Anda di halaman 1dari 50

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS

DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE


SECARA HOLISTIK KOMPREHENSIF DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
PUSKESMAS CENDRAWASIH
MAKASSAR

DISUSUN OLEH:

SYAWALUDDIN
110203078

PEMBIMBING:

1
dr. Hj. HERMIYATI N., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU
KEDOKTERAN KELUARGA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Yang tersebut di bawah ini:

Nama : Syawaluddin
Stambuk : 110203078

Adalah benar telah menyelesaikan studi kasus dengan judul Diagnosis dan
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue secara Holistik Komprehensif
dengan Menggunakan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Puskesmas
Cendrawasih Makassar pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia dan telah
didiskusikan dengan pembimbing.

Mengetahui,

dr. Hj. Hermiyati N., M.Kes

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Demam berdarah dengue/ dengue hemorrhagic fever merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.
Beberapa dekade terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan peningkatan
yang sangat pesat diseluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau
dua perlima penduduk dunia beresiko terserang demam dengue dan sebanyak 1,6
milyar (52%) dari penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah Asia
Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap
tahunnya.1,7
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena
masih banyak daerah endemic. Daerah endemic pada umumnya merupakan
sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap kejasian luar biasa (KLB)
DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus diwilayah tersebut.
Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD dibutuhkan gerakan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) yang terus-menerus, pengasapan (fogging), dan
larvasidasi.2
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2010 di
Asean, dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Di Rektorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL

3
kemkes RI), melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan
jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang. Di idonesia kasus DBD
pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di
200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD.1,4
Demam Berdarah Dengue terutama menyerang kelompok umur balita
sampai dengan umur 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Kejadian Luar
Biasa(KLB) biasanya terjadi di daerah endemis ( kawasan berkembangnya
penyakit tertentu) dan berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Di
Indonesia penyakit ini mulai menyerang beberapa minggu setelah datangnya
musim penghujan. Endemi mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah
hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan
menurunnya curah hujan. KLB di Indonesia umumnya terjadi mulai Oktober-
April. Ketika DBD mulai mewabah di suatu wilayah, kerapkali menimbulkan
kepanikan dalam masyarakat. Instansi kesehatan seperti Rumah Sakit, puskesmas
dan klinik kewalahan menangani pasien.3,4
Jumlah Kabupaten/Kota yang terjangkit Demam Berdarah Dengue
Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2008-2011 ada 24 kab/kota. Pada tahun
2008 yang terjangkit DBD 21 kab/kota dengan persentase 87,50%, pada tahun
2009 meningkat menjadi 22 kab/kota dengan persentase menjadi 91,67%, pada
tahun 2010 yang terjangkit DBD ada 21 kab/kota dengan persentase 87,50%, dan
pada tahun 2011 yang terjangkit DBD 20 kab/kota dengan persentase 83,33%.4,5
Pada tahun 2014, jumlah penderita DBD di seluruh wilayah di Kota
Makassar ada 273 kasus dengan angka kesakitan/IR= 19,6 per 100.000 penduduk
di antaraya terdapat 11 kasus kematian karena DBD, jumlah tersebut meningkat
dibandung tahun 2013 dan 2014 sebanyak 75 dan 86 kasus dengan angka
kesakitan 6,3 per 100.000 penduduk dan terdapat 4 kematian. Kejadian Luar Biasa
(KLB) demam berdarah yang terjadi di Makassar tahun 2014 berlokasi di
Puskesmas Kecamatan Antang Kecamatan Manggala dengan 39 korban.4,5
Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering
terjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibata penanganannya yang
terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengan dengue

4
hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue (DD) dan dengue
shock syndrome (DSS).2,6
Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien dan
semakin luas penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes
aegypthi di seluruh pelosok tanah air.4,6
1.2 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri
dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence
based medicine).
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan pelayanan dokter keluarga secara holistik pada pasien DBD dengan
mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan
pasien DBD berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis DBD di fasilitasi pelayanan
primer.
b. Mengidentifikasi diagnose psikososial pada pasien DBD.
c. Mengetahu terapi DBD dengan pendekatan holistic pada fasilitas
pelayanan dokter primer.
d. Mengetahui dan melakukan pengendalian DBD dalam hal ini pengobatan
maupun pencegahan DBD.

1.2.3 Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).

5
Menambah wawasan akan DBD yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh DBD sehingga dapat memberikan keyakinan
untuk tetap berobat secara teratur.

3. Bagi tenaga kesehatan.


Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di
dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita DBD.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan
pendekatan diagnosis holistik DBD serta dalam hal penulisan studi kasus.

1.3 Indikator Keberhasilan Tindakan


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis
evidence based medicine adalah:
1. Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas)
sudah teratur.
2. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai
dengan didapatkan.
3. Meningkatnya trombosit dalam darah dan menurunnya demam pasien
secara
signifikan.
4. Gejala lain seperti lemas, muntah, perdarahan, sakit sendi sudah tidak
lagi dirasakan oleh pasien.
5. Pemeriksaan fisik tidak didapatkan rumpee leede test yang positif.
6. Keluarga memahami denagn baik akan penyakit penderita dalam hal ini
mengenai penyebab, faktor yang menjadi penyebabnya, pengobatannya
dan bersedia melakukan upaya penanggulangan dan pemberantasan
vektor nyamuk Aedes aegypti.

6
7. Keterlibatan petugas Puskesmas yang intensif dalam penanggulangan
DBD.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada penderita yaitu hasil
pemeriksaan darah rutin, fisik, dan klinis, keluarga yaitu memahami dan
melakukan penanggualangan dan pemberantasan vektor nyamuk.Kesembuhan
DBD yang baik akan memperlihatkan meningkatnya jumlah trombosit , adanya
perbaikan klinis, dan menghilangnya gejala, serta tidak terjadinya penyakit yang
sama didalam keluarganya lagi.

7
DEMAM BERDARAH DENGUE
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1. Kerangka Teoritis


Gambaran Penyebab DBD
INFEKSI
Faktor pengetahuan
Gigitan nyamuk Aedes aegypti
Betina yang terinfeksi Kompleks Antigen Antibodi
Gizi
PEJAMU
PEKA

Kepadatan hunian Faktor sosial ekonomi

Faktor resiko Demam Berdarah Dengue Mekanisme DBD

2.2. Demam Berdarah Dengue


2.2.1 Definisi
Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue. Virus ini dibawa oleh vektor penyakit (nyamuk
Aedes aegypti) dengan masa tunas (inkubasi) 1-7 hari. Penyakit ini seringkali
berakibat fatal dan berat, dimana kematian terjadi 40%-50% penderita dengan
syok.6,7

2.2.2 Epidemiologi
a. Epidemiologi berdasarkan distribusi orang
1) Umur
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi pada kelompok umur
>15 tahun (95%), sekarang mengalami pergeseran dengan adanya peningkatan

8
proporsi penderita DBD pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi
penderita kelompok umur >45 tahun sangat rendah. 6
2) Jenis Kelamin
Bila dilihat distribusi kasus berdasarkan kelamin, pada tahun 2008,
persentase laki-laki dan perempuan hamper sama. Hal ini menggambarkan bahwa
resiko terjadinya DBD tidak tergantung jenis kelamin.7
3) Status Gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia karena
zat gizi mempengaruhi kinerja berbagai system dalam tubuh. Status gizi yang
rendah lebih sering terkena penyakit DBD.6
b. Epidemiologi berdasarkan distribusi tempat
Dalam 50 tahun terakhir, kasus meningkat 30 kali lipat dengan
peningkatan ekspansi geografis ke Negara-negara baru dan dalam dekade ini, dari
kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar
wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika,
dan Karibia.7
Kepadatan penghuni adalah perbandingan jumlah penghuni dengan luas
rumah dimana berdasarkan standar kesehatan adalam 10 m2 per penghuni,
semakin luas lantai rumah maka semakin tinggi pula kelayakan hunian sebuah
rumah. Dari hasil beberapa penelitian, hunian rumah yang padat merupakan resiko
terjadinya penyakit DBD yang tinggi dibandingkan dengan hunian rumah yang
tidak padat.7
c. Epidemiologi berdasarkan distribusi waktu
Berdasarkan pengamatan terhadap Indeks Curah Hujan (ICH) yang
dihubungkan dengan kenaikan jumlah kasus DBD, maka daerah yang ICH yang
tinggi perlu waspada sepanjang tahun, sedangkan daerah yang terdapat musim
kemarau maka kewaspadaannya terhadap DBD dimulai saat masuk musim hujan ,
namun ini bila faktor-faktor resiko lain telah dihilangkan/tidak ada.6,7
2.2.3 Etiologi
Demam berdarah ( DHF ) disebabkan oleh virus dengue. Virus Dengue
termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus (arbovirus) dan sekarang
dikenal dengan genus flavivirus, famili Flaviviridae. Di Indonesia sekarang telah
dapat diisolasi 4 serotipe yang berbeda namun memiliki hubungan genetik satu
dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan

9
DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. (2) Keempat
serotype ini ditemukan di Indonesia, namun DEN-3 merupakan serotype
terbanyak.1,2,6,7
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor
risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2
mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan
virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%.1,2,6,7
Di dalam tubuh manusia, virus bekembangbiak dalam sistem
retikuloendothelial dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells)
dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer
di sinusoid hepar.2,6,7

Virus
Dengue

Gambar 2.1. Virus Dengue dengan TEM Micrograph


Virion virus dengue mempunyai diameter kira-kira 50 nm. Genom
flavivirus mempunyai panjang kira-kira II kb ( kilo basses ), dan urutan genom
lengkap dikenal untuk mengisolasi ke4 serotip, megkode untuk nukleokapsid atau
protein ini ( c ), protein yang berkaitan dengan membran ( m ), dan protein
pembungkus ( e ), dan tujuh gen protein non struktural ( ns ). Domain-domain

10
bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi dan interaksi dengan reseptor virus
berhubungan dengan protein pembungkus.1,2,6,7
Vektor Virus Demam Berdarah
Virus-virus Dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari famili
Stegomya, yaitu Aedes aegypti, Aedes albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes
polynesiensis dan Aedes niveus. Di Indonesia Aedes aegypti dan Aedes albopticus
merupakan vektor utama. Keempat virus telah ditemukan dari Aedes aegypti yang
terinfeksi. Spesies ini dapat berperan sebagai tempat penyimpanan dan replikasi
virus.6,7
Kedua spesies nyamuk tersebut termasuk ke dalam Genus Aedes dari
Famili Culicidae.Secara morfologis keduanya sangat mirip, namun dapat
dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae.
aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah
yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sedangkan skutum Ae.
albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian
dorsalnya.6

Gambar 2.2. Nyamuk Aedes aegypti.


Nyamuk Aedes aegypti merupakan anggota dari phylum arthropoda ,
kelas insecta atau hexapoda (mempunyai enam kaki) , subklas pterygota
(mempunyai sayap), divisi endopterygota atau holometabola (mempunyai sayap
di bagian dalam dengan metamorfosanya lengkap) , ordo diptera (hanya

11
mempunyai sepasang sayap depan sedangkan sepasang sayap bagian belakang
rudimenter dan berubah fungsi sebagai alat keseimbangan atau halter), subordo
nematocera, family culicidae, subfamily culicinae dan genus Aedes.1,7
Nyamuk ini dikenal juga sebagai Tiger mosquito atau Black White
Mosquito karena tubuhnya mempunyai ciri khas berupa adanya garisgaris dan
bercak bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Dua garis melengkung
berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral serta dua buah garis putih sejajar di
garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam.Mulut nyamuk
termasuk tipe menusuk dan mengisap ( rasping sucking) , mempunyai enam
stilet yaitu gabungan antara mandibula, maxilla yang bergerak naik turun
menusuk jaringan sampai menemukan pembuluh darah kapiler dan mengeluarkan
ludah yang berfungsi sebagai cairan racun dan antikoagulan.7
Infeksi dari salah satu serotif virus dengue ini akan menghasilkan
imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi
hanya menjadi perlindungan sementara dan partial terhadap serotipe-serotiipe
yang lain. Virus dengue menunjukan banyak karakteristik yang sama dengan
flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh
nukleokapsid ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid.6
Penyebaran penyakit Aedes Aegypti ini dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk
Aedes Aegypti merupakan vektor yang paling efisien bagi virus-virus dengue
yang merupakan kelompok aerbovirus. Sebab nyamuk ini sangat antropofilik dan
hidupnya dekat dengan manusia.1,7
Nyamuk Aedes Aegypti ini hidup berkembang biak pada tempat-tempat
penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, seperti :
a. Bak Mandi / WC
b. Tempat Minuman Burung dalam sangkar
c. Air tandon
d. Air dalam Tempayan / gentong yang tidak ditutup rapat.
e. Kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air
f. Ban-ban bekas yang dapat menampung air
Di indonesia nyamuk Aedes Aegypti tersebar luas di seluruh pelosok
tanah air baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali di wilayah yang
ketinggiannya > 1000 m di atas permukaan air.2

12
Perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dari telur hingga dewasa
memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan
menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya.
Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa menggigit atau menghisap darah, melainkan
hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina
berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan rata-rata 0,5 bulan, tergantung dari suhu
kelembapan udara disekelilingnya.6,7
Kemampuan terbang nyamuk ini berkisar antara 40-100 m dari tempat
berkembang biaknya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang
tergantung yang ada dirumah. Seperti gorden, kelambu, dan baju atau pakaian
dikamar yang gelap dan lembab.11
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana
terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangnya
nyamuk Aedes Aegypti. Selain nyamuk aedes Aegypti, penyakit demam berdarah
dapat ditularkan oleh nyamuk Ae Albopictus, yang kurang berperan dalam
menyebarkan penyakit demam berdarah, jika dibandingkan dengan nyamuk Aedes
Aegypti. Hai ini dikarena nyamuk Ae Albopictus hidup dan berkembangbiak
dikebun atau semak-semak, sehingga lebih jarang kontak dengan manusia
dibandingkan dengan nyamuk Aedes Aegypti yang berada di dalam rumah
manusia dan sekitar rumah.6,7

2.2.3 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue.1,2,6,7
Respon imun yang berperan dalam patogenesis DBD adalah:
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enchancement (ADE);

13
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL2 dan limfokin, sedangkan
TH2 memproduksi IL4, IL5, IL6 dan IL10;
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d. Selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.

Gambar 2.3. Patofisiologi perdarahan pada DBD


Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue dengan tipe yang berbeda. Infeksi yang pertama kali dapat
memberikan gejala sebagai DD. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnesik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1,2,6.7
Virus akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke
jaringan lain, terutama sistem retikuloendoteal dan kulit secara bronkogen

14
maupun hematogen.2 Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat
Hanstead dan peneliti lain, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan
aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi
sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadi infeksi makrofag oleh virus
dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksisk sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF, IL1, PAF (platelet
activating factor), Il6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel
endotel dan terjadi kebocoran plasma.1 Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui
aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.3,6,7
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1.
Supresi susmsum tulang dan 2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal
ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapat antibodi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.6,7
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada DBD stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada
DBD terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik juga berperan melalui
aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak.6

2.2.5 Faktor Resiko


Secara garis besar kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor individu (host),
virus (agent) yang dibawa oleh nyamuk dan epidemiologi. Faktor individu

15
meliputi umur, jenis kelamin, ras, status gizi, adanya infeksi lain dan respon
penderita terhadap virus. Dari aspek epidemiologi DBD dipengaruhi oleh
banyaknya orang yang rentan terhadap DBD, kepadatan vektor, sirkulasi virus dan
endemisitas wilayah. Sedang faktor agent meliput keganasan (virulence) dan jenis
virus (serotype)1,2,6,7
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
perkembangbiakan virus dengue yaitu : 1). Vektor : perkembangbiakan vektor,
kebiasaan mengigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu
tempat ke tempat lain; 2). Penjamu : terdapatnya penderita di
lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis
kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.1,2
Berkaitan dengan pengendalian nyamuk sebagai vektor pembawa virus
dengue, terdapat empat komponen yang mempengaruhi keberadaan nyamuk yaitu:
jenis nyamuk (Aedes aegypti, Aedes albopictus), perilaku manusia/host (kebiasaan
menguras tempat penampungan air, kebiaan menggantung pakaian), lingkungan
fisik (tempat penampungan air, ketinggian tempat, iklim dan tata guna tanah),
lingkungan biologis (tanaman sekitar rumah, tanaman hias, pemeliharaan ikan)
dan lingkungan kimiawi (penggunaan pestisida dan abatisasi).6,7

2.2.6 Gambaran Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD).1
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat.1

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


2.2.7.1 Laboratorium
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT PCR, namun karena

16
teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendekati adanya antibodi
spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG.6,7
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru.6,7
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:6
1. Leukositosis: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari 3-8
3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke 3 demam.
4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan dicurigai terjadi pendarahan atau kelainan
pembekuan darah.
5. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
6. SGOT/SGPT: dapat meningkat
7. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
9. Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah
10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke3
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, igG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2.
Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat
pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS 1 sampai 63%-93,4%
dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold

17
standard kultur virus. Hasil negatif dari NS 1 tidak menutup
kemungkinan menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

2.2.7.2 Pemeriksaan Radiologis


Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi permbesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG.6,7

2.2.8 Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.6,7
Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:1,2
Nyeri kepala
Nyeri retroorbital
Mialgia/atralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (peteki atau uji bendung positif)
Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan
pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang
sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di
bawah ini dipenuhi:7
Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan berikut:
o Uji bendung positif
o Peteki, ekimosis atau purpura
o Pendarahan mukosa (tersering epiktaksis atau pendarahan gusi)
o Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)

18
Terdapat minimal satu tanda plasma leakage (kebocoran plasma). Sebagai
berikut:
o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin
o Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.7

DERAJAT PENYAKIT6
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih Leukopenia
tanda: sakit kepala, nyeri Trombositopenia (-)
Serologi dengue Positif
retroorbital, mialgia, atralgia

DBD I Gejala di atas ditambah uji Trobositopenia


bendung positif Adanya kebocoran
plasma
DBD II Gejala di atas ditambah Trobositopenia
pendarahan spontan Adanya kebocoran
plasma
DBD III Gejala di atas ditambah Trobositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit dingin Adanya kebocoran

dan lemah serta gelisah) plasma

19
DBD IV Syok berat dengan
disertai Trobositopenia
tekanan darah dan nadi tidak Adanya kebocoran

terukur plasma
Tabel.2.1. Klasifikasi Derajat Penyakit DBD

2.2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaiaan
klinis dengen demam tifoid, campak, influenza, chikunguya dan leptospirosis.6

2.2.10 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD
dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif. 2,6

2.2.11 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :2,6
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia,
dan perbaikan desain rumah. Yaitu dengan gerakan 3M Plus :
Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah dan lain sebagainya.
Plus : Memangkas pohon-pohon yang daun lebar dan tidak menggantung
baju bekas pakai.

2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

20
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan
kondisi setempat.6,7

2.2.12 Peranan Keluarga Dalam Penanggulangan DBD


Duvall ( 1985) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Undang-Undang No.10 tahun
1992 menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
dari suami, istri dan anak atau ayah, ibu dan anak. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (1998) menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari
suatu masyarakat yang tediri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
DBD :
1. Harus mampu mengenal masalah yang berkaitan dengan penyakit DBD,
keluarga dapat mengenal masalah DBD dengan beberapa cara seperti
penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi dari majalah ataupun peran
aktif keluarga untuk mencari tahu informasi mengenai DBD.

21
2. Harus mampu memutuskan tindakan yang tepat jika salah satu anggota
keluarga yang terkena penyakit DBD, keluarga harus dengan cepat
memutuskan tindakan yang tepat pada anggota keluarganya yang terkena
DBD dengan membawanya ke Rumah Sakit. Keputusan harus diambil
keluarga karena keluargalah yang dapat memantau anggota keluarganya
yang terkena DBD.
3. Harus dapat menciptakan lingkungan yang sehat. Kemampuan keluarga
ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan penyakit DBD karena
nyamuk penyebab DBD dapat berkembang biak di lingkungan rumah
yang tidak diperhatikan oleh keluarga. Keluarga dapat melakukan
tindakan 3 M pada lingkungan rumahnya untuk mencegah terjadinya
DBD.
Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah
keterlibatan semua anggota keluarga baik tanggung jawab secara mental dan
emosional. Pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara
sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit DBD.
Maironah (2005) dan Yatim (2001) mengatakan bahwa dalam melakukan
pencegahan DBD keluarga perlu melakukan beberapa metode yang tepat
diantaranya:
1. Lingkungan, metode ini digunakan untuk mengendalikan
perkembangbiakan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), melaksanakan gerakan 3 M Plus, menutup
ventilasi dengan kasa.
2. Biologi, pencegahan DBD dengan metode biologi antara lain keluarga
dapat memelihara ikan pemakan jentik jika di rumah mereka terdapat
kolam
3. Kimiawi, cara pencegahan DBD dengan menggunakan metode kimiawi
antara lain keluarga dapat memberikan bubuk abate pada tempat-tempat
penampungan air dengan dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter
air.
4. Perilaku, memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari
gigitan nyamuk penyebab DBD, menghindari tidur siang, menggunakan

22
kelambu saat tidur, merapikan pakaian kotor yang bergantungan di balik
pintu, memakai lotion atau obat nyamuk lain pada saat tidur.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif
dalam pencegahan dan penanggulangan DBD adalah dengan kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk yaitu menguras, menutup dan mengubur serta
tindakan lainnya seperti memberikan bubuk abate, memasang obat nyamuk, dan
melakukan pemeriksaan jentik berkala.1,2,6,7

23
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Jenis Studi Kasus


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk
mempelajari hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit
atau masalah kesehatan), dengan memilih kelompok studi
berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti
sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak
subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan
pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan holistik
terutama tentang penatalaksanaan penderita diare akut dengan
pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Cendrawasih
pada tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Studi Kasus


3.2.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang
berobat di puskesmas Cendrawsih pada tanggal 30 Maret 2016.
Selanjutnya dilakukan home visit untuk mengetahui secara
holistik keadaan dari penderita.

3.2.2 Lokasi Studi Kasus


Studi kasus bertempat di Puskesmas Cendrawasih Kota Makassar

3.3 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus

24
3.3.1 Keadaan Geografis
Puskesmas Cendrawasih merupakan satu dari 46 puskesmas di Kota
Makassar yang, terletak di Kecamatan Mamajang. Puskesmas Cendrawasih
awalnya adalah Puskesmas Pembantu dari Puskesmas Mamajang. Tapi sejak tahun
1984 telah berdiri sendiri sebagai Puskesmas Non Perawatan yang berlokasi di
Jalan Cendrawasih No.404 Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang
Kota Makassar. Dengan Wilayah kerja Puskesmas Cendrawasih terdiri atas 7
(Tujuh) Kelurahan, 35 RW dan 182 RT dengan luas wilayah 1.020 Km2, dengan
batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bontorannu
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Maccini Sombala
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Jongaya
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maccini Sombala

3.3.2 Keadaan Demografis


Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cendrawasih Tahun 2015
berdasarkan data Pemerintah Kecamatan Mamajang tercatat sejumlah 39.239
jiwa, terdiri dari 19.157 penduduk laki-laki dan 20.082 penduduk perempuan,
dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 7556 KK. Jadi, dalam setiap
keluarga rata-rata terdapat 3 - 4 jiwa.

3.3.3 Visi dan Misi Puskesmas Cendrawasih


1. Visi
Dalam menetapkan visinya Puskesmas Cendrawasih berpedoman dan
memperhatikan Visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu
Masyarakat Sehat, Mandiri, dan Berkeadilan serta Visi Dinas Kesehatan Kota
Makassar yaitu Makassar Sehat Menuju Kota Dunia. Bahwa sebagai upaya
penjabaran Visi Kementerian Kesehatan RI dan Visi Dinas Kesehatan Kota
Makassar, maka Visi Puskesmas Cendrawasih adalah: MENJADIKAN
MASYARAKAT WILAYAH KERJA PUSKESMAS CENDRAWASIH HIDUP
SEHAT

25
2. Misi
Demi terwujudnya masyarakat dalam wilayah Puskesmas Cendrawasih
hidup sehat yang merupakan bagian tercapainya Makassar Sehat Menuju Kota
Dunia harus ditunjang Misi Puskesmas yang dapat diukur serta tidak terpisahkan
dari Visi Puskesmas.
Berdasarkan hal tersebut Puskesmas Cendrawasih mempunyai Misi
sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, merata dan
terjangkau.
b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
beserta lingkungannya.
c. Mendorong pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan paradigma sehat
serta terciptanya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
d. Peningkatan kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program.
e. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
f. Mendorong kemandirian Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat
(UKBM).

3.3.4 10 Penyakit Utama Penyebab Kematian Terbanyak


di Indonesia
Setiap tahunnya, jutaan manusia meninggal karena
banyak hal. Salah satunya adalah penyakit yang diderita. Berikut
ini, Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan peningkatan
jumlah penderita 10 penyakit utama yang menyebabkan
kematian terbanyak di Indonesia, yaitu :
1 Jantung Koroner
Jantung Koroner adalah satu dari 10 Penyakit Terbanyak di
Indonesia yang menyebabkan kematian. Penderita umumnya
mengalami nyeri dada, gagal jantung, hingga serangan jantung
karena jantung gagal memompa darah.
2 Tuberkolosis (TBC)

26
10 Penyakit Terbanyak di Indonesia yaitu TBC. Ya,
Indonesia termasuk peringkat ketiga terburuk di dunia untuk
jumlah penderita TBC. Terapi pengobatan TBC selama 6 bulan
tanpa putus efektif menghindarkan penderita dari kematian.

3 Diabetes Mellitus (Kencing Manis)


Penyakit gangguan metabolisme karena terganggunya
produksi Insulin dan tingginya kandungan gula darah. Diabetes
dapat menyebabkan kematian dengan berbagai komplikasi yang
dibutuhkan.
4 Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi
Penyakit ini disebabkan oleh konsumsi makanan
berlemak/berkolesterol tinggi berlebihan serta kurangnya
aktivitas fisik/olahraga. Hipertensi membahayakan karena
menyebabkan stroke, gagal jantung, serangan jantung.
5 Stroke
Di Indonesia diperkirakan ada 300.000 kasus Stroke setiap
tahunnya. Sayangnya, pasien sering datang ke rumah sakit
sudah dengan tingkat keparahan tinggi sehingga terlambat
ditangani.
6 Kanker
Beberapa dekade yang lalu, jumlah penderita kanker
tidaklah sebanyak pada dekade ini. Penyakit ini semakin
menggejala karena faktor meningkatnya konsumsi makanan
cepat saji, polusi udara, tingkat stres tinggi.
7 Penyakit Paru Kronis
Tingginya angka penderita penyakit ini terjadi karena
kondisi lingkungan yang buruk terutama di kawasan
industri/perkotaan padat penduduk serta kebiasaan merokok
masyarakat Indonesia.
8 Diare

27
Separuh penduduk Indonesia masih tinggal di kawasan
kumuh dan tidak memiliki sanitasi yang baik. Sayangnya,
penanganan Diare sering tidak serius sehingga banyak
menyebabkan kematian pada anak dan balita.
9 Infeksi Saluran Pernafasan/Pneumonia
Iklim tropis dengan kelembaban tinggi diduga menjadi
penyebab banyaknya penyakit ini di Indonesia yang banyak
menyerang anak dan balita di daerah dataran
tinggi/pegunungan.

10 HIV/AIDS
Penggunaan jarum suntik bersama-sama, transfusi darah,
dan hubungan seksual tanpa pengaman meningkatkan angka
penderita penyakit ini setiap tahun. Karena itu, Pendidikan
Kesehatan Reproduksi/Penanggulangan HIV/AIDS harus terus
dilakukan.
10 Penyakit diatas umumnya disebabkan oleh kebiasaan
gaya hidup yang tidak sehat, dan kurangnya tindakan
pencegahan penyakit secara dini yaitu check-up kesehatan
secara rutin. Apalagi 10 penyakit ini sebagian besar termasuk
golongan penyakit kronik
Adapun 10 (sepuluh) jenis penyakit penyebab utama
kematian di Kota Makassar tahun 2012 dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 10 jenis penyakit utama penyebab kematian

28
3.3.5 Organisasi Puskesmas Cendrawasih
a. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan
partisipasi masyarakat yang terdapat dalam wilayah kerja
Puskesmas Cendrawasih turut berperan dalam peningkatan
status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja
Puskesmas Cendrawasih.

Jenis sarana kesehatan yang terdapat diwilayah kerja


Puskesmas Cendrawasih tahun 2015 terdiri dari :
a. Puskesmas : 1 buah
b. Puskesmas Pembantu : 1 buah
c. Pos Kesehatan Kelurahan : 2 buah
d. Dokter Praktek : 18 orang
e. Praktek pengobatan tradisional : 3 Orang
f. Bidan Praktek Swasta ( BPS ) : 5 orang
g. Apotik : 13 buah
h. Posyandu : 40 buah

3.4 Tenaga Kesehatan


Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas
Cendrawasih tahun 2015 sebanyak 30 orang dengan berbagai
spesifikasi, yang terdiri dari:
a. Dokter Umum : 3 orang
b. Dokter Gigi : 2 orang
c. Perawat : 9 orang
d. Bidan : 6 orang
e. Sanitarian : 2 orang
f. Nutrisionis : 2 orang
g. Pranata Laboratorium : 1 orang
h. Apoteker : - orang

29
i. Asisten Apoteker : 1 orang
j. Perawat Gigi : 1 orang
k. Rekam Medik : 3 orang
l. S-1 Kesehatan Masyarakat : - orang
Jumlah personil yang ada di Puskesmas Cendrawasih pada tahun
2015 sebanyak 36 orang yang terdiri dari 29 orang PNS dan 7
orang pegawai tidak tetap.

3.5 Struktur Organisasi


Struktur Organisasi Puskesmas Cendrawasih berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar terdiri
atas:
Kepala Puskesmas
Kepala Subag Tata Usaha
Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
- Unit Kesehatan Masyarakat
- Unit Kesehatan Perorangan
Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
- Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
- Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
- Unit Bidan Komunitas

3.5.1 Alur Pelayanan Puskesmas Cendrawasih

30
Berikut adalah alur pelayanan rawat jalan di Puskesmas
Pasien datang

Pengambilan Kartu

Pemeriksaan
Dengan tindakan
Penunjang Poliklinik Umum
Poliklinik Gigi
Laboratorium KIA/KB Kamar Tindakan

Apotek/Kamar Obat

Pasien pulang

Cendrawasih :

3.6 Pengumpulan data /informasi


Semua yang berkaitan dengan penyakit atau
permasalahan kesehatan penderita informasinya dikumpulkan
dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien dan atau
keluarganya dan analisis data.

3.7 Cara Pengumpulan data/informasi


Dilakukan dengan komunikasi personal dengan
pasien/keluarganya secara langsung dengan menggunakan
pertanyaan what, why, who, where, when dan how.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PENEGAKAN DIAGNOSIS


IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. ZF

31
Umur : 21 tahun
Suku Bangsa : Bugis
Agama : Islam
Status Marital : Belum Kawin
Alamat : Jln.
ANAMNESIS
Pasien anak laki-laki berumur 21 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan demam yang dialami sejak 2 hari yang lalu, demam dirasakan terus-
menerus, menggigil tidak ada, keringat tidak ada,. Nyeri kepala ada sejak 3 hari
yang lalu, nyeri belakang mata ada. Batuk tidak ada, sesak tidak ada. Mual ada,
muntah ada sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut tidak ada.
Buang air kecil : lancar, kesan cukup
Buang air besar : biasa, kuning
Riwayat perdarahan hidung, gusi tidak ada
Riwayat buang air besar hitam tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat menderita demam tifoid tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat di keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada
Riwayat Penyakit dilingkungan sekitar
- Riwayat di lingkungan sekitar ada yang menderita DBD

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien adalah seorang karyawan swasta di sebuah toko swalayan dengan
kondisi ekonomi menengah. Pasien berasal dari kabupaten bone dan sudah 2
tahun tinggal di Makassar. Pasien tinggal bersama saudaranya di sebuah rumah
kontrakan.
PEMERIKSAAN FISIS
1 Keadaan Umum : sakit sedang
2 Vital sign
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15
Tek. Darah : 120/80 mmHg
Frek. Nadi : 82 x/menit

32
Frek Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 38,6 C
BB : 62 kg
Tinggi Badan : 160 cm
3 Status Generalis :
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor
- THT : Dalam Batas Normal
- Leher : Pembesaran KGB dan tiroid (-)
- Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan
dan kiri
Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan
dan kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler kanan dan kiri, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea
midklavikula sinistra
Perkusi : batas jantung kanan ICS IV linea sternalis
dextra batas jantung kiri ICS V linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur(-)
- Abdomen
Inspeksi : simetris, datar, kelainan kulit (-),
pelebaran vena (-)
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-),
hepatomegali (-), spleenomegali (-)
Perkusi : timpani di semua lapang abdomen, nyeri
ketuk (-)



- Ekstremitas : akral hangat, edema
Petekie dan purpura (-)
Uji Rumpe Leede (+)
4 Status Lokalis : -

33
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien, dokter
menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan NS1, dan hasil yang diperoleh
adalah NS1 (+). Dimana antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari
pertama sampai hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS 1 sampai 63%-93,4%
dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard
kultur virus.
DIAGNOSA
Dari hasil anamnesis yang mengatakan pasien datang dengan keluhan
utama demam, pemeriksaan fisis telah dilakukan pemeriksaan uji rumpe leede
dan didapatkan peteki ,dan pemeriksaan NS 1 (+) maka pasien didiagnosa
menderita Demam Berdarah Dengue

4.2. DIAGNOSA PSIKOSOSIAL


Profil Keluarga
1 Karakteristik Keluarga
Tabel 1. Anggota keluarga yang tinggal serumah

Kedudukan
No Nama Gender Umur Pendidikan Pekerjaan
dalam keluarga

Karyawan
1. Tn. TH Saudara Sepupu L 24 thn SMA
Swasta
Karyawan
2. Tn. ZF Pasien L 21 thn SMA
Swasta

2 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


Penilaian status sosial dan kesejahteraan hidup dapat dinilai dari lingkungan
tempat tinggal dan kepemilikan barang-barang berharga.
a Lingkungan tempat tinggal
Hal lain yang berkenaan juga dapat dilihat dari:
Tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat perindukan nyamuk
Bak Air : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)
Kaleng-kaleng bekas : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)

34
Penampung Air lain : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)
Tempat peristirahatan nyamuk : Masih terdapat pakaian yang digantung
sehingga memungkinkan nyamuk beristirahat, pakaian kotor dan sampah
bekas makanan berserakan di sebagian besar ruangan rumah.

Tabel 2 Lingkungan tempat tinggal


Status kepemilikan rumah : kontrak
Daerah perumahan : padat penduduk
Kesimpulan
Karakteristik Rumah dan Lingkungan
Keluarga Tn. ZF tinggal di
Luas rumah : 8 x 8 m2
rumah kontrak. Tn. ZF tinggal
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 2 orang dalam rumah yang tidak sehat
dan sangat kurang
Luas halaman rumah : 2 x 8 m2
memperhatikan kebersihan
Rumah batu
rumah, dengan lingkungan
Lantai rumah dari : semen dan tanah rumah yang padat dan ventilasi
Dinding rumah dari : batu bata yang tidak memadai yang
dihuni oleh 2 anggota
Jamban keluarga : ada
keluarga. Dengan penerangan
Tempat bermain : tidak ada listrik 450 watt. Air PAM
umum sebagai sarana air
Penerangan listrik : 450 watt
bersih keluarga.
Ketersediaan air bersih : ada

Tempat pembuangan sampah : ada

b Kepemilikan barang barang berharga


Tn. ZF memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara lain
yaitu, satu buah televisi berwarna yang terletak di ruang keluarga sekaligus

35
berfungsi sebagai ruang tamu, satu kipas angin yang terletak di ruang
keluarga, satu buah mesin cuci yang terletak di belakang rumah dimana
sekaligus sebagai ruang dapur.
3 Perilaku terhadap Nyamuk
Dalam kesehariannya, dari wawancara yang kami lakukan diketahui bahwa
pola prilaku pasien sendiri terhadap nyamuk kurang baik, hal ini dapat dinilai
dengan :
a. Saat tidur tidak memakai kelambu
b. Saat tidur tidak menyalakan obat nyamuk/ elektrik pembunuh nyamuk
c. Mengenakan lengan panjang untuk menghindari gigitan
d. Menutup ventilasi dengan kasa
e. Sangat tidak memperhatikan kebersihan rumah dan sekitar rumah
4 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
a Tempat berobat
Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, mereka selalu
berobat ke puskesmas untuk mendapatkan terapi yang lebih baik untuk
kesembuhan penyakit mereka.
b Asuransi / Jaminan Kesehatan
Keluarga Tn.ZF tergolong keluarga dengan status ekonomi
menengah, dan terdaftar sebagai pengguna BPJS.
5 Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Tabel 3 Pelayanan Kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan
Tn.ZF berobat ke
Cara mencapai pusat Kendaraan pribadi/motor
Puskesmas dengan
pelayanan kesehatan
mengendarai kendaraan
pribadi (motor).
Tarif pelayanan Murah Menurutnya kualitas
kesehatan pelayanannya dinilai
memuaskan sehingga
Kualitas pelayanan pasien mau datang
Memuaskan
kesehatan kembali untuk berobat.

6 Pola Konsumsi Makanan Keluarga

36
a Kebiasaan makan :
Keluarga Tn.ZF makan sebanyak dua kali sehari. Menu makanan tidak
menentu. Tn.ZF seorang karyawan, kesibukannya di tempat kerja sejak jam 07:00
pagi hingga 17:00 sore membuatnya jarang masak di rumah dan lebih sering
makan di warung atau membungkus makanan untuk dibawa pulang. Tn.ZF
mengaku jarang mengkonsumsi buah-buahan dan susu, hanya sering membeli
makanan ringan atau snack untuk dikonsumsi di rumah.
b Menerapkan pola gizi seimbang :
Tn.ZF masih belum menerapkan pola gizi seimbang karena keterbatasan
ekonomi dan kebiasaan pola makan yang kurang sehat. Sehingga keluarga ini
jarang mengkonsumsi buah-buahan dan susu untuk asupan gizi yang seimbang.

7 Pola Dukungan Keluarga


1 Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga
Tn.ZF hanya tinggal berdua bersama saudara sepupunya yang juga
mempunyai kesibukan yang sama seperti Tn.ZF, dimana masalah kesehatan
kurang diperhatikan dengan baik. Namun disaat sedang menderita sakit, Tn.ZF
punya kesadaran untuk ke puskesmas guna memeriksakan kesehatannya.
2 Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga
Adapun faktor-faktor yang menghambat dalam kesembuhan Tn.ZF antara
tidak memperhatikan kebersihan rumah dan sekitar rumahnya. Terlihat seisi
rumah sangat berantakan, dimana pakaian kotor berserakan di ruang-ruang yang
ada di rumah. Juga pakaian yang tergantung tidak beraturan di belakang pintu
kamar. Halaman rumah sudah ditumbuhi rumput liar dan terkesan tidak rapi, serta
sampah-sampah botol, kaleng dan plastik berserakan. Begitu pula di halaman
belakang rumah, terkesan sangat kotor dengan sampah, dan bersebalahan
langsung dengan dapur dan mesin cuci tanpa adanya pembatas ruangan. Jendela-
jendela dalam rumah juga sangat jarang dibuka sehingga ventilasi udara dan
cahaya matahari tidak dapat masuk dengan baik.

4.3. TERAPI DBD DENGAN PENDEKATAN HOLISTIK


TANGGAL INTERVENSI, DIAGNOSTIK HOLISTIK, DAN RENCANA
SELANJUTNYA
Pertemuan ke 1 : 11 april 2016

37
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-
ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnostik holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis. .
Anamnesa
Identifikasi permasalahan yang didapat dalam keluarga
1 Masalah dalam fungsi ekonomi dan pemenuhan kebetuhan
Tn.ZF merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dimana orang tua dan
adik-adiknya tinggal merantau di kota Jayapura. Tn.ZF hidup mandiri dan
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja sebagai karyawan swasta di
sebuah toko swalayan. Tn.ZF kurang begitu peduli dengan pemenuhan kebutuhan
gizi sehari-hari.
2 Masalah lingkungan
Lingkungan tempat tinggal Tn.ZF merupakan lingkungan yang padat
penduduk. Tn.ZF jarang membuka jendela rumahnya sehingga terasa lembab.
Halaman depan dan belakang rumah sangat tidak diperhatikan kebersihannya.
Banyak sampah berserakan dan bisa menjadi tempat nyamuk berkembang biak. Di
dalam rumah banyak berserakan sampah sisa makanan dan pakaian kotor yang
bisa menjadi tempat peristirahatan nyamuk. Pakaian bekas pakai juga banyak
digantung di belakang pintu kamar tidur.

Diagnosis Holistik
Untuk melakukan diagnostik holistik yang komprehensif maka diperlukan
tinjauan dari beberapa aspek antara lain :
1 Aspek personal

38
Pasien datang berobat sendiri di Puskesmas Cendrawasih dengan keluhan
demam. Hal ini dilakukan karena pasien merasa sangat lemas dan demamnya
meninggi terus-menerus, sehingga khawatir bahwa demam yang dialami oleh
pasien adalah bukan demam yang biasa melainkan merupakan penyakit DBD.
Pasien merasa khawatir karena tidak jauh dari rumahnya, ada juga yang terserang
penyakit DBD beberapa hari sebelumnya. Dengan berobat ke puskesmas pasien
berharap penyakitnya dapat cepat sembuh.
2 Aspek klinik
Berdasarkan hasil anamnesa yang didapatkan pasien datang dengan demam
yang dialami sejak 3 hari yang lalu, demam terus-menerus, sakit kepala ada, nyeri
belakang orbita ada, mual ada, muntah ada, dan dari pemeriksaan fisis didapatkan
uji rumpe leede (+). Maka dari itu, dokter menganjurkan untuk melakukan
pemeriksaan NS1 yang ada di puskesmas dan diperoleh hasil NS1(+).
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis dengan DBD grade I.
3 Aspek risiko internal
Penyakit DBD dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal antara lain
kebiasaan pasien, dan tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi.
Dilihat dari tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan terhadap
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Untuk
rumah Tn.ZF disini termasuk rumah yang kurang sehat dimana jendela rumah
jarang sekali dibuka sehingga ventilasi untuk udara dan cahaya matahari tidak
terpenuhi dengan baik. Banyaknya sampah dan pakaian kotor berserakan di dalam
rumah. Pakaian bekas pakai juga banyak tergantung di belakang pintu kamar.
Halaman depan dan belakang rumah banyak terdapat sampah dan bisa menjadi
sarang berkembangbiaknya nyamuk. Dan juga kurangnya pengetahuan tentang
pentingnya menjaga kebersihan lingkungan terutama mengenai pentingnya
menguras bak mandi minimal seminggu sekali, mengubur kaleng-kaleng bekas
yang mungkin bisa menjadi wadah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti,
menutup rapat wadah penampungan air dan hindari menggantung pakaian yang
akan menjadi tempat persembunyian nyamuk penyebab DBD.

39
Kemudian melihat kondisi ekonomi yang berkaitan erat dengan pendidikan,
keadaan sanitasi lingkungan, dan gizi. Kesibukan pekerjaan juga membuat Tn.ZF
kurang memperhatikan asupan makanan dan kebutuhan gizinya dengan baik.
4 Aspek Resiko Faktor Eksternal
Terdapatnya orang yang menderita DBD yang tinggal disekitar rumah
pasien.
5 Aspek psikososial keluarga
Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat menghambat
kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita
pasien, serta kurangnya kesadaran untuk hidup sehat. Sedangkan faktor yang
dapat mendukung kesembuhan pasien yaitu, adanya kemauan dan kesadaran
sendiri untuk mengunjungi puskesmas saat merasa kurang sehat.
6 Aspek fungsional
Secara aspek fungsional, sekarang pasien sedikit mendapatkan kesulitan dan
merasa kurang mampu dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di
dalam maupun di luar rumah, dikarenakan kondisi tubuh pasien yang lemah.

4.4 PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN DBD


A. PENATALAKSAAN
Paracetamol 500 mg 3x1
Vitamin C 2x1
Domperidon 3x1
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pada kasus ini dokter hanya memberikan terapi
suportif (obat penurun panas, vitamin dan obat muntah) dan meminta pasien untuk
minum banyak air putih untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan.
B. ANJURAN
Istirahat cukup
Banyak minum air
Biasakan tidur menggunakan lotion anti nyamuk
Makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas
C. PENCEGAHAN
1. Menutup rapat wadah penampungan air

40
2. Membersihkan rumah dan halaman rumah
3. Mengubur sampah-sampah
4. Menutup ventilasi dengan kasa
5. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian nyamuk
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1 Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia,
dan perbaikan desain rumah. Yaitu dengan gerakan 3M Plus :
Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah
dan lain sebagainya.
Plus : Jangan menggantung pakaian-pakaian bekas pakai.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, tidak menggantung
pakaian bekas pakai, dll sesuai dengan kondisi setempat.

41
42
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus DBD yang dilakukan di layanan primer
(PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita DBD dengan pendekatan
diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosa menderita DBD.
2 Permasalahan yang didapat ditinjau dari beberapa fungsi diantaranya :
Tn.ZF merupakan laki-laki yang berumur 21 tahun, dan bekerja sebagai
karyawan swasta di sebuah toko swalayan dengan penghasilan tetap setiap
bulan. Tn.ZF merasa sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak
begitu peduli dengan kebersihan rumah dan lingkungannya. Terlihat dari
banyaknya sampah sisa makanan dan pakaian bekas pakai di lantai rumah.
Juga halaman depan dan belakang rumah yang banyak sampah sisa makanan
dan tidak dibersihkan. Banyak juga pakaian yang tergantung di pintu kamar
tidur. Tn.ZF juga tidak begitu memperhatikan asupan makanan dan gizinya
karena merasa sibuk dengan pekerjaannya.
3 Diagnosis Holistik (multiaksial) :
- Aspek personal : Pasien berharap dengan datang berobat ke
PUSKESMAS maka keluhan yang dideritanya akan sembuh.
- Aspek klinik : DBD
- Aspek resiko internal :
Aspek risiko internal yang didapatkan pada pasien yaitu kebiasaan, keadaan
sosial ekonomi, dan lingkungan. Kurangnya kesadaran tentang kebersihan
lingkungan serta kesadaran tentang pentingnya asupan gizi seimbang.
- Aspek resiko eksternal
Di lingkungan tempat tinggalnya terdapat orang yang menderita penyakit
yang sama yaitu DBD

- Aspek psikososial keluarga :

43
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita pasien,
serta kurangnya kesadaran keluarga untuk hidup bersih dan sehat.
- Aspek Fungsional :
Pasien sedikit mendapatkan kesulitan dan merasa kurang mampu dalam hal
fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam maupun di luar rumah,
dikarenakan kondisi tubuh pasien yang lemah.

5.2 Saran
1. Kepada penderita DBD agar selalu menjaga kesehatan, kebersihan
lingkungannya dan mengatur pola makan yang baik untuk meningkatkan
imunitas pasien.
2. Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan lingkungan
sehat lebih ditingkatkan lagi dalam upaya pencegahan DBD.
3. Sebaiknya dilakukan pencegahan penyakit DBD disekitar wilayah kerja
puskesmas dengan lebih intensif, terutama saat musim hujan.
4. Promosi kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas berkaitan
dengan gaya hidup, sanitasi dan lingkungan sekitar akan sangat membantu
dalam penanggulangan penyakit DBD.
5. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap
masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah yang rentan terhadap serangan
penyakit DBD.

DAFTAR PUSTAKA

1 Evisina Hanafiati Frans, Patogenesis Infeksi Virus Dengue. FK Wijaya


Kusuma. Surabaya: 2009

44
2 Aryu Chandra, Dengue Hemorrhagic Fever: Epidemiology, Pathogenesis, and
Its Transmission Risk Factors. 2010 : 110-119
3 Umar FA, Sudjana P, Supratman S, Jendela Epidemiologi: DemamBerdarah
Dengue. Kementrian Kesehatan RI. 2010
4 Kementrian Kesehatan RI, Jakarta. 2015: 153-155
5 Dinas Kesehatan Kota Makassar, Makassar. 2015 : 10-12
6 Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi VI. Editor : Sudoyo AW
dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta :
2014.
7 Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.
8 Maria I, Ishal A, Selomon M. Faktor Resiko Demam Berdarah Dengue di
Kota Makassar Tahun 2013. Hal 1-11.
9 Suhendro LN, Khie Chen, Herdiman T.Pohan. Demam Beerdarah Dengue. In:
Aru W.Sudoyo Bs, Idrus Alwi, Marcellus Simadribata K, Siti Setiati, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. V ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.
2773-9.
10 Frans EH. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. FK Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya. 2010.
11 Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW
dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta :
2007.
12 Bagus Uda Palgunadi AR. Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit Demam
Berdarah Dengue. FK Universitas Wijaya Kusuma.
13 Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Farmaka. 2007 ; 5:12-29.
14 Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi VI. Editor : Sudoyo AW
dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta :
2014.
15 Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.

LAMPIRAN

Depan rumah pasien

45
Berdiskusi bersama pasien

Selokan depan rumah Belakang Pintu

46
Ruang tamu sekaligus ruang keluarga

Kamar tidur

47
Tempat pakaian kotor / Gudang Pintu belakang

Kamar mandi / Toilet

48
Dapur dan tempat mesin cuci

Halaman belakang

49
50

Anda mungkin juga menyukai