Anda di halaman 1dari 10

PENGAMATAN VIRUS PADA BAKTERI DENGAN METODE PLAQUE

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

Nama : Alvira Rifdah Sativa


NIM : B1A015081
Kelompok :2
Rombongan : III
Asisten : Silviyatun Nimah

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Virus adalah partikel nukleoprotein yang berukuran sub mikroskopis,


memperbanyak diri dalam jaringan sel hidup, dan mempunyai kemampuan
menyebabkan penyakit pada makhluk hidup (Hatano et al., 2010). Virus merupakan
mahluk peralihan antara benda mati dan benda hidup. Disebut benda mati karena
dapat dikristalkan, tidak mempunyai protoplasma atau aseluler, dan di alam bebas
virus mengalami dormansi atau istirahat. Bakteriofag adalah virus yang sel inangnya
berupa sel bakteri, contohnya virus bakteri E. coli. Sebagian besar bakteriofag
mempunyai asam nukleat double-stranded DNA (dsDNA), akan tetapi ada juga yang
asam nukleatnya berupa single-stranded DNA (ssDNA) dan virus RNA (Atlas,
1997). Bakteriofag memiliki kapsid yang berbentuk polyhedral dan diselubungi oleh
protein. Bakteriofag juga memiliki ekor seperti benang, tersusun atas protein, yang
dapat mengenali reseptor pada sel inang pada saat tahap pelakatan (Haq et al., 2012).
Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui unit infeksi virus di
antaranya adalah plaque assay. Saat partikel virus memulai infeksinya pada lapisan
sel inang yang tumbuh menyebar di permukaan medium, zona lisis atau zona hambat
akan muncul sehingga akan terlihat wilayah yang terang pada lapisan sel inang.
Wilayah terang ini dinamakan sebagai plaque yang diasumsikan bahwa setiap plaque
berasal dari satu partikel virus (Radji, 2010).
Plaque merupakan jendela pada lapisan sel inang yang hidup menyebar
pada permukaan media agar. Plaque dapat dilihat apabila partikel virus
(bakteriofage) dicampur dengan lapisan tipis inang bakteri yang ditumbuhakan dalam
media agar. Sel-sel yang terinfeksi menghasilkan zona jernih yang mengindikasikan
bakteri yang lisis oleh agen virus. Setiap plaque merupakan hasil infeksi dari satu sel
per satu virus diikuti oleh replikasi dan penyebaran virus tersebut. Kelebihan metode
plaque ini yaitu lebih mudah dan sederhana yaitu dengan melihat zona jernih dari
biakan bakteri yang ditumbuhkan. Zona jernih tersebut diakibatkan lisisnya bakteri
akibat virus. Kekurangannya yaitu penghitungan jumlah virus yang menginfeksi
tidak spesifik dikarenakan satu zona jernih dianggap sebagai satu virus (Suryati,
2007).
Struktur dari bakteriofag T4 dapat ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar Skematis Bakteriofag T4
Struktur bakteriofag terdiri atas bagian kepala dan ekor. Kepala bakteriofag
berbentuk icosahedron. Pada bagian kepala terdapat kapsid yang melingkupi materi
genetik didalamnya. Kapsid terdiri atas protein penyusunnya. Sedangkan di ekor,
bagian bagiannya yakni tail-spike dan fiber tail (Black & Venigalla, 2012).
Menurut Yap et al., (2016) bakteriofag T4 ini memiliki selubung di sekitar tabung
ekornya, yang digunakan untuk kontrak selama menginjeksi. T4 memiliki baseplate
kompleks yang efisien untuk menjaga mekanisme infeksi. Setelah melekat pada sel
inang (E.coli) dengan keenam ekor panjang (LTF), kemudian ekor pendek yang ada
di bawah pelat dasar (STF) mengikat secara ireversibel ke sel inang. Setelah itu
terjadi kontraksi selubung ekor, mendorong tabung ekor ke dalam membran luar sel
inang dan selanjutnya melewati periplasmic dan menuju ke membrane dalam . DNA
genom kemudian dikeluarkan ke sitoplasma inang. Oleh karena itu, baseplate
berfungsi sebagai pusat saraf untuk transmisi sinyal dari fiber ekor ke kepala untuk
pelepasan DNA ke dalam sel inang.
Menurut Putra (2012) daur hidup yang terjadi pada virus ketika menginfeksi
organisme lain (contohnya adalah E.coli), yaitu sebagai berikut:
A. Daur Litik
Disebut daur litik karena ketika pada fase pembebasan membran plasma bakteri
akan lisis/pecah, berikut ini fase-fase pada daur litik sebagai berikut:
a. Fase adsoprsi
Fase ini adalah fase melekatnya virus pada membran plasma bakteri.
b. Fase penetrasi/injeksi
Fase ini adalah fase virus merusak membran plasma bakteri dengan enzim
lisozim yang dipunyanya. Kemudian setelah membran tersebut
terhidrolisis/rusak barulah virus memasukan DNA/RNAnya kedalam tubuh
inang.
c. Fase sintesis
Fase dimana terjadinya membentukan DNA/RNA baru virus oleh DNA dan
RNA bakteri
d. Fase replikasi
Fase ini fase dimana terjadinya pembentukan selubung protein/kapsid.
e. Fase Perakitan
Fase ini terjadi perakitan faga-faga baru
f. Fase pembebasan
Setelah sejumlah fag-fag baru terbentuk kemudian membran plasma bakteri
pecah dan virus-virus tersebut keluar kemudian berpencar dan menginfeksi
organisme lainya.
B. Daur Lisogenik
Pada daur ini membran plasma tidak mengalami lisis,tetapi setelah daur ini
selesai dilanjutkan lagi ke daur litik. Daur ini terdapat beberapa fase yaitu:
a. Fase Adsorpsi
Pada fase ini terjadi pelekatan virus pada membran plasma bakteri.
b. Fase Penetrasi/injeksi
Fase pemasukan DNA/RNA virus pada bakteri.
c. Fase Penggabungan
Pada fase ini DNA/RNA virus bergabung dengan DNA dan RNA bakteri
d. Fase Replikasi
Pada fase ini terjadi pembentukan kapsid/selubung protein virus.
Setelah fase replikasi diatas berarti daur lisogenik telah selesai kemudian
dilanjutkan ke fase-fase yang terdapat pada daur litik seperti: fase Perakitan
dan fase pembebasan (fase ini adalah fase lisisnya membran bakteri dan
keluarnya faga baru yang telah terbentuk ke udara) (Deri, 2008).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya virus yang
melisiskan sel bakteri. Yang terlihat dari zona jernih atau adanya Plaque yang
terbentuk di dalam media Luria Bertani yang telah diinokulasi sampel dan bakteri
E.coli.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan pada acara praktikum ini adalah drugalsky, pembakar
spirtus, korek api, wrapping, pipet ukur 1 ml, filler, botol steril, mikropipet, tip,
eppendorf, syringe, filter 0,45m, tabung reaksi, cawan petri, labu erlenmeyer,
sentrifugator, dan inkubator.
Bahan yang digunakan pada acara praktikum ini adalah media Luria Bertani
semi solid, alkohol, Escherichia coli, Phospat Buffer Saline (PBS), dan sampel
kotoran ternak
B. Cara Kerja
A. Pengkayaan Bakteriofag
1. Masukkan sampel kotoran sapi 1 gr ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml
akuades untuk pengenceran.
2. Masukkan sampel dari setiap kelompok dalam satu rombongan masing
-masing 10 ml dan medium Luria Bertani (LB) 100 ml ke dalam labu
erlenmeyer.
3. Masukkan isolat E. coli 10 ml ke dalam labu erlenmeyer dan disebut
sebagai
konsorsium.
4. Diinkubasi selama 2 x 24 jam dengan suhu 37C.
B. Isolasi Bakteriofag
1. Masukkan sampel konsorsium ke dalam tube eppendorf masing masing 1 ml,
disentrifugasi 2000 rpm selama 5 menit.
2. Disaring supernatan menggunakan filter 0,45m ke botol steril sebagai filtrat
bakteriofag.
C. Inokulasi Bakteriofag
1. Filtrat diencerkan hingga pengenceran 10-3 dengan Phosphate Buffer Saline
(tiap pengenceran 0,9 ml).
2. Sebanyak 0,1 ml hasil pengenceran 10-2 dan 10-3 diplatting secara pour plate
dengan media Luria Bertani (LB).
3. Hasil platting diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu 37oC.
4. Hasil yang didapatkan kemudian diamati plaque yang terbentuk di dalam
media LB.
5. Jumlah plaque dihitung dan dimasukkan ke dalam rumus

Plaque/ml = PFUs/ml
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel Pengamatan Plaque


No Kel/Romb Jumlah Plaque PFUS/ml
1 1/III 10-2 = 0
10-3 = 0
2 2/III 10-2 = 9 x 103 PFUs/ml
10-3 = 12 x 104 PFUs/ml
3 3/III 10-2 = 1 x 103 PFUs/ml
10-3 = 0
4 4/III 10-2 = 0
10-3 = 656 x 104 PFUs/ml

Berdasarkan tabel pengamatan Plaque rombongan III kelompok 1 didapatkan


hasil negatif, kelompok 2 positif pada pengenceran 10-2= 9 x 103 dan 10-3= 12 x 104,
kelompok 3 positif pada pengenceran 10-2 = 1 x 103 dan kelompok 4 pada
pengenceran 10-3 = 656 x 104. Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
kotoran sapi yang diindikasikan memiliki kandungan bakteri Escherichia coli.
Escherichia coli merupakan bakteri coliform yang sering ditemukan pada tinja atau
ait tercemar. Hal ini dikarenakan pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik dalam
kondisi lingkungan yang tercemar (Aryulina, 2009). Hasil praktikum yang telah
dilaksanakan oleh rombongan III ada yang menunjukkan hasil negatif maupun hasil
positif. Interpretasi hasil positif ditandai dengan terbentuknya zona jernih pada media
dengan bulat penuh. Plaque terbentuk akibat lisisnya sel bakteri oleh bakteriofag.
Semakin banyak plaque terbentuk, maka jumlah bakteriofag dalam sampel tersebut
semakin banyak pula. Tidak adanya plaque yang terbentuk menunjukkan hasil yang
negatif, dengan kata lain tidak terdapat sel bakteri yang lisis akibat terinfeksi
bakteriofag. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yamada (2012) bahwa bakteriofag T4
diperkirakan berada di tempat tempat yang terdapat feses atau kotoran seperti
kotoran ternak, septictank, dan air comberan/aliran sungai yang kotor. Setelah sampel
didapat, formulasi larutan aktif berbasis bakteriofag dilakukan untuk mendapatkan
sebuah larutan siap pakai, praktis, dan efektif untuk dipergunakan dalam proses
deteksi bakteri target.
Gambar 1. Hasil Plaque Gambar 2. Hasil Plaque
Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3

Hasil pengamatan plaque yang ditunjukkan Gambar 1 dan 2 menunjukkan


hasil positif. Hal ini menjelaskan bahwa hasil positif ditandakan dengan adanya zona
jernih atau plaque pada media. Plaque yang dihasilkan diakibatkan karena adanya sel
sel bakteri yang mati akibat bakteriofag. Adanya hasil positif dan negatif dapat
dikarenakan faktor lingkungan dan perlakuan yang berbeda serta karena
pertumbuhan koloni yang terlalu cepat sehingga tidak terlihat plaque. Hal ini dapat
dikuatkan dengan pernyataan Buana (2014), yakni sampel dengan bakteri inang yang
teramati memiliki plaque dapat dipastikan positif memiliki bakteriofag. Semakin
banyak jumlah plaque yang teramati, maka semakin tinggi pula konsentrasi
bakteriofag di dalam sampel. Plaque dapat terbentuk pada sampel diakibatkan
keberadaan bakteriofag yang tinggi. Plaque terbentuk akibat difusi keluar oleh virion
yang berkembang akibat infeksi bakteri.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :


1. Metode plaque merupakan metode yang umum dalam melihat kuantitas infeksi
virus dan substansi antivirus. Hasil dari praktikum Pengamatan Virus pada
Bakteri dengan Metode Plaque yang telah dilakukan pada rombongan III,
menunjukkan hasil yang positif pada kelompok 2, 3, dan 4. Hasil positif
ditandakan dengan adanya zona jernih atau plaque pada media.

B. Saran

Praktikan harus lebih berhati hati saat melakukan pipeting volume harus
sesuai agar hasil yang didapatkan lebih baik dan teliti menghitung zona jernihnya.

DAFTAR REFERENSI

Aryulina, D. 2009. Biologi 1. Jakarta: Esis.


Atlas, R. M. 1997. Principles of Microbiology. London : WMC Brown.
Black, L.W. dan Venigalla B.R. 2012. Structure, Assembly, and DNA Packaging of
the Bacteriophage T4 Head. Elsevier Inc. Vol 82(2). pp 119-153.
Buana, Efendi Oulan Gustav Hakim Nata & Wardani, Agustin Krisna.
2014. Isolasi Bakteriofag Litik Sebagai Agen Biosanitasi Pada Proses
Pelisisan Bakteri Pembentuk Biofilm. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (2)
pp : 36 - 42.
Deri, A. 2008. Jenis atau Macam Daur Infeksi Virus (Litik dan Lisogenik).
Jakarta: Erlangga
Hatano, Ben, A. Kojima, T. Sata, & H. Katano. 2010. Virus detection using
viro adembeads, a rapid capture system for viruses, and plaque assay
in intentionally virus-contaminated beverages. J. Infect. 63 pp : 52-54.
Haq, A., Irshad, U.l., W.N. Chaudhry, M.N. Akhtar., S. Andleeb, and I. Qadri. 2012.
Bacteriophages and Their Implications on Future Biotechnology: A Review.
Virology Journal. Vol. 9 (9) pp : 1-12.
Putra, B.E. dan Karuniawati A. 2012. Bakteriofag sebagai Potensi Baru Tata Laksana
Infeksi Bakteri Resisten. J Indon Med Assoc. Vol. 62(3). pp 113-117.
Radji, M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT Isfi Penerbitan.
Suryati. 2007. Prosedur Diagnostik dengan Metode Klasik dan Metode Molekuler.
Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Yamada T., Addy H.S., Askora A., Kawasaki T., dan Fujie M. 2012. Utilization of
filamentous phage RSM3 to control bacterial wilt caused by Ralstonia
solanacearum. Plant Dis., Vol. 96(8). pp 1204-1209.

Yap, Moh Lan., Klosea, Thomas., Arisakab, Fumio., A. Speirc, Jeffrey., Veeslerc,
David., dan Andrei Fokinea. 2016. Role of bacteriophage T4 baseplate in
regulating assembly and infection. PNAS. Vol 113 (10) pp: 2654-2659.

Anda mungkin juga menyukai