Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia sebagaimana yang dimaksudkan
dalam pancasila dan UUD 45.
Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumberdaya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis.
Kebijakan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia bahwa Puskesmas sebagai
bagian dari sistem Kesehatan Nasional, sub sistem, dari kesehatan yang berada di
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Sebagai sistem yang harus berjalan, Puskesmas
dilengkapi dengan organisasi, memiliki Sumber Daya dan Program kegiatan pelayanan
kesehatan.
Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib
dilaksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ada 6 program pokok pelayanan kesehatan
diantaranya program pengobatan, promosi kesehatan, pelayanan KIA dan KB, pencegahan
penyakit menular dan tidak menular, kesehatan lingkungan dan perbaikan gizi masyarakat.
program kesehatan lingkungan adalah salah satu program pokok puskesmas yang
berupaya untuk menciptakan kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya kualitas
hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Ada (5) upaya dasar yang dilakukan di bidang kesling
1) Penyehatan sumber air bersih (SAB)
Kegiatan upaya penyehatan air meliputi ; surveilans kjualitas air, inspeksi sanitasi SAB,
pemeriksaan kualitas air, pembinaan kelompok pemakai air.
2) Penyehatan lingkungan pemukiman (Pemeriksaan Rumah)
Sarana sanitasi dasar yang dipantau meliputi jamban keluarga (jaga), saluran pembuangan air
limbah (SPAL), dan tempat pengelolaan sampah (TPS).
3) Penyehatan tempat-tempat umum (TTU)
Penyehatan tempat-tempat umum meliputi hotel dan tempat penginapan lain, pasar, kolam
renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah, salon dan pangkas rambut, dilakukan upaya
pembinaan institusi rumah sakit dan sarana kesehatan lain, sarana pendidikan dan
perkantoran
4) Penyehatan tempat pengelola makanan (TPM)
Secara umum penyehatan TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan
pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan dan minuman, kesiap-siagaan dan
penanggulangan KLB, keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit bawaan makanan
5) Pemantauan Jentik nyamuk dan PSN (pemberantasan Sarang Nyamuk)
Petugas sanitasi puskesmas melakukan pemeriksaan terhadap tempat yang mungkin menjadi
perindukan nyamuk.
6) Konsultasi kesling klinik sanitasi
Pemberian konsultasi gratis kepada masyarakat/pasien yang menderita penyakit yang
berhubungan dengan lingkungan seperti; diare, kecacingan, penyakit kulit, TB Paru, dan
lainnya.

1.2 Tujuan
Umum : Meningkatkan kemampuan manajemen Program Kesling
Puskesmas dalam mengelola kegiatannya dalam upaya
Peningkatan pencapaian program Kesling.

Khusus :
1. Dapat disusunnya rencana usulan kegiatan program Kesling
2. Dapat disusunnya rencana pelaksanaan kegiatan progaram Kesling

BAB II
VISI DAN MISI PUSKESMAS

2.1 VISI
Masyarakat Sawahlunto yang mandiri untuk hidup sehat menuju kota wisata tambang
yang berbudaya dan sejahtera
2.2 MISI
Untuk mewujudkan visi tersebut diatas maka ditetapkan misi pembangunan kesehatan
kota Sawahlunto sebagai berikut :
1. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
2. Meningkatkan pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
3. Meningkatkan kemandirian masyarakat untuk memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan.

BAB III
TUGAS POKOK PROGRAM KESLING

3.1 Tugas Pokok


Tugas pemegang program adalah sebagai pelaksana pengamatan kesehatan lingkungan,
pengawasan kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan
kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-
cara hidup bersih dan sehat.
Uraian tugas pemegang program gizi berdasarkan struktur organisasi adalah
sebagai berkut.
1) Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan.
a) Menyusun TOR rencana lima tahunan tingkat kabupaten/kota.
b) Mengumpulkan data dalam rangka menyusun rencana lima tahunan tingkat
propinsi.
c) Mengolah data secara sederhana dalam rangka menyusun rencana lima
tahunan tingkat propinsi
d) Mengolah data lanjut dalam rangka menyusun rencana 5 tahunan tingkat
kabupaten/ kota,
e) Menganalisis data secara sederhana dalam rangka menyusun rencana lima
tahunan tingkat kabupaten/kota
f) Menyusun rancangan rencana lima tahunan tingkat kabupaten/kota
g) Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat kabupaten/kota.
h) Mengolah data secara sederhana tingkat kabupaten/ kota untuk menyusun
rencana tahunan
i) Menganalisis data secara sederhana dalam rangka menyusun rencana
tahunan tingkat kecamatan/puskesmas.
j) Menyajikan rancangan rencana tahunan tingkat kecamatan/puskesmas.
k) Menyusun rencana 3 (tiga) bulanan tingkat kecamatan/puskesmas
l) Menyusun rencana bulanan tingkat kecamatan/puskesmas
m) Menyusun rencana operasional tingkat kecamatan/puskesmas
n) Menyusun data/literature untuk menyiapkan penyusunan petunjuk
teknis/petunjuk pelaksana
o) Menyusun data/literature dalam rangka menyusun pedoman.
2) Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan.
a) Melakukan pengumpulan data sekunder untuk pengamatan kesehatan
lingkungn
b) Melakukan pengolahan data secara manual untuk pengamatan kesehatan
lingkungan
3) Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan
a) Melakukan pemeriksaan secara sederhana. pada obyek kelompok II
b) Mengambil sample secara sederhana pada obyek kelompok II
c) Menentukan diagnosa dan treatment intervensi obyek kelompok I awal
secara konvensional
d) Menentukan diagnosa dan treatment intervensi objek kelompok II awal
secara sederhana
e) Melakukan konsultasi kesling obyek kelompok I awal lokal
4) Memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan
lingkungan.
a) Membuat instrumen sederhana untuk identifikasi perilaku dalam rangka
persiapan kegiatan.
b) Membuat instrumen lanjut untuk identifikasi perilaku dalam rangka
persiapan kegiatan
c) Mengumpulkan data primer untuk identifikasi perilaku dalam rangka
persiapan kegiatan
d) Mengumpulkan data sekunder untuk identifikasi perilaku
e) Melakukan tabulasi dan pengumpulan data sederhana untuk menganalisis
perilaku
f) Menganalisis secara sederhana tentang perilaku
g) Membuat perencanaan sederhana untuk pemberdayaan masyarakat
h) Mengembangkan materi sederhana untuk pemberdayaan masyarakat
i) Mempersiapkan dan memelihara alat peraga
j) Melakukan pemberdayaan individu secara umum
k) Membuat laporan hasil pemberdayaan
l) Melakukan pengumpulan data tentang masalah kesehatan dalam rangka
menggerakkan dan mengerahkan kelompok masyarakat potensial.
m) Melakukan pertemuan lintas program
n) Mendapatkan calon kader untuk penggerakan masyarakat.

5) Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan.


a) Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang
dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan secara
nasional.
b) Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang
dipublikasikan dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui instansi yang
berwenang (LIPI).
c) Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan
sendiri dalam bidang kesehatan yang tidak dipublikasikan tetapi
didokumentasikan pada perpustakaan dalam bentuk buku dan atau makalah.
d) Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan
sendiri dalam bidang kesehatan yang dipublikasikan dalam bentuk buku dan
atau makalah
e) Membuat karya tulis ilmiah popular di bidang kesehatan lingkungan yang
disebarluaskan melalui media massa
6) Menterjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya di bidang kesehatan
lingkungan
a) Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan atau diedarkan secara
nasional.
b) Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh instansi yang
berwenang (LIPI)
c) Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang tidak
dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau makalah.
d) Membuat abstrak tulisan ilmiah yang dimuat dalam penerbitan.
7) Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan.
8) Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan.
9) Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan.

BAB IV
PENCAPAIAN PROGRAM KESLING TAHUN 2010 &
PERENCANAAN PROGRAM KESLING TAHUN 2011

4.1 Pencapaian Target Kegiatan Kesling tahun 2010


N Jenis Kegiatan Kegiatan Pencapaia Targe
o n t
1 Pengawasan Rumah sehat 73.3 100
Rumah bebas jentik 96.1 90
rumah
2 Pengawasan Keluarga Memakai Jamban yang 60.2 90
Jamban memenuhi syarat kesehatan
3 Pengawasan Rumah dengan SPAL yang memenuhi 26.8 100
SPAL syarat
4 Pengawasan TTU yang Diperiksa tahap I 100 100
TTU yang memenuhi syarat tahap I 97.5
TTU
TTU yang diperiksa tahap II 100
TTU yang Memenuhi Syarat tahap II 91.3
5 Pengawasan SAB yang diperiksa 100 85
SAB yang memenuhi syarat 80.9
SAB
6 Pengawasan TPM yang diperiksa tahap I 100 100
TPM yang memenuhi syarat tahap I 64,1
TPM
TPM yang diperiksa tahap II 100
TPM yang memenuhi syarat tahap II 77,9

4.2. Perumusan Masalah dan Penyebab Masalah Program Kesehatan Lingkungan


No Rumusan Masalah Berbagai Faktor Perumusan Penyebab Masalah
Penyebab Masalah

1 Cakupan jamban yang Masih adanya Kepemilikan rumah yang masih


memenuhi syarat masih sebagian dari berstatus sewa/kontrak
rendah, 60.2% masyarakat yang tidak Tidak tersedianya lahan untuk
sedangkan target 90% mempunyai jamban membuat septictank
dan septictank

Perilaku / kebiasaan
Perilaku / kebiasaan masyarakat
masyarakat
yang BAB di sungai dan
sembarangan tempat
Faktor ekonomi
Masyarakat mengganggap bahwa
membuat jamban itu mahal
Kurangnya dukungan / sokongan
Dukungan LS (Lintas
dari lintas sektoral untuk
Sektor)
mengajak masyarakat untuk
membuat jamban sederhana
Sarana dan prasarana Masih rendahnya pencapaian
yang tidak mendukung SPAL yang memenuhi syarat
2 Masih rendahnya Masih adanya kesehatan
cakupan SPAL yang masyarakat yang
memenuhi syarat dari mengalirkan air
target 100 %, tercapai pembuangannya
baru 26.8 % langsung kesungai
Masih kurangnya
system drainase kota
Rendahnya status
ekonomi keluarga
Kepemilikan rumah
yang masih berstatus
sewa/kontrak

4.3 Perumusan Pendekatan Pemecahan Masalah Program Kesehatan Lingkungan

N Rumusan Inventarisasi Rumusan Pendekatan


o Penyebab Alternatif Pemecahan Masalah
Masalah Pendekatan
Pemecahan Masalah

1. Cakupan jamban Melakukan Membuat jadwal


yang memenuhi penyuluhan PHBS penyuluhan
syarat kesehatan secara berkelanjutan
masih rendah Kunjungan rumah
secara berkelanjutan Membuat jadwal kunjungan
Membuat rumah
jamban/bowl Memberikan contoh
percontohan dengan pembuatan jamban yang baik
melibatkan dinas
terkait Bekerjasama dengan lintas
Menjaga hubungan sector
kerjasama yang baik
dengan lintas sector
Mengajak Memberikan motivasi
masyarakat untuk kepada masyarakat untuk
membuat jamban yang mau melakukan perubahan
sesuai dengan syarat terhadap lingkungan
kesehatan
Menyebarkan leaflet Memberikan informasi
4. tentang kesehatan melalui leaflet tentang
lingkungan kesehatan lingkungan
Melatih masyarakat untuk
Pelatihan natural bisa melakukan perubahan
leader dan mengajak masyarakat
lain yang tidak punya
jamban agar mau membuat
jamban

Menjelaskan tentang
Sosialisasi CLTS ke bahaya BABS (Buang Air
Sekolah Besar Sembarangan)

Mengusulkan OH petugas
Memberikan OH
petugas

nventarisasi rencana kegiatan Program Kesehatan Lingkungan


No Pendekatan pemecahan Inventarisasi rencana Rencana kegiatan
masalah kegiatan
1 Membuat jadwal penyuluhan Jadwal penyuluhan Setiap bulan (12 x
PHBS setahun)

2 Membuat jadwal kunjungan Jadwal kunjungan Setiap bulan (12 x


rumah setahun)
3 Memberikan contoh Menerangkan / menjelaskan 3 x setahun
pembuatan jamban yang baik tentang system SPAL yang
baik
4 Menjaga hubungan kerjasama Bekerjasama dengan lintas Setiap 3 bulan
yang baik dengan lintas sector sector untuk menjadikan salah
satu desa ODF
5 Memberikan motivasi kepada Memotivasi masyarakat untuk Setiap bulan (12 x
masyarakat untuk mau mau berperilaku hidup bersih setahun)
melakukan perubahan terhadap dan sehat melalui penyuluhan
lingkungan keliling

encana usulan kegiatan Program Kesehatan Lingkungan


Kegiatan Rencana kegiatan Target Volume Sasaran
pokok kegiatan
Kesling Pemeriksaan Rumah
Rumah 12 x setahun 12 x setahun Masyarakat
Jamban
SAB
SPAL
Sampah
Jentik
Pemeriksaan Tempat-tempat
TTU 2 x setahun 2 x setahun umum
Pemeriksaan Tempat
TPM 2 x setahun 2 x setahun pengolahan
makanan
Setiap ada kasus Setiap ada kasus Masyarakat
Klinik sanitasi yang di rujuk dari yang di rujuk yang berkunjung
poli dari poli ke pelayanan
kesehatan

4.6 Analisa Hambatan Potensial Program Kesehatan Lingkungan

N KEGIATAN KEMUNGKINAN HAMBATAN LANGKAH MENCEGAH


O PELAKSANAAN TIMBULNYA HAMBATAN
1 2 3 4

1 Penyuluhan
Tidak semua masyarakat datang Melalui undangan
diundang atau tidak berada dirumah Kunjungan rumah oleh
petugas dan kader kesling
Menggunakan puskel
2 Membuat Adanya jadwal yang bentrok dengan Konfirmasi ulang sebelum
jadwal kegiatan lain jadwal kunjungan
kunjungan
3 Menerangkan / Dana tidak ada Mengusulkan permintaan dana
menjelaskan ke Lintas Sektor
tentang
pembuatan
jamban sehat
4 Bekerjasama Masyarakat yang tidak sulit untuk Melakukan pendekatan dan
dengan lintas berubah kerjasama dengan tokoh
sector untuk masyarakat
menjadikan
salah satu desa
ODF
5 Memotivasi Masyarakat yang tidak sulit untuk Melakukan pendekatan dan
masyarakat berubah kerjasama dengan tokoh
untuk mau masyarakat
berperilaku
hidup bersih
dan sehat
melalui
penyuluhan
keliling
6 Mengusulkan Dana tidak di anggarkan Di usulkan dalam anggaran
leaflet ke DKK
7 Melakukan Kurangnya keaktifan dari natural Bekerjasama dengan petugas
pelatihan leader dalam melakukan pemicuan kesehatan
natural leader
dan pemicuan
CLTS
8 Melakukan Kurang mengerti murid SD tentang Bekerjasama dengan guru
pemicuan CLTS bahaya dari BABS dalam memberikan motivasi
pada murid SD kepada murid untuk melakukan
perubahan
9 Mengusulkan Tidak ada dana untuk OH petugas Di usulkan dalam PTP ini
OH petugas
pada PTP ini

BAB V
PENUTUP

Penyusunan perencancanan program kesling ini dimaksudkan untuk memberikan


pedoman dalam melaksanakan program kesling sehingga dalam pelaksanaannya nanti
kegiatan yang dilaksanakan akan lebih terarah .

Diharapkan pada semua pihak yang terkait dapat melaksanakan program kesling
dengan baik dan profesional sehingga mendapat hasil yang lebih baik.

Akhirnya kami mengharapkan dukungan dari semua pihak maupun lintas sektoral
terkait buntuk dapat berperan serta dalam program kesehatan yang kami rencanakan.
Makalah Sanitasi Tempat-Tempat Umum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sarana dan bangunan umum merupakan tempat dan atau alat yang dipergunakan oleh
masyarakat umum untuk melakukan kegiatannya, oleh karena itu perlu dikelola demi
kelangsungan kehidupan dan penghidupannya untuk mencapai keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial, yang memungkinkan penggunanya hidup dan bekerja dengan produktif
secara social ekonomis. Sarana dan bangunan umum dinyatakan memenuhi syarat kesehatan
lingkungan apabila memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan dapat mencegah
penularan penyakit antar pengguna, penghuni dan masyarakat sekitarnya, selain itu harus
memenuhi persyaratan dalam pencegahan terjadinya kecelakaan. 1
Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2006 sebanyak 24 % dari
penyakit global disebabkan oleh segala jenis faktor lingkungan yang dapat dicegah serta lebih
dari 13 juta kematian tiap tahun disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah. Empat
penyakit utama yang disebabkan oleh lingkungan yang buruk adalah diare, infeksi Saluran
Pernapasan Bawah, berbagai jenis luka yang tidak intens, dan malaria. 2
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara negara berkembang.
Menurut WHO, penyakit diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena
access pada sanitasi masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan
lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya
manusia pada skala nasional. 3

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih penyebab utama kematian di Indonesia.


Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan legitimasi seiring dengan munculnya flu
burung dan flu babi, dua penyakit yang sangat berkaitan dengan sanitasi lingkungan. Di
Pekanbaru sendiri, data penyakit berbasis lingkungan pada tahun 2004, didapatkan data
malaria sebanyak 236 kasus, tahun 2005 198 kasus, tahun 2006 195 kasus. TB paru pada
tahun 2004 didapatkan 347 kasus, tahun 2005 633 kasus, tahun 2006 287 kasus. DBD tahun
2004 253 kasus, tahun 2005 839, tahun 2006 347 kasus. Diare tahun 2006 1.059 kasus, ISPA
tahun 2006 231 kasus. Oleh karena itu, ke depan semakin dibutuhkan upaya yang intensif dan
serius dari banyak pihak terkait untuk melakukan intervensi terahadap faktor lingkungan.2, 3, 4
Program kesehatan lingkungan Puskesmas Muara Fajar telah melakukan kegiatan
pendataan dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, namun kegiatan tersebut belum
sesuai target yang ditetapkan Depkes RI. Dari laporan kegiatan program Kesling bulan
Januari-November 2009, terdapat 42 tempat umum yang ada di wilayah Puskesmas Muara
Fajar, baru 14 yang pernah dilakukan pemeriksaan sanitasi. Jika dipersentasikan, cakupan
pelayanannya adalah 33,33%, sedangkan menurut standar pelayanan minimal Kabupaten/kota
yaitu 80%. Hasil wawancara dengan penanggung jawab program Kesling, permasalahan
terletak pada kurangnya jumlah tenaga sanitarian dengan wilayah kerja yang luas, serta
banyaknya beban kerja lainnya. Selain itu formulir pemeriksaan dan inspeksi sanitasi untuk
tempat-tempat umum belum tersedia lengkap.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sanitasi Tempat-Tempat Umum


Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara kesehatan.
Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia,
yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi
perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia.
Tempat-tempat umum yaitu tempat kegiatan bagi umum, yang mempunyai tempat,
sarana dan kegiatan tetap, diselenggarakan badan pemerintah, swasta, dan atau perorangan,
yang dipergunakan langsung oleh masyarakat. Jenis tempat-tempat umum antara lain : 8, 9
a. Yang berhubungan dengan sarana Pariwisata :
- Penginapan/Losmen
- Mess
- Kolam Renang
- Bioskop
- Tempat Hiburan
- Tempat Rekreasi
- Bilyard
- Tempat Bersejarah
b. Yang berhubungan dengan sarana Perhubungan :
- Terminal Angkutan Darat
- Terminal Angkutan Sungai
c. Yang berhubungan dengan sarana Komersial :
- Pemangkas Rambut
- Salon Kecantikan
- Pasar-Pasar
- Apotik
- Toko Obat
- Perbelanjaan
d. Yang berhubungan dengan sarana Sosial :
- Tempat-Tempat Ibadah
- Rumah Sakit
- Klinik Bersalin
- Sekolah-Sekolah/Asrama
- Panti Asuhan
e. Kantor-Kantor Pemerintahan dan Swasta termasuk Bank-Bank Pemerintah dan Swasta.
Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang
berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau
menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat
dicegah. Sarana dan bangunan umum dinyatakan memenuhi syarat kesehatan lingkungan
apabila memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan dapat mencegah penularan penyakit
antar pengguna, penghuni dan masyarakat sekitarnya, selain itu harus memenuhi persyaratan
dalam pencegahan terjadinya kecelakaan. Penyelenggaraan sarana dan bangunan umum
berada di luar kewenangan Departemen Kesehatan, namun sarana dan bangunan umum
tersebut harus memenuhi persyaratan kesehatan. Hal ini telah diamanatkan pada UU No.23
Tahun 1992 tentang Kesehatan.

2.2 Pedoman Penyehatan Sarana Dan Bangunan Umum


Dasar pelaksanaan kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum
adalah Kepmenkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan
Bangunan Umum. Menurut Kepmenkes tersebut, batasan pengertian penyehatan sarana dan
bangunan umum, adalah upaya kesehatan lingkungan, dalam pengendalian faktor risiko
penyakit pada sarana dan bangunan umum. Faktor resiko penyakit adalah hal-hal yang
memiliki potensi terhadap timbulnya penyakit.
Tujuan diadakannya penyehatan sarana dan bangunan umum adalah sebagai upaya
untuk meningkatkan pengendalian faktor risiko penyakit dan kecelakaan pada sarana dan
bangunan umum. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah :
a. Lingkungan Pemukiman antara lain perumahan, asrama, pondok pesantren, condominium /
apartemen, rumah susun dan sejenisnya.
b. Tempat umum antara lain hotel, penginapan, pasar, bioskop, tempat rekreasi, kolam renang,
terminal, Bandar udara, pelabuhan laut, pusat perbelanjaan dan usaha-usaha yang sejenis.
c. Lingkungan kerja antara lain kawasan perkantoran, kawasan industri, atau yang sejenisnya.
d. Angkutan umum antara lain bus umum, pesawat udara komersial, kapal penumpang, kapal
ferry penumpang, kereta api dan sejenis.
e. Lingkungan lainnya antara lain tempat pengungsian, daerah transmigrasi, lembaga
permasyarakatan, sekolah dan sejenis.
f. Sarana Pelayanan Umum antara lain samsat, bank, kantor pos dan tempat ibadah yang
sejenis.
g. Sarana Kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, laboratorium, pabrik obat, apotik dan
yang sejenis.
Untuk pelaksanaan kegiatan di tingkat pusat, adalah Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL), dan
sebagai penanggung jawab program adalah Direktur Jenderal PPM & PL. Untuk pelaksanaan
di tingkat propinsi sebagai penanggung jawab adalah Gubernur Kepala Daerah dan
Pelaksananya adalah Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Pelaksanaan di Tingkat Kabupaten,
sebagai Penanggung jawab program adalah Bupati / Walikota dan pelaksananya adalah
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Di Tingkat Kecamatan Penanggung jawab
pelaksanaan program adalah Camat dan pelaksananya adalah Kepala Puskesmas.
Dinas Kabupaten/kota memiliki unit pelaksana teknis yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya yaitu Puskesmas. Lingkup
kegiatan yang dilakukan dalam program penyehatan sarana dan bangunan umum di tingkat
Kabupaten/Kota adalah :
a. Perencanaan
1) Membuat program kegiatan upaya penyehatan sarana dan bangunan umum.
2) Mengumpulkan data, menetapkan prioritas dan implementasi / pelaksanaan program serta
melakukan evaluasi.
b. Pengawasan kualitas
Pengawasan kualitas yang dilakukan, meliputi :
1) Inspeksi sanitasi.
2) Pengambilan sample dan pemeriksaan sample
3) Analisa data dan rumusan pemecahan masalah, serta memberi rekomendasi untuk tindak
lanjut.
c. Investigasi
Invstigasi dilakukan bila ditemukan adanya Kejadian Luar Biasa, dan atau keluhan dari
masyarakat.
d. Tindak lanjut
Tindak lanjut dilakukan berdasarkan hasil monitoring dan investigasi, melalui penyuluhan,
pelatihan, perbaikan dan pemeliharaan.
Sebagai sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan Penyehatan Sarana dan
Bangunan Umum adalah :
1. Sumber daya manusia
Kegiatan ini didukung oleh tenaga kesehatan lingkungan yang memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Tenaga kesehatan lingkungan adalah petugas atau pengelola yang
memperoleh pendidikan atau pelatihan dibidang kesehatan lingkungan.
2. Peralatan
Untuk menunjang kegiatan diperlukan instrumen yaitu :
a. Formulir Pengamatan
1) Formulir pemeriksaan
2) Formulir Inspeksi Sanitasi
b. Peralatan pengukuran kualitas lingkungan antara lain :
1) Pengukur pencahayaan (Lightmeter)
2) Pengukur kelembaban (Hygrometer)
3) Pengukur mikroba dalam ruangan (Microbiological Test Kit)
4) Pengukur kebisingan (Integrating Sound Level Meter)
5) Pengukur kualitas air
6) Pengukur kualitas udara (Air Polution Test Kit)
7) Sanitarian Kit
8) Vector Kit
9) Peralatan lain yang dipergunakan untuk mengukur kualitas lingkungan
3. Metode
Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala, sekurang-kurangnya 2(dua) kali dalam satu tahun.
Pengawasan pada kejadian luar biasa (KLB) dilakukan sesuai dengan kondisi setempat dan
memperhatikan risiko atau gangguan pada kesehatan masyarakat. Cara pengawasan
dilakukan melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, analisa laboratorium, penyusunan
laporan dan tindak lanjut.
4. Dana
Sumber pendanaan yang diperlukan dapat diperoleh melalui :
a. APBN
b. APBD
c. Bantuan Luar Negeri
d. Bantuan lain yang tidak mengikat
BAB III
PENUTUP

3.1.SIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Beberapa masalah yang ditemukan pada program Kesling antara lain, belum
optimalnya kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi TTU, belum optimalnya
pemeriksaan rumah tangga sehat, serta belum berjalannya kegiatan pengawasan
sanitasi TPM.

2. Prioritas masalah yang didapatkan pada program Kesling PKM Muara Fajar adalah
belum optimalnya kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.

3. Penyebab masalah belum optimalnya kegiatan tersebut antara lain kurangnya jumlah
petugas, tidak tersedianya formulir yang lengkap dan peralatan pengukuran kualitas
lingkungan, tidak tersedianya pedoman umum, serta belum adanya alokasi dana
khusus untuk kugiatan.

4. Alternatif pemecahan masalah yang disarankan antara lain memberikan surat


rekomendasi serta penyediaan formulir dan pedoman umum untuk pelaksanaan
kegiatan.

5. Upaya pemecahan masalah yang telah terlaksana adalah pemberian surat rekomendasi
yang berisi pemberdayaan petugas, penyediaan alat pengukuran kualitas lingkungan,
dan pengalokasian dana khusus untuk kegiatan.

6. Evaluasi terhadap pelaksanaan rekomendasi tidak dapat dilakukan karena


keterbatasan waktu.

3.2.SARAN
1. Sebaiknya Kepala Puskesmas memberdayaan petugas lain untuk membantu petugas
Kesling dalam pelaksanan kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi TTU.

2. Kepada Kepala Puskesmas sebaiknya menyediakan peralatan yang penting untuk


mengukur kualitas lingkungan, seperti 1 buah meteran, 1 buah vektor kit, 1 buah
microbial test kit dan 1 air polution test kit yang dapat dilakukan secara bertahap.

3. Petugas sanitasi agar dapat memanfaatkan sumber daya serta peralatan yang ada
secara optimal untuk menunjang kegiatan ini.

Sanitasi Tempat-tempat Umum

A. Pengertian

Sanitasi menurut WHO, ialah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor

lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang

mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup.

Secara umum, Sanitasi diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan untuk menjaga

lingkungan agar tetap bersih dan terbebas dari ancaman penyakit. Sedangkan tempat-tempat

umum diartikan sebagai suatu tempat dimana banyak orang berkumpul untuk melakukan

kegiatan baik secara insidentil maupun terus-menerus, baik secara membayar, maupun tidak,

atau

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sanitasi tempat-tempat umum merupakan suatu

usaha atau upaya yang dilakukan untuk menjaga kebersihan tempat-tempat yang sering

digunakan untuk menjalankan aktivitas hidup sehari-hari agar terhindar dari ancaman

penyakit yang merugikan kesehatan.

B. Tujuan
Tujuan dari pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain:

1. Untuk memantau sanitasi tempat-tempat umum secara berkala.

2. Untuk membina dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan

yang bersih dan sehat di tempat-tempat umum.

C. Ruang lingkup

Secara spesifik ada beberapa ruang lingkup sanitasi tempat-tempat umum, yaitu:

1. Penyediaan air minum (Water Supply),

2. Pengelolaan sampah padat, air kotor, dan kotoran manusia (wastes disposal meliputi sawage,

refuse, dan excreta),

3. Hygiene dan sanitasi makanan (Food Hygiene and Sanitation),

4. Perumahan dan kontruksi bangunan (Housing and Contruction),

5. Pengawasan vektor (Vektor Control),

6. Pengawasan pencemaran fisik (Physical Pollution), dan

7. Hygiene dan sanitasi industri (Industrial Hygiene and Sanitation).

D. Jenis-jenis tempat umum

Ada beberapa jenis-jenis tempat umum, antara lain:

1. Hotel,

2. Kolam renang,

3. Pasar,
4. Salon,

5. Panti Pijat,

6. Tempat wisata,

7. Terminal,

8. Tempat ibadah, dsb.

E. Syarat

Syarat-syarat dari sanitasi tempat-tempat umum, yaitu:

1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum.

2. Harus ada gedung dan tempat yang permanent.

3. Harus ada aktivitas (pengusaha, pegawai, pengunjung).

4. Harus ada fasilitas (SAB, WC, Urinoir, tempat sampah, dll).

F. Aspek

Aspek penting dalam penyelenggaraan sanitasi tempat-tempat umum yaitu:

a. Aspek teknis/hukum (persyaratan Hygiene dan Sanitasi, peraturan dan perundang-undangan

sanitasi).

b. Aspek sosial, yang meliputi pengetahuan tentang : kebiasan hidup, adat istiadat,

kebudayaan, keadaan ekonomi, kepercayaan, komunikasi,dll.

c. Aspek administrasi dan manegement, yang meliputi penguasaan pengetahuan tentang cara

pengelolaan STTU yang meliputi: Man, Money, Method, Material, dan Machine.
G. Undang-undang

Hukum yang mendasari nilai ambang batas (NAB), yaitu:

1. UU No.23 thn 1992 tentang Kesehatan.

2. UU No.11 thn 1962 tentang Hygiene untuk usaha bagi umum.

3. UU No. 2 thn 1966 tentang Hygiene.

4. Permenkes No. 06/menkes/per/I/1990 tentang pesyaratan kesehatan kolam renang dan

pemandian umum.

5. Pemerkes No.80/menkes/II/1990 tentang persyaratan kesehatan hotel.

6. Peraturan daerah yang mengatur kegiatan-kegiatan usaha bagi umum.

H. Manfaat

a. Mencegah penyakit menular.


b. Mencegah kecelakaan.
c. Mencegah timbulnya bau tidak sedap.
d. Menghindari pencemaran.
e. Mengurangi jumlah (presentase sakit).
f. Lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman.
I. Hambatan
Hambatan yang sangat sering dijumpai dalam pelaksaan sanitasi di tempat-tempat

umum, yaitu:
1. Pengusaha
a. Belum adanya pengertian dari para pengusaha mengenai peraturan perundang-undangan

yang menyangkut usaha STTU dan kaitannya dengan usaha kesehatan masyarakat.
b. Belum mengetahui/kesadaran mengenai pentingnya unsaha STTU untuk menghindari

terjadinya kecelakaan atau penularan penyakit.


c. Adanya sikap keberatan dari pengusaha untuk memenuhi persyaratan-persyaratan kerena

memerlukan biaya ekstra.


d. Adanya sikap apatis dari masyarakat tentang adanya peraturan/persyaratan dari STTU.
2. Pemerintah
a. Belum semua peralatan dimiliki oleh tenaga pengawasan pada tingkat II dan kecamatan.
b. Masih terbatasnya pengetahuan petugas dalam melaksanakan pengawasan.
c. Masih minimnya dana yang diakolasikan untuk pengawasan STTU.
d. Belum semua kecamatan/tingkat II memiliki sarana transportasi untuk melakukan kegiatan

pengawasan.

J. Langkah-langkah Melakukan STTU


1. Pemetaan (monitoring)
Pemetaan (monitoring) adalah meninjau atau memantau letak, jenis dan jumlah tempat-

tempat umum yang ada kemudian disalin kembali atau digambarkan dalam bentuk peta

sehingga mempermudah dalam menginspeksi tempat-tempat umum tersebut.


2. Inspeksi sanitasi
Inspeksi sanitasi adalah penilaian serta pengawasan terhadap tempat-tempat umum dengan

mencari informasi kepada pemilik, penanggung jawab dengan mewawancarai dan melihat

langsung kondisi tempat umum untuk kemudian diberikan masukan jika perlu apabila dalam

pemantauan masih terdapat hal-hal yang perlu mendapatkan pembenahan.


3. Penyuluhan

Penyuluhan terhadap masyarakat (education) terutama untuk menyangkut pengertian dan

kesadaran masyarakat terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari STTU.


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Definisi Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah suatu tempat dimana umum (semua
orang) dapat masuk ke tempat tersebut untuk berkumpul mengadakan kegiatan baik secara
insidentil maupun terus menerus, (Suparlan 1977).
Tempat-tempat ibadah merupakan salah satu sarana tempat-tempat umum yang
dipergunakan untuk berkumpulnya masyarakat guna melaksanakan kegiatan ibadah. Masalah
kesehatan lingkungannya merupakan suatu masalah yang perlu di perhatikan dan
ditingkatkan. Dalam hal ini pengelola/pengurus tempat-tempat ibadah tersebut perlu dan
sangat perlu untuk diberikan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang berhubungan
dengan tempat-tempat umum (tempat ibadah) guna mendukung upaya peningkatan kesehatan
lingkungan melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan tempat umum,
termasuk pengendalian pencemaran lingkungan.
Masjid adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum, pada waktu waktu
tertentu berkumpul untuk melakukan ibadah keagamaan Islam.
Masjid-masjid besar di Indonesia pada umumnya dibangun dengan konsep masjid berkubah
berbentuk setengah bola atau dome. Semestinya, pada saat merancang masjid, desain akustik
tidak boleh dikesampingkan karena berpengaruh terhadap kualitas bunyi yang diterima
pendengar diakibatkan dari suara dengung di dalam ruang masjid. Kegiatan yang sering
dilakukan di dalam masjid adalah kegiatan yang menimbulkan kejelasan penyampaian suara,
seperti sholat berjamaah dan ceramah agama.
Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Masjid adalah Kep. Menkes
288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.
Jadi sanitasi tempat-tempat umum adalah suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah
kerugian akibat dari tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya
atau menularnya suatu penyakit.
Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang mempunyai tempat,
sarana dan kegiatan tetap yang diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta, dan atau
perorangan yang dipergunakan langsung oleh masyarakat (Adriyani, 2005).
Setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia sangat erat interaksinya dengan tempat-
tempat umum, baik untuk bekerja, melakukan interaksi sosial, belajar maupun melakukan
aktifitas lainnya.
Menurut Chandra (2006), tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat
terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan ataupun gangguan kesehatan
lainnya.Kondisi lingkungan tempat-tempat umum yang tidak terpelihara akan menambah
besarnya resiko penyebaran penyakit serta pencemaran lingkungan sehingga perlu dilakukan
upaya pencegahan dengan menerapkan sanitasi lingkungan yang baik.tempat-tempat umum
perlu dijaga sanitasinya, seperti halnya transportasi baik darat,air dan udara.Pasalnya,
tempat-tempat umum itu menjadi semacam indikator berbagai bidang, terutama sosial dan
ekonomi(Rosyadi,2002).tempat-tempat umum memiliki berbagai kegiatan yang sangat
penting. Salah satu hal utama dalam bidang sosial,tempat-tempat umum misalnya transportasi
air (pelabuhan) bisa dimanfaatkan sebagai tempat untuk memperoleh akses jalur transportasi
dari satu pulau ke pulau yang lainnya maupun dari satu negara ke negara yang lain. Dapat
dimungkinkan dari kegiatan tersebut, lingkungan pelabuhan akan tercemar dengan mudah
baik karena aktifitas manusia maupun karena faktor alam atau dari lingkungan itu sendiri.
Kondisi lingkungan yang telah tercemar dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan
terutama kepada masyarakat yang sering mengakses pelabuhan. Apabila hal ini dibiarkan
terus menerus maka akan terjadi permasalahan kesehatan yang cukup serius. Standar sanitasi
tempat-tempat umum dengan standar internasional harusnya lebih baik dari manajemen
sanitasi tempat-tempat umum pada umumnya guna mengantisipasi permasalahan kesehatan
lingkungan di tempat-tempat umum.
Jadi sanitasi tempat-tempat sangatlah penting dijaga sanitasinya agar tidak
menimbulkan berbagai masalah kesehatan,misalnya menimbulkan penyakit berbasis
lingkungan,untuk itu penulis terdorong untuk melakukan penulisan mengenai surveilans
epidemiologi agar mengubah pemikiran masyarakat akan arti dan kegunaan dari surveilans
epidemiologi.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan nilai tugas UTS STTU.
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui sanitasi penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan di
tempat-tempat umum
b) Untuk mengetahui sanitasi pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan di tempat-
tempat umum
c) Untuk mengetahui sanitasi pengelolaan limbah cair yang memenuhi syarat kesehatan di
tempat-tempat umum
d) Untuk mengetahui sanitasi pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan di tempat-
tempat umum
e) Untuk mengetahui sanitasi pengendalian vector dan binatang pengganggu yang memenuhi
syarat kesehatan di tempat-tempat umum
f) Untuk mengetahui sanitasi kualitas bangunan yang terpelihara dengan baik yang memenuhi
syarat kesehatan di tempat-tempat Umum
g) Untuk mengetahui jaminan rasa aman pada masyarakat pengunjung dan masyarakat
sekitarnya di tempat-tempat umum
h) Untuk mengetahui jaminan rasa nyaman pada masyarakat pengunjung dan masyarakat
sekitarnya di tempat-tempat umum
i) Untuk mengetahui jaminan rasa santai pada masyarakat pengunjung dan masyarakat
sekitarnya di tempat-tempat umum
j) Untuk mengetahui jaminan rasa terlindungi pada masyarakat pengunjung dan masyarakat
sekitarnya di tempat-tempat umum
k) Untuk mengetahui jaminan rasa privasi pada masyarakat pengunjung dan masyarakat
sekitarnya di tempat-tempat umum
C. PERMASALAHAN
Kualitas sanitasi tempat-tempat umum yang buruk dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan di masyarakat. Tingginya angka kesakitan penyakit infeksi berbasis lingkungan
masih merupakan masalah utama di Indonesia,sehingga diperlukan suatu upaya yang
mengarah pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat, salah satunya pengelolaan
kesehatan lingkungan yang berkelanjutan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.MENJAMIN KEADAAN LINGKUNGAN YANG MEMENUHI SYARAT


KESEHATAN SEPERTI :
A. PENYEDIAAN AIR BERSIH
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
-Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
2) Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan
(maks 500 mg/l)
Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia lebih cepat meninggal
karena kekurangan air dari pada kekurangan makanan. Tubuh orang dewasa terdiri dari 70 %
air. Menurut WHO, di negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter perhari.
Negara berkembang termasuk Indonesia memerlukan air antara 30-60 l/h
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yg kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan air minum
adalah air yg kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Sumber air minum
1) Air hujan tapi tdk mengandung kalsium
2) Air sungai
3) Air danau
4) Mata air berasal dari tanah
5) Air sumur dangkal
6) Air sumur dalam
B.PEMBUANGAN KOTORAN
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut
[2]:
1) Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
2) Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau
sumur
3) Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
4) Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
5) Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar diperlukan,
harus dibatasi seminimal mungkin
6) Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
7) Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
8) Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi
oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari
dalam tubuhh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses
pernafasan.
9) Pembuangan kotoran manusia dalam ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan hanya
tempat pembuangan tinja dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban atau kakus.
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting
peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter
akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.
10) Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam penyakit
seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan pita),
schistosomiasis dan sebagainya.
11) Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada
beberapa kriteria yang harus diperhatikan :

a) Tidak mencemari air


b) Tidak mencemari tanah permukaan
c) Bebas dari serangga
d) Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
C.PENGELOLAAN LIMBAH CAIR
Air Limbah adalah air buangan yang dihasilkan dari suatu proses pruduksi industri maupun
domestik (rumah tangga), yang terkadang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis[3]. Dalam konsentrasi
dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negative terhadap lingkungan
tertutama kesehatan manusia sehingga dilakukan penanganan terhadap limbah.Air kotor
adalah air bekas pakai yang sudah tidak memenuhi syarat kesehatan lagi dan harus dibuang
agar tidak menimbulkan wabah penyakit.
D.PENGELOLAAN SAMPAH
Pengertian Sampah Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang sampah,
sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan sampah dan penanganan sampah. Sampah-
Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang
mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti Sampah sisa sayuran, Sampah sisa
daging, Sampah daun dan Sampah lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk seperti
Sampah plastik, Sampah kertas, Sampah karet, Sampah logam, Sampah sisa bahan bangunan
dan Sampah lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3)
bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari Sampah industri dan Sampah rumah sakit yang
mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan
lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media
berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara
menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari
udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak
menimbulkan kebakaran dan yang lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya: (1) sosial politik, yang
menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran APBD
untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam pengelolaan
sampah serta upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, (2) Aspek Sosial
Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan pertokoan, dan
kegiatan rumah tangga, (3) Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan dan interaksi
antarlembaga desa/adat, aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan),
nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap mental dan
perilaku warga yang apatis, (4) keberadan lahan untuk tempat penampungan sampah, (5)
finansial (keuangan), (6) keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan (5)
kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan (sampah).
Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi
masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha
alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan
manfaat lain.
E.PENGENDALIAN VECTOR DAN BINATANG PENGGANGGU
Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut
sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp
untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk
Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit
tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff
(rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk
Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air
untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau dengan
pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat menularkan
penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit
penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis
dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
Cara pengendalian vektor
1. Usaha pencegahan (Prevention) : mencegah kontak dengan vektor
Ex:pembErantasan nyamuk,kelabu.
2. Usaha penekanan (supression) : menekan populasi vektor sehingga tidak membahayakan
kehidupan manusia
3. Usaha pembasmian (eradication) : menghilangkan vektor sampai habiS
F. KUALITAS BANGUNAN YANG TERPELIHARA DENGAN BAIK
Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
a Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) >>
modifikasi/manipulasi lingkungan >> landfilling, draining
b. Pengendalian secara biologis (biological control) >> memanfaatkan musuh alamiah atau
pemangsa/predator, fertilisasi
c. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) >> karantina
d. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control)
e. kualitas bangunan yang terpelihara dengan baik
Konsep bangunan hijau (green building) adalah bangunan dimana dalam perancangan,
pembangunan, pengoperasian, serta dalam pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek
lingkungan dan berdasarkan kaidah pembangunan berkelanjutan. Pada prinsipnya tujuan dari
green building adalah :
1. Meminimalkan/ mengurangi penggunaan sumber daya alam
2. Meminimalkan/ mengurangi dampak lingkungan
3. Meningkatkan kualitas udara ruangan menjadi lebih sehat
2. MEMBERIKAN JAMINAN PSIKOLOGI PADA MASYARAKAT PENGUNJUNG DAN
MASYARAKAT SEKITARNYA YAITU:
A. RASA AMAN
Lingkungan yang Sehat untuk Anak-anak Alliance (HECA) mempromosikan sejumlah
sederhana, biaya rendah, efektif dan berkelanjutan langkah-langkah untuk memerangi risiko
lingkungan untuk anak-anak kita. di bawah ini adalah contoh dari langkah-langkah sederhana
yang dapat diambil di rumah atau di sekolah-sekolah.
1. Penyimpanan air yang aman di rumah dan perawatan air di rumah ketika kualitas
yang ragu-ragu mengurangi pencemaran air dan menyebabkan manfaat kesehatan terbukti.
2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan dan setelah
buang air besar secara signifikan mengurangi risiko penyakit diare.
2. Ikuti WHO Lima Kunci untuk Makanan yang lebih aman untuk mengurangi risiko
penyakit bawaan makanan: menjaga kebersihan; terpisah mentah dan dimasak, masak dengan
saksama; menyimpan makanan pada suhu aman; dan penggunaan air bersih dan bahan baku.
3. Ventilasi yang baik di rumah, bersih dan ditingkatkan bahan bakar kompor memasak
polusi udara dalam ruangan menurun dan memburuknya dan pengembangan infeksi
pernafasan akut.
4. Sebagai anak-anak biasanya pergi tidur lebih awal daripada orang dewasa pada saat
nyamuk menjadi aktif, penggunaan insektisida kelambu yang diobati dan pemutaran jendela,
pintu dan atap menyediakan sarana yang sangat efektif untuk melindungi mereka terhadap
penyakit malaria.
5. Pastikan aman penyimpanan, pengemasan, penggunaan dan penandaan yang jelas
pembersih, bahan bakar, pelarut, pestisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan di rumah
dan di sekolah-sekolah.
B.RASA NYAMAN
Misi ini ditujukan untuk menciptakan suasana kota yang bersih, sehat, layak huni dan
inspiratif, sebagaimana yang diinginkan oleh warga Jakarta. Pola hidup masyarakat Jakarta
yang berkualitas sangat ditentukan oleh ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan yang
berstandar tinggi dan luas jangkauannya. Di bidang pendidikan, fokusnya adalah penyediaan
fasilitas ruang kelas, perpustakaan dan laboratorium yang memenuhi standar pendidikan
modern. Kualitas dan dedikasi pendidik/guru terus ditingkatkan; kesejahteraannya terus
dijamin. Di bidang kesehatan, selain dari apa yang telah dikemukakan pada bagian pertama
misi ini, terus dilakukan pula gerakan untuk memperluas kesadaran masyarakat tentang pola
hidup bersih dan sehat. Gerakan ini sejalan dengan kebijakan penataan pemukiman dan
ruang terbuka hijau yang pada gilirannya menciptakan kehidupan yang harmonis dalam
masyarakat multi-etnik dan beragam agama yang menjadi ciri masyarakat Jakarta.
Kenyamanan dan kesejahteraan yang berkelanjutan hanya bisa terwujud jika masyarakat
terbebas dari segala bentuk diskriminasi.
C.RASA SANTAI
Kampung Sama Bahari memang paling sering dikunjungi wisatawan, terutama turis asing
peneliti.Kabarnya, perkampungan itu jauh lebih teratur dibandingkan perkampungan Bajo
lainnya.Merapat di dermaga kecil, pengunjung memasuki jalan umum yang sesungguhnya
jembatan.Walau sebagian besar masih ditopang batang kayu gelondong, sebagian jembatan
beralas kayu tersebut sudah menggunakan pancang beton.
Suku Bajo di Sama Bahari mengandalkan mata pencarian dari mengelola hasil laut. Selain
nelayan, mereka juga mulai mengenal tambak terapung. Beberapa di antara mereka juga
bertani rumput laut. Ikan hasil tangkapan dan panenan rumput laut dijual ke Kota Wanci,
Pulau Wangi-wangi. Tetapi umumnya, nelayan menjual ikan ke kapal pengumpul ikan yang
datang.
Kebanyakan suku Bajo nelayan tradisional. Mereka menangkap ikan dengan menggunakan
jaring, bagan apung, dan pancing. Konon dulu orang Bajo biasa menangkap ikan dengan
tombak. Kini seiring peradaban modern, kebiasaan itu mulai hilang.Bahkan ada warga Sama
Bahari yang sudah menjadi bandar ikan. Pendapatannya bisa mencapai ratusan ribu rupiah
hingga jutaan sekalimelaut.Di tengah perkampungan, suku Bajo membangun sebidang
lapangan, tempat anak-anak sering bermain bola. Tak jauh dari lapangan, ada semacam balai-
balai tempat berkumpul, atau menonton siaran televisi. Berkat antena parabola, mereka dapat
menyaksikan siaran televisi luar negeri. Untuk sumber listrik, mereka menggunakan
generator.
Menurut Outreach & Community Development Coordinator WWF Indonesia Veda Santiadji,
perkampungan Bajo di Sama Bahari relatif cukup modern. Mereka sudah memiliki sejumlah
fasilitas umum seperti sekolah, madrasah, musala, tempat pelelangan dan penyimpanan ikan.
D.TERLINDUNGI
Mencermati tema nasional Hari Kesehatan se Dunia ke-62 tahun 2010 mengingatkan kita
bahwa masyarakat yang hidup diperkotaan harus punya peran dan kesadaran/kepedulian yang
tinggi. Berperan dalam hal ini harus bertindak terhadap permasalahan yang ada
dilingkungannya. Sedangkan kesadaran disini kita harus peduli mengantisipasi bilamana
lingkungan sekitar kurang mendukung atau perilaku kesehatan yang menyimpang.Masalah
kota sehat pada dasarnya merupakan pendekatan kesehatan masyarakat yang bertumpu pada
kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat (dunia usaha, akademisi, profesi, media
massa, LSM dan organisasi masyarakat lainnya) dalam mengatasi masalah-masalah
kesehatan perkotaan yang berkaitan erat dengan masalah lingkungan fisik dan lingkungan
social kota.
Untuk mewujudkan kota sehat diperlukan proses keterlibatan warga kota yang telah
memenuhi tatanan kesehatan dengan berbagai sector terkait seperti bidang pertanian,
pariwisata dan perhubungan.
Masalah kesehatan di perkotaan lebih komplek dan beragam misalnya penyakit
menular/infeksi atau penyakit yang terkait dengan lingkungan serta kondisi kesehatan
lingkungan yang buruk, termasuk kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan.
Disisi lain penyakit modern di perkotaan seperti : degeneratif, kelebihan gizi,
penyakit/kelainan mental, penyakit kelamin, penyalahgunaan obat/Napza dan minuman
keras, penyakit karena kekerasan dan kecelakaan masih menjadi perhatian kita semua. Selain
itu, pemukiman kumuh, pencemaran udara, air dan tanah serta perilaku kesehatan yang
kurang mendukung, seperti : merokok , membuang sampah dan membuang kotoran
disembarang tempat, masih sering ditemui diwilayah perkotaan. Masalah lain yang perlu
mendapat perhatian kita bersama, kepadatan lalu lintas, pencemaran udara, perumahan yang
kurang sehat/kumuh dan pelayanan masyarakat yang kurang layak yang kesemuanya
berdampak pada kesehatan masyarakat dan akhirnya berpengaruh pada kualitas hidup
manusia di dalamnya. Semua itu memerlukan proses penyuluhan ke masyarakat untuk
mengubah dan memperbaiki perilaku menjadi lebih sehat, mengingat kota sehat merupakan
konsepyangberkesinambungan.
Karena untuk mewujudkan kota sehat, model yang biasa dilakukan dengan gerakan-gerakan
masyarakat. Barangkali gerakan masyarakat itu perlu diimbangi dengan ketegasan penegakan
peraturan yang telah ada harus diatasi dengan pemberlakuan aturan dan pengawasan serta
pemberian sangsi bila terjadi pelanggaran, misalnya sangsi denda uang atau penjara bila
terjadi pelanggaran atau kelalaian yang kemungkinan dapat merubah perilaku , seperti halnya
warga kota.Andaikan semua ini dapat kita implementasikan tentunya kwalitas hidup
masyarakat tercapai, niscaya lambat laun kota sehat warga sehat akan terwujud.
E.PRIVASI
Pada tanggal 3-4 Agustus ini di Jakarta berlangsung Pertemuan Khusus Tingkat
Menteri tentang Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs)
se-Asia Pasifik dengan tema Run Up to 2015.Pertemuan ini merupakan persiapan negara-
negara di kawasan Asia dan Pasifik dalam menghadapi MDGs + 10 Summit pada September
2010. Pertemuan tingkat tinggi ini akan mengevaluasi perjalanan MDGs sebagai komitmen
global penanggulangan kemiskinan yang sudah menapak 10 tahun dari target 15 tahun yang
direncanakanSebelumnya pada 23 Juni lalu Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon
mengawali rangkaian kegiatan MDGs + 10 Summit dengan meluncurkan Millennium
Development Goals Report 2010, sebuah laporan yang memperlihatkan kemajuan dan
kelambanan dunia dalam menapaki target komitmen global untuk pengurangan atau
penghapusan kemiskinan dunia.Untuk kawasan Asia dan Pasifik, laporan tentang posisi
pencapaian MDGs juga telah diterbitkan dengan judul Achieving the Millennium
Development Goals in an Era of Global Uncertainty: Asia-Pacific Regional Report
2009/2010. Laporan ini menjadi bahan bahasan dalam pertemuan 3-4 Agustus ini.Ada
kesamaan pandangan antara UN MDGs Report 2010 dan Asia Pacific Report 2009-2010
dalam melihat krisis finansial sebagai tantangan mencapai MDGs.
Organisasi Buruh Internasional makin menegaskan pandangan tersebut dengan
melansir laporan bahwa penambahan jumlah orang miskin pada masa krisis finansial ketika
mereka secara tiba-tibaharuskehilanganpekerjaannya.
Indonesia boleh berbangga menjadi anggota G-20 dan tahan diterpa krisis finansial 2008-
2009, tetapi harus disadari posisi Indonesia dalam pencapaian MDGs juga belum
memuaskan.
Berkali-kali, dalam Progress Report MDGs kawasan Asia dan Pasifik, Indonesia
masih masuk kategori negara yang lamban langkahnya dalam mencapai MDGs pada tahun
2015.
Sumber kelambanannya ditunjukkan dari masih tingginya angka kematian ibu
melahirkan, belum teratasinya laju penularan HIV-AIDS, makin meluasnya laju deforestasi,
rendahnya tingkat pemenuhan air minum dan sanitasi yang buruk serta beban utang luar
negeri yang terus menggunung (MDGs Progres Report in Asia and the Pacific, UNESCAP,
2010).
Fakta muram ini juga diperkuat dengan makin merosotnya kualitas hidup manusia
Indonesia sebagaimana yang dilaporkan di Human Development Index (Indeks Pembangunan
Manusia/IPM).
Jika pada tahun 2006 berada di posisi ke-107 dan tahun 2008 di posisi ke-109, pada
tahun 2009 makin melorot di posisi ke-111. (Overcoming Barriers: Human Mobility and
Development, UNDP, 2009). Kondisi ini menjadi tantangan berat Indonesia untuk
menuntaskan lima tahun terakhir dari target MDGs pada 2015.
Oleh karena itu, harus ada perubahan mendasar dalam menilai keberhasilan
pembiayaan negara, bukan hanya pada tingkat penyerapan anggaran tetapi juga pada dampak
penggunaan anggaran pada pencapaian target MDGs dan indikator IPM yang terukur.
Titik lemah lain dalam upaya pencapaian MDGs di Indonesia adalah tidak adanya pengakuan
inisiatif masyarakat (baik organisasi masyarakat sipil maupun sektor swasta) yang selama ini
punya peran dalam upaya pencapaian MDGs di Indonesia. Pemerintah Indonesia tidak pernah
mendorong rasa kepemilikan bersama (ownership) MDGs ini kepada seluruh rakyatnya.
Setidaknya dalam empat kali laporan yang disusun oleh Pemerintah Indonesia sangat kuat
kesan bahwa pencapaian MDGs identik dengan pelaksanaan program pemerintah. Padahal
kita tahu, ada banyak inisiatif dan kreativitas masyarakat muncul dalam menjawab masalah
kemiskinan.
Ironisnya, pemerintah tak pernah mengakuinya dalam laporan MDGs. Pemerintah
lebih asyik menyajikan laporan pencapaian MDGs dalam grafik-grafik statistik yang tak bisa
mengukur wajah kemiskinan yang berbeda konteks dan pengalaman kesejarahannya.
2.1 Sanitasi Tempat-Tempat Umum
Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ pengendalian semua faktor
lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia terutama yang sifatnya
merugikan/ berbahaya terhadap perkembangan fisik , kesehatan dan kelangsungan hidup
manusia.
Menurut beberapa literatur yang disebut tempat umum adalah suatu tempat dimana
orang banyak atau masyarakat umum berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara
sementara (insidentil) maupun secara terus menerus (permanent), baik membayar mapupun
tidak membayar.
Kriteria suatu tempat umum adalah terpenuhinya beberapa syarat :
1. Diperuntukkan bagi masyarakat umm
2. Harus ada gedung/tempat yang permanen
3. Harus ada aktivitas (pengusaha, pegawai, pengunjung)
4. Harus ada fasilitas (SAB, WC, Urinoir, tempat sampah, dll)
Sedangkan yang disebut sanitasi tempat-tempat umum adalah suatau usaha untuk
mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tidak terawatnya tempat-tempat umum
tersebut yang mengakibatkan timbul dan menularnya berbagai jenis penyakit.
Sasasan khusus yang harus diberikan dalam pengawasn tempat-tempat umum meliputi :
1. Manusia sebagai pelaksana kegiatan (kebersihan secara umum maupun personal hygiene
2. Alat-alat kebersihan
3. Tempat kegiatan
Kenapa sanitasi di tempat-tempat umum sangat diperlukan ? :
1. Adanya kumpulan manusia yang berhubungan langsung dengan lingkungan
2. Kurangnya pengertian dari masyarakat mengenai masalah kesehatan
3. Kurangnya fasilitas sanitasi yang baik
4. Adanya kemungkinan besar terjadinya penularan penyakit
5. Adanya kemungkinan terjadinya kecelakaan
6. Adanya tuntutan physical dan mental confort
ASPEK PENTING DALAM PENYELENGGARAAN SANITASI TEMPAT-TEMPAT
UMUM
1. Aspek teknis /hukum (persyaratan H dan S, Peraturan dan perundang-undangan sanitasi
2. Aspek sosial, yang meliputi pengetahuan tentang : kebiasaan hidup, adat istiadat,
kebudayaan, keadaan ekonomi, kepercayaan, komunikasi, dll
3. Aspek administrasi dan management, yang meliputi penguasaan pengetahuan tentang cara
pengelolaan STTU yang meliputi : Man, Money, Method, Material dan Machine
HAMBATAN YANG SANGAT SERING DIJUMPAI DALAM PELAKSANAAN
SANITASI DI TEMPAT-TEMPAT UMUM
PENGUSAHA
1. Belum adanya pengertian dari para pengusaha mengenai peraturab per undang-undangn yang
menyangkut usha STTU dan kaitannya dengan usaha kesehtan masyarakat
2. Belum mengetahui / kesadaran mengenai pentingnya usaha STTU untuk menghindari
terjadinya kecelakaan atau penularan penyakit
3. Adanya sikap keberata dari pengusaha untuk memenuhi persyaratan-persyaratan karena
memerlukan biaya ekstra
4. Adanya sikap apatis dari masyarakat tenang adanya peraturan/persyaratan dari STTU
PEMERINTAH
1. Belum semua peraltan dimiliki oelh tenaga pengawas pada tingkat II dan kecamatan
2. Masih terbatasnya pengetahan petugas dalam melaksanakan pengawasan
3. Masih minimnya dana yang dialokasikan untuk pengawasan STTU
4. Belum semua kecamatan /tingkat II memiliki saran transportasi untuk melakukan kegiatan
pengawasan
LANGKAH-LANGKAH DALAM IMPLEMENTASI USAHA STTU
1. Identifikasi masalah (problem identification)
2. Pemeriksaan H&S TTU (sanitary inspection)
3. Follow Up
4. Evaluasi
5. Pencatatan dan pelaporan
JENIS-JENIS TEMPAT UMUM YANG SANGAT MEMERLUKAN PENGAWASAN
* Hotel
* Restourant
* Kolam renang
* Pasar
* Bioskop
* tempat-tempat rekreasi
* tempat-tempat ibadah
* pertokoan
* Pemangkas rambut
* salon
* Stasiun kereta api atau bus
* rumah sakit
Definisi Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah suatu tempat dimana umum (semua
orang) dapat masuk ke tempat tersebut untuk berkumpul mengadakan kegiatan baik secara
insidentil maupun terus menerus, (Suparlan 1977).
Suatu tempat dikatakan tempat umum bila memenuhi kriteria :
1.Diperuntukkan masyarakat umum.
2.Mempunyai bangunan tetap/ permanen.
3.Tempat tersebut ada aktivitas pengelola,pengunjung/ pengusaha.
4. Pada tempat tersebut tersedia fasilitas :
a.Fasilitas kerja pengelola.
b.Fasilitas sanitasi, seperti penyediaan air bersih, bak sampah, WC/ Urinoir, kamar mandi
Jadi sanitasi tempat-tempat umum adalah suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah
kerugian akibat dari tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya
atau menularnya suatu penyakit. Untuk mencegah akibat yang timbul dari tempat-tempat
umum.
Usaha-usaha yang dilakukan dalam sanitasi tempat-tempat umum dapat berupa :
1. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap factor lingkungan dan factor manusia yang
melakukan kegiatan pada tempat-tempat umum.
2. Penyuluhan terhadap masyarakat terutama yang menyangkut pengertian dan kesadaran
masyarakat terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari tempat-tempat umum.
Peran sanitasi tempat-tempat umum dalam kesehatan masyarakat adalah usaha untuk
menjamin :
1. Kondisi fisik lingkungan TTU yang memenuhi syarat :
a. Kualitas kesehatan.
b. Kualitas sanitasi.
2. Psikologis bagi masyarakat :
a. Rasa keamanan (security) : bangunan yang kuat dan kokoh sehingga tidak menimbulkan rasa
takut bagi pengunjung.
b. Kenyamanan (confortmity) : misalnya kesejukkan.
c. Ketenangan (safety) : tidak adanya gangguan kebisingan, keramaian kendaraan.
2.1.1 Pemeriksaan Sanitasi Tempat Ibadah (Masjid)
Tempat-tempat ibadah merupakan salah satu sarana tempat-tempat umum yang
dipergunakan untuk berkumpulnya masyarakat guna melaksanakan kegiatan ibadah. Masalah
kesehatan lingkungannya merupakan suatu masalah yang perlu di perhatikan dan
ditingkatkan. Dalam hal ini pengelola/pengurus tempat-tempat ibadah tersebut perlu dan
sangat perlu untuk diberikan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang berhubungan
dengan tempat-tempat umum (tempat ibadah) guna mendukung upaya peningkatan kesehatan
lingkungan melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan tempat umum,
termasuk pengendalian pencemaran lingkungan.
Dengan peran serta dari pengurus tempat-tempat ibadah diharapkan :
1. Berubahnya atau terkendalinya atau hilangnya semua unsur fisik dan lingkungan yang
terdapat dilingkungan tempat ibadah yang dapat memberi pengaruh jelek terhadap kesehatan
2. Meningkatnya mutu kesehatan lingkungan tempat-tempat ibadah.
3. Terwujudnya kesadaran dan keikutsertaan masyarakat dan sektor lain dalam pelestarian dan
peningkatan penyehatan lingkungan tempat-tempat ibadah.
4. Terlaksananya pendidikan kesehatan tentang peningkatan kesehatan lingkungan .
5. Terlaksananya pengawasan secara teratur pada sanitasi tempat-tempat ibadah.
a. Pengertian Masjid.
Masjid adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum, pada waktu waktu
tertentu berkumpul untuk melakukan ibadah keagamaan Islam. Dasar pelaksanaan
Penyehatan Lingkungan Masjid adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang
Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.
Komponen penilaian meliputi :
1. Letak
Sesuai dengan rencana tata kota
- Tidak berada pada arah angin dari sumber pencemaran (debu,asap,bau dan cemaran lainx)
- Tidak berada pada jarak < 100 meter dari sumber pencemaran debu, asap, bau & cemaran
lainnya
2. Kontruksi
3. Persyaratan, seperti :
a. Alat sembahyang
b. Lantai
-Kuat, tidak terbuat dari tanah, bersih, rapat air, tidak licin dan mudah dibersihkan.
c. Ventilasi
- Minimal 10% dari luas bangunan, sejuk dan nyaman (tdk pengap dan tdk panas)
d. Pencahayaan
e. Tempat sandal dan sepatu
f. Tersedia tempat sandal dan sepatu yang khusus
b. Persyaratan Kondisi Masjid
1. Persyartan Kesehatan Lingkungan dan bangunan Umum :
a. Lokasi masjid tidak terletak di daerah banjir dan sesuai dengan perencanaan tata Kota
Meulaboh
b. Bersih dan tertata rapi dan system drainase berfungsi dengan baik.
c. Tidak terdapat genangan air di lingkungan/ halaman masjid.
d. Terdapat pagar yang kuat dan terpelihara dengan baik.
e. Lantai masjid bersih, kuat, kedap air, tidak licin dan permukaanya rata.
f. Dinding masjid bersih berwarna terang dan permukaan yang selalu kontak dengan air kedap
air.
g. Atap ruangan masjid harus kuat, tidak tidak bocor serta tidak memungkinkan terjadinya
genangan air.
h. Langit-langit masjid harus memiliki tinggi dari lantai minimal 2,5 meter, kuat serta berwarna
terang.
i. Pencahayaan dalam ruangan masjid harus cukup terang.
j. Memiliki ventilasi yang dapat mengatur sirkulasi udara baik ventilasi alami maupun buatan,
sehingga kondisi ruangan menjadi terasa nyaman.
k. Alat sholat bersih dan tidak lembab, selalu dibersihkan dan dijemur secara periodic, bebas
dari kutu busuk dan serangga lainnya. sepanjang bagian depan shaf dipasang kain putih yang
bersih dengan lebar 30 cm2 yang digunakan untuk tempat bersujud.
2) Fasilitas Sanitasi :
1. Air Bersih
- Jumlah mencukupi / selalu tersedia setiap saat
- Tidak berbau, tidak berasa & tidak berwarna
- Angka kuman tidak melebihi NAB
- Kadar bahan kimia tidak melebihi NAB
2. Pembuangan Air Kotor
- Terdapat penampungan air limbah yang rapat serangga
- Air limbah mengalir dengan lancar
- Saluran kedap air
- Saluran tertutup
3. Toilet/ WC
- Bersih
- Letaknya tidak berhubungan langsung dengan bangunan utama
- Tersedia air yang cukup
- Tersedia sabun & alat pengering
- Toilet pria & wanita terpisah
- Jumlahnya mencukupi untuk pengunjung terbanyak
- Saluran pembuangan air limbah dilengkapi dengan penahan bau (water seal)
- Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar
4. Peturasan
- Bersih
- Dilengkapi dengan kran pembersih
- Jumlahnya mencukupi
5. Tempat Sampah
- Tempat sampah kuat, kedap air, tahankarat, dan dilengkapi dengan penutup
- Jumlah tempat sampah mencukupi
- Sampah diangkut setiap 24 jam ke TPA
- Kapasitas tempat sampah terangkat oleh 1 orang
6. Tempat Wudhu
Bersih
Terpisah dari toilet, peturasan, & ruang mesjid
Air wudhu keluar melalui kran kran khusus & jumlahnya mencukupi
Kolam air wudhu tertutup (rapat serangga)
Tidak terdapat jentik nyamuk pada kolam air wudhu
Limbah air wudhu mengalir lancar
Tempat wudhu pria dan wanita sebaiknya terpisah
7.Tempat Sembahyang
- Bersih, tidak berbau yang tidak enak
- Bebas kutu busuk & serangga lainnya
- Sepanjang bagian depan tiap sap dipasang kain putih yang bersih dengan lebar 30 cm
sebagai tempat sujud
8.Tempat sandal dan sepatu
- Tersedia tempat sandal & sepatu yang khusus
- Bersih dan kuat
Pengertian Rumah Sehat
Secara umum yang dimaksud dengan rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan
air bersih, berjarak lebih dari 100 meter dari tempat pembuangan sampah, dekat dengan
sarana pembersihan, serta berada di tempat dimana air hujan dan air kotor tidak menggenang
(1).
B. Persyaratan Umum Rumah Sehat
Berdasarkan hasil rumusan yang dikeluarkan oleh APHA di Amerika, rumah sehat adalah
rumah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut (1):
a. Harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiologis;
b. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis;
c. Dapat terhindar dari penyakit menular;
d. Terhindar dari kecelakaan-kecelakaan.
Jika diteliti lebih lanjut, persyaratan yang diuraikan di atas adalah sama dengan persyaratan
seperti yang disebutkan berikut ini.
1. Persyaratan letak rumah
Letak rumah yang baik dapat menghindarkan penghuninya dari bahaya timbulnya penyakit
menular, kecelakaan, dan kemungkinan gangguan-gangguan lainnya. Persyaratan letak rumah
merupakan persyaratan pertama dari sebuah rumah sehat. Berikut ini adalah pertimbangan
memilih letak rumah (2):
a. Permukaan tanah dan lapisan bawah tanah (soil dan subsoil), tanah rendah yang sering
digenangi banjir sudah jelas tidak baik menjadi tempat perumahan yang permanen. Tanah
berbatu karang biasanya lembap dan dingin, karena air pada waktu hujan tidak bisa meresap
ke dalam tanah. Akan tetapi, dengan konstruksi yang baik (lantai yang kedap air) rumah
dengan kondisi tersebut bisa digunakan tanpa ada gangguan. Apalagi bila dilengkapi dengan
drainase yang baik.
b. Hadap rumah (dalam hubungannya dengan matahari, arah angin, dan lapangan terbuka).
Di belahan bumi sebelah utara misalnya, kamar-kamar yang terletak di sebelah utara akan
menerima sinar matahari lebih sedikit. Oleh karena itu, sebaiknya dapur dan ruang tempat
menyimpan makanan terletak di bagian utara rumah.
2. Persyaratan fisik
Persyaratan fisik meliputi konstruksi dan luas bangunan. Konstruksi rumah harus baik dan
kuat, sehingga dapat mencegah kemungkina terjadinya kelembaban dan mudah diperbaiki
bila ada kerusakan. Persyaratan fisik menyangkut konstruksi rumah. Berdasarkan
pengalaman-pengalaman sebelumnya, setiap orang merasa perlu untuk membuat fondasi
yang kokoh supaya konstruksinya kuat. Tipe fondasi bermacam-macam bergantung pada
berat dari rumah atau gedung yang akan dibangun dan keadaan bawah tanah (subsoil).
Subsoil yang berbatu-batu atau kerikil akan dapat menahan beban yang berat, tetapi subsoil
yang terdiri atas tanah liat, kekuatan menahan bebannya tidak tetap. Kekuatannya bisa
bertambah dan bisa pula menurun, bergantung pada keadaan peresapan airnya yang juga
berubah-ubah mengikuti perubahan keadaan musim. Fondasi yang tidak sesuai akan
mengakibatkan rumah yang di atasnya bisa rontok. Ada tiga cara dalam membuat fondasi,
yaitu:
a. Membuat parit-parit yang diisi dengan adukan semen;
b. Membuat semacam rakit dengan adukan semen yang konkret;
c. Membangun tiang-tiang/pilar-pilar dari besi beton.
Luas bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuni rumah, luas lantai bangunan
disesuaikan dengan penghuninya. Luas bangunan yang tak sebanding dengan jumlah
penghuni akan mengakibatkan sesak, kurang bebas, dan akan menyebabkan tidak sehat. Jika
salah satu anggota keluarga ada yang menderita penyakit infeksi menular, maka kurangnya
suplai oksigen akan memudahkan terjadinya penularan penyakit. Luas bangunan yang
optimum adalah 2,5-3 m untuk tiap orang (tiap anggota keluarga) (2).
3. Persyaratan fisiologis
Rumah sehat harus dipenuhi criteria ventilasi yang baik, pencahayaan yang cukup, terhindar
dari kebisingan, dan adanya lapangan rekreasi, terutama untuk anak-anak bermain.
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, rumah sebaiknya dibuat
sedemikian rupa sehingga udara segar dapat masuk ke dalam rumah secara bebas, sehingga
asap dan udara kotor dapat hilang secara tepat. Hal ini dapat dicapai dengan menempatkan
pintu dan jendela dalam posisi yang tepat, sehingga udara dapat masuk ke dalam kamar-
kamar dan ruangan-ruangan lain di dalam rumah. Fungsi ventilasi adalah:
1) Menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar;
2) Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri pathogen karena
aliran udara yang terus-menerus;
3) Menjaga ruangan agar kelembaban dapat terjaga secara optimal.
Ada dua macan ventilasi, yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Aliran udara dalam
ruangan pada ventilasi alamiah terjadi secara alami melalui jendela, pintu, lubang-lubang,
dinding, angin-angin, dan sebagainya. Sedangkan pada ventilasi buatan aliran udar terjadi
karena adanya alat-alat khusus untuk mengalirkan udara seperti mesin pengisap (AC) dan
kipas angin (2).
b. Pencahayaan
Sebuah rumah dapat dikatakan sebagai rumah yang sehat apabila memiliki pencahayaan yang
cukup. Hal ini dikarenakan cahaya mempunyai sifat dapat membunuh bakteri atau kuman
yang masuk ke dalam rumah. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam pencahayaan adalah
tingkat terangnya cahaya itu. Kurangnya pencahayaan akan menimbulkan beberapa akibat
pada mata, kenyamanan, sekaligus produktivitas seseorang. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa pencahayaan yang cukup dalam sebuah rumah sangat mempengaruhi kesehatan orang-
orang yang ada di dalamnya. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alamiah dan cahaya
buatan. Cahaya alamiah merupakan cahaya langsung berasal dari sumber cahaya matahari.
Cahaya ini sangat penting sebab bermanfaat selain untuk penerangan secara alami, tidak
perlu mengeluarkan biaya, dan berfungsi membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah,
misalnya basil TBC. Idealnya, cahaya masuk luasnya sekurang-kurangnya adalah 15-20%
dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Cahaya buatan merupakan cahaya
yang bersumber dari listrik, lampu, api, lampu minyak tanah, dan sebagainya (2).
c. Kebisingan
Saat ini pengaruh kebisingan mulai diperhatikan oleh setiap orang. Hal ini dikarenakan
kebisingan dapat mengganggu konsentrasi dan kenyamanan seseorang. Apalagi kalau
datangnya tiba-tiba seperti letusan yang sangat mengganggu kehidupan. Orang yang memiliki
penyakit jantung dapat meninggal seketika karena adanya letusan tersebut. Rumah sehat
adalah sebuah rumah yang bisa terhindar dari kebisingan/letaknya jauh dari sumber
kebisingan (2).
4. Persyaratan psikologis
Rumah sehat harus memiliki pembagian ruangan yang baik, penataan perabot yang rapi, tidak
over crowding, dan sebagainya. Over crowding menimbulkan efek-efek negative terhadap
kesehatan fisik, mental, maupun moral. Penyebaran penyakit-penyakit menular di rumah
yang padat penghuninya cepat terjadi. Selain itu, di daerah yang seperti ini, kesibukan dan
kebisingan akan meningkat, yang akan menimbulkan gangguan terhadap ketenangan, baik
individu, keluarga, maupun keseluruhan masyarakat di sekitarnya. Ketenangan dan
kerahasiaan setiap individu tidak akan terjamin dan akan mengakibatkan akses-akses
menurunnya moral. Undang-undang perumahan di beberapa Negara maju member wewenang
kepada pemerintah untuk menanggulangi masalah seperti ini. Rumah tempat tinggal
dinyatakan over crowding bila jumlah orang yang tidur di rumah tersebut menunjukkan hal-
hal sebagai berikut (2):
a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur di atas 10 tahun dan bukan
berstatus sebagai suami istri, tidur di dalam satu kamar.
b. Jumlah orang di dalam rumah dibandingkan dengan luas lantai telah melebihi ketentuan
yang telah ditetapkan.

5. Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat


Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut (2):
a. Penyediaan air bersih yang cukup;
b. Pembuangan tinja;
c. Pembuangan air limbah (air bekas);
d. Pembuangan sampah;
e. Fasilitas dapur;
f. Ruang berkumpul keluarga.
C. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Membangun Rumah
1. Tingkat kemampuan ekonomi
Individu jika ingin membangun suatu rumah tentunya akan mengukur tingkat kemampuan
ekonominya, terutama menyangkut kesiapan finansial. Bagi masyarakat desa terkadang
persoalan tidak serumit di perkotaan, dimana tanah yang akan dipergunakan untuk
membangun suatu perumahan tidak semahal di kota, bahan-bahan yang akan dipergunakan
dapat memanfaatkan sarana yang ada seperti bambu, kayu, atau atap bisa dibuat dari daun,
alang-alang, daun lontar, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut di desa relative masih mudah
didapat dan murah, namun di kota persoalannya akan berbeda. Hal-hal yang perlu menjadi
perhatian tiap-tiap individu dalam masyarakat yang akan membangun rumah adalah
membangun rumah tidak sekedar mendirikan saja, tetapi bagaimana perawatan rumah
tersebut sehingga dapat dipergunakan dalam waktu yang cukup lama bahkan dapat dinikmati
oleh anak cucunya (2).
2. Faktor alam (lingkungan)
Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal ini
menyangkut bagaimana kondisi lingkungan alam dan social di sekitar kita. Membangun
rumah di daerah yang rawan bencana banjir harus diperhatikan letak lokasi tanah diupayakan
sebelumnya saat membangun ketinggian tanah diperkirakan agar di saat musim penghujan
tidak kebanjiran. Membangun rumah di dekat daerah rawan longsor dan daerah rawan gempa,
bahan yang digunakan harus ringan, namun kokoh. Rumah daerah dingin, panas,
pegunungan, pantai, kota, dan desa akan mempunyai karakteristik tersendiri dan perlu desain
yang berbeda-beda. Rumah dekat dengan hutan bisa dibuat sedemikian rupa dengan membuat
tangga yang tinggi agar binatang buas dan ular tidak dapat naik (2).
3. Kemajuan teknologi
Saat ini teknologi perumahan sudah begitu modern, namun rumah yang modern belum tentu
sesuai dengan selera individu di masyarkat. Teknologi modern selain membutuhkan biaya
dan perawatan yang mahal juga diperlukan pengetahuan yang cukup agar mengerti tentang
teknologi tersebut. Bagaimanapun masyarakat telah memiliki teknologi perumahan yang
telah diwarisi dari orang tuanya. Oleh karena itu, penerapan teknologi yang tepat guna harus
dipertahankan sedangkan kekurangan-kekurangan yang ada dimodifikasi, sehingga dapat
memenuhi persyaratan rumah sehat yang telah ditetapkan. Teknologi yang tinggi jika
diterapkan di daerah tertentu belum tentu sesuai. Membangun rumah dengan pilar-pilar yang
tinggi, bahan dari batu bata, rumah kaca, desain kamar tertutup, ventilasi, dan jendela diganti
dengan AC, hal ini jika diterapkan di desa belum tentu sesuai sebab udara di desa masih
segar, rumah masih belum begitu padat, dan pencahayaan masih bagus (2).
4. Peraturan pemerintah menyangkut tata guna bangunan
Peraturan pemerintah terkait tata guna bangunan jika tidak dibuat secara tegas dan dan jelas
dapat menyebabkan gangguan ekosistem seperti banjir, pemukiman kumuh, dan lain-lain.
Saat ini di kota-kota besar hal ini sudah menjadi problem yang kompleks. Namun jika di
pedesaan hal ini belum menjadi masalah yang serius (2).
D. Standar Rumah Sehat
Pada dasarnya rumah yang baik dan pantas untuk dihuni harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: bebas dari kelembapan; mudah diadakan perbaikan; mempunyai cukup akomodasi
dan fasilitas untuk mencuci, mandi dan buang kotoran; serta mempunyai fasilitas yang cukup
untuk menyimpan, meracik, dan memasak makanan. Pada tahun 1946 di Inggris ada sebuah
Sub Committee on Standards of Fitness for Habitation yang membuat rekomendasi terhadap
rumah yang akan dihuni, antara lain sebagai berikut (2):
1. Dalam segala hal harus kering.
2. Dalam keadaan rumah diperbaiki.
3. Tiap kamar mempunyai lampu dan lubang ventilasi.
4. Mempunyai persediaan air yang cukup untuk segala keperluan rumah tangga.
5. Mempunyai kamar mandi.
6. Mempunyai tempat/kamar cuci, dengan pembuangan air limbah yang baik.
7. Mempunyai system drainase yang baik.
8. Mempunyai jamban yang memenuhi syarat kesehatan (di dalam atau di luar).
9. Cukup fasilitas untuk menyimpan, meracik, dan memasak makanan.
10. Tempat menyimpan makanan harus mempunyai ventilasi yang baik.
11. Jalan masuk ke rumah yang baik.
12. Mempunyai fasilitas alat pemanas/pendingin di kamar.
13. Setiap kamar mempunyai titik lampu yang cukup.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. KESIMPULAN
Kesimpulan dari analisa Indeks Potensi Tatanan Sehat (IPTS) meliputi sanitasi tempat-tempat
umum berupa; sekolah, tempat peribadatan,terminal, dan rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Indikator Potensi Tatanan Sehat (IPTS) Sekolah di wilayah Batu Kota sebesar 75%
berpotensi sehat, sedangkan 25% sekolah tidak berpotensi sehat.
2. Indikator Potensi Tatanan Sehat (IPTS) Tempat Peribadatan sebesar 56% di wilayah
Kota Batu berpotensi sehat, sedangkan 44% tempat peribadatan tidak berpotensi sehat.
3. Indikator Potensi Tatanan Sehat (IPTS) Terminal sebesar 100% berpotensi sehat.
4. Indikator Potensi Tatanan Sehat (IPTS) Rumah Sakit tidak ditemukan hasil karena
belum dilakukan pemeriksaan.
2.SARAN
1. Upaya yang harus dilakukan untuk mengintervensi tatanan sekolah yang tidak
berpotensi sehat dilakukan pelatihan dokter kecil, karena faktor inilah yang harus segera
ditindaklanjuti sebagai kegiatan mandiri pelayanan kesehatan siswa sekolah dasar oleh dokter
kecil yang telah dibina.
2. Peningkatan Indeks Potensi Tatanan Sehat (IPTS) Tempat Peribadatan yang perlu
diperhatikan adalah mengenai kebersihan lingkungan yang meliputi;kebersihan lantai,
kebersihan tempat wudlu, dan kebersihan langit-langit.
3. Usaha mempertahankan kondisi terminal yang sehat memerlukan kerjasama dan
koordinasi yang baik antara lembaga terkait dengan masyarakat.Masyarakat perlu
mendapatkan pendidikan kesehatan tentang kesehatan lingkungan sehingga akan tercipta
suasana terminal yang menyenangkan dan bersih.
4. Analisis Indeks Potensi Tatanan Sehat Rumah Sakit perlu dilakukan untukmelihat
kondisi rumah sakit.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi (pengelolaan air limbah domestic).
Pembuangan akhir limbah tinjaumumnya dibuang menggunakan beberapa cara antara lain
dengan menggunakan septic tank, dibuang langsung ke sungaiatau danau, dibuang ke tanah ,
dan ada juga yang dibuang kekolam atau pantai. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia,
masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinandengan sanitasi
yang sangat minim.
Permasalahan sanitasi di Indonesia dewasa ini masih menjadi suatu permasalahan yang
sangat kompleks dan urgent. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia bahkan di daerah
ibukota sendiri yang mengalami permasalahan sanitasi. Padahal sanitasi juga dapat menjadi
tolok ukur dan faktor pendukung sebuah kesejahteraan bagi masyarakat.
Masih sering dijumpaisebagian masyarakat yang membuang hajatnya di sungai
karenatidak mempunyai saluran pembuangan khusus untuk pembuanganair limbah rumah
tangga maupun air buangan dari kamarmandi. Bahkan terkadang masih dijumpai masyarakat
yangmembuang hajatnya di pekarangan rumahnya masing-masing.
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang
disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuh langsung
dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia.Hal ini terjadi selain disebabkan karena factor ekonomi,
faktorkebiasaan yang sulit dirubah dan kualitas pendidikan yangrelative rendah dari
masyarakat pun memang sangatberpengaruh besar terhadap pola hidup masyarakat.
Dalam penerapannya dimasyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengolaan limbah,
pengolaan sampah, control vector, pencegahan dan pengontrolan pencemaran tanah, sanitasi
makanan, serta pencemaran udara.
Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma pembangunan kesehatan
lingkungan lima tahun ke depan yang lebih menekankan pada aspek pencegahan dari aspek
pengobatan. Dengan adanya upaya pencegahan yang baik, angka kejadian penyakit yang
terkait dengan kondisi lingkungan dapat di cegah. Selain itu anggaran yang diperlukan untuk
preventif juga relative lebih terjangkau daripada melakukan upaya pengobatan.
Menurut beberapa literatur yang disebut tempat umum adalah suatu tempat dimana
orang banyak atau masyarakat umum berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara
sementara (insidentil) maupun secara terus menerus (permanent), baik membayar mapupun
tidak membayar.
Dari latar belakang yang telah penulis jabarkan diatas maka penulis mengambil judul
dalam makalah iniadah Pengelolaan Sanitasi Di Tempat-Tempat Umum (STTU)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam kalah ini adalah :
1. Apa pengertian sanitasi?
2. Bagimana pengelolaaan sanitasi Tempat-tempat umum (STTU)?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahu dan memahami pengertian dari Sanitasi
2. Memahami pengelolaan sanitasi tempat-tempat umum (STTU).

D. Manfaat Penulisan
Dalam penulisan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi peihak bagi semua pihak
yang terlibat didalamnya, dengan tujuan agar adanya pemahaman dan peningkatan mengenai
pelaksanaan penglolaan sanitasi tempat-tempat umum (STTU).

E. Metode Penulisan
Dalam makalah ini penulis mengambil sumber materi dari buku dan browsing internet.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Pustaka
Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human
environment) atau dalam sehari-hari juga cukup disebut dengan "lingkungan" saja. Unsur-
unsur lingkungan hidup itu sendiri biasa nya terdiri dari: manusia, hewan, tumbuhan.
Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain,
lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah lingkungan hidup, dalam
bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan Millieu,
sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan I'environment. Pengetian Sanitasi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor :
965/MENKES/SK/XI/1992, pengertian sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk
menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Menurut Notoadmojo (2003), mengemukakan : sanitasi itu sendiri merupakan perilaku


disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan
langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini
akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan untuk pengertian dari
sanitasi lingkungan, sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya.Ruang
lingkup kegiatan Pengawasan Sanitasi. Pada kegiatan ini dilakukan pencatatan, Kegiatan ini
dilaksanakan melalui orientasi keadaan sanitasi secara garis besar, untuk mencari
permasalahan umum STTU yang dilihat atau diperiksa yang menyangkut masalah umum
sanitasi yang ada sehingga tahap ini merupakan survei pendahuluan (preliminary survey).

Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa definisi
lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan
pengendalian lingkungan.
Menurut Mukono, (2000). Mengemukakn bahawa :
Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan
yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan
timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut dapat dicegah (Adriyani, 2005). STTU merupakan problem kesehatan
masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat-tempat umum merupakan tempat
menyebarnya segala macam penyakit terutama penyakit-penyakit yang medianya makanan,
minuman, udara dan air. Dengan demikian STTU harus memenuhi syarat-syarat kesehatan
dalam arti melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat
.
Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang
berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau
menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat
dicegah (Fahmi, 2009). Sanitasi tempat-tempat umum menurut Mukono (2006), merupakan
problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat umum merupakan
tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh
masyarakat
Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur
faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Terkait
makanan, sanitasi didefinisikan sebagai penerapan atau pemeliharaan kondisi yang mampu
mencegah terjadinya pencemaran (kontaminasi) makanan atau terjadinya penyakit yang
disebabkan oleh makanan (foodborne illness atau foodborne disease)

B. Pengelolaan Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU)


Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau
biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan
terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan
domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan
bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan
solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan),
teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi
(contohnya membasuh tangan dengan sabun).
Ruang lingkup sanitasi Berdasarkan pengertiannya yang dimaksud dengansanitasi
adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatannya kepada usaha-
usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Ruang lingkup sanitasi mencakup, penyediaan
air bersih sangat pentingdiperhatikan, karena kondisi tersedia atau tidaknyaair bersih di suatu
daerah akan menentukan darikelancaran operasi sistem pengoahan air limbah. Yangmana,
untuk sistem pembungan terpusat itu memerlukan penyediaan air bersih yang relatif lebih
terjamindibandingkan dengan sistem pembungan setempat, pengelolaan sampah adalah
pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan, ataupembuangan dari material
sampah. Kalimat ini biasanyamengacu pada material sampah yang dihasilkan darikegiatan
manusia, dan biasanya dikelola untukmengurangi dampaknya terhadap kesehatan,
lingkunganatau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukanuntuk memulihkan sumber
daya alam. Pengelolaan sampahbisa melibatkan zat padat, cair, gas, atauradioaktif dengan
metoda dan keahlian khusus untukmasing masing jenis zat, pengolahan makanan dan
minuman Meliputi hal-hal sebagai berikut, pengadaan bahan makanan/bahan baku,
Penyimpanan bahan makanan/bahanbaku, Pengolahan makanan, Pengangkutan makanan,
Penyimpanan makanan, Penyajian makanan.
Hambatan yang sangat sering dijumpai dalam pelaksanaan sanitasi di tempat-tempat
umum, diantaranya adalah Belum adanya pengertian dari para pengusaha, pemerintah
mengenai peraturan per undang-undangn yang menyangkut sanitasi umum kaitannya dengan
usaha kesehtan masyaraka, belum mengetahui/kesadaran mengenai pentingnya usaha
pengeloilan sanotasi, untuk menghindari terjadinya kecelakaan atau penularan
penyakit, adanya sikap keberatan dari pengusaha atau pihak-pihak tertentu untuk memenuhi
persyaratan-persyaratan karena memerlukan biaya ekstra, belum adanya adanya sikap apatis
dari masyarakat tentang adanya peraturan/persyaratan Standar sanitasi fasilitas
umum, Belum semua peralatan dimiliki oleh tenaga pengawas pada standar yang tepat, masih
terbatasnya pengetahan petugas dalam melaksanakan pengawasan, masih minimnya dana
yang dialokasikan untuk pengawasan, belum semua wilayah memiliki saran transportasi
untuk melakukan kegiatan pengawasan
Oleh sebab itu tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama
penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi
tempat-tempat umum harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi,
memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tempat-tempat umum harus
mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum, artinya masyarakat boleh keluar masuk ruangan
tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar.
2. Harus ada gedung/tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana masyarakat
melakukan aktivitas tertentu.
3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-tempat
umum tersebut.
4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan ramainya,
harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di tempat-tempat umum.
Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan
antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat yang
memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang intensitas
jumlah dan waktu kunjungannya tinggi.
Tempat umum adalah suatu tempat dimana orang banyak atau masyarakat umum
berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara sementara (insidentil) maupun secara terus
menerus (permanent), baik membayar mapupun tidak membayar.
Kriteria suatu tempat umum adalah terpenuhinya beberapa syarat :
1. Diperuntukkan bagi masyarakat umm
2. Harus ada gedung/tempat yang permanen
3. Harus ada aktivitas (pengusaha, pegawai, pengunjung)
4. Harus ada fasilitas (SAB, WC, Urinoir, tempat sampah, dan lain-lain)
Sedangkan yang disebut sanitasi tempat-tempat umum adalah suatau usaha untuk
mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tidak terawatnya tempat-tempat umum
tersebut yang mengakibatkan timbul dan menularnya berbagai jenis penyakit.
Sasaran khusus yang harus diberikan dalam pengawasn tempat-tempat umum meliputi :
1. Manusia sebagai pelaksana kegiatan
2. Alat-alat kebersihan
3. Tempat kegiatan
Kenapa sanitasi di tempat-tempat umum sangat diperlukan karena Adanya kumpulan
manusia yang berhubungan langsung dengan lingkungan, kurangnya pengertian dari
masyarakat mengenai masalah kesehatan, kurangnya fasilitas sanitasi yang baik, adanya
kemungkinan besar terjadinya penularan penyakit, adanya kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan adanya tuntutan physical dan mental confort.
Langkah-langkah dalam implementasi usaha pengelolaan Sanitasi umum adalah
Identifikasi masalah, pemeriksaan, evaluasi, pencatatan dan pelaporan
Kegiatan pemeriksaan yaitu kegiatan melihat dan menyaksikan secara langsung di
tempat serta menilai tentang keadaan atau tindakan yang dilakukan serta memberikan
petunjuk atau saran-saran perbaikan. Pemeriksaan dilakukan terhadap faktor lingkungan dan
perlengkapan/peralatan sesuai dengan persyaratan dan kebersihannya, misalnya: lingkungan
pekarangan, bangunan, persediaan air bersih, cara pembuangan sampah dan air kotor,
perlengkapan WC dan urinoir, dan sebagainya. Dalam kegiatan ini pemeriksa juga
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada pemilik/pengelola dan pengguna yang
melakukan kegiatan yang meliputi cara-cara pencegahan penyakit, kebersihan, kebiasaan dan
cara kerja yang baik dan lain sebagainya.
Kegiatan pengawasan yaitu pengamatan secara terus menerus perkembangan kegiatan,
tindakan serta usaha tindak lanjut dari hasil pemeriksaan.
Guna memperbaiki kondisi sanitasi berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah,
diantaranya adalah agenda penyiapan langkah langkah penting pembangunan sanitasi yang
sejalan dengan pencapaian sasaran, kesepakatan pemerintah dengan para stakeholder yang
terkait dengan pengelolaan dan pembangunan sanitasi akan perlunya peningkatan kesadaran
dan komitmen pemerintah di semua tingkatan pembangunan sanitasi, mendorong akselerasi
pembangunan sanitasi dan lahirnya program Persepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman
yang terintegrasi dan terpadu. Guna meningkatkan kualitas dan peningkatan pelayanan dan
penyediaan Sanitasi dengan tepat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Ruang
lingkup sanitasi Berdasarkan pengertiannya yang dimaksud dengansanitasi adalah suatu
upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatannya kepada usaha-usaha
kesehatan lingkungan hidup manusia, yang mencakup diantaranya : pengelolaan air besih,
pengelolaan sampah dan limbah, Pengolahan makanan dan minuman.
Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan
yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan
timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut dapat dicegah. Hambatan yang sangat sering dijumpai dalam pelaksanaan
sanitasi di tempat-tempat umum meliputi: Belum adanya pengertian, Belum
mengetahui/kesadaran, adanya sikap keberatan dari pengusaha atau pihak-pihak tertentu,
belum adanya adanya sikap apatis dari masyarakat, Belum semua peralatan dimiliki oleh
tenaga pengawas pada standar yang tepat, masih terbatasnya pengetahan petugas, masih
minimnya dan Belum semua wilayah memiliki saran transportasi untuk kegiatan pengawasan.
B. Saran
Sanitasi Tempat-tempat umum merpakan hal yang sangat penting oleh karena
pengelolaan pengawasan pemeliharan dan pengembangan Sanitasi tempat-tempat umum
hendaknya dulakuakn secara intensif dan didukung dengan sarana dan prasarana yang
memadai.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya danperilaku


penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke badan air
yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya.

Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun
yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan
kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank,
2007).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, penanganan masalah sanitasi


merupakan kewenangan daerah, tetapi sampai saat ini belum memperlihatkan perkembangan
yang memadai. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu memperlihatkan dukungannya
melalui kebijakan dan penganggarannya

Latar Belakang STBM

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi
masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP)
tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai,
sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku
masyarakat dalam mencuci tangan adalah:

setelah buang air besar 12%,

setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%,

sebelum makan 14%,


sebelum memberi makan bayi 7%, dan

sebelum menyiapkan makanan 6 %.

Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga
menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air
tersebut masih mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap
tingginya angka kejadian diare di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare
nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu penduduk pad a semua umur dan 16 provinsi
mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.

Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi
total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun
32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku
mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah
tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian
diare menurun sebesar 94%.

Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi dengan menetapkan
Open Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009. Hal
ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai target Millennium Development
Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara
berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.

Pengertian STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan metode pemicuan.

Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial berdasarkan


kesamaan kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.

Open Defecation Free yang selanjutnya disebut sebagai ODF adalah kondisi ketika setiap
individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan.

Cuci Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air
bersih yang mengalir.

Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai PAMRT adalah
suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan
untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya seperti berkumur, sikat gigi, persiapan
makanan/minuman bayi.

Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas:

Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.

Mencuci tangan pakai sabun.

Mengelola air minum dan makanan yang aman.

Mengelola sampah dengan benar.

Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai
penularan penyakit.

Sanitasi dasar adalah hdala sarana sanitasi rumah tanggayang meliputi sarana Luang air
besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan


RT/Dusun/Kampung:

Mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi (gotong royong)

Memonitor pekerjaan di tingkat masyarakat

Menyelesaikan permasalahan/konflik masyarakat

Mendukung/memotivasi masyarakat lainnya,setelah mencapai keberhasilan sanitai


total (ODF) di lingkungan tempat tinggalnya

Membangun kapasitas kelompok pada lokasi kegiatan STBM

Membangun kesadaran dan meningkatkan kebutuhan

Memperkenalkan opsi-opsi teknologi

Mempunyai strategi pelaksanaan dan exit strategi yang jelas

Pemerintah Desa:
Membentuk tim fasilitator desa yang anggotanya berasal dari kader-kader desa, Para
Guru, dsb untuk memfasilitasi gerakan masyarakat. Tim ini mengembangkan rencana
desa, mengawasi pekerjaan mereka dan menghubungkan dengan perangkat desa

Memonitor kerja kader pemicu STBM dan memberikan bimbingan yang diperlukan

Mengambil alih pengoperasian dan pemeliharaan (O & M) yang sedang berjalan dan
tanggungjawab ke atas

Memastikan keberadilan di semua lapisan masyarakat, khususnya kelompok yang


peka

Pemerintah Kecamatan:

Berkoordinasi dengan berbagai lapisan Badan Pemerintah dan memberi


dukungan bagi kader pemicu STBM

Mengembangkan pengusaha lokal untuk produksi dan suplai bahan serta


memonitor kualitas bahan tersebut

Mengevaluasi dan memonitor kerja lingkungan tempat tinggal

Memelihara database status kesehatan yang efektif dan tetap ter-update secara berkala

Kabupaten Pemerintah:

Mempersiapkan rencana kabupaten untuk mempromosikan strategi yang baru

Mengembangkan dan mengimplementasikan kampanye informasi tingkat


kabupaten mengenai pendekatan yang baru

Mengkoordinasikan pendanaan untuk implementasi strategi STBM

Mengembangkan rantai suplai sanitasi di tingkat kabupaten

Memberikan dukungan capacity building yang diperlukan kepada semua institusi


di kabupaten.

Pemerintah Provinsi:

Berkoordinasi dengan berbagai instansi/lembaga terkait tingkat Provinsi


dan mengembangkan program terpadu untuk semua kegiatan STBM

Mengkoordinasikan semua sumber pembiayaan terkait dengan STBM


Memonitor perkembangan strategi nasional STBM dan memberikan bimbingan
yang diperlukan kepada tim Kabupaten

Mengintegerasikan kegiatan higiene dan sanitasi yang telah ada dalam strategi STBM

Mengorganisir pertukaran pengetahuan/pengalaman antar kabupaten

Pemerintah Pusat:

Berkoordinasi dengan berbagai instansi/lembaga terkait tingkat Pusat


dan mengembangkan program terpadu untuk semua kegiatan STBM

Mengkoordinasikan semua sumber pembiayaan terkait dengan STBM

Memonitor perkembangan strategi nasional STBM dan memberikan bimbingan


yang diperlukan kepada tim Provinsi

Mengintegerasikan kegiatan higiene dan sanitasi yang telah ada dalam strategi STBM

Mengorganisir pertukaran pengetahuan/pengalaman antar kabupatendan/atau provinsi


serta antar negara

Strategi STBM
A. Penciptaan Lingkungan Yang Kondusif

1. Prinsip
Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam
meningkatkan perilaku higienis dan saniter.

2. Pokok Kegiatan

Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan


lainnya secara berjenjang

Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah.

Meningkatkan kemitraan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,

Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Swasta.

B. Peningkatan Kebutuhan

1. Prinsip
Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukungterciptanya
sanitasi total.

2. Pokok kegiatan

Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaandan


pelaksanaan sosialisasi pengembangan kebutuhan.

Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi darikebiasaan buruk


sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan perilaku
komunitas.

Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, materialdan biaya


sarana sanitasi yang sehat.

Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untukmenfasilitasi


pemicuan perubahan perilaku masyarakat.

Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untukmeningkatkan dan


menjaga keberlanjutan sanitasi total.

C. Peningkatan Penyediaan

1. Prinsip
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhanmasyarakat.

2. Pokok kegiatan

Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan saranasanitasi.

Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi,lembaga


keuangan dan pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi.

Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggiuntuk


pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna.

D. Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management)

1. Prinsip
Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran dalam sanitasi total.

2. Pokok kegiatan

Mengembangkan dan mengelola pusat data dan informasi.


Meningkatkan kemitraan antar program-program pemerintah, nonpemerintah dan
swasta dalam peningkatan pengetahuan dan pemberlajaran sanitasi di Indonesia.

Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dalam kurikulum pendidikan.

E. Pembiayaan

1. Prinsip
Meniadakan subsidi untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.

2. Pokok kegiatan

Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri

Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong).

Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi komunal.

F. Pemantauan Dan Evaluasi

1. Prinsip
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi

2. Pokok kegiatan

Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh masyarakat

Pemerintah Daerah mengembangkan sistem pemantauan dan pengelolaan data.

Mengoptimumkan pemanfaatan hasil pemantauan dari kegiatan-kegiatanlain yang


sejenis

Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem pemantauanberjenjang.

A. Rencana Kerja

Setiap pelaku pembangunan STBM mengembangkan rencana aksi sertapembiayaannya untuk


pencapaian sanitasi total yang disampaikan kepadapemerintah daerah.

B. Indikator

Output :
Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasidasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang
tempat (ODF).

Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang
aman di rumah tangga.

Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas(seperti
sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci
tangan (air,sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan
benar.

Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.

Setiap rumah tanga mengelola sampahnya dengan benar.

KEGIATAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta
mengimplementasikan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan
sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals
(MDGs) tahun 2015, perlu disusun Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan
sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program
(ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku
masyarakat dalam mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah
membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi
makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6 %. Sementara studi BHS lainnya
terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air
untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih mengandung
Eschericia coli.

Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia.


Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu
penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.

Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensiterpadu melalui pendekatan


sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare
menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan
perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di
rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut,
kejadian diare menurun sebesar 94%.
Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang hygiene dan sanitasi dengan
menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada
tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004
- 2009. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai target Millennium
Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi
dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum
mendapatkan akses. Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah melaksanakan beberapa
kegiatan, antara lain melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation
(CLTS) di 6 Kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan pencanangan gerakan sanitasi
total oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan
kampanye cuci tangan secara nasional oleh Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg
Pemberdayaan Perempuan tahun 2007.

Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi CLTS di berbagai lokasi oleh berbagai
lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang menghasilkan perubahan perilaku
buang air besar di sembarang tempat, sehingga pada tahun 2006 sebanyak 160 desa telah
ODF dan tahun 2007 mencapai 500 desa. (Depkes, 2007).

Kayu Kalek merupakan salah satu lokasi replikasi Pamsimas tahun 2011 yang berada
di kenagarian Koto Anau kecamatan Lembang Jaya.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ini merupakan acuan dalam
penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta evaluasi yang terkait dengan
sanitasi total berbasis masyarakat.

BAB II

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)


2.1 PENGERTIAN

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan metode pemicuan.

Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial


berdasarkan kesamaan kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.

Open Defecation Free yang selanjutnya disebut sebagai ODF adalah kondisi ketika
setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan.

Cuci Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun
dan air bersih yang mengalir.

Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai PAMRT
adalah suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air yang
digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya seperti berkumur, sikat gigi,
persiapan makanan/minuman bayi.

Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas: Tidak buang air besar (BAB)
sembarangan. Mencuci tangan pakai sabun. Mengelola air minum dan makanan yang aman.
Mengelola sampah dengan benar. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata
rantai penularan penyakit.

Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana Buang air
besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

2.2 ISU DAN TANTANGAN

Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan


perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke
badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya.

Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3
tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya
dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (studi World
Bank, 2007).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, penanganan masalah sanitasi


merupakan kewenangan daerah, tetapi sampai saat ini belum memperlihatkan perkembangan
yang memadai. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu memperlihatkan dukungannya
melalui kebijakan dan penganggarannya.

2.3 STRATEGI NASIONAL

A. Penciptaan Lingkungan Yang Kondusif

1. Prinsip

Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam


meningkatkan perilaku higienis dan saniter.

2. Pokok Kegiatan

Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan


lainnya secara berjenjang

Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah.

Meningkatkan kemitraan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Organisasi Masyarakat,


Lembaga Swadaya Masyarakat dan Swasta.

B. Peningkatan Kebutuhan

1. Prinsip

Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukung terciptanya
sanitasi total.

2. Pokok kegiatan

Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan dan pelaksanaan


sosialisasi pengembangan kebutuhan
Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan buruk
sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan perilaku komunitas.

Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan biaya


sarana sanitasi yang sehat.

Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk menfasilitasi


pemicuan perubahan perilaku masyarakat.

Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk meningkatkan dan


menjaga keberlanjutan sanitasi total.

C. Peningkatan Penyediaan

1. Prinsip

Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2. Pokok kegiatan

Meningkatkan kapasitas produksi swasta local dalam penyediaan sarana sanitasi.

Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi, lembaga keuangan


dan pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi.

Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi untuk


pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna.

D. Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management)

1. Prinsip

Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran dalam sanitasi total.

2. Pokok kegiatan

Mengembangkan dan mengelola pusat data dan informasi.


Meningkatkan kemitraan antar program-program pemerintah, non pemerintah dan swasta
dalam peningkatan pengetahuan dan pemberlajaran sanitasi di Indonesia.

Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dalam kurikulum pendidikan.

E. Pembiayaan

1. Prinslp

Meniadakan subsidi untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.

2. Pokok kegiatan

Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri

Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong).

Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi komunal.

F. Pemantauan Dan Evaluasi

1. Prinsip

Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi

2. Pokok kegiatan

Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh masyarakat.

Pemerintah Daerah mengembangkan system pemantauan dan pengelolaan data.

Mengoptimumkan pemanfaatan hasil pemantauan dari kegiatan-kegiatan lain yang


sejenis

Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem pemantauan berjenjang.

2.4. PENGEMBANGAN RENCANA KERJA DAN INDIKATOR

A. Rencana Kerja
Setiap pelaku pembangunan STBM mengembangkan rencana aksi serta
pembiayaannya untuk pencapaian sanitasi total yang disampaikan kepada pemerintah daerah.

B. Indikator

Output:

Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga
dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).

Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman
di rumah tangga.

Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti
sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan
(air,sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.

Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.

Setiap rumah tanga mengelola sampahnya dengan benar.

Outcome:

Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang
berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.

BAB III

HASIL KEGIATAN

3.1 GAMBARAN UMUM

Jorong Kayu Kalek Nagari Koto Anau merupakan salah satu lokasi replikasi
PAMSIMAS Kab. Solok tahun 2011. Berdasarkan hasil pemantauan awal, pada tanggal 6
April 2011, jorong ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 563 Jiwa, dan 145 KK. Dari 106
Rumah terdapat 5 rumah yang memiliki sarana Jamban Keluarga, 3 diantaranya Memenuhi
Persyaratan Kesehatan (Leher angsa & tangki septik). Dan terdapat 2 buah sarana jamban
yang terletak di SD dan POSKESRI.

Untuk Air minum, penduduk menggunakan air yang berasal dari 3 sumber mata air
dan 1 buah sumur gali dan sebahagian kecil menggunakan air hujan. Sedangkan untuk air
bersih, penduduk masih menggunakan air banda (Sungai). Sebagian besar penduduk masih
menggunakan air sungai sebagai tempat MCK.

3.2 LINGKUNGAN MASYARAKAT

3.2.1 PEMICUAN

3.2.1.1 Pemicuan I (Masjid Kayu kalek, 20 Juni 2011)

Pemicuan dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2011 di masjid Kayu Kalek. Dengan
jumlah peserta sebanyak 28 peserta dan tim fasilitator (3 orang Tim Kesehatan Puskesmas,
dan 4 orang Tim Pamsimas).

Adapun alur kegiatan pemicuan adalah sebagai berikut:

1. Perkenalan

2. Mapping

3. Hitung Volume Tinja

4. Alur Kontaminasi

5. Simulasi Air

6. Puncak Pemicuan

7. Penutup

Perkenalan
Pada awal pemicuan, fasilitator memperkenalkan diri dan mencairkan suasana dengan
menanyakan suasana dan kondisi lingkungan yang berasal dari perkataan masyarakat, Ini
bertujuan agar masyarakat tidak merasa kaku dan nyaman ketika berada pada saat pemicuan.
Sehingga masyarakat secara terbuka memberikan informasi keadaan sekitar dan masyarakat
pun secara tidak langsung turut berpartisipasi aktif mengikuti kegiatan.

Mapping

Mapping (pemetaan) bertujuan untuk mengetahui atau melihat peta wilayah BAB
masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering setelah ada mobilisasi
masyarakat).

Setelah perkenalan, fasilitator mengajak masyarakat untuk menggambar keadaan


kampung mereka dengan menggunakan peralatan seadanya seperti tepung (untuk batas
wilayah), kertas hijau (rumah warga), kertas biru (sumber air bersih), kertas kado (aliran
sungai), kertas putih (jamban sehat), dan kertas kuning (lokasi BABS).

Semua peserta berpartisipasi aktif pada saat pemetaan. Fasilitator mengajak semua
peserta kedalam peta. Masing-masing peserta menunjukkan rumah dan lokasi BAB. Setelah
itu, fasilitator meminta masyarakat untuk mengamati keadaan desa mereka yang telah di
kepung oleh BAB dengan menanyakan kepada peserta Bagaimana perasaan jika melihat
keadaan kampong yang seperti ini?. Kemudian, fasilitator mengajukan pertanyaan Apakah
merasa bangga dan nyaman dengan keadaan yang telah dikepung oleh BAB?.

Hitung Volume Tinja

Fasilitator dan masyarakat bersama-sama menghitung volume tinja yang dibuang


sembarangan yang dihasilkan di lingkungan tersebut. Mulai dari menghitung jumlah KK dan
jiwa, berapa kali dalam sehari jumlah tai yang dihasilkan, berapa banyak tai yang dihasilkan
(Kg) dalam satu kali BAB. Kemudian jumlah tai yang dihasilkan dalam sehari (Kg) dikalikan
dengan jumlah yang dihasilkan oleh satu orang dalam sehari, dikali dengan jumlah penduduk,
hitung dalam sehari, seminggu, sebulan, dan setahun, dst. Fasilitator mengajak masyarakat
membayangkan jika seandainya tai yang dihasilkan selama satu bulan ditumpuk dalam
karung kemudian dibandingkan dengan tumpukan karung beras. Setelah itu fasilitator
bertanya manakah yang lebih indah dilihat tumpukan karung beras atau tumpukan karung tai.

Alur Kontaminasi

Fasilitator menanyakan kepada masyarakat kemana semua kotoran itu menghilang.


Apakah mungkin kotoran itu masuk kedalam air. Kemana saja kotoran itu pergi. Kemudian
masyarakat berdiskusi atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dan menjawab pertanyaan yang
dilontarkan oleh fasilitator.

Simulasi Air

Fasilitator meminta dan menunjukkan satu gelas air minum. Kemudian menawarkan
segelas air itu, kepada siapa yang mau meminumnya. Air yang ditawarkan tersebut diminum
oleh warga yang dilihat oleh semua peserta.

Fasilitator menunjukkan kembali segelas air minum yang baru, kemudian meminta
salah seorang warga menarik sehelai rambutnya. Rambut tersebut dianggap seolah-olah kaki
lalat disentuhkan ke tepung yang seolah-olah berupa kotoran, kemudian rambut yang terkena
tepung dicelupkan ke dalam segelas air tersebut. Fasilitator menanyakan kepada peserta siapa
yang bersedia minum air dalam gelas tersebut. Namun tak seorang pun peserta yang bersedia
meminumnya. Kemudian fasilitator menanyakan alasan mengapa tidak bersedia
meminumnya. Peristiwa ini sudah menimbulkan perasaan jijik peserta terhadap kotoran.

Puncak Pemicuan

Pada saat ini, masyarakat mulai memikirkan bagaimana cara menghentikan Buang air
besar sembarangan, hal ini terlihat dari beragam jawaban yang dilontarkan peserta. Fasilitator
menanyakan apa yang harus kita lakukan dengan kotoran ini, dengan apa sebaiknya
dihilangkan, adakah cara yang sederhana untuk menghilangkannya. Apa langkah awal yang
harus dilakukan.
Dengan pertanyaan tersebut, para peserta mengatakan ingin segera menghilangkan
kotoran yaitu dengan membangun jamban. Mulai dari jamban sederhana hingga yang mahal
pun terpikirkan. Meskipun bertahap, mereka pun sepakat dan berjanji untuk segera membuat
jamban yang dimulai dengan perjanjian membuat lubang septic sebagai langkah awal
pembuatan jamban.

3.2.1.2 Pemicuan II (Lapangan SDN 24 Koto Anau, 12 Januari 2012)

Pemicuan dilaksanakan pada tanggal 12 Januari 2012 di lapangan SDN 24 Koto


Anau. Dengan jumlah peserta sebanyak 17 peserta dan tim fasilitator (2 orang Tim
Kesehatan, Pimpinan Puskesmas, dan 1 orang Tim Pamsimas). Gender peserta yang hadir
adalah wanita dan anak-anak.

Alur kegiatan ini tidak jauh berbeda dengan Pemicuan I. Namun, setelah tahap
perkenalan, dilakukan Transect-walk. Fasilitator mengajak peserta untuk berjalan-jalan
mengikuti aliran sungai dan tempat-tempat pembuangan tinja hingga tampak ada kotoran
yang tersangkut. Kemudian fasilitator menanyakan apakah yang tersangkut itu. Fasilitator
dengan sengaja mengajukan beragam pertanyaan dengan jangka waktu yang cukup lama
hingga peserta menutup hidung akibat bau yang ditimbulkan. Kemudian fasilitator
menanyakan kenapa menutup hidung. Apakah ada yang salah berdiri ditempat ini. Setelah
melakukan transect-walk, maka alur kegiatan pun dilanjutkan seperti pada pemicuan I.

Pada pemicuan ke II, fasilitator tidak hanya melakukan simulasi air. Karena simulasi
tersebut pernah ditunjukkan sebelumnya, fasilitator melakukan simulasi pada makanan, air,
dan tangan sebagai salah satu petunjuk alur kontaminasi. Pada tahap ini tidak jauh berbeda
dengan simulasi air. Namun, fasilitator mengganti media air dengan 2 bungkus roti, sabun, air
bersih, dan sapu tangan.

Bungkusan roti pertama ditawarkan kepada peserta yang bersedia untuk memakan roti
tersebut. Dengan ini, semua peserta menyaksikan komentar dari peserta bahwa roti ini aman
dimakan. Setelah itu, fasilitator membandingkan dengan bungkusan roti ke-dua. Fasilitator
memperagakan tangan menyentuh tepung yang dianggap seolah-olah tangan tersebut tidak
dicuci dengan sabun setelah BAB. Dengan tangan tersebut, fasilitator memberikan roti yang
ke-dua kepada salah satu peserta. Namun, tak satupun peserta yang mau memakan roti
tersebut. Karena hal tersebut, maka fasilitator bertanya mengapa tidak mau memakan roti,
padahal roti ke-dua sama dengan roti pertama. Apakah ada yang salah. Dimana letak
kesalahannya. Dengan berbagai pertanyaan maka peserta menjawab makanan tersebut sudah
tercemar oleh kotoran.

Dengan demikian, fasilitator menanyakan apa yang harus dilakukan agar makanan ini
aman dimakan. Dan peserta menjawab sebelum makan hendaknya cuci tangan pakai sabun.
Kemudian fasilitator menanyakan kembali mengapa tangan harus dicuci pakai sabun, dan
peserta menjawab karena tangan telah tercemar oleh kotoran. Fasilitator menanyakan
kembali, jika seperti itu apa yang harus kita lakukan dengan kotoran hingga akhirnya peserta
yakin untuk menyegerakan menyelesaikan pembuatan jamban.

3.2.2 PENYULUHAN PHBS & KESLING

Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan kegiatan, petugas sanitasi dan bidan jorong
bersama tim Pamsimas mengadakan penyuluhan PHBS dan Kesling yang di adakan pada
tanggal 6 Januari 2012 yang diadakan di SDN 24 Koto Anau. Acara ini dihadiri sebanyak 35
peserta dengan Gender pria, wanita, dan anak-anak.

Dalam kegiatan ini, petugas sanitasi sebagai narasumber, tim pamsimas dan bidan
desa sebagai pengatur dan pengawasan kegiatan. Jumlah masyarakat yang hadir telah
menggambarkan keterwakilan dusun, laki-laki, perempuan, kaya dan miskin.

Adapun materi yang disampaikan adalah berupa perkenalan, pengantar, hingga


pemahaman warga terhadap hidup berperilaku bersih dan sehat beserta kesehatan lingkungan.
Masyarakat telah memahami dan sepakat terhadap hasil penyuluhan tersebut.

3.2.3 PELATIHAN NATURAL LEADER

Setelah dilakukan pemicuan I, telah ditemukan secara alami peserta yang memiliki
keinginan merubah perilaku dan bersedia sebagai pemantau perilaku kebiasaan Buang air
besar masyarakat (Natural Leader). Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan Natural Leader
sebagai tindak lanjut dari pemantauan perilaku masyarakat.
Dalam kegiatan ini, petugas sanitasi tidak bisa hadir sebagai narasumber. Namun,
petugas sanitasi memberikan kepercayaan kepada bidan desa dan tim pamsimas untuk
melaksanakan kegiatan tersebut yaitu dengan memberikan Pedoman Pelatihan Natural Leader
Dalam rangka Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang ditulis oleh petugas sanitasi
pada tahun 2010. Sehingga, kegiatan ini pun dapat dilaksanakan dengan baik pada bulan
Desember 2011.

3.3 LINGKUNGAN SEKOLAH

Agar pelaksanaan sanitasi dilakukan secara total, maka Pelaksanaan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat juga perlu dilakukan di lingkungan pendidikan. Anak didik dilatih sejak
dini untuk merubah perilaku menjadi pribadi yang berperilaku hidup bersih dan sehat.
Adapun sekolah yang akan dilatih adalah SDN 24 Koto Anau.

3.3.1 Tahap Pemantauan Awal (6 April 2011)

Sebelum kegiatan dimulai, petugas sanitasi dan bidan desa melakukan identifikasi
faktor risiko kesehatan lingkungan sekolah yang dilaksanakan pada tanggal 6 April 2011.
adapun hasil identifikasi sebagai berikut:

Jumlah peserta didik tahun ajaran 2010/2011 adalah 101 orang dengan 54
siswa dan 47 siswi. Jumlah Guru sebanyak 9 orang dengan 7 orang guru perempuan dan 2
orang guru laki-laki. SD ini memiliki 6 buah ruangan kelas, 1 buah ruangan perpustakaan
( yang sekarang masih ditempati sebagai kantor guru dan kepala sekolah ) dan 1 buah
ruangan olah raga .

Sekolah ini memiliki 2 buah WC dan 3 buah bak air, namun tidak memiliki
Sarana Air Bersih. Sehingga untuk penggunaan air, masih menggunakan air sungai (banda).
Sumber air minum adalah air isi ulang yang tersedia diruangan kantor guru dan kepala
sekolah. Saluran Pembuangan Air Limbah tampak kering.

Sekolah ini memiliki tempat sampah yang memadai disetiap ruangan kelas.
Namun tampak pada halaman sekolah terdapat tempat pembuangan sampah.

Adapun keadaan faktor risiko kesehatan lingkungan yang ada disetiap ruangan
adalah sebagai berikut:
a. Ruangan Guru dan Kepala Sekolah

Lantai, atap dan langit-langit, cahaya, ventilasi telah memenuhi syarat. Namun
pada dinding tampak sedikit retak. Ruangan ini memiliki tempat sampah yang memadai.
Namun, ruangan ini masih tampak adanya penumpukan buku-buku dilantai. Hal ini dapat
menimbulkan risiko sebagai tempat peristirahatan vektor seperti kecoak,dsb.

b. Ruangan kelas VI dan Ruangan olah raga

Keadaan ruangan ini telah memenuhi syarat kesehatan, namun tidak memiliki
langit-langit. Ruangan ini tidak tampak adanya tempat sampah. Hal ini disebabkan karena
tempat sampah masing-masing ruangan masih berada diruangan guru.

c. Ruangan kelas IV, III, I dan II, dan V.

Keadaan ruangan ini telah memenuhi syarat kesehatan, namun pencahayaan pada
ruangan ini masih kurang, kecuali pada ruangan kelas V. Pada masing-masing ruangan ini
tidak memiliki tempat sampah, kecuali di ruangan kelas I dan II.

Berdasarkan pengamatan visual yang telah dilaksanakan oleh petugas sanitasi, jika
dibandingkan dengan standar, maka tingkat faktor risiko kesehatan lingkungan di SDN 24
Koto Anau adalah cukup berpotensi menimbulkan gangguan dengan kondisi kesehatan
lingkungan yang cukup.

3.3.2 Penyuluhan PHBS dan KESLING di SEKOLAH

Bersama dengan kegiatan Pemeriksaan Faktor Risiko Lingkungan Sekolah tanggal 6


April 2011, petugas sanitasi mengadakan penyuluhan PHBS dan Kesling yang dihadiri oleh
Dokter Kecil dan Guru Kelas.

Sedangkan penyuluhan ke-dua dan Demo CTPS dan Gosok gigi dilaksanakan pada
bulan Desember 2011 oleh Bidan Desa dan tim Pamsimas. Petugas Sanitasi tidak bisa hadir
pada kegiatan tersebut.

3.3.3 LOMBA KEBERSIHAN KELAS

Pada tanggal 13 Januari 2012, dilaksanakan penilaian Lomba kebersihan kelas.


Lomba ini dihadiri oleh peserta didik dan partisipasi dari Para Guru. Penilaian ini dilakukan
oleh Tim kesehatan bersama Tim Pamsimas. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
semangat para peserta didik untuk menjaga kebersihan lingkungan dan membangun
kepribadian hidup ber-PHBS. Dalam hal ini para peserta dan guru sepakat terhadap hasil
penilaian lomba kebersihan kelas.

3.4 PEMERIKSAAN KUALITAS SUMBER AIR BERSIH

Agar pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat terlaksana dengan baik maka
diperlukan pemeriksaan kualitas air bersih terhadap sumber air bersih yang akan
dipergunakan oleh masyarakat Jorong Kayu Kalek yang dilakukan pada tanggal 24 Agustus
2011. Sumber Air Bersih ini berupa Mata Air yang belum terlindungi yang terletak dipinggir
aliran sungai Anduring (Perbatasan antara Jorong Kayu Kalek dan Jorong Kandang Jambu).

Pada kegiatan ini, petugas sanitasi yang ditemani oleh seorang tim pamsimas dan
seorang warga. Petugas sanitasi mengambil sampel air secara bakteriologis dan kimiawi
dimana sampel yang telah diambil tersebut langsung diantarkan ke Laboratorium Kesehatan
Kota Solok.

Pada tanggal 7 September 2011, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sumber air
tersebut memenuhi persyaratan sesuai dengan Baku Mutu menurut Permenkes No.416 tahun
1990 untuk Air Bersih dan Baku Mutu menurut Permenkes No.492 tahun 2010 untuk Air
Minum. Khusus untuk kandungan Cadmium, sesuai dengan Baku Mutu Air Bersih
Permenkes No. 416 tahun 1990 nilai ambang batas kandungan Cadmium dalam air bersih
adalah 0,005 mg/L, sementara hasil yang diperoleh adalah < 0,01 mg/L. Meskipun demikian,
menurut Baku Mutu Air Minum yang dikeluarkan oleh WHO (1971), kadar Cadmium yang
ada dalam air minum batas maksimumnya adalah 0,01 mg/L. Maka, air yang telah diperiksa
tersebut aman untuk dipergunakan.

3.5 PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN JAMBAN

Pada tanggal 22 Februari 2012, telah dilaksanakan Inspeksi Sanitasi Perumahan di


kawasan pemukiman Jorong Kayu Kalek Nagari Koto Anau. Salah satu indicator kegiatan
pamsimas adalah ketersediaan jamban. Dari hasil kegiatan, telah ditemukan rumah yang telah
memiliki Sarana Jamban keluarga sebanyak 15 sarana yang Memenuhi Syarat, 2 Sarana yang
Tidak Memenuhi Syarat (non septic tank), dan 8 sarana masih dalam proses.

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Selama kegiatan ini Tim Kesehatan, Tim Pamsimas dan masyarakat setempat telah
bekerja sama dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan kebersamaan yang dilakukan selama
pelaksanaan kegiatan.

4.2 SARAN

Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan agar semua masyarakat dapat merubah perilaku
BABS menjadi Stop BABS

Diharapkan pada jorong ini agar segera dapat menjadi jorong ODF (Open Defecation
Free)

Diharapkan adanya kerjasama antar lintas sektoral dan masyarakat

Diharapkan adanya kegiatan keberlanjutan pemantauan wilayah secara continue baik


terhadap seluruh jorong sekecamatan Lembang Jaya.

SANITASI TEMPAT-TEMPAT UMUM

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Definisi Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah suatu tempat dimana umum (semua orang)
dapat masuk ke tempat tersebut untuk berkumpul mengadakan kegiatan baik secara insidentil
maupun terus menerus, (Suparlan 1977).

Tempat-tempat ibadah merupakan salah satu sarana tempat-tempat umum yang dipergunakan
untuk berkumpulnya masyarakat guna melaksanakan kegiatan ibadah. Masalah kesehatan
lingkungannya merupakan suatu masalah yang perlu di perhatikan dan ditingkatkan. Dalam
hal ini pengelola/pengurus tempat-tempat ibadah tersebut perlu dan sangat perlu untuk
diberikan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan tempat-
tempat umum (tempat ibadah) guna mendukung upaya peningkatan kesehatan lingkungan
melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan tempat umum, termasuk
pengendalian pencemaran lingkungan.

Masjid adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum, pada waktu waktu
tertentu berkumpul untuk melakukan ibadah keagamaan Islam.

Masjid-masjid besar di Indonesia pada umumnya dibangun dengan konsep masjid berkubah
berbentuk setengah bola atau dome. Semestinya, pada saat merancang masjid, desain akustik
tidak boleh dikesampingkan karena berpengaruh terhadap kualitas bunyi yang diterima
pendengar diakibatkan dari suara dengung di dalam ruang masjid. Kegiatan yang sering
dilakukan di dalam masjid adalah kegiatan yang menimbulkan kejelasan penyampaian suara,
seperti sholat berjamaah dan ceramah agama.

Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Masjid adalah Kep. Menkes


288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.

Jadi sanitasi tempat-tempat umum adalah suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah
kerugian akibat dari tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya
atau menularnya suatu penyakit.

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang mempunyai tempat,
sarana dan kegiatan tetap yang diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta, dan atau
perorangan yang dipergunakan langsung oleh masyarakat (Adriyani, 2005).
Setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia sangat erat interaksinya dengan tempat-tempat
umum, baik untuk bekerja, melakukan interaksi sosial, belajar maupun melakukan aktifitas
lainnya.

Menurut Chandra (2006), tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat


terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan ataupun gangguan kesehatan
lainnya.Kondisi lingkungan tempat-tempat umum yang tidak terpelihara akan menambah
besarnya resiko penyebaran penyakit serta pencemaran lingkungan sehingga perlu dilakukan
upaya pencegahan dengan menerapkan sanitasi lingkungan yang baik.tempat-tempat umum
perlu dijaga sanitasinya, seperti halnya transportasi baik darat,air dan udara.Pasalnya,
tempat-tempat umum itu menjadi semacam indikator berbagai bidang, terutama sosial dan
ekonomi(Rosyadi,2002).tempat-tempat umum memiliki berbagai kegiatan yang sangat
penting. Salah satu hal utama dalam bidang sosial,tempat-tempat umum misalnya transportasi
air (pelabuhan) bisa dimanfaatkan sebagai tempat untuk memperoleh akses jalur transportasi
dari satu pulau ke pulau yang lainnya maupun dari satu negara ke negara yang lain. Dapat
dimungkinkan dari kegiatan tersebut, lingkungan pelabuhan akan tercemar dengan mudah
baik karena aktifitas manusia maupun karena faktor alam atau dari lingkungan itu sendiri.
Kondisi lingkungan yang telah tercemar dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan
terutama kepada masyarakat yang sering mengakses pelabuhan. Apabila hal ini dibiarkan
terus menerus maka akan terjadi permasalahan kesehatan yang cukup serius. Standar sanitasi
tempat-tempat umum dengan standar internasional harusnya lebih baik dari manajemen
sanitasi tempat-tempat umum pada umumnya guna mengantisipasi permasalahan kesehatan
lingkungan di tempat-tempat umum.

Jadi sanitasi tempat-tempat sangatlah penting dijaga sanitasinya agar tidak


menimbulkan berbagai masalah kesehatan,misalnya menimbulkan penyakit berbasis
lingkungan,untuk itu penulis terdorong untuk melakukan penulisan mengenai surveilans
epidemiologi agar mengubah pemikiran masyarakat akan arti dan kegunaan dari surveilans
epidemiologi.
B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui tentang kesehatan lingkungan terutama sanitasi tempat-tempat umum.

2. Tujuan khusus

a) Untuk mengetahui sanitasi pada lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan di


tempat-tempat umum

b) Untuk mengetahui sanitasi pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan di


tempat-tempat umum

c) Untuk mengetahui sanitasi kualitas bangunan yang terpelihara dengan baik yang
memenuhi syarat kesehatan di tempat-tempat Umum

d) Untuk mengetahui jaminan rasa aman pada masyarakat pengunjung dan masyarakat
sekitarnya di tempat-tempat umum

e) Untuk mengetahui jaminan rasa nyaman pada masyarakat pengunjung dan masyarakat
sekitarnya di tempat-tempat umum

f) Untuk mengetahui jaminan rasa santai pada masyarakat pengunjung dan masyarakat
sekitarnya di tempat-tempat umum

g) Untuk mengetahui jaminan rasa terlindungi pada masyarakat pengunjung dan


masyarakat sekitarnya di tempat-tempat umum
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap
berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat dihindari.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sanitasi adalah suatu usaha pengendalian faktor-faktor
lingkungan untuk mencegah timbulnya suatu penyakit dan penularannya yang disebabkan
oleh faktor lingkungan tersebut, sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat optimal
(Depkes RI, 2002).

Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit,


pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan atau pemeriksaan
sanitasi terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat-
tempat umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan
penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya (Chandra, 2007).

Sanitasi tempat-tempat umum, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup


mendesak. Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat
dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Oleh sebab itu tempat umum
merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit yang medianya makanan,
minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi
persyaratan kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat (Mukono, 2005).

Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ pengendalian semua faktor
lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia terutama yang sifatnya
merugikan/ berbahaya terhadap perkembangan fisik , kesehatan dan kelangsungan hidup
manusia.

Definisi Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah suatu tempat dimana umum (semua orang)
dapat masuk ke tempat tersebut untuk berkumpul mengadakan kegiatan baik secara insidentil
maupun terus menerus, (Suparlan 1977).

Suatu tempat dikatakan tempat umum bila memenuhi kriteria :

1. Diperuntukkan masyarakat umum.

2. Mempunyai bangunan tetap/ permanen.

3. Tempat tersebut ada aktivitas pengelola,pengunjung/ pengusaha.

4. Pada tempat tersebut tersedia fasilitas :

a. Fasilitas kerja pengelola.

b. Fasilitas sanitasi, seperti penyediaan air bersih, bak sampah, WC/ Urinoir, kamar mandi,
pembuangan limbah.

Jadi sanitasi tempat-tempat umum adalah suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah
kerugian akibat dari tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya
atau menularnya suatu penyakit. Untuk mencegah akibat yang timbul dari tempat-tempat
umum.

Usaha-usaha yang dilakukan dalam sanitasi tempat-tempat umum dapat berupa :

1. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap factor lingkungan dan factor manusia yang
melakukan kegiatan pada tempat-tempat umum.

2. Penyuluhan terhadap masyarakat terutama yang menyangkut pengertian dan kesadaran


masyarakat terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari tempat-tempat umum.
Peran sanitasi tempat-tempat umum dalam kesehatan masyarakat adalah usaha untuk
menjamin :

1. Kondisi fisik lingkungan TTU yang memenuhi syarat :

a. Kualitas kesehatan.

b. Kualitas sanitasi.

2. Psikologis bagi masyarakat :

a. Rasa keamanan (security) : bangunan yang kuat dan kokoh sehingga tidak menimbulkan
rasa takut bagi pengunjung.

b. Kenyamanan (confortmity) : misalnya kesejukkan.

c. Ketenangan (safety) : tidak adanya gangguan kebisingan, keramaian kendaraan.

Sedangkan yang disebut sanitasi tempat-tempat umum adalah suatau usaha untuk mengawasi
dan mencegah kerugian akibat dari tidak terawatnya tempat-tempat umum tersebut yang
mengakibatkan timbul dan menularnya berbagai jenis penyakit.

Sasasan khusus yang harus diberikan dalam pengawasn tempat-tempat umum meliputi :

1. Manusia sebagai pelaksana kegiatan (kebersihan secara umum maupun personal hygiene

2. Alat-alat kebersihan

3. Tempat kegiatan

Kenapa sanitasi di tempat-tempat umum sangat diperlukan ? :

1. Adanya kumpulan manusia yang berhubungan langsung dengan lingkungan

2. Kurangnya pengertian dari masyarakat mengenai masalah kesehatan

3. Kurangnya fasilitas sanitasi yang baik

4. Adanya kemungkinan besar terjadinya penularan penyakit

5. Adanya kemungkinan terjadinya kecelakaan


6. Adanya tuntutan physical dan mental confort

B. ASPEK PENTING DALAM PENYELENGGARAAN SANITASI TEMPAT-


TEMPAT UMUM

1. Aspek teknis/hukum (Peraturan dan perundang-undangan sanitasi)

2. Aspek sosial, yang meliputi pengetahuan tentang : kebiasaan hidup, adat istiadat,
kebudayaan, keadaan ekonomi, kepercayaan, komunikasi, dll

3. Aspek administrasi dan management, yang meliputi penguasaan pengetahuan tentang cara
pengelolaan STTU yang meliputi : Man, Money, Method, Material dan Machine

HAMBATAN YANG SANGAT SERING DIJUMPAI DALAM PELAKSANAAN


SANITASI DI TEMPAT-TEMPAT UMUM :

PENGUSAHA

1. Belum adanya pengertian dari para pengusaha mengenai peraturab per undang-undangn
yang menyangkut usha STTU dan kaitannya dengan usaha kesehtan masyarakat

2. Belum mengetahui / kesadaran mengenai pentingnya usaha STTU untuk menghindari


terjadinya kecelakaan atau penularan penyakit

3. Adanya sikap keberata dari pengusaha untuk memenuhi persyaratan-persyaratan karena


memerlukan biaya ekstra

4. Adanya sikap apatis dari masyarakat tenang adanya peraturan/persyaratan dari STTU

PEMERINTAH

1. Belum semua peraltan dimiliki oelh tenaga pengawas pada tingkat II dan kecamatan

2. Masih terbatasnya pengetahan petugas dalam melaksanakan pengawasan


3. Masih minimnya dana yang dialokasikan untuk pengawasan STTU

4. Belum semua kecamatan/tingkat II memiliki saran transportasi untuk melakukan


kegiatan pengawasan

LANGKAH-LANGKAH DALAM IMPLEMENTASI USAHA STTU

1. Identifikasi masalah (problem identification)

2. Pemeriksaan Sanitasi Tempat-Tempat Umum (sanitary inspection)

3. Follow Up

4. Evaluasi

5. Pencatatan dan pelaporan

C. JENIS-JENIS TEMPAT UMUM YANG SANGAT MEMERLUKAN PENGAWASAN

* Hotel

* Restourant

* Kolam renang

* Pasar

* Bioskop

* tempat-tempat rekreasi

* tempat-tempat ibadah

* pertokoan

* Pemangkas rambut

* salon

* Stasiun kereta api atau bus


* rumah sakit

D. PEMERIKSAAN SANITASI TEMPAT-TEMPAT UMUM

1. Pemeriksaan Sanitasi Tempat Ibadah (MASJID DJAMIQ LEBAI SANDAR -


AMPENAN)

a. Pengertian Masjid

Masjid adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum pada waktu-waktu tertentu
digunakan untuk melakukan ibadah keagamaan Islam.

b. Persyaratan Kondisi Masjid

1) Persyartan Kesehatan Lingkungan dan bangunan Umum :

a) Lokasi masjid tidak terletak di daerah banjir dan sesuai dengan perencanaan tata Kota
Ampenan

b) Bersih dan tertata rapi dan system drainase berfungsi dengan baik.

c) Tidak terdapat genangan air di lingkungan/ halaman masjid.

d) Terdapat pagar yang kuat dan terpelihara dengan baik.

e) Lantai masjid bersih, kuat, kedap air, tidak licin dan permukaanya rata.

f) Dinding masjid bersih berwarna terang dan permukaan yang selalu kontak dengan air
kedap air.

g) Atap ruangan masjid harus kuat, tidak tidak bocor serta tidak memungkinkan terjadinya
genangan air.

h) Langit-langit masjid harus memiliki tinggi dari lantai minimal 2,5 meter, kuat serta
berwarna terang.

i) Pencahayaan dalam ruangan masjid harus cukup terang.


j) Memiliki ventilasi yang dapat mengatur sirkulasi udara baik ventilasi alami maupun
buatan, sehingga kondisi ruangan menjadi terasa nyaman.

k) Alat sholat bersih dan tidak lembab, selalu dibersihkan dan dijemur secara periodic,
bebas dari kutu busuk dan serangga lainnya. sepanjang bagian depan shaf dipasang kain putih
yang bersih dengan lebar 30 cm2 yang digunakan untuk tempat bersujud.

2) Fasilitas Sanitasi :

a) Tersedia air bersih dalam jumlah yang cukup, kualitas air memenuhi persyaratan air
bersih atau air minum dan tersedia setiap saat, dan air wudhu keluar dari kran-kran khusus.

b) Air kotor/ limbah mengalir dengan lancar, saluran bersambung dengan saluran
pembuangan air kotor umum yang kedap air. Apabila tidak ada, ditampungan dalam bak yang
tertutup dan kedap air.

c) Tersedia tempat sampah yang tertutup, rapat, kedap air dan mudah dibersihkan, mudah
diangkat, jumlah dan kapasitas disesuaikan dengan kebutuhan, serta disediakan TPS yang
memenuhi syarat.

2. Pemeriksaan Sanitasi Tempat Umum (TERMINAL MANDALIKA - BERTAIS)

Terdapat beberapa terminologi tentang terminal. Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun


1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terminal merupakan prasarana transportasi
jalan untuk barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang
merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
41 Tahun 1993 Tentang angkutan jalan umum, terminal adalah sarana transportasi untuk
keperluan memuat dan menurunkan orang atau barang serta mengatur kedatangan dan
pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu simpul jaringan transportasi.
Berdasarakan kedua terminologi diatas, terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk
keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan
pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan
transportasi (Kepmenhub 35/2003). Keberadaan terminal merupakan salah satu prasarana
utama dalam pelayanan angkutan umum. Keberadaan terminal berperan dalam menentukan
tingkat kinerja dari pelayanan angkutan umum dalam suatu wilayah (Menteri Pekerjaan
Umum, 2010).
Kategori Terminal

Terminal adalah bagian dari infrastruktur transportasi yang merupakan titik lokasi
perpindahan penumpang ataupun barang. Pada lokasi itu terjadi konektivitas antar lokasi
tujuan, antar modal, dan antar berbagai kepentingan dalam sistem transportasi dan
infrastruktur. Pengelolaan pada berbagai hal tersebut perlu diperhatikan dan dikembangkan
untuk pengembangan manajemen terminal. Kegiatan pengelolaan, regulasi (peraturan) dan
norma-norma yang disepakati akan menentukan perkembangan terminal secara terarah
(coach terminal).

Terminal dibagi beberapa kategori yang meliputi (Menteri Pekerjaan Umum, 2010):

- Terminal Penumpang adalah Prasarana Transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan
menaikan penumpang, perpindahan intra/atau moda transportasi serta mengatur kedatangan
pemberangkatan kendaraan angkutan penumpang umum. Terminal penumpang dapat
dikelompokan atas dasar tingkat penggunaan terminal kedalam tiga tipe sebagai berikut :

a. Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar
kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi,
angkutan kota dan angkutan pedesaan.

b. Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar
kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan.

c. Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan


pedesaan.

Fasilitas Sanitasi Terminal

Fasilitas sanitasi terminal dapat dikelompokkan atas fasilitas utama dan fasilitas pendukung,
semakin besar suatu terminal semakin banyak fasilitas yang bisa disediakan. Fasilitas-faslitas
tersebut antara lain (Menteri Pekerjaan Umum, 2010):

1. Tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya


tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum.
2. Bangunan kantor terminal.

3. Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar.

4. Menara pengawas.

5. Pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.

6. Kamar kecil/toilet.

Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal

Secara garis besar persyaratan sanitasi terminal dikelompokkan menjadi 2 bagian besar, yaitu
bagian luar terdiri dari tempat parkir, pembuangan sampah, dan penerangan; dan bagian
dalam terdiri dari gedung perkantoran, ruang tunggu, jamban dan urinoir, tempat cuci tangan,
pembuangan air hujan dan air kotor, pemadam kebakaran, dan kotak P3K yang
dikelompokkan menjadi kelompok kecil, antara lain (Chandra, 2007):

Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal Bagian Luar :

Tempat Parkir

Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian yang bersifat
tidak sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu. Tujuan fasilitas parkir
adalah memberikan tempat istirahat kendaraan (Direktorat Perhubungan Darat, 1998).

Persyaratan tempat parkir pada terminal (Chandra, 2007):

a. Terdapat tempat parkir kendaraan umum yang bersih.

b. Tidak terdapat sampah berserakan, genangan air, dan lain-lain.

Pembuangan Sampah

Menurut definisi WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi
dengan sendirinya.
Pembagian Sampah

Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut (Chandra, 2007):

1. Berdasarkan zat kmia yang terkandung di dalamnya.

a. Organik, misalnya, sisa makanan, daun, sayur, dan buah.

b. Anorganik, misalnya, logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain.

2. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar.

a. Mudah terbakar, misalnya, kertas plastik, daun kering, kayu.

b. Tidak mudah terbakar, misalnya, kaleng, besi, gelas, dan lain-lain.

3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk.

a. Mudah membusuk, misalnya, sisa makanan, potongan daging, dan sebagainya.

b. Sulit membusuk, misalnya, plastik, karet, kaleng, dan sebagainya.

4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah.

a. Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat,
khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukkan sering kali menimbulkan bau busuk.
Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar,
dan sebagainya.

b. Rubbish, terbagi menjadi dua:

1) rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya, kertas, kayu, karet, daun
kering, dan sebagainya.
2) rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas za-zat anorganik, misalnya, kaca, kaleng, dan
sebagainya.

c. Ashes, semua sisa pembakaran dan industri.

d. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau manusia.

e. Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan sebagainya) yang mati akibat
kecelakaan atau secara alami.

f. House hold refuse, atau sampah campuran (misalnya, garbage, ashes, rubbish) yang
berasal dari perumahan.

g. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan.

h. Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung.

i. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.

j. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organik.

k. Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan zat
radioaktif.

Pengelolaan Sampah

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya, tahap
pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber; dan tahap pengangkutan (Chandra, 2007).

Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan di Tempat Sumber.

Sampah yang ada di lokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel, terminal dan sebagainya)
ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah
basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk
memudahkan pemusnahannya.

Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi
persyaratan berikut ini:
a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.

b. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan.

c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkat oleh satu orang.

Hubungan Sampah dan Kesehatan Lingkungan

Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh negatif terhadap masyarakat dan lingkungan yang
tampak pada 4 aspek (Mukono, 2005):

a. Aspek kesehatan.

1) Sampah dapat memberikan tempat tinggal bagi vektor penyakit seperti: serangga, tikus,
cacing, dan jamur.

2) Dari vektor yang tersebut di atas dapat menimbulkan penyakit antara lain:

a) Diare, kholera, typus, DHF (Dengue Haemorrhagic Fever).

b) Pes, murine typus.

c) Penyakit kulit dan candidiasis.

d) Taenia.

b. Aspek lingkungan.

1) Estetika lingkungan.

2) Penurunan kualitas udara.

3) Pembuangan sampah ke badan air akan menyebabkan pencemaran air.

c. Aspek sosial masyarakat.

1) Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat mencerminkan status keadaan sosial
masyarakat.
2) Keadaan lingkungan yang kurang saniter dan estetika akan menurunkan hasrat turis untuk
berkunjung.

Persyaratan pembuangan sampah pada terminal (Chandra, 2007):

1. Tersedianya tempat pengumpulan sampah sementara sebelum dibuang.

2. Tempat pengumpulan sampah harus tertutup dan kedap air.

Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal Bagian Dalam :

Ruang Tunggu

Bagi para calon penumpang bus, selama menungggu keberangkatan, keberadaan ruang
tunggu yang nyaman dengan berbagai ruang penunjang yang informatif sangatlah
didambakan. Dengan ruang tunggu yang terpadu dengan ruang-ruang penunjang lainnya
tentu menyebabkan para calon penumpang lebih bisa menikmati suasana terminal dengan
nyaman dan beraktivitas dengan lebih efisien. Oleh sebab itu penciptaann ruang tunggu
terminal yang bisa menjawab pemikiran-pemikiran di atas adalah dengan menampilkan
sebuah ruang tunggu yang meningkatkan pelayanan publik dan dapat mengikis image ruang
tunggu terminal yang terkesan kurang aman, sumpek, gerah dan kumuh. Penciptaan ini
bertujuan untuk menciptakan/mendesain suatu interior ruang tunggu terminal yang
memanfaatkan penerapan warna dan bentuk-bentuk fasilitas yang mengesankan suatu interior
ruang tunggu terminal yang modern namun masih mengangkat krakter lokal daerah (

Persyaratan ruang tunggu terminal (Chandra, 2007):

1. Ruangan bersih.

2. Tempat duduk bersih dan bebas dari kutu busuk.

3. Penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan.

4. Tersedia tempat sampah dan terbuat dari benda yang kedap air.

5. Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mudah dibersihkan.
(Padmanaba dkk ,2010).

Jamban dan Urinoir (Pengelolaan Kotoran Manusia)

Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih
dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini
memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai
macam penyakit saluran pencernaan (Suparmin, 2002).

Mengingat kuantitas dan karakteristik tinja yang dihasilkan manusia, maka diperlukan teknik
pembuangan yang memadai agar tinja tidak menimbulkan masalah kenyamanan ataupun
kesehatan bagi manusia.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Beberapa masalah yang ditemukan pada program Kesling antara lain, belum
optimalnya kegiatan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, belum optimalnya
pemeriksaan terminal, serta belum berjalannya kegiatan pengawasan sanitasi tempat-
tempat umum.

2. Prioritas masalah yang didapatkan pada program Kesehatan lingkungan adalah belum
optimalnya kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.

3. Penyebab masalah belum optimalnya kegiatan tersebut antara lain kurangnya jumlah
petugas, tidak tersedianya formulir yang lengkap dan peralatan pengukuran kualitas
lingkungan, tidak tersedianya pedoman umum, serta belum adanya alokasi dana
khusus untuk kugiatan.
4. Evaluasi terhadap pelaksanaan rekomendasi tidak dapat dilakukan karena
keterbatasan waktu.

SARAN

1. Sebaiknya Kepala Terminal memberdayaan petugas lain untuk membantu petugas


Kesling dalam pelaksanan kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi Tempat-
Tempat Umum.

2. Petugas sanitasi agar dapat memanfaatkan sumber daya serta peralatan yang ada
secara optimal untuk menunjang kegiatan ini.

Anda mungkin juga menyukai