transplantasi Organ Tubuh Mayat
(Studi Komparatif Undang-undang No. 23 tahun 1992, PP No. 18 tahun 1981 dan
Hukum Islam) yang ditulis oleh Hartono (2007) seorang sarjana strata satu
perguruan tinggi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas
Syariah, yang didalamnya membahas mengenai aplikasi dan implikasi bioteknologi
kedokteran transplantasi.

Selain skripsi diatas, ada juga buku yang berjudul Kloning, Euthanasia,
Tranfusi darah, transplantasi Organ dan Eksperimen pada Hewan karangan Sayyid
Husain Nasr yang disunting oleh Kurniawan Abdullah dengan isinya memaparkan

3[3] Resipien adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain.
perbedaan pandangan para ulama yang mendukung serta menolak terhadap
masalah transplantasi organ tubuh.

Dari beberapa tulisan di atas, nampaknya belum ada yang membahas


tentang transplantasi organ tubuh mayat yang secara khusus membahas dari sisi
al-maslahah al-mursalah.

B. LANDASAN TEORI

1. Pengertian Transplantasi
Kata transplantasi berasal dari bahasa Inggris transplant yang berarti move (a
body organ) from one person or part of the body to another atau memindahkan
sebagian dari organ tubuh dari seseorang atau dari tubuh sendiri ke empat yang
lain4[4]. Sedangkan dalam Kamus Kontemporer English Indonesian, transplantation
berarti, pemindahan, bentuk kata kerja dari kata transplant yang berarti,
memindahkan bagian tubuh ke orang lain atau binatang 5[5]. Sementra itu Ishom
mengartikan transplantasi dengan pencangkokan 6[6].
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu
dari tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan
dan kondisi tertentu7[7].
Tiga tipe transplantasi organ menurut M. F. A. Woodruf 8[8], yaitu:
a. Autotransplantasi

4[4] Oxfort Learners Pocket Dictionary, Oxfort University Press 1980,1983, 1991,
hlm. 442.

5[5] Peter Salim, The Contemporary English-Indonesian Dictionary, cet. ke-5


(Jakarta: Modern English press), hlm. 2102.

6[6] Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten. 1980. Bayi Tabung
dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta: Persatuan, 1980), hlm.
5.

7[7] Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, cet I, (Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2001), hlm. 101.

8[8] Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning, Euthanasia, Tranfusi Drah, Transplatasi
Organ, dan Eksperimen pada Hewan telaah Fikih dan Bioetika Islam, hlm. 16.
Tipe ini meliputi praktik-praktik transplantasi yang menggunakan bagian-bagian
tubuh atau organ dari, dan pada, tubuh si pasien itu sendiri.
b. Homotransplantasi
Tipe ini meliputi organ pada spesies yang sama, seperti sesama manusia atau
sesama binatang dari spesies yang sama.
c. Heterotransplantasi
Tipe ini merupakan transplantasi dari hewan kepada manusia atau antara hewan
satu dengan hewan lain dari spesies yang berbeda.
Pada waktu sekarang homotransplantasi paling sering dikerjakan dalam kinik,
terlebih-lebih menggunakan donor mayat (cadaver), karena:
a. Kebutuhan organ dengan mudah dapat dicukupi, karena donor tidak sulit dicari.
b. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, terutama dalam
bidang immunologi, maka reaksi penolakan dapat ditekan seminimal mungkin 9[9].
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi,
yaitu10[10]:
a. Eksplantasi, adalah mengambil jaringan atau organ manusia yang masih hidup
atau sudah meninggal.
b. Implantasi, adalah usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut
kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Selain itu ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan
transplantasi, yaitu11[11]:
a. Adaptasi donasi, adalah usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup
yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup
dengan kekurangan jaringan atau organ;
b. Adaptasi resipen, adalah usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau
organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau
organ tubuh tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat
berfungsi lagi.
2. Tujuan Transplantasi
Transplantasi organ atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan untuk tujuan
kemanusiaan saja. Transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh merupakan usaha

9[9] Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten. 1980. Bayi Tabung
dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta: Persatuan, 1980), hlm.
8.

10[10] Hartono, Transplantasi Organ Tubuh Mayat (studi komparatif Undang-Undang


no. 23 tahn 1992 PP no. 18 tahun 1981 dan Hukum Islam), hlm. 23.

11[11] Ibid., hlm. 23.


mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia. Transplantasi
organ dan atau jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah
terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien
dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan
dengan terapi konservatif.
Transplantasi sebagai upaya untuk melepaskan manusia dari penderitaan yang
secara biologis mengalami keabnormalan, atau menderita suatu penyakit yang
mengakibatkan rusaknya fungsi suatu organ, jaringan, atau sel, pada dasarnya
bertujuan:
a. Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutuhan, rusaknya jantung, ginjal
dan sebagainya.
b. Pemulihan kembali fungsi atau organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau
mengalami kelainan tapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis misalnya bibir
sumbing12[12].

3. Pengertian Donor Mati

Kata mayat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai badan
atau tubuh orang yangg sudah mati 13[13]. Sedangkan donor mati atau cadaver
adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan
sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada yang
memerlukan apabila ia telah meninggal dunia secara wajar 14[14]. Apabila sebelum
meninggal donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan itu diberikan oleh dokter
yang merawatnya? Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor
atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya
mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan

12[12] H. Chuzaimah dan HA. Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam


Kontemporer (Jakarta: PT Pustaka, 1995), hlm. 69.

13[13] http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

14[14] Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, cet I, (Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2001), hlm. 104.
ditransplantasikan. Oleh karena itu, PB IDI pada tahun 1998 telah menetapkan
suatu fatwa tentang kriteria mati15[15].

4. Memuliakan Mayat

Firman Allah swt.






16
[16]

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memuliakan manusia, dan memudahkan


bagi manusia pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk
memperoleh penghidupan, memberi rezki dari yang baik-baik dan memberikan
kelebihkan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Allah ciptakan.

Sebagai seorang muslim, diwajibkan empat perkara dalam mengurusi mayat


yang muslim17[17], yaitu:

a. Memandikan

b. Mengkafani

c. Menyolati

d. Menguburnya

15[15] Ibid., hlm. 232.

16[16] Al-Israa(17): 70.

17[17] Ahmad Isa Asyur, Al-Fiqhul Muyassar bagian Ibadat alih bahasa oleh Zaid
Husein Alhamid, (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), hlm. 163.
Dalam memuliakan mayat, kita sebagai muslim dituntut untuk berhati-hati
dalam mengurusnya dengan berpegang pada hadis Nabi saw.

[18]18

Dalil di atas juga menjadi pertimbangan untuk diperbolehkannya melakukan


transplantasi organ mayat. Karena transplantasi menuntut diambilnya salah satu
organ tubuh mayat yang dipergunakan sebagai obat bagi mereka yang memerlukan
atau resipien untuk menyelamatkan diri dari kematian atau kebinasaan. Sesuai
kaidah yang berbunyi

[19]19

5. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman manusia


atas nash Al-Quran maupun As-Sunnah untuk mengatur kehidupan manusia yang
berlaku secara univeral-relevan pada setiap waktu dan tempat manusia 20[20]. Di
dalam Al-Quran dan Al-Sunnah, istilah Al-Hukm Al-Islam tidak dijumpai. Al-Quran
maupun Al-Sunnah menggunakan istilah Al-Syariah, yang dalam penjabarannya
kemudian lahir istilah Al-Fiqh. Pada titik inilah Prof. Dr. Said Agil Husin al-Munawar
berpendapat, hukum Islam adalah seperangkat norma hukum dari Islam sebagai
agama, yang berasal dari wahyu Allah, sunnah Rasul-Nya, dan ijtihad para Uliy al-
Amri.21[21]

Al-Quran menetapkan bahwa Allah menghendaki setiap muslim melaksanakan


hukum-hukum-Nya. Karena itu sudah menjadi keyakinan setiap muslim bahwa jika

18[18] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Hadisah: Masalah-masalah Kontemporer


Hukum Islam, cet. ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 125.

19[19] Imam Suyuthi, al-Ashbah wa an-Nadloir, (Surabaya: Al-Hidayah, 1965), hlm.


59.

20[20] Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial,
(Jakarta: Penamadani, 2004), hlm. 6.

21[21] Ibid., hlm. 7.


manusia menjalankan hukum-hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum
Allah, akan berakibat kesengsaraan hidup di dunia ini maupun di akhirat kelak.

Tujuan utama dilakukannya transplantasi adalah untuk pengobatan.


Pengobatan ialah termasuk usaha manusia untuk mencapai kesejahteraan jasmani,
yang akan membawa kesejahteraan rohani pula. Jadi termasuk usaha untuk
mendapatkan kemaslahatan hamba. Apabila ditinjau dari hukum Islam, untuk
manusia yang terpenting adalah kemaslahatan.

Allah swt. mensyariatkan hukum Islam dengan tujuan untuk memelihara


kemaslahatan manusia sekaligus untuk menghindari kerusakan, baik di dunia
maupun di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui taklif, yang
pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum yang utama, yaitu al-
Quran dan Hadits. Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di dunia dan di
akhirat, berdasarkan penelitian ahli uul fiqh, ada lima unsur pokok ()
yang harus dipelihara dan diwujudkan, yaitu agama, jiwa, keturunan, harta, dan
akal. Seorang mukallaf akan memperoleh kemaslahatan, jika ia dapat memelihara
kelima aspek pokok tersebut, sebaliknya ia akan merasakan adanya kerusakan, jika
ia tidak dapat memelihara kelima unsur dengan baik 22[22]. Lima kebutuhan pokok
manusia yang sangat mendesak yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
melaksanakan segala sesuatu di kehidupan sehari-hari ini dikenal dengan (
) 23[23], yaitu:

a. Menjaga agama ( ) maksudnya dalam konteks modern menjadi hak untuk


beragama dan menganut suatu sistem kepercayaan

b. Menjaga jiwa ( ) maksudnya dikembangkan menjadi hak untuk bisa


menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun
kehidupan dalam pengertian ekonomi

22[22] H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet. ke-1 (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997), hlm. 125.

23[23] As-Syathibi, Al-Muwafaqot fi Ushul al-Ahkam juz 2, hlm. 4.


c. Menjaga kecerdasan dan rasionalitas ( ) maksudnya dalam konteks
modern menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan
kebebasan mengeluarkan pendapat

d. Menjaga kesucian keturunan ( ) maksudnya dalam konteks modern


menjadi hak untuk menjaga kesehatan reproduksi

e. Menjaga harta ()

Abdul Wahab Khalaf mengklasifikasikan mengenai dalil-dalil yang digunakan


sebagai sumber untuk pengmbilan hukum-hukum yang berkenaan dengan
perbuatan manusia sebagai berikut.

1. Dalil yang disepakati oleh semua umat Islam, yaitu al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan
Qiyas.
2. Dalil yang oleh jumhur ulama tidak disepakati untuk dijadikan dalil, yaitu Urf,
Istishab, Istihsan, Syazd al-Zdariah, al-Maslahah al-Mursalah, Syaru Man Qablana,
Mazdhab Sahabat.24[24]

Jadi al-maslahah al-mursalah merupakan salah satu dalil syari yang masih
diperdebatkan oleh jumhur ulama, walaupun secara substansial mereka sepakat
dan mengaplikasikannya dalam suatu permasalahan tertentu.

Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan PP Nomor 18 Tahun


1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi
Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia, bahwasannya praktik transplantasi ini
diperbolehkan oleh pemerintah. Banyak ulama yang mendukung diperbolehkannya
melakukan praktik transplantasi ini untuk kepentingan umat yang merujuk pada
dalil syari tentang al-maslahah al-mursalah.

C. METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian terhadap masalah yang telah diuraikan


sebelumnya, maka penyusun menggunakan metode penelitian sebagai berikut.
1. Jenis Penelitian

24[24] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Moh. Zuhri dan Ahmad
Qarib (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 13-17.
Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research). Data yang
dijadikan penelitian ini adalah diambil dari teks-teks al-Quran, as-Sunnah. Data
sekunder seperti kitab-kitab fiqih, buku-buku yang berkaitan dengan transplantasi
yang merupakan hasil interpretasi dari teks-teks al-Quran dan as-Sunnah tersebut.
Data tersier berupa kamus, ensiklopedi, atau bentuk tulisan lain yang ada
relevansinya dengan obyek penelitian ini.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat normatif, yaitu bertujuan menyelidiki norma-norma
hukum Islam untuk menemukan kaidah tingkah laku yang dipandang terbaik dan
yang dapat diterapkan untuk memberi ketentuan hukum terhadap suatu
kasus25[25].
3. Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah literer. Dengan
mengkaji data primer seperti al-Quran dan as-Sunnah, data sekunder seperti kitab-
kitab fiqih dan buku-buku yang ada kaitannya dengan transplantasi yang secara
signifikan mencoba untuk melakukan interpretasi-interpretasi baru terhadap teks-
teks al-Quran dan as-Sunah yang berhubungan dengan transplantasi. Di samping
itu buku-buku tentang metode penelitian dan kamus-kamus, baik kamus bahasa
Inggris maupun bahasa Indonesia atau yang lainnya, juga dianggap perlu sebagai
sumber data tersier.
4. Pendekatan
Pendekatan yang dipakai adalah normatif yuridis yaitu pendekatan yang
mengarah pada persoalan praktik transplantasi yang ada. Sejauh manakah
kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku menurut hukum
Islam.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan hukum Islam dengan
mengacu pada diperbolehkannya transplantasi organ tubuh mayat sebagai langkah
untuk mengetahui aspek hukum Islamnya.
5. Analisis Data
Dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode analisis induktif, yaitu
metode yang digunakan untuk menganalisis fakta-fakta yang bersifat khusus, yang
mempunyai unsur-unsur keagamaan, sehingga dapat digeneralisasikan menjadi
kegunaan bersifat umum, dari fakta-fakta yang terjadi di area sampel penelitian

25[25] Syamsul Anwar, Pengembangan metode Penelitian hokum Islam dalam


Riyanta, dkk., (ed), Neo Ushul fiqh: Menuju Ijtihad Kontekstual (Jogjakarta: Fakultas
Syariah Press, 2004), hlm. 189.
tentang kondisi transplantasi organ tubuh mayat manusia, dari fakta tersebut
ditarik generalisasi-generalisasi umum.

D. HASIL PENELITIAN

a. Pembahasan

Dari pemaparan mengenai transplantasi organ mayat manusia yang telah


disampaikan, penulis mencoba memberikan analisis mengenai praktik transplantasi
organ mayat tersebut. Dalam praktik transplantasi cadaver donor, ada beberapa
aspek yang harus diperhatikan diantaranya aspek kesehatan, psikologi dan aspek
sosial.

Dilihat dari aspek kesehatan, sebelum melakukan transplantasi terlebih


dahulu harus mendiagnosis bagaimana keadaan mayat tersebut, seperti berapa
usianya, bagaimana kronologis kematiannya, mendiagnosis penyakit yang diderita
serta mengecek kecocokan golongan darah antara cadaver donor dan resipien agar
setelah berlangsungnya transplantasi tersebut tidak terjadi bahaya lain bagi
resipien. Karena semua itu sangat berpengaruh terhadap keselamatan resipien.
Keterangan ini bisa dilihat dalam gambaran umum yang telah dijelaskan di atas.
Sesuai dengan kaidah yang berbunyi

[26]26

Tidak diperbolehkan menghilangkan bahaya dengan bahaya yang lain. Jika


setelah dilakukannya transplantasi malah menimbulkan penyakit baru yang lebih
berbahaya, hal ini bertentangan dengan kaidah di atas dan seharusnya praktik
transplantasi cadaver donor tersebut tidak dilakukan.

Selain itu, untuk menjaga adanya perselisihan antara ahli waris cadaver
donor dengan pihak resipien, hendaknya calon cadaver donor telah memberikan
wasiat yang berisi kesediaan mendonorkan sebagian atau seluruh organ tubuhnya
ketika ia telah meninggal dunia. Hal ini berarti tidak boleh dilakukan suatu
pegambilan organ tubuh tanpa adanya izin yang jelas/nyata yang diberikan oleh
donor. Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 1981 persetujuan pasien dalam upaya

26[26] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Hadisah: Masalah-masalah Kontemporer


Hukum Islam, cet. ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 123.
medis transplantasi organ tubuh27[27], persetujuan yang diberikan oleh seorang
cadaver donor adalah ketika ia masih hidup baik dengan maupun tanpa
sepengetahuan keluarga terdekatnya atau adanya persetujuan dari tiga keluarga
terdekatnya jika selama hidupnya donor tidak pernah membuat persetujuan,
menjadi suatu hal yang penting karena meskipun tubuh itu sudah tidak bernyawa
lagi, namun dalam hal ini kita masih harus tetap menghormati hak integritas dari
donor yang telah mati atas jasad yang ditinggalkan. Jika selama hidupnya donor
belum pernah memberikan persetujuan untuk dapat dilakukannya transplantasi
terhadap salah satu organ tubuhnya maka hak untuk memberikan persetujuan
transplantasi ada pada ahli warisnya.

Adapun masalah penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari orang


mati yang kondisinya benar-benar telah mati secara devinif dan medis.
Organ/jaringan yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara
khusus agar dapat difungsikan. Maka hal ini secara prinsip syariah
membolehkannya berdasarkan firman Allah










28
[28]

dan berdasarkan kaidah fiqih diantaranya: Suatu hal yang telah yakin tidak dapat
dihilangkan dengan suatu keraguan/tidak yakin , Dasar pengambilan hukum

27[27] binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-sudut-
pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 2.

28[28]Al-Kahfi(18): 9-12.
adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti
perubahannya.29[29]

Menurut Prof. Dr. Veronica Komalawati, SH, MH, agar upaya medis
transplantasi organ tubuh dapat berjalan dengan baik, terdapat beberapa tahapan
klinis yang harus ditempuh yang berlaku untuk donor hidup maupun donor jenazah
(cadaver), meliputi30[30]:

1. Tahapan pra transplantasi, yaitu pemeriksaan donor dan resipien. Donor sebagai
pihak pemberi organ diperiksa terlebih dahulu, kemudian resipien sebagai penerima
organ. Upaya medis transplantasi organ tubuh lebih mudah dilakukan apabila donor
dan resipien mempunyai hubungan semenda (ada pertalian darah)

2. Tahap pelaksanaan transplantasi yang dilakukan oleh tim medis

3. Tahap pasca transplantasi, yaitu tahapan pemeriksaan lebih lanjut setelah


transplantasi untuk mencegah terjadinya rejeksi (penolakan tubuh) dengan
melakukan pemberian obat dan kontrol.

Hukum Transplantasi Cadaver Donor Menurut Perspektif Hukum Islam

Sesuai dengan dalil maslahah mursalah yang harus memperhatikan tiga


macam kekuatan hujjah dalam menentukan hukum permasalahan transplantasi
cadaver donor ini, maka harus mempertimbangkan tentang maslahah dharuriyah
yang meliputi lima pokok kebutuhan manusia. Transplantasi ini merupakan cara
untuk menjaga jiwa pasien yang masih ada harapan untuk hidup dan melanjutkan
kehidupannya. Karena pasien menderita penyakit yang sudah tidak bisa
disembuhkan lagi kecuali dengan mengganti organnya yang rusak dengan organ
yang masih bagus. Dan organ tersebut didapat dari cadaver donor. Pengambilan
keputusan ini sudah memenuhi salah satu aspek dari lima kebutuhan pokok
tersebut yaitu menjaga jiwa . Transplantasi itu tidak ada unsur merusak
atau menyakiti mayat, tetapi semata-mata untuk kemaslahatan, membantu orang

29[29] http://dualmode.depag.go.id/file/dokumen/MFmodul7.pdf

30[30] binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-sudut-
pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 2.
lain dan tidak ada sedikit pun unsur penghinaan. Sehingga hukum transplantasi dari
orang yang sudah mati adalah dibolehkan dengan syarat-syarat tertentu seperti
ada izin dari ahli warisnya atau ada izin dari pendonor sewaktu hidupnya. Selain itu,
juga harus mempertimbangkan dari berbagai aspek agar dapat memberikan
kemaslahatan bagi donor dan resipien setelah berlangsungnya transplantasi.

Hukum Islam memberikan petunjuk kepada kita bahwa untuk menentukan


hukum suatu perkara maka harus dilihat terlebih dahulu konteks waktu dan tempat
perkara tersebut. Walaupun di era modern ini telah berkembang berbagai macam
teknologi baik di bidang kedokteran maupun yang lain dan persaingan muncul
diantara satu Negara dan Negara lainnya maka kita sebagai muslim harus bisa lebih
berfikir kritis untuk menetapkan suatu hukum termasuk hukum mengenai
transplantasi organ mayat manusia.

Menurut penulis, transplantasi dengan donor mayat itu hukumnya


diperbolehkan. Karena hal ini menyangkut kemaslahatan orang yang masih hidup
dan masih bisa memanfaatkan tubuhnya untuk lebih giat bekerja dan mendekatkan
diri kepada Allah swt. Karena kehormatan orang yang hidup itu lebih diutamakan
seperti yang dikatakan oleh DR. Quraisy Syihab dan KH. Ali Yafie 31[31] yang
diperkuat dengan kaidah

Sesuai dengan dalil mengenai kehujjahan maslahah mursalah32[32]


bahwasannya kemaslahatan umat manusia selalu baru dan tidak ada habis-
habisnya. Artinya jika hukum tidak disyariatkan untuk mengantisipasi
kemaslahatan umat manusia yang terus bermunculan dan berkembang diantara
mereka serta pembentukan hukum hanya berkisar pada berbagai kemaslahatan
yang diakui oleh Syari saja, maka akan banyak kemaslahatan manusia yang
tertinggal di berbagai tempat dan zaman dan pembentukan hukum tidak mengikuti
roda perkembangan manusia seta kemaslahatan mereka.

31[31] Ahmad Sarwat, Fiqih Kontemporer cet. ke-4, DU CENTER, tt, tk, hlm. 38.

32[32] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Moh. Zuhri dan Ahmad
Qarib (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 117-119.
Walaupun ada yang mengatakan bahwa hal ini menghilangkan kehormatan
mayit yang sangat dipelihara oleh syariat Islam, yang Rasulullah saw. sendiri pernah
bersabda: "Mematahkan tulang mayit itu seperti mematahkan tulang orang yang
hidup." Namun, hadis di atas merupakan teguran dari Nabi saw. ketika melihat
seorang penggali kubur yang hendak mematahkan tulang rusuk dari kerangka
seseorang tanpa tujuan yang jelas 33[33].

Saya sependapat Dr. Yusuf Qardhawi 34[34], bahwa mengambil sebagian


organ dari tubuh mayit tidaklah bertentangan dengan ketetapan syara' yang
menyuruh menghormatinya. Sebab yang dimaksud dengan menghormati tubuh itu
ialah menjaganya dan tidak merusaknya, sedangkan mengoperasinya (mengambil
organ yang dibutuhkan) itu dilakukan seperti mengoperasi orang yang hidup
dengan penuh perhatian dan penghormatan, dan pertimbangan yang matang bukan
dengan merusak kehormatan tubuhnya. Sementara itu, hadits tersebut hanya
membicarakan masalah mematahkan tulang mayit, padahal pengambilan organ ini
tidak mengenai tulang.

Sesungguhnya yang dimaksud hadits itu ialah larangan memotong-motong


tubuh mayit, merusaknya, dan mengabaikannya sebagaimana yang dilakukan kaum
jahiliah dalam peperangan-peperangan bahkan sebagian dari mereka masih terus
melakukannya hingga sekarang. Itulah yang diingkari dan tidak diridhai oleh Islam.
Mendonorkan organ tubuhnya ketika telah meninggal akan memberikan manfaat
yang utuh kepada orang lain baik dari ahli waris maupun resipien tanpa
menimbulkan mudarat (kemelaratan/ kesengsaraan) sedikit pun kepada dirinya
(cavader), karena organ-organ tubuh orang yang meninggal akan lepas berantakan
dan dimakan tanah beberapa hari setelah dikubur. Apabila ia berwasiat untuk
mendermakan organ tubuhnya itu dengan niat mendekatkan diri dan mencari
keridhaan Allah, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan niat dan

33[33] Kartono Muhammad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya terhadap


Bioetika, cet. I, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 96.

34[34] Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), hlm. 763.
amalnya. Dalam hal ini tidak ada satu pun dalil syara' yang mengharamkannya,
sesuai dengan kaidah hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali jika ada
dalil yang sahih (benar) dan sharih (jelas) yang melarangnya. Dalam kasus ini dalil
yang melarang tersebut tidak ditemukan. Umar r.a. pernah berkata kepada
sebagian sahabat mengenai beberapa masalah, "Itu adalah sesuatu yang
bermanfaat bagi saudaramu dan tidak memberikan mudarat kepada dirimu,
mengapa engkau hendak melarangnya?". Demikianlah kiranya yang dapat
dikatakan kepada orang yang melarang masalah mewasiatkan organ tubuh
ini35[35].

b. Kesimpulan

Penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Praktik transplantasi cadaver donor harus memperhatikan beberapa aspek,


diantaranya:

a. Maslahah Dharuriyah, dengan memperhatikan dan memenuhi salah satu dari lima
kebutuhan pokok manusia yang mendesak.

b. Kesehatan, dengan memperhatikan kondisi cadaver donor,yaitu berapa umurnya,


kronologis kematiannya serta mendiagnosis penyakit yang mungkin dideritanya.

c. Berwasiat untuk bersedia mendonorkan organ tubuhnya ketika telah meninggal


dunia.

2. Hukum transplantasi cadaver donor menurut perspektif hukum Islam adalah boleh.
Dengan mempertimbangkan maslahah mursalah demi kemaslahatan orang yang
masih hidup di atas orang yang telah meninggal dunia. Dan transplantasi ini
merupakan jalan untuk mengobati penyakit yang diderita oleh resipien karena tidak
ada obatnya selain dengan melakukan trasnplantasi.

c. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang ingin disampaikan penulis


adalah sebagai berikut.

35[35] Ahmad Sarwat, Fiqih Kontemporer cet. ke-4, hlm. 53.


1. Sebagai seorang muslim dan generasi muda sudah seyogjanya kita belajar untuk
terus membangun bangsa dan dunia ini dengan berlandaskan Ushul Fiqh agar
kemajuan teknologi yang berkembang dapat memperhatikan kemaslahatan orang
banyak. Terutama dalam praktik transplantasi organ mayat ini harus lebih
mempertimbangkan kemaslahatan umat.

2. Harus menggunakan pikiran kita untuk berijtihad guna menentukan hukum suatu
perkara yang tidak dijelaskan dengan detail baik dalam Al-Quran maupun Hadis.
Serta berhati-hati dalam memutuskan segala sesuatu agar tidak menimbulkan
bahaya yang akan datang.

3. Bagi peneliti, penelitian ini masih sederhana, hal ini menuntut penelitian yang lain
untuk mengadakan kajian lebih luas, atau mendalam demi memperkaya wawasan
di bidang ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan hukum Islam.

36
[1] Ali Ghufron Mukti dan Adi Heru Sutomo, Abortus, Bayi Tabung,
Euthanasia, Transplantasi Ginjal, dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis,
Hukumm, dan Agama Islam, (Yogyakarta: Aditya Media), hlm. 37-38.
37
[2] http://binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-
dari-sudut-pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 1.
38
[3] Resipien adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain.

39
[4] Oxfort Learners Pocket Dictionary, Oxfort University Press
1980,1983, 1991, hlm. 442.
40
[5] Peter Salim, The Contemporary English-Indonesian Dictionary, cet. ke-
5 (Jakarta: Modern English press), hlm. 2102.

36

37

38

39

40
41
[6] Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten. 1980.
Bayi Tabung dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta:
Persatuan, 1980), hlm. 5.
42
[7] Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, cet I, (Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2001), hlm. 101.
43
[8] Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning, Euthanasia, Tranfusi Drah,
Transplatasi Organ, dan Eksperimen pada Hewan telaah Fikih dan Bioetika Islam,
hlm. 16.
44
[9] Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten. 1980.
Bayi Tabung dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta:
Persatuan, 1980), hlm. 8.
45
[10] Hartono, Transplantasi Organ Tubuh Mayat (studi komparatif Undang-
Undang no. 23 tahn 1992 PP no. 18 tahun 1981 dan Hukum Islam), hlm. 23.
46
[11] Ibid., hlm. 23.

47
[12] H. Chuzaimah dan HA. Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam
Kontemporer (Jakarta: PT Pustaka, 1995), hlm. 69.
48
[13] http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

49
[14] Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, cet I, (Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2001), hlm. 104.

41

42

43

44

45

46

47

48
50
[15] Ibid., hlm. 232.

51
[16] Al-Israa(17): 70.

52
[17] Ahmad Isa Asyur, Al-Fiqhul Muyassar bagian Ibadat alih bahasa oleh
Zaid Husein Alhamid, (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), hlm. 163.
53
M. Ali Hasan,
[18] Masail Fiqhiyah al-Hadisah: Masalah-masalah
Kontemporer Hukum Islam, cet. ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.
125.
54
[19] Imam Suyuthi, al-Ashbah wa an-Nadloir, (Surabaya: Al-Hidayah,
1965), hlm. 59.
55
[20] Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas
Sosial, (Jakarta: Penamadani, 2004), hlm. 6.
56
[21] Ibid., hlm. 7.

57
[22] H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet. ke-1 (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 125.
58
[23] As-Syathibi, Al-Muwafaqot fi Ushul al-Ahkam juz 2, hlm. 4.

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58
59
[24] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Moh. Zuhri dan
Ahmad Qarib (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 13-17.
60
[25] Syamsul Anwar, Pengembangan metode Penelitian hokum Islam
dalam Riyanta, dkk., (ed), Neo Ushul fiqh: Menuju Ijtihad Kontekstual (Jogjakarta:
Fakultas Syariah Press, 2004), hlm. 189.
61
[26] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Hadisah: Masalah-masalah
Kontemporer Hukum Islam, cet. ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.
123.
62
binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-
[27]
sudut-pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 2.
63
[28]Al-Kahfi(18): 9-12.

64
[29] http://dualmode.depag.go.id/file/dokumen/MFmodul7.pdf

65
binchoutan.files.wordpress.com/.../sekilas-tentang-donor-organ-dari-
[30]
sudut-pandang-hukum-pidana7.pdf, hlm. 2.
66
[31] Ahmad Sarwat, Fiqih Kontemporer cet. ke-4, DU CENTER, tt, tk, hlm. 38.
67
[32] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Moh. Zuhri dan
Ahmad Qarib (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 117-119.

59

60

61

62

63

64

65

66

67
68
Kartono Muhammad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya
[33]
terhadap Bioetika, cet. I, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 96.
69
[34] Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996), hlm. 763.

70
[35] Ahmad Sarwat, Fiqih Kontemporer cet. ke-4, hlm. 53.

http://muhmasruri-burhan-unnes.blogspot.co.id/2014/01/transplantasi-organ-
tubuh_13.html

Hukum Transplantasi Organ Tubuh Dan Tranfusi Darah

A. Pengertian

Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh adalah pemindahan organ tubuh tertentu yang
mempunyai daya hidup yang sehat, dari seseorang untuk menggantikan organ tubuh yang tidak
sehat atau tidak berfungsi dengan baik milik orang lain.

Orang yang anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor), sedang yang menerima
disebut repisien.

Cara ini merupakan solusi bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena
penyembuhan/pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada harapan kesembuhannya.

Ditinjau dari segi kondisi donor (pendonor)-nya maka ada tiga keadaan donor:

1. donor dalam keadaan hidup sehat;


2. donor dalam kedaan sakit (koma) yang diduga kuat akan meninggal segera;
3. donor dalam keadaan meninggal.

Organ tubuh yang banyak didonorkan adalah mata, ginjal dan jantung. Namun sejalan dengan

68

69

70
perkembangan iptek modern, transplantasi pada masa yang akan datang tidak terbatas pada
ketiga organ tubuh tersebut saja. Tapi bisa berkembang pada organ tubuh-tubuh lainnya.

B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Transplantasi Organ Tubuh

Bagaimana hukum transplantasi tersebut menurut hukum Islam? Dibolehkan ataukah


diharamkan?

Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan
pelakasanaannya.

Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu pada saat donor masih
hidup sehat, donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam
keadaan sudah meninggal. Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing.

Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal
afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-
alasan sebagai berikut:

1. Firman Allah dalam surat Al-Baqaroah: 195

Artinya:Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu hke dalam kebinasaan

Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain
yang buta atau tidak mempunyai ginjal ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu
mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu
(Ibid, 88).

2. Kaidah hukum Islam:

Artinya:Menolak kerusakan harus didahulukan atas meraih kemaslahatan

Dalam kasus ini, pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya untuk
diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien.

3. Kaidah Hukum Islam:

Artinya Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.

Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan cara
membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor.
Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau
hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan (Ibid, 89), berdasarkan alasan-
alasan sebagai berikut:

1. Hadits Rasulullah:

Artinya:Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.
(HR. Ibnu Majah).

Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam
keadaan sakit (koma).

2. Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit
(koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun tujuan dari
pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).

Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis
maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang
mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut:

1. Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh
pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).

2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien
dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.

Adapun alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:

1. Al-Quran Surat Al-Baqarah 195 di atas.

Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang
membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat
vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya.

1. Surat Al-Maidah: 32.

Artinya;Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia
memelihara kehidupan manusia seluruhnya.

Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah
meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan
kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu
berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI
tentang wasiat menghibahkan kornea mata).

1. Hadits

Artinya:Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit
kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit
tua.

Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.

1. Kaidah hukum Islam

Artinya:Kemadharatan harus dihilangkan

Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.

2. Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan wasiat orang yang
meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada
wasiat, maka ahli waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut.

Pendapat yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih
Muhammadiyah.

Masalah

Apabila transplantasi organ tubuh diperbolehkan, lalu bagaimana apabila organ tubuh tersebut
dipakai oleh resipien melakukan tindakan dosa atau tindakan yang berpahala? Dengan kata lain,
apakah pemilik organ tubuh asal akan mendapat pahala, jika organ tubuh tersebut dipakai
repisien untuk melakukan perbuatan yang baik. Sebaliknya, apakah pendonor akan mendapat
dosa apabila organ tubuh tersebut dipakai repisien melakukan dosa?

Pendonor tidak akan mendapat pahala dan dosa akibat perbuatan repisien, berdasarkn dalil-dalil
berikut ini:

1. Firman Allah:
Artinya:Dan sesungguhnya, tidaklah bagi manusia itu kecuali berdasarkan perbuatannya. Dan
perbuatannya itu akan dilihat. Kemudian akan dibalas dengan balasan yang sempurna.

1. Firman Allah:

Artinya:Tidaklah seseorang disiksa karena dosa orang lain.

1. Hadits Rasulullah:

Artinya:Apabila seseorang meninggal, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara,
yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang berguna dan anak yang shaleh yang mendoakan kepadanya.

C. Kesimpulan

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Transplantasi organ taubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat maka hukumnya
haram.

2. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya haram.

3. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang
berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.

Wallahu alam bishshawaab.

Oleh: Drs. H. SARMIN, M.H.

Sumber : http://pabondowoso.com/berita-154-pandangan-hukum-islam--terhadap-transplantasi-
organ-tubuh-dan-tranfusi-darah.html

Anda mungkin juga menyukai