Anda di halaman 1dari 9

PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No.

3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

UJI TOKSISITAS EKSTRAK TANAMAN PATAH TULANG (Euphorbia


tirucalli L.) TERHADAP Artemia salina DENGAN METODE BRINE
SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT) SEBAGAI STUDI PENDAHULUAN
POTENSI ANTI KANKER

Sandriani A. Oratmangun1), Fatimawali1), dan Widdhi Bodhi1)


1)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115

ABSTRACT

Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.) is one of the plants that has been widely known by the
world's population for a long time and was used as a traditional medicine, one of them as
anti-cancer. The purpose of this study is to prove the existence of anti-cancer potential of
methanol and chloroform extracts of Patah Tulang, and continued with the screening of
phytochemical compounds. This study was an experimental study with Post Test Only
Control Group Design. The used method is Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Based on the
result, the LC50 of methanol and chloroform extracts of Patah Tulang, Determined by simple
linear regression analysis using Microsoft Office Exel 2010. Results of linear regression
analysis showed LC50 values of methanol extracts of Patah Tulang is 332.2489 mg/mL and
chloroform extracts of Patah Tulang is 240.6432 mg / mL. The results of this study indicate
that the methanol and chloroform extracts of Patah Tulang are toxic, it is marked with LC50
values <1000 mg/mL. The content of phytochemical compounds from the methanol extract of
Patah Tulang are flavonoids, alkaloids and tannins.

Key words : Euphorbia tirucalli Linn, Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), LC50,
Phytochemical Compounds

ABSTRAK

Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.) merupakan salah satu tanaman yang telah
banyak dikenal oleh penduduk dunia sejak lama dan digunakan sebagai pengobatan
tradisional, salah satunya sebagai anti kanker. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan ada
tidaknya potensi anti kanker dari ekstrak metanol dan kloroform tanaman patah tulang, dan
dilanjutkan dengan skrining senyawa fitokimia. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Metode yang digunakan adalah
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Berdasarkan data, LC50 ekstrak metanol dan kloroform
patah tulang, ditentukan dengan analisis regresi linier sederhana menggunakan Microsoft
Office Exel 2010. Hasil dari analisis regresi linier menunjukan nilai LC50 dari ekstrak
metanol tanaman patah tulang adalah 332,2489 g/mL dan ekstrak kloroform tanaman patah
tulang adalah 240,6432 g/mL. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan
kloroform tanaman patah tulang bersifat toksik, hal ini ditandai dengan nilai LC50 < 1000
g/mL, dan senyawa fitokimia yang diduga bersifat toksik terhadap Artemia salina L. adalah
alkaloid, flavonoid dan tanin

Kata kunci : Euphorbia tirucalli Linn, Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), LC50,
Artemia salina Leach, Senyawa Fitokimia

316
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

PENDAHULUAN baru yang dapat digunakan sebagai


Indonesia memiliki sekitar 30.000 antikanker.
spesies tanaman, 940 di antaranya Sebagai skrining awal senyawa
digunakan sebagai tanaman obat. antikanker, metode yang dapat
Penggunaan tanaman obat sebagai dipergunakan adalah metode Brine Shrimp
pengobatan tradisional merupakan pilihan lethality Test (BSLT) yaitu uji toksisitas
pengobatan yang kini makin diminati, senyawa terhadap larva udang Artemia
terlebih lagi dengan kesadaran untuk salina. Metode ini telah dibuktikan
kembali ke alam dan juga karena relatif memiliki korelasi dengan daya sitotoksik
aman dan murah, bahkan dengan senyawa-senyawa antikanker (Meyer et
perkembangan yang kini ada makin al., 1982). Selain itu, metode ini mudah,
mendapat perhatian bagi alternatif murah, cepat dan cukup akurat. Metode ini
pelayanan kesehatan. Dari berbagai dilakukan dengan menentukan besarnya
penelitian, obat tradisional telah diakui LC50 selama 24 jam (Meyer et al., 1982).
keberadaannya oleh masyarakat, dengan Suatu ekstrak tanaman atau senyawa hasil
demikian meningkatkan manfaat tanaman isolasi yang memiliki nilai LC50 < 1000
bagi kesehatan dan menciptakan kondisi g/mL dapat diduga memiliki efek
yang mendorong pengembangan obat sitotoksis (Dwiatmaka, 2000)
tradisional (Hendrawati, 2009).
Salah satu tanaman obat yang METODOLOGI PENELITIAN
sering digunakan oleh masyarakat secara Bahan dan Alat
turun temurun ialah tanaman Patah tulang. Bahan-bahan yang digunakan
Tanaman Patah tulang telah dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu tanaman Patah
oleh masyarakat untuk mengobati nyeri Tulang (Euphorbia tirucalli L.), air laut,
lambung, tukak rongga hidung, rematik, larva Artemia salina Leach, aquades,
tulang terasa sakit, nyeri syaraf, wasir, Metanol (Merck), kloroform (Merck),
sifilis, penyakit kulit, kusta, kaki dan ammonia (Merck), asam sulfat (Merck),
tangan yang mati rasa dan juga digunakan pereaksi mayer (Merck), asam klorida
sebagai obat antikanker (Dalimartha, 2003; (Merck), besi klorida (Merck), serbuk
Taylor, 2002). magnesium (Merck), asetat anhidrat
Kanker menjadi masalah utama (Merck), DMSO (Dimetil sulfoksida).
kesehatan di seluruh dunia dan penyakit Alat-alat yang digunakan dalam
pembunuh terbesar kedua setelah penelitian ini yaitu, alat-alat gelas
kardiovaskuler. Pengobatan konvensional Laboratorium (Pyrex), rak tabung reaksi,
yang umum dilakukan pada penyakit blender (laboratory blender), aluminium
kanker ialah dengan pembedahan, foil, timbangan analitik (AND),
kemoterapi dan radioterapi (Apantaku, mikropipet, loop, kertas saring, aerator, hot
2002). Namun, terapi kanker secara plate, lampu pijar, ayakan mesh 200, oven
pembedahan tidak dapat dilakukan (Memmert), vortex, water bath, vacum
khususnya pada sel kanker yang telah rotary evaporator (Steroglass 3000).
menyebar (metastasis), sementara
pengobatan kemoterapi dan radiasi dapat Pengambilan dan Persiapan Sampel
menimbulkan efek samping meskipun Sampel yang digunakan ialah
pengobatan kemoterapi mampu Ranting Patah Tulang (Euphorbia tirucalli
mengeluarkan keseluruhan tumor L.) yang akan diambil di daerah sekitar
(Hawariah, 1998). Saat ini kanker Universitas Sam Ratulangi Kota Manado.
merupakan penyakit yang paling Selanjutnya sampel dibersihkan dan
mematikan. Oleh karena itu peneliti dikering anginkan hingga sampel kering.
tertarik untuk menemukan senyawa yang Setelah kering sampel di blender hingga

317
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

sampel menjadi halus lalu diayak dengan tersebut disaring menggunakan kertas
ayakan mesh 200. saring, sehingga diperoleh ekstrak maserat
Pembuatan Ekstrak Pelarut Polar (Filtrat II). Selanjutnya semua maserat
Ekstraksi sampel menggunakan kloroform digabungkan (Filtrat I + Filtrat
pelarut metanol. Pembuatan ekstrak II) dan diuapkan dengan menggunakan alat
dilakukan dengan metode maserasi, yaitu penguap Rotary evaporator pada
0
sebanyak 100 g serbuk patah tulang yang temperatur 40 C sampai volumenya
diperoleh dimasukkan ke dalam beaker menjadi dari volume awal dan
gelas kemudian ditambahkan pelarut dilanjutkan dengan pengeringan dengan
metanol sebanyak 500 mL, ditutup dengan menggunakan water bath pada suhu 400C
alumunium foil dan dibiarkan terendam sehingga menghasilkan ekstrak kental
selama 3 hari terlindung dari cahaya kloroform.
(setiap hari digojok). Pemilihan telur Artemia salina Leach
Setelah 3 hari, sampel yang Pemilihan telur udang dilakukan
direndam tersebut disaring dengan dengan merendam telur dalam aquades
menggunakan kertas saring sehingga selama satu jam. Telur yang baik akan
didapat maserat (Filtrat I) dan residunya mengendap sedangkan telur yang kurang
diremaserasi dengan metanol sebanyak baik akan mengapung.
200 mL, ditutup dengan alumunium foil
dan dibiarkan selama 2 hari, sampel Penyiapan Larva Artemia salina Leach
tersebut disaring menggunakan kertas Penetasan telur Artemia salina
saring, sehingga diperoleh ekstrak maserat dilakukan dengan cara merendam
(Filtrat II). Selanjutnya semua maserat sebanyak 50 mg telur Artemia salina
metanol digabungkan (Filtrat I + Filtrat II) dalam wadah yang berisi air laut dibawah
dan diuapkan dengan menggunakan alat cahaya lampu 25 watt dan dilengkapi
penguap Rotary evaporator pada dengan aerator. Telur Artemia salina akan
0
temperatur 40 C sampai volumenya menetas dan menjadi larva setelah 24 jam
menjadi dari volume awal dan (Mudjiman, 1988). Larva Artemia salina
dilanjutkan dengan pengeringan dengan yang baik digunakan untuk uji BSLT yaitu
menggunakan water bath pada suhu 400C yang berumur 48 jam sebab jika lebih dari
sehingga menghasilkan ekstrak kental 48 jam dikhawatirkan kematian Artemia
metanol. salina bukan disebabkan toksisitas ekstrak
Pembuatan Ekstrak Pelarut Non Polar melainkan oleh terbatasnya persediaan
Ekstraksi sampel menggunakan makanan (Meyer et al., 1982).
pelarut kloroform. Pembuatan ekstraksi Pembuatan Konsentrasi sampel uji
dilakukan dengan metode maserasi, yaitu Prosedur berdasarkan McLaughlin,
sebanyak 100 g serbuk patah tulang yang et al. (1991). Konsentrasi larutan uji untuk
diperoleh dimasukkan ke dalam beaker BSLT adalah 500 g/mL, 250 g/mL, 100
gelas kemudian ditambahkan pelarut g/mL, 50 g/mL, 10 g/mL dan 0 g/mL
kloroform sebanyak 500 mL, ditutup (sebagai control negatif). Untuk
dengan alumunium foil dan dibiarkan pembuatan larutan stok ekstrak kental
terendam selama 3 hari terlindung dari metanol dan kloroform ditimbang
cahaya (setiap hari digojok). sebanyak 20mg, kemudian dilarutkan
Setelah 3 hari, sampel yang dengan kedalam air laut sebanyak 20 mL,
direndam tersebut disaring dengan hingga diperoleh konsentrasi larutan stok
menggunakan kertas saring sehingga 1000 g/ml. Sampel yang kurang laut
didapat maserat (Filtrat I) dan residunya ditambahkan DMSO 0,5 mL. Dari larutan
diremaserasi dengan kloroform sebanyak stok ini, selanjutnya dibuat lagi
200 mL, ditutup dengan alumunium foil konsentrasi 500 g/mL, 250 g/mL, 100
dan dibiarkan selama 2 hari, sampel g/mL, 50 g/mL 10 g/mL dan 0 g/mL,

318
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

dengan cara pengenceran. Untuk berbeda. Fase bagian atas diambil,


konsentrasi 500 g/mL larutan induk kemudian ditambahkan reagen mayer.
dipipet 5 mL ke dalam vial uji Keberadaan alkaloid dalam sampel
ditambahkan air laut sebanyak 5 ml. ditandai dengan terbentuknya endapan
Konsentrasi 250 g/mL larutan induk merah.
dipipet 2,5 mL ke dalam vial uji
ditambahkan air laut sebanyak 7,5 mL. Uji Flavonoid
Konsentrasi 100 g/mL larutan induk Ekstrak diambil 2 g dan ditambahkan
dipipet 1 mL ke dalam vial uji serbuk magnesium secukupnya untuk
ditambahkan air laut sebanyak 9 mL. mengoksidasi sampel. Ditambahkan 10
Konsentrasi 50 g/mL larutan induk tetes asam klorida 5 M. Keberadaan
dipipet 0,5 mL ke dalam vial uji flavonoid ditandai dengan terbentuknya
ditambahkan air laut sebanyak 9,5 mL. warna hitam kemerahan pada larutan.
Untuk konsentrasi 10 g/mL larutan induk Uji Tanin
dipipet 0,1 mL ke dalam vial uji Ekstrak diambil 2 g dan
ditambahkan air laut sebanyak 9,9 mL dan ditambahkan dengan 10 mL air panas,
untuk konsentrasi 0 g/mL (kontrol) kemudian ditetesi menggunakan besi (III)
dilakukan tanpa penambahan ekstrak. klorida, keberadaan tanin dalam sampel di
Pelaksanaan Uji Toksisitas tandai dengan timbulnya warna hijau
Uji toksisitas pada masing-masing kehitaman.
ekstrak sampel. Disiapkan wadah untuk
pengujian, untuk masing-masing Uji Saponin
konsentrasi ekstrak sampel membutuhkan Ekstrak diambil 2 g dan
3 wadah dan 1 wadah sebagai kontrol. ditambahkan dengan 10 mL akuades
Selanjutnya pada tiap konsentrasi larutan kemudian dikocok kuat selama kurang
dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina. lebih 1 menit. Selanjutnya didiamkan
Pengamatan dilakukan selama 24 jam selama 10 menit dan diamati buih atau
terhadap kematian larva Artemia salina busa yang terbentuk. Keberadaan senyawa
dimana setiap konsentrasi dilakukan tiga saponin dalam sampel ditandai dengan
kali pengulangan dan dibandingkan terbentuknya buih yang stabil selama 10
dengan kontrol. Kriteria standar untuk menit dengan tinggi 3 cm.
menilai kematian larva Artemia salina
yaitu bila larva Artemia salina tidak Uji Steroid
menunjukkan pergerakan selama beberapa Ekstrak diambil 2 g dan
detik observasi. ditambahkan dengan 1 mL kloroform.
Uji Fitokimia (Harborne, 1987) Setelah itu campuran dikocok. Masing-
Uji fitokimia kandungan senyawa masing asetat anhidrat dan asam sulfat
aktif dengan uji reagen dari ekstrak pekat pekat sebanyak 2 tetes ditambahkan pada
metanol dan kloroform dari tanaman patah filtrat, perubahan warna merah pada
tulang dilarutkan dengan sedikit masing- larutan pertama kali kemudian berubah
masing pelarutnya. Kemudian dilakukan menjadi biru dan hijau menunjukkan
terhadap uji alkaloid, flavonoid, tanin, reaksi positif.
saponin dan steroid. Analisa Data
Data hasil penelitian akan diolah dan
Uji Alkaloid disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Ekstrak diambil 2 g dan Data dari uji toksisitas tersebut akan
ditambahkan 1 mL kloroform dan 5 mL dianalisis dengan analisis regresi linier
ammonia 10 %, lalu ditambahkan 10 tetes sederhana menggunakan Microsoft office
asam sulfat 2 M untuk memperjelas exel 2010 untuk menentukan nilai LC50.
pemisahan terbentuknya 2 fase yang

319
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

HASIL DAN PEMBAHASAN selama 2 hari. Hasil maserat (Filtrat I +


Hasil Pembuatan Ekstrak Patah Tulang Filtrat II) kemudian diuapkan dengan
(Euphorbia tirucalli L.) menggunakan rotary evaporator pada
Serbuk patah tulang yang suhu 400C. Sehingga diperoleh ekstrak
digunakan sebesar 100 g untuk masing kental metanol 10,49 g dan ekstrak kental
masing pelarut, kemudian diekstraksi klorofrom 5,33 g. Hasil ekstraksi bahan
dengan metode maserasi menggunakan aktif dan besar rendemen tanaman patah
pelarut metanol dan kloroform masing- tulang (Euphorbia tirucalli L.) dapat
masing 700 mL. Proses maserasi dilihat pada Tabel 1.
dilakukan selama 3 hari dan remaserasi

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Bahan Aktif Patah Tulang ( Euphorbia tirucalli L.)
Jenis Berat Berat Rendemen
NO
Pelarut Sampel (g) Ekstrak (g) Ekstrak(%)
1 Metanol 100 10,49 10,49
2 Kloroform 100 5,33 5,33

Hasil Uji Toksisitas terhadap kematian larva Artemia salina


Penelitian ini menunjukkan beban Leach.
konsentrasi ekstrak dalam media dapat Persentase kematian larva Artemia salina
membunuh larva Artemia salina Leach sebesar 6 70 %. Pada konsentrasi 0
secara berturut-turut dengan konsentrasi g/mL persentase kematiannya sebesar 0
500 g/ml, 250 g/ml, 100 g/ml, 50 %, 10 g/mL persentase kematiannya
g/ml dan 10 g/ml. Jumlah kematian sebesar 6 %, 50 g/mL persentase
larva Artemia salina Leach pada setiap kematian sebesar 10 %, 100 g/mL
tabung uji dalam berbagai konsentrasi persentase kematiannya sebesar 23 %, 250
perlakuan ekstrak patah tulang ditunjukkan g/mL persentase kematian sebesar 43 %
pada tabel 2 dan 3 dan gambar 9 dan 10. dan 500 g/mL persentase kematian
Dari tabel dan gambar tersebut dapat sekitar 70 %.
diketahui bahwa berbagai konsentrasi Hasil yang diperoleh dibuat grafik yang
ekstrak metanol dan kloroform tanaman terlihat pada Gambar 9 yang menunjukkan
patah tulang pada percobaan ini hubungan antara persentase kematian larva
memperlihatkan pengaruh yang berbeda Artemia salina dengan konsentrasi ekstrak
yang larut dalam metanol.

80
70
Persentase Kematian

60
50
40
(%)

30 y = 0.1366x + 4.6148
20
R = 0.9798
10
0
0 100 200 300 400 500 600

Konsentrasi
Gambar 9. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi dan Persentase Kematian
Artemia salina Leach

320
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

Persamaan regresi linear dari grafik 0%, 10 g/mL persentase kematiannya


pada Gambar 9 di atas digunakan untuk sebesar 13 %, 50 g/mL persentase
mencari LC50 dengan mensubstitusikan kematiannya sebesar 20 %, 100 g/mL
angka 50 % sebagai , sehingga didapat persentase kematiannya sebesar 36 %, 250
nilai = 0.1366x + 4.6148. g/mL persentase kematian sebesar 53%
Dari hasil tersebut didapat dan 500 g/mL persentase kematiannya
konsentrasi ekstrak metanol adalah sebesar 90%.
332,2489. Hal ini berarti mortalitas hewan Hasil yang diperoleh dibuat grafik
uji mencapai 50% saat konsentrasi ekstrak yang terlihat pada Gambar 10 yang
senyawa mencapai 332,2489 g/ml. menunjukkan hubungan antara persentase
Persentase kematian larva Artemia salina kematian larva Artemia salina dengan
sebesar 13 90 %. Pada konsentrasi 0 konsentrasi ekstrak yang larut dalam
g/mL persentase kematiannya sebesar kloroform.

100
Persentase Kematian (%)

80

60

40

20 y = 0.1648x + 10.342
R = 0.9614
0
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi

Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi dan Persentase Kematian


Artemia Salina Leach

Persamaan regresi linear dari grafik yaitu tiga kali. Kemudian dihitung
pada Gambar 10 di atas digunakan untuk persentase kematian larva dari rata-rata
mencari LC50 dengan mensubstitusikan kematian pada tiap konsentrasi. Hasil dari
angka 50 % sebagai , sehingga didapat analisis dengan menggunakan regresi linier
nilai = 0.1648 + 10.342. Dari hasil sederhana menunjukan nilai LC50 dari
tersebut didapatkan nilai dalam ekstrak metanol patah tulang adalah
persamaan ini adalah 240,6432. Hal ini 332,2489 g/mL dan ekstrak kloroform
berarti kematian hewan uji mencapai 50% patah tulang adalah 240,6432 g/mL.
saat konsentrasi ekstrak senyawa mencapai BSLT (Brine Shrimp Lethality
240,6432 g/mL. Test) merupakan salah satu uji praskrining
Jumlah larva Artemia salina Leach atau pendahuluan untuk mendapatkan
diuji dengan tiga kali replikasi yaitu 30 aktivitas biologis yang sederhana untuk
ekor. Jumlah total larva Artemia salina menentukan tingkat toksisitas akut suatu
Leach yang digunakan yaitu 180 ekor senyawa atau ekstrak dengan
larva. Total kematian diperoleh dengan menggunakan Artemia salina sebagai
menjumlahkan larva yang mati pada setiap hewan uji. Artemia salina yang digunakan
konsentrasi, sedangkan rata-rata kematian pada pengujian toksisitas ialah Artemia
larva diperoleh dengan membagi total salina yang berada pada tahap nauplii atau
kematian larva pada tiap konsentrasi tahap larva. Hal ini dikarenakan Artemia
dengan jumlah replikasi yang dilakukan

321
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

salina pada tahap nauplii sangat mirip kedua ekstrak patah tulang (Euphorbia
dengan sel manusia (Meyer, 1982). tirucalli L) tersebut.
Korelasi antara uji toksisitas akut Suatu ekstrak menunjukkan
ini dengan uji aktivitas sitotoksik adalah aktivitas ketoksikan dalam BSLT jika
jika motalitas terhadap Artemia salina ekstrak dapat menyebabkan kematian 50%
yang ditimbulkan memiliki nilai LC50< hewan uji pada konsentrasi kurang dari
1000 g/mL. LC50 (Lethal Concentration 1000 g/ml (Meyer, 1982 ; Anderson,
50) merupakan konsentrasi zat yang 1991). Berdasarkan dari pernyataan di
menyebabkan terjadinya kematian pada atas, maka ekstrak patah tulang bersifat
50% hewan uji. Parameter yang toksik. Hal ini ditunjukkan oleh perolehan
ditunjukkan untuk mengetahui adanya data yang berasal dari kedua pelarut baik
aktivitas sitotoksik, menurut McLaughlin metanol maupun kloroform. Ekstrak
(1991) nilai LC50 < 30 g/mL berpotensi metanol memiliki nilai LC50 sebesar
sebagai antikanker (sitotoksik), nilai LC50 332,2489 g/ml dan ekstrak kloroform
dari 30-200 g/mL berpotensi sebagai memiliki LC50 pada sebesar 240,6432
antimikroba dan nilai LC50 200-1000 g/ml, menurut McLaughlin berpotensi
g/mL berpotensi sebagai pestisida. sebagai pestisida.
Dari Tabel 2 dan 3 di atas terlihat
bahwa semakin besar nilai konsentrasi Skrining Fitokimia
ekstrak, mortalitas pada Artemia salina Analisis fitokimia merupakan salah
juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan satu cara untuk mengetahui kandungan
Harborne (1994), yang menyebutkan metabolit sekunder pada suatu tanaman
bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak secara kualitatif. Analisis fitokimia Pada
maka sifat toksiknya akan semakin tinggi. penelitian ini dilakukan terhadap tanaman
Kematian Artemia salina dalam tabung patah tulang yang sudah dimaserasi
percobaan karena perlakuan, mengalami menggunakan pelarut metanol dan
disorientasi gerak (gerakannya tidak kloroform. Pengujiannya dilakukan dengan
teratur). Artemia salina dalam tabung ini cara mengambil sedikit sampel dari kedua
tetap aktif bergerak, akan tetapi tetap ekstrak tersebut, lalu ditambahkan reagen
berputar-putar pada satu titik, sedangkan sesuai dengan senyawa yang akan
Artemia salina yang berada dalam tabung diidentifikasi. Senyawa-senyawa yang
percobaan 0ppm (Kontrol) tidak diperiksa keberadaannya adalah alkaloid,
memberikan kematian sama sekali dalam flavonoid, tanin, saponin dan steroid.
waktu 24 jam pengamatan. Hal ini Hasil analisis fitokimia pada
membuktikan bahwa Artemia salina yang ekstrak patah tulang (Euphorbia tirucalli
mati disebabkan oleh sifat toksik dari L.) dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Hasil uji fitokimia pada ekstrak (Euphorbia tirucalli L.)

Keterangan :
+ : Terdapat dalam sampel
- : Tidak terdapat dalam sampel

322
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

Hasil uji fitokimia menunjukkan 3. Dengan menghambat aktivitas


adanya kandungan alkaloid, tanin dan reseptor tirosin kinase. Karena
saponin. Dari hasil tersebut berkaitan aktivitas reseptor tirosin kinase
dengan kematian (mortalitas) Artemia yang meningkat berperan
salina pada larutan ekstrak patah tulang dalam pertumbuhan keganasan.
(Euphorbia tirucalli L.) yang terlarut pada 4. Flavonoid berfungsi juga untuk
metanol dan kloroform, membuktikan mengurangi resistensi tumor
adanya metabolisme sekunder yang terhadap agen kemoterapi.
bersifat polar dan nonpolar. Senyawa
metabolit sekunder dari patah tulang yang Mekanisme kematian larva juga
bersifat polar yaitu flavonoid, tanin dan berhubungan dengan fungsi senyawa
saponi, dan yang bersifat nonpolar yaitu alkaloid dan tanin dalam patah tulang yang
alkaloid. dapat menghambat daya makan larva
Senyawa fitokimia yang (antifedant). Menurut Cahyadi (2009) Cara
memberikan efek toksik yaitu flavonoid, kerja senyawa-senyawa tersebut adalah
dimana pada kadar tertentu memiliki dengan bertindak sebagai stomach
potensi toksisitas akut. Adanya flavonoid poisoning atau racun perut. Oleh karena
dalam lingkungan sel, menyebabkan gugus itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke
OH- pada flavonoid berikatan dengan dalam tubuh larva, alat pencernaannya
protein integral membran sel. Hal ini akan terganggu. Selain itu, senyawa ini
menyebabkan terbendungnya transport menghambat reseptor perasa pada daerah
aktif Na+ - K+. Transpor aktif yang mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva
berhenti menyebabkan pemasukan ion Na+ gagal mendapatkan stimulus rasa, sehingga
yang tidak terkendali ke dalam sel, hal ini tidak mampu mengenali makanannya
menyebabkan pecahnya membran sel. sehingga larva mati kelaparan.
(Scheuer, 1994). Pecahnya membran sel
inilah yang menyebabkan kematian sel. PENUTUP
Senyawa flavonoid dan tanin Kesimpulan
mempunyai mekanisme efek antikanker 1. Ekstrak metanol dan kloroform dari
masing-masing. Menurut Woo et al., tanaman Patah Tulang (Euphorbia
(2013), Mekanisme flavonoid sebagai tirucalli L.) bersifat toksik dan
antikanker ada beberapa teori: berpotensi sebagai pestisida. Nilai LC50
1. Flavonoid sebagai antioksidan ekstrak metanol tanaman Patah Tulang
yaitu melalui mekanisme ialah 332,2489 g/ml, sedangkan LC50
pengaktifan jalur apoptosis sel dari ekstrak kloroform tanaman Patah
kanker. Mekanisme apoptosis Tulang ialah 240,6432 g/ml.
sel pada teori ini akibat 2. Senyawa yang terkandung didalam
fragmentasi DNA. Fragmentasi ekstrak tanaman Patah Tulang
ini diawali dengan dilepasnya (Euphorbia tirucalli L.) yang diduga
rantai proksimal DNA oleh bersifat toksik yaitu Flavonoid,
senyawa oksigen reaktif seperti Alkaloid dan Tanin.
radikal hidroksil. Saran
2. Flavonoid sebagai penghambat 1. Hasil uji toksisitas dengan metode Brine
proliferasi tumor/kanker yang Shrimp Lethality
salah satunya dengan Test (BSLT) menunjukkan ekstrak
menghibisi aktivitas protein metanol dan kloroform tanaman patah
kinase sehingga menghambat tulang memiliki potensi toksisitas,
jalur transduksi sinyal dari sehingga perlu dilakukan pengujian
membran ke sel inti.

323
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302 - 2493

bioaktivitas lebih lanjut terhadap Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia.


tanaman ini. Edisi ke dua, ITB, Bandung.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan Harborne, J. B. 1994. The Flavonoids.
mengenai kandungan kimia yang Chapman and Hall. London.
memiliki potensi toksisitas, dengan Hawariah, L.P., 1998, Kanker Payudara,
mengisolasi dan mengidentifikasi Penerbit universiti Putra
senyawa sitotoksik yang terdapat dalam Malaysia, Serdang.
tanaman patah tulang sampai Hendrawati A. R. S. 2009. Uji Toksisitas
menentukan struktur molekul/senyawa Akut Ekstrak Etanol Daun Kemangi
aktif. ( Ocimum sanctum Linn. )
Terhadap Artemia salina
Leach Dengan Metode Brine
DAFTAR PUSTAKA Shrimp Lethality Test (BSLT.
Anderson, J. E., Goetz C.M., Mc Laughlin Skripsi. Fakultas Kedokteran,
J. L. 1991. A Blind Comparison of Universitas Diponegoro,
Simple Bench-top Bioassay and Semarang.
Human Tumor Cell Meyer, B.N., et al., 1982. Brine Shrimp : A
Cytotoxicities as Antitumor Convenient General Bioassay for
Prescrenss, Natural Product Active Plant Constituent. Drug
Chemistry, Elseiver, Amsterdam. Information Journal, Vol. 32,
Apantaku, L.M., 2002, Breast-conseving 513-524.
surgery for breast cancer, Mc. Laughlin, J. L., Chang, C. J., and
Am.Fam.Physician, Vol.66, No.12, Smith, D. L. 1991. Bench-Top,
2271-2278. Bioassay for The Discovery of
Cahyadi, R. 2009. Uji toksisitas akut Bioactive Naturals Products, An
ekstrak etanol buah pare Update, Natural Product Chemistry.
(Momordica charantia L) Elseiveir, Amsterdam.
Terhadap larva Artemia salina Mudjiman, A. 1988. Udang Renik Air Asin
Leachdengan metodeBrine shrimp (Artemia salina). Bhatara Karya
lethality test (BST). Universitas Aksara, Jakarta.
Dipenogoro Repository.5: 1-8. Scheuer, J. S. 1994. Produk Alami Lautan.
Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Cetakan pertama. IKIP Semarang
Indonesia. Jilid II. Jakarta: Trubus Press. Semarang.
Agriwidya. Taylor L. 2002. The healing power of
Dwiatmaka, Y., 2000, Skrining tanaman rainforest herbs.
Berkhasiat Antikanker Dengan http//www.raintree.com/aveloz.htm
Metode BST, dalam Yuswanto, Woo, H. D dan Kim, J. 2013. Dietary
Ag. dan Sinaradi (Eds.), Kanker. Flavonoid Intake and Risk of
Penerbitan Universitas Stomach and Colorectal
Sanata Dharma, Yogyakarta 110- Cancer. World Journal of
113 Gastroenterology. 7: 1011-1019.

324

Anda mungkin juga menyukai