Anda di halaman 1dari 135

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PERILAKU MEMBOLOS SISWA

(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Membolos Siswa

di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten)

Disusun Oleh :
Wenny Graciani
D 0306063

Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA

commit to user
2011

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Dosen Penguji

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Dra. Suyatmi, MS
commit to user
NIP. 19520929 198003 2 001

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi ini telah diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari :

Tanggal :

Panitia Penguji

1. Drs. Bambang Santosa, M.Si (_________________)


NIP. 19560721 198303 1 002 Ketua

2. Dra. Rahesli Humsona, M.Si ( )


NIP. 19641129 199203 2 002 Sekretaris

3. Dra. Suyatmi, MS ( )
NIP. 19520929 198003 2 001 Penguji

Disahkan Oleh :

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan

Drs.commit to userSN, SU
H. Supriyadi
NIP. 195301 28 198103 1 001

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya-lah Aku berkenan.

(Matius, 3:17)

There is only one happiness in life, to love and be loved

(George Sand)

Banyak orang gagal dalam hidup karena mereka menyerah saat

hampir berhasil

(Thomas A. Edison)

Semangat adalah dasar segala sesuatu.

Dengan semangat, ada pencapaian. Tanpa semangat hanya ada

alasan

(Henry Ford)

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :


Masa depanku yang tlah menanti
Ibuku tersayang
Ayahku yang selalu ada dihati
Adik-adikku yang kusayangi
My special one at mj9
Sahabat-sahabatku yang setia menemani
Almamaterku

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis pada Tuhan Yesus Kristus atas segala

anugerah dan lindungan-Nya serta Salam tak lupa penulis persembahkan pada

Bunda Maria yang selalu memberi rahmat dan penyertaan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugasnya dalam penyusunan skripsi ini. Penulis seringkali

menemui rintangan dan hambatan, namun dengan adanya dukungan dan semangat

dari berbagai pihak, baik secara materiil maupun spirituil yang berwujud

pengarahan, bimbingan serta semangat, penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Proses penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak yang

turut mendukung kelancaran penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Maka

penulis hendak menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Drs. H. Supriyadi, SN. SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dra. Suyatmi, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang bersedia

meluangkan waktu untuk konsultasi pembuatan skripsi ini.

4. Drs, Bambang Santoso, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk konsultasi apabila saya

menemui hambatan.
commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Gunarto, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Delanggu yang

berkenan untuk menerima saya, untuk melakukan kegiatan penelitian

di Instansi yang beliau pimpin.

6. Sri Handayani S.Pd dan Dra. Any Pudyastuti, selaku Guru Bimbingan

dan Konseling, atas segala arahan, bimbingan dan informasi yang telah

diberikan selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian di SMP

Negeri 2 Delanggu.

7. Seluruh staff pegawai dan guru SMP Negeri 2 Delanggu, atas segala

perhatian, keramahan dan kesediaannya untuk membantu memberikan

informasi dan data-data yang penulis butuhkan selama ini.

8. Semua responden dan informan, terimakasih atas kerjasamanya selama

ini karena telah bersedia untuk diwawancarai dan bercerita sedikit

banyak tentang pengalamannya.

9. Sahabat-sahabatku seperjuangan yang selalu setia menemaniku, my

best pren Septi oneng, Indah indoet, Novita Ayudi, Rahma, Arif,

Iin Surya dan Sinung. Ayo semangat semoga kalian sukses selalu!!!

10. Danny Wahyujana my special one, karena kasihmu telah memberiku

senyum dan semangat menjalani hari

11. Teman-teman kostku (Wisma Virgin), romlah, dewi, ita, atik, ratna,

iyuk, sri. Thanks untuk semangat, keceriaan dan keusilan kalian

semua yang selalu menemani saat aku mengerjakan skripsi ini.

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12. Teman-teman Sosiologi angkatan 2006 yang tidak bisa penulis

sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk kebersamaan kita dari awal

hingga selama ini.

13. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini dan tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat

kekurangan di dalamnya. Semoga karya tulis dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak dan para pembaca sekalian. Terima kasih.

Surakarta, Februari 2011

Penulis

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

Judul .............................................................................................................. i

Persetujuan .................................................................................................... ii

Pengesahan .................................................................................................... iii

Motto . iv

Persembahan . v

Kata Pengantar .. vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Matriks ... xiv

Abstrak .. xv

Abstract . xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............ 1

B. Rumusan Masalah ...... 7

C. Tujuan Penelitian .... 8

D. Manfaat Penelitian ...... 8

E. Landasan Teori ....... 9

F. Tinjauan Pustaka .... 13

G. Kerangka Pemikiran ....... 26

H. Definisi Konseptual .... 27


commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

I. Metodologi Penelitian ..... 28

1. Jenis Penelitian ..... 28

2. Lokasi Penelitian ...... 29

3. Jenis dan Sumber Data ..... 29

4. Teknik Pengambilan Sampel ........ 32

5. Teknik Pengumpulan Data ....... 33

6. Validitas Data ....... 34

7. Teknik Analisis Data ........ 35

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Negeri 2 Delanggu .... 38

1. Letak Geografis ........ 38

2. Sejarah Singkat ................. 39

3. Visi dan Misi .... 39

4. Sistem Organisasi ..... 40

5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa ...... 46

6. Sarana dan Prasarana Penunjang ...... 48

7. Kegiatan Ekstrakurikuler ...... 49

B. Gambaran Khusus SMP Negeri 2 Delanggu.... 51

1. Tata Tertib .... 51

2. Penerapan kedisiplinan siswa ....... 55

3. Penyimpangan terhadap peraturan sekolah... 56

BAB III KARAKTERISTIK RESPONDEN

A. Profil Responden ........ 58


commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Latar Belakang Siswa Membolos ........... 66

C. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos....... 75

D. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak.......80

E. Pengaruh kelompok sebaya yang berperilaku negatif..... 87

BAB IV ANALISA PERILAKU MEMBOLOS SISWA

A. Pola Perilaku Siswa Yang Membolos .... 94

1. Interaksi Sosial pada siswa yang membolos ..... 94

2. Aktivitas siswa yang membolos ........ 98

B. Analisis ...... 102

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .... 111

B. Implikasi..... 112

1. Implikasi Teoritis ......112

2. Implikasi Metodologis .......114

3. Implikasi Empiris ...... 117

C. Rekomendasi ....... 119

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

1. Tabel Distribusi Siswa Negeri 2 Delanggu .......... 47

2. Tabel Jenis dan Skor Pelanggaran Siswa-Siswi ........... 52

3. Tabel Jumlah Skor dan Sanksi Pelanggaran ......... 55

4. Tabel Data Membolos Siswa ............ 77

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran ......... 26

2. Model Analisa Interaktif ........... 37

3. Struktur Organisasi ........... 45

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR MATRIKS

Matriks 1 Matriks Latar Belakang Siswa Membolos ....... 74

Matriks 2 Matriks Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos........ 79

Matriks 3 Matriks Pola asuh orang tua dalam mendidik anak ...... 86

Matriks 4 Matriks Pengaruh Kelompok Sebaya Yang Berperilaku Negatif.. 93

Matriks 5 Matriks Perilaku Membolos Siswa 110

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

WENNY GRACIANI, 2011, D 0306063, PERILAKU MEMBOLOS SISWA


(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Membolos Siswa di SMP Negeri 2
Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten).

Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan


Delanggu, Kabupaten Klaten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang melatarbelakangi siswa membolos, dampak yang ditimbulkan dari
perilaku membolos, bagaimana pendidikan dalam keluarga dan pengaruh teman
sebaya dalam perilaku membolos. Sehingga dapat memperoleh gambaran perilaku
membolos yang dilakukan oleh siswa di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan
Delanggu, Kabupaten Klaten.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan berpijak pada
paradigma perilaku sosial dengan mengambil teori pertukaran sosial (social exchange
theory) dan teori kontrol sosial (social control theory). Teori pertukaran sosial
menitikberatkan pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh
ganjaran (reward) atau menghindari hukuman (punishment). Sedangkan teori kontrol
sosial menitikberatkan pada konsep kemampuan suatu kelompok atau lembaga sosial
tertentu untuk mengefektifkan norma atau dan tertentu. Pengumpulan data melalui
teknik wawancara mendalam, observasi non partisipan, dan dokumentasi. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dan
snowball sampling. Sementara itu teknik analisis kualitatif bergerak dari
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kemudian penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian ini menitikberatkan pada perilaku membolos yang dilakukan
oleh siswa dan faktor-faktor yang menjadi latarbelakang siswa-siswa tersebut
membolos dan aktivitas siswa selama membolos. Faktor-faktor tersebut adalah karena
kondisi keluarga, kontrol dalam keluarga yang lemah, pola asuh atau cara orang tua
dalam mendidik anak yang kurang tepat, pengaruh teman dalam gang, kondisi
lingkungan sekolah yang kurang kondusif, dan faktor psikologis dan emosional siswa
tersebut yang masih belum stabil. Sedangkan perilaku yang dilakukan oleh siswa
yang menjadi responden adalah nongkrong, bermain playstation atau bermain internet
di warnet (warung internet), merokok, minum minuman keras dan perkelahian antar
siswa. Perilaku yang menyimpang dari peraturan sekolah tersebut terjadi karena rasa
solidaritas antar teman yang berperilaku negatif sehingga mendorong mereka
melakukan tindakan melanggar peraturan sekolah. Keluarga dan sekolah yang
seharusnya menjadi kontrol sosial tergeserkan oleh lingkungan pergaulan sehari-hari.
Keadaan inilah yang menjadikan sebagian besar siswa mengalami berbagai masalah
di sekolah dan berdampak pada prestasi belajar mereka.

commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

WENNY GRACIANI, 2011, D 0306063, "STUDENT TRUANT BEHAVIOR"


(Qualitative Descriptive Study of Students in junior high school truant behavior
Country 2 Delanggu, Delanggu District, Klaten Regency).

This research takes place in the Junior Country 2 Delanggu, Delanggu


District, Klaten Regency. The purpose of this study was to determine the factors
underlying the truant students, the impact of truant behavior, how education in family
and peer influence in truant behavior. So to get a truant behavior conducted by
students in the Junior Country 2 Delanggu, Delanggu District, Klaten Regency.

This research is a qualitative descriptive study based on the paradigm of social


behavior by taking the theory of social exchange (social exchange theory) and theory
of social control (social control theory). Social exchange theory focuses on the
assumption that people engage in behavior to obtain reward (reward) or avoid
punishment (punishment). Whereas social control theory focuses on the concept of
the ability of a particular social group or institution to streamline and norms or
certain. Data collection through in-depth interview techniques, non-participant
observation, and documentation. The sampling technique is done by using purposive
sampling and snowball sampling. Meanwhile, qualitative analysis techniques to move
from data collection, data reduction, data presentation, and then conclusion.

The results of this study focuses on truant behavior conducted by students and
factors that into the background of truant students and student activities during the
ditching. These factors are due to family conditions, weak control in the family,
parenting or how parents in educating children that are less precise, the influence of
friends in the alley, the conditions are less conducive school environment, and
psychological and emotional factors which the student is still not stable. While the
behaviors performed by the student respondents were hanging out, playing
playstation or play internet in the cafe (internet cafes), smoking, drinking and fights
among students. Behavior that deviates from that school rules occurs because of a
sense of solidarity between friends who behave negatively and prompted them to take
action violates school rules. Families and schools are supposed to be a social control
by environmental tergeserkan daily life. The situation is what makes most students
experience a variety of problems in school and have an impact on their learning
achievement.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah segala kegiatan yang dilakukan negara untuk

mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan Indonesia tertuang

dalam program yang dikenal dengan Pembangunan Nasional.

Pembangunan nasional pada hakikatnya pembangunan manusia seutuhnya

dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan Pancasila sebagai

dasar tujuan dan pandangan Pembagunan Nasional. Kemajuan serta

keberhasilan Pembangunan Nasional sangat tergantung pada kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) yang pengelolaannya merupakan produk

pendidikan.

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Belajar

adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat,

bagi para pelajar atau siswa kata belajar merupakan kata yang tidak

asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua

kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan. Prestasi

belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa

(Yahya Asnawi, 2010).

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat seorang siswa

menimba ilmu dalam mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya.

Untuk mencapai keberhasilan di masa depan, pendidikan merupakan hal

yang sangat penting. Meskipun pendidikan bukan satu-satunya penentu

keberhasilan masa depan, tetapi dengan pendidikan yang baik keberhasilan

akan lebih mudah tercapai. Keberhasilan pendidikan tidak dapat terlepas

dari komponen-komponen pendukungnya yaitu di sekolah, masyarakat dan

keluarga (orang tua) yang disebut Tri Pusat Pendidikan (Ki Hajar

Dewantoro). Keluarga merupakan pusat pendidikan anak yang pertama

dan utama bagi perkembangan anak selanjutnya. Anak mengenal segala

sesuatu dari yang paling sederhana sampai dengan mengenal lingkungan

yang paling awal bermula dari lingkungan keluarga. Pendidikan dalam

lingkungan keluarga merupakan suatu persiapan awal yang sangat baik

dalam kehidupan moral. Keluarga merupakan kelompok kecil orang-orang

yang satu sama lain saling mengenal baik dan saling berhubungan dengan

erat. Jelas bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis

mempunyai kecenderungan tumbuh sehat secara psikologis, maka tak

mengherankan apabila cara pendidikan yang diterapkan oleh keluarga

pada diri anak mewarnai karakter dan pribadi anak selanjutnya.

Lingkungan masyarakat dimana anak itu dibesarkan ikut ambil peranan

dalam membentuk kepribadian anak selanjutnya. Anak yang berkembang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

di lingkungan alam pedesaan memiliki kepribadian yang berbeda dengan

anak yang tumbuh berkembang di lingkungan masyarakat kota yang penuh

kesibukan dan kebisingan yang seolah saling tak menghiraukan antara

anggota masyarakat yang satu dengan lainnya. Demikian halnya anak yang

dibesarkan di lingkungan masyarakat yang sangat agamis tentu akan

berbeda bila dibandingkan dengan anak yang dibesarkan di lingkungan

masyarakat yang sangat tidak memperdulikan masalah-masalah norma-

norma agama. Pendidikan agama dalam keluarga sangat penting untuk

membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada

Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika,

moral, budi pekerti, pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan

dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal itu merupakan sumbangan bagi

pembangunan bangsa dan negara (Tepas Ahmad Heryawan, 2008)

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara

sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan

dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya,

baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional,

maupun sosial. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru

substitusi orang tua. Substitusi berarti pengganti, sehingga peran orang tua

pada saat di rumah atau di keluarga dapat digantikan oleh guru pada saat

anak berada di sekolah dan siswa lebih banyak menghabiskan waktu di

sekolah daripada di tempat lain di luar rumah. Menurut Havighurts

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

(1961:5) sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam

membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya.

Pentingnya pendidikan di sekolah membuat personil sekolah

menyadari arti pentingnya tata tertib yang harus dipatuhi oleh setiap

anggota sekolah. Tata tertib ini bermanfaat untuk mengajarkan disiplin

pada siswa. Meskipun di sekolah telah ada tata tertib yang mengajarkan

untuk berdisiplin, tetapi masih saja ada siswa yang melanggarnya.

Menciptakan kedisiplinan siswa bertujuan untuk mendidik siswa agar

sanggup melatih diri sendiri. Mereka dilatih untuk dapat menguasai

kemampuan, juga melatih siswa agar ia dapat mengatur dirinya sendiri,

sehingga para siswa dapat mengerti kelemahan atau kekurangan yang ada

pada dirinya sendiri. Permasalahan yang dialami oleh para siswa di

sekolah sering kali tidak dapat dihindari meski dengan pengajaran yang

baik sekalipun. Hal tersebut juga disebabkan oleh karena sumber-sumber

permasalahan siswa banyak yang disebabkan oleh hal-hal di luar sekolah.

Disiplin sekolah, menurut F.W. Foerster, merupakan keseluruhan

ukuran bagi tindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang

diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak

terganggu. Fungsi atau manfaat disiplin menurut Elizabeth B. Hurlock

(1999:97) diantaranya: 1) untuk mengajar anak bahwa perilaku tertentu

selalu diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti pujian, 2) untuk

mengajarkan anak suatu tingkatan penyesuaian yang wajar tanpa menuntut

konformitas yang berlebihan, 3) membantu anak mengendalikan diri dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

pengarahan diri sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk

membimbing tindakan mereka. Salah satu pelanggaran yang biasa

dilakukan siswa adalah membolos atau ketidakhadiran peserta didik tanpa

alasan yang tepat.

Mengutip berita pada harian Solopos diberitakan bahwa Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Solo harus kejar-kejaran dengan para

siswa yang kedapatan main playstation saat jam sekolah, sedikitnya

meringkus 17 pelajar yang terbukti membolos saat jam pelajaran sekolah.

Tujuan razia tersebut dilakukan menjelang UN (Ujian Nasional)

(Sumber: Harian Solopos edisi 12 Januari 2010). Sementara itu kasus

serupa terjadi di wilayah kabupaten Klaten, Delapan siswa kedapatan

nongkrong di kawasan Objek Wisata Umbul Ingas, Desa Cokro,

Kecamatan Tulung, dirazia polisi pada Sabtu (6/1) pagi. Kedelapan

pelajar tersebut diantaranya empat pelajar dari SMK dan SMA di Solo,

dua pelajar dari SMK di Sukoharjo. Dan dua pelajar terakhir berasal dari

sebuah SMK di Klaten. Razia digelar setelah pihak Polres Klaten

mendapati laporan dari warga yang resah karena banyak pelajar yang

berkeliaran di Objek Wisata Umbul Ingas pada saat jam belajar

berlangsung (Sumber: Harian Solopos edisi 6 Maret 2010).

Banyaknya siswa yang membolos memiliki latar belakang yang

berbeda-beda. Sri Wahyuni yang mengutip tulisan Kartini Kartono

(1985:80) dalam Dorothy Kater MS, menyatakan bahwa penyebab siswa

membolos ada dua, yaitu sebab dalam diri sendiri dan lingkungan. Dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

diri sendiri yaitu: 1) Siswa takut akan kegagalan; 2) Siswa merasa ditolak

dan tidak disukai lingkungan. Penyebab dari lingkungan yaitu: 1) Keluarga

tidak memotifasi dan tidak mengetahui pentingnya sekolah, 2) Masyarakat

beranggapan bahwa pendidikan itu tidak penting. Penyebab membolos

yang berasal dari dalam diri sendiri atau faktor internal terjadi karena pada

masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas

dalam usaha pencarian jati diri. Apabila kurang mendapat perhatian dan

bimbingan maka anak merasa rendah diri dan takut gagal membawa

dirinya dan akan merasa ditolak di lingkungan tempat tinggalnya.

Pada masa remaja, anak atau siswa mencoba melepaskan diri dari

ketergantungan keluarga karena orang luar menjadi sangat penting

untuknya. Siswa mencoba mencari kawannya sendiri, ia ikut dengan

golongan menurut pilihannya sendiri. Ini yang disebut dengan kelompok

sebaya yang memberi pengaruh terhadap perilaku siswa. Golongan itu

dapat memilih, menerima, dan menghargainya. Apabila siswa yang baik

tetapi berteman dengan golongan yang tidak baik maka ia akan menjadi

siswa yang tidak baik pula. Sehingga siswa yang membolos adalah siswa

yang berteman dengan golongan yang tidak baik.

Selain itu, orang tua tidak memberikan pengarahan dalam memilih

tempat sekolah, atau asal sekolah saja tanpa melihat mutu dan kualitas

yang diberikan pada sekolah anaknya. Disamping itu faktor biaya sekolah

yang lebih ringan juga menjadi pilihan orang tua, karena tekanan ekonomi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

dan penghasilan yang pas-pasan, maka orang tua cenderung

menyekolahkan anak di sekolah yang murah.

Dengan latar belakang tersebut, peneliti memilih SMP Negeri 2

Delanggu yang berlokasi di Sribit, Delanggu, Klaten. SMP Negeri 2

Delanggu dipilih menjadi lokasi penelitian karena banyaknya siswa yang

menimbulkan masalah di sekolah dan masalah yang dihadapi sangatlah

beragam. Namun yang sering muncul adalah masalah tentang kedisiplinan.

Masih banyak pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan siswa, diantaranya

membolos atau ketidakhadiran siswa tanpa alasan yang jelas. Adanya

siswa yang membolos di SMP Negeri 2 Delanggu mendorong peneliti

untuk meneliti lebih dekat dan mendetail tentang penyebab perilaku

membolos. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil

judul Perilaku Membolos Siswa (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang

Perilaku Membolos Siswa Di SMP Negeri 2 Delanggu)

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dalam

penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah yang melatarbelakangi siswa membolos ?

2. Apakah dampak yang ditimbulkan dari membolos ?

3. Bagaimana pola asuh orang tua dalam keluarga ?

4. Bagaimana pengaruh kelompok sebaya ?

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan latar belakang siswa membolos

2. Untuk menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari membolos

3. Untuk mengetahui pola asuh orang tua dalam keluarga

4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kelompok sebaya

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan manfaat

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis :

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran

dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik

pendidikan sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan kualitas

sumberdaya manusia.

2. Manfaat praktis :

a. Bagi Pihak Sekolah, diharapkan untuk meningkatkan

kedisiplinan peraturan sekolah dan memberikan sanksi yang

tegas pada pelajar yang melanggar peraturan sekolah.

b. Bagi Guru, diharapkan dalam menyampaikan materi pelajaran,

bisa menggunakan metode yang menarik bagi siswa.

c. Bagi Orang tua, bisa mengontrol kegiatan putra-putri mereka

dan dapat mengarahkan kebiasaan yang baik, serta kebiasaan

disiplin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

d. Bagi Siswa, diharapkan dapat mematuhi tata tertib sekolah,

untuk mewujudkan keadaan yang kondusif dalam lingkungan

sekolah.

E. Landasan Teori

Paradigma adalah suatu pandangan yang mendasar dari suatu

disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter)

yang semestinya dipelajari. Menurut George Ritzer, paradigma adalah

pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok

persoalan yang semestinya dipelajari oleh cabang ilmu pengetahuan

(discipline). Paradigma membantu merumuskan apa yang harus diikuti

dalam mengintrepretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka

menjawab persoalan-persoalan tersebut (Ritzer, 1992:8). Menurut DR.

Zamroni dalam bukunya Pengantar Pengembangan Teori Sosial,

pengertian paradigma adalah suatu jendela dimana peneliti akan

menyaksikan dunia. Dengan jendela itu, para peneliti akan memahami dan

menafsirkan secara obyektif berdasarkan kerangka acuan yang terkandung

dalam paradigma tersebut baik itu konsep-konsep asumsi-asumsi dan

kategori-kategori tertentu untuk menjelaskan dan mengkaji suatu

fenomena (Zamroni, 1993:22).

Menurut George Ritzer, sosiologi dilihat sebagai ilmu multi

paradigmatic. Dia membedakan tiga paradigma yang secara fundamental

berbeda satu sama lain, paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial,

dan paradigma perilaku sosial (social behavior) (George Ritzer dalam


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Johnson, 1985:55). Dalam penelitian ini menggunakan paradigma perilaku

sosial. Paradigma perilaku sosial (social behavior) menekankan

pendekatan obyektif empiris terhadap kenyataan sosial, yang lebih

memusatkan perhatian pada perilaku nyata (overt behavior) (Johnson,

1988:56-63). Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya pada

hubungan antar individu dengan lingkungannya. Lingkungan itu dibagi

menjadi dua, yaitu bermacam-macam obyek sosial dan bermacam-macam

obyek non sosial. Hubungan antara individu dengan obyek sosial dan

hubungan antara individu dengan obyek non sosial dikuasai oleh prinsip

yang sama. Singkatnya pokok persoalan sosiologi menurut paradigma

perilaku sosial adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam

hubungan dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau

perubahan dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap

tingkah laku.

Masyarakat merupakan kerangka di mana segala bentuk aktivitas

berlangsung. Keberadaan suatu aktivitas dengan sendirinya adalah cermin

adanya perilaku atau tindakan-tindakan. Perilaku manusia merupakan hasil

dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan

yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, tindakan. Dengan kata

lain, perilaku merupakan respon individu terhadap stimulus yang berasal

dari dalam dirinya. Respon ini dapat dikelompokkan menjadi tiga :

Pertama, perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu informasi yang

dimiliki untuk mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Kedua, perilaku berbentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap

keadaan rangsangan dari luar subyek, sehingga alam sendiri akan

mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya sesuai dengan sifat

dan keadaan alam tersebut.

Ketiga, perilaku dalam bentuk perbuatan atau tindakan nyata

berupa faktor perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar

(Soekidjo Notoatmodjo, 1983:5)

Perilaku juga dapat diartikan sebagai suatu reaksi yang dapat

diartikan sebagai suatu reaksi yang dapat diamati secara umum atau

obyektif sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari

perbuatan tersebut. Perilaku merupakan pengembangan dari kepribadian

yang dimanifestasikan ke dalam tindakan individu yang diamati atau

diobservasi secara obyektif. Selain itu perilaku juga merupakan suatu cara

bertingkah laku yang diciptakan untuk ditiru oleh banyak orang. Suatu

cara bertindak menjadi suatu pola bertindak yang tetap melalui proses

pengulangan (peniruan) yang dilakukan oleh banyak orang dalam waktu

yang relatif lama, sehingga terbentuklah suatu kebiasaan (Kartono, 1989)

Menurut Chaplin, perilaku mencakup empat pengertian :

a) Semacam respon (reaksi, taggapan, jawaban, balasan)

b) Secara khusus bagian dari satu pola kesatuan interaksi

c) Suatu perbuatan atau aktivitas

d) Suatu gerakan atau kompleks gerak-gerik (Chaplin, 1989:53)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Pareto menekankan bahwa hidup bermasyarakat terdiri dari apa

yang dilakukan oleh anggota-anggota individual. Mereka merupakan the

material points or molecules dari sistem yang disebut masyarakat.

Sebagian besar perilaku manusia bersifat mekanis dan otomatis.

Menurutnya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni :

- Perilaku logis yaitu perilaku yang direncanakan oleh akal budi

dengan berpedoman pada tujuan yang mau dicapai, dan

menurut kenyataan mencapai tujuan itu.

- Perilaku non logis merupakan perilaku yang tidak berpedoman

secara rasional pada tujuan atau tidak mencapai tujuannya.

Hampir seluruh kehidupan masyarakat terdiri dari perbuatan-

perbuatan non logis (disarikan dari Veeger, 1993:71-72).

Menurut Skinner bahwa obyek studi sosiologi yang konkrit dan

realistis adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan

perulangannya (behavior of man and contingencies of reinforcement).

Kebudayaan masyarakat tersusun dari tingkah laku yang terpola. Untuk

memahami tingkah laku yang terpola itu tidak diperlukan konsep-konsep

seperti ide-ide dan nilai-nilai.

Pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan teori

pertukaran sosial (social exchange theory) dan teori kontrol sosial (social

control theory). Menurut George Homan (Ali, 2004:98) teori pertukaran

sosial menitikberatkan pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku

untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Sehingga


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

tindakan yang dilakukan seseorang bergantung pada ganjaran (rewards)

atau hukuman (punishment) yang diberikan terhadap tindakan tersebut.

Sedangkan teori kontrol sosial memandang setiap manusia merupakan

makhluk yang memiliki moral yang murni. Oleh karena itu setiap orang

memiliki kebebasan memilih berbuat sesuatu. Apakah ia akan berbuat

menaati aturan yang berlaku ataukah melanggar aturan-aturan yang

berlaku. Tindakan yang dipilih itu didasarkan pada ikatan-ikatan sosial

yang telah dibentuk dalam suatu kelompok atau lembaga. Bentuk kontrol

sosial berkaitan dengan pemberian sanksi yang bertujuan untuk mencegah

atau mengendalikan individu yang melakukan penyimpangan dari norma

atau aturan yang berlaku (Maharani Juanda, 2010).

F. Tinjauan Pustaka

Remaja melakukan suatu perbuatan untuk mencari identitas diri,

ingin menunjukan kemampuannya pada orang lain. Remaja mengalami

perkembangan mental dan pertumbuhan fisik yang belum stabil. Sejalan

dengan hal itu remaja perlu sekali mendapatkan bimbingan dan arahan

untuk menemukan jati dirinya dan meminimalkan perilaku yang

menyimpang. Sementara dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal

sebagai suatu tahap perkembangan fisik mencapai kematangannya. Ini

berarti keadaan bentuk tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang

sempurna dimana pada akhir peran perkembangan fisik seorang pria yang

berotot dan mampu menghasilkan spermatozoa setiap kali berejakulasi dan

bagi wanita bentuk badan juga sudah kelihatan terbentuk dengan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

perubahan pada payudara serta berpinggul besar setiap bulan

mengeluarkan sel telur yang tidak disenyawakan. Masa puber bagi lelaki

adalah ketika bermimpi basah yang pertama dan pada perempuan setelah

haid. Rentangan usia remaja menurut Anonim (2000), mengemukakan

batas-batas umur remaja menjadi dua periode, yaitu sebagai berikut :

1). Periode masa puber, usia 12-18 tahun.

a. Masa pra pubertas yaitu peralihan dari akhir masa kanak-

kanak ke masa awal pubertas.

b. Masa pubertas atau masa remaja awal, usia 14-16 tahun.

c. Masa akhir pubertas yaitu peralihan dari masa pubertas ke

masa adolescence, usia 17 -18 tahun.

2). Periode masa remaja, usia 19-21 tahun merupakan masa akhir

remaja. Hurlock (1978) menulis bahwa jika dibagi berdasarkan

bantuk-bentuk perkembangan dan pola-pola perilaku yang nampak

khas bagi usia tertentu, maka ia menuliskan rentang usia remaja

adalah:

a. Masa remaja awal, yaitu usia 13/14-17 tahun.

b. Masa remaja akhir, yaitu usia 17-21 tahun.

Riyanti dkk (1996) mengungkapkan bahwa masa remaja terbagi

menjadi dua, yaitu :

a. Periode remaja awal atau early adolescence : 13-17 tahun

b. Periode remaja akhir atau late adolescence : 17-18 tahun.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja berada

pada rentang usia 13-21 tahun, dimana masa remaja ini dibagi lagi

menjadi dua rentang usia yaitu masa remaja awal yang berada pada

rentang usia 13-17 tahun dan masa remaja akhir pada usia 17-21

tahun (Indah Oktavianti, 2009)

Sedangkan menurut Granville S. Hall dalam buku Psikologi

Perkembangan Anak dan Remaja karangan Syamsu Yusuf, ciri-ciri khas

remaja awal adalah ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi, pada

masa ini perasaan remaja sangat peka, remaja mengalami badai dan topan

dalam kehidupan, perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini

diistilahkan sebagai storm and stress. Sehingga sikap dan sifat remaja

yang terlihat bersemangat tiba-tiba menjadi lesu, rasa percaya diri berubah

menjadi keraguan yang berlebihan. Hal ini terjadi pada siswa SMP yang

berusia sekitar 13-15 tahun. Sikap dan sifat mereka belum stabil

dipengaruhi oleh emosi dan lingkungan disekitarnya. Pada usia yang

tergolong masa remaja awal, mereka menuntut kebebasan tetapi mereka

sering takut bertanggung jawab atas apa yang telah mereka perbuat.

Perilaku membolos adalah hysteria massal yang terjadi pada akhir-akhir

ini. Perilaku membolos merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang

terjadi pada masa pertumbuhan mereka. Kenakalan remaja (juvenile

delinquency) mempunyai arti yang khusus dan terbatas pada suatu masa

tertentu yaitu masa remaja sekitar umur 13-21 tahun.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Faktor yang dapat mempengaruhi anak menjadi nakal dan liar

berasal dari kondisi keluarga yang kurang harmonis dan status sosial

ekonomi yang rendah. Remaja yang berasal dari status sosial ekonomi

rendah merasa tidak bisa mendapatkan obyek yang sangat diinginkannya

sehingga mereka mengalami frustasi dan tekanan batin. Karena banyaknya

rintangan, tekanan batin dan frustasi tersebut para remaja lalu menolak

etika masyarakat dan segala norma sosial serta hukum yang dianggapnya

sebagai tidak adil ( Kartono, 2003)

W.A Gerungan (2002) mengatakan bahwa keadaan status sosial

ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap perkembangan anak-

anaknya. Dengan adanya pengasilan yang cukup, lingkungan material

yang dihadapi anak didalam keluarganya akan lebih memadahi, sehingga

ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan

bermacam-macam kecakapan. Hubungan sosial dengan orang tuanya pun

agak berlainan coraknya bila orang tuanya hidup dalam status ekonomi

serba cukup dan kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental seperti

dalam hal memperoleh nafkah hidup yang memadai. Orang tuanya dapat

mencurahkan perhatian yang lebih mendukung kepada masalah

pendidikan anak-anaknya dan tidak dibebani dengan masalah pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan primer dalam keluarga.

Warner dkk dalam Soekanto (1990) mengatakan bahwa perilaku

sosial para remaja secara fungsional berhubungan dengan posisi

keluarganya dalam struktur sosial ekonomi mereka. Keluarga yang lebih


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

kecil mempunyai kemungkinan lebih besar untuk memperlakukan anaknya

secara demokratis dan lebih baik untuk kelekatan anak dengan orangtua

(Hurlock, 1978). Dan seorang anak yang dilahirkan pada sebuah keluarga

yang berstatus sosial ekonomi tinggi akan mengalami pola latihan yang

berbeda dengan yang diberikan terhadap anak yang dilahirkan dalam

keluarga yang berstatus ekonomi kurang. Hal ini dikarenakan perbedaan

dalam skala kehidupan misalnya dalam hal jumlah dan kualitas barang

serta jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu pola kebutuhan dan keinginan

anak yang berasal dari keluarga berstatus ekonomi tinggi akan berbeda

dengan anak-anak dari keluarga yang berstatus ekonomi rendah.

Menurut Chabib Thoha (1996:109) mengemukakan bahwa pola

asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua

dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab

kepada anak. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan

kepribadian anak mempunyai pengaruh yang besar. Jika pendidikan

keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan

perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa. Orang tua

dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di

lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga dipengaruhi oleh sikap-

sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-

putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya

yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

tertentu. Pola asuhan itu menurut Stewart dan Koch (1983: 178) terdiri

dari tiga kecenderungan.

a. Pola asuh otoriter :

Pola asuh yang otoriter akan terjadi komunikasi satu arah (hanya

orang tua yang berbicara). Orang tua akan menentukan aturan-aturan

dan mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap perilaku anak yang

boleh dan tidak boleh dilaksanakannya. Anak harus tunduk dan patuh

terhadap orang tuanya, anak tidak dapat mempunyai pilihan lain.

Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak

melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu

kesadaran bahwa apa yang dikerjakan itu akan bermanfaat bagi

kehidupannya kelak. Orang tua memberikan tugas dan menentukan

berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan anak, keinginan

anak, keadaan khusus yang melekat pada individu anak yang berbeda-

beda antara anak yang satu dengan yang lain. Perintah yang diberikan

berorientasi pada sikap keras orang tua, sikap keras merupakan suatu

keharusan bagi orang tua. Sebab tanpa sikap keras ini anak tidak akan

melaksanakan tugas dan kewajibannya.

b. Pola asuh demokratis :

Pola asuh ini berpijak pada dua kenyataan bahwa anak adalah

subjek yang bebas dan anak sebagai makhluk yang masih lemah dan

butuh bantuan untuk mengembangkan diri. Orang tua bersikap

responsive terhadap kebutuhan anak dan mendorong anak untuk


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

menyatakan pendapat atau pertanyaan. Sehingga anak memiliki rasa

percaya diri dan mampu mengendalikan diri (self control). Proses

membentuk pribadi anak berjalan dengan lancar jika cinta kasih selalu

tersirat dalam proses tersebut. Dalam suasana yang diliputi oleh rasa

cinta kasih akan menimbulkan pertemuan sahabat karib, dalam

pertemuan dua saudara. Dalam pertemuan itu dua pribadi bersatu padu.

Dalam pertemuan yang bersatu padu akan timbul suasana keterbukaan.

Dalam suasana yang demikian ini maka akan terjadi pertumbuhan dan

pengembangan bakat-bakat anak yang dimiliki oleh anak dengan

subur.

c. Pola asuh bebas :

Pola asuh bebas (permisif) berorientasi bahwa anak itu makhluk

hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subyek yang dapat

bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Seorang anak yang

lapar, ia harus memasukan nasi ke dalam mulutnya sendiri,

mengunyah sendiri dan menelan sendiri. Tidak mungkin orang tua

yang mengunyah dan memasukkan makanan ke dalam perut anaknya.

Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa

yang diperlukan untuk hidupnya. Anak telah terbiasa mengatur dan

menentukan sendiri apa yang dianggap baik. Orang tua sering

mempercayakan anaknya kepada orang lain, sebab orang tua terlalu

sibuk dalam pekerjaan, organisasi sosial dan sebagainya. Orang tua

hanya bertindak sebagai polisi yang mengawasi permainan menegur


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

dan mungkin memarahi. Orang tua kurang bergaul dengan anak-

anaknya, hubungan tidak akrab dan anak harus tahu sendiri tugas apa

yang harus dikerjakan. Jika diperhatikan dua pola asuh (otoriter dan

permisif) tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa pola asuh

otoriter, memandang anak tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti

perintah dari orang tua. Pada pola asuh permisif, anak dipandang

sebagai subjek yang diperbolehkan berbuat menurut pilihannya sendiri.

Sikap orang tua juga berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga

terutama hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Orang tua dengan

pola asuh yang otoriter akan membuat suasana dalam keluarga menjadi

tegang dan anak merasa tertekan. Anak tidak diberi kebebasan untuk

mengeluarkan pendapatnya, semua keputusan ada ditangan orang tua.

Sehingga membuat remaja itu merasa tidak mempunyai peran dan merasa

kurang dihargai dan kurang kasih sayang serta memandang orang tuanya

tidak bijaksana. Orang tua yang permisif cenderung mendidik anak terlalu

bebas dan tidak terkontrol karena apa yang dilakukan anak tidak pernah

mendapat bimbingan dari orang tua. Kedua sikap tersebut cenderung

memberikan peluang yang besar untuk menjadikan anak berperilaku

menyimpang, sedangkan orang tua yang bersikap demokratis dapat

menjadi pendorong perkembangan anak ke arah yang lebih positif.

(Muazar Habibi, 2008 )

Pendidikan dalam lingkungan keluarga merupakan suatu persiapan

awal yang sangat baik dalam kehidupan moral. Keluarga merupakan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

kelompok kecil orang-orang yang satu sama lain saling mengenal baik dan

saling berhubungan dengan erat. Suatu hal esensial adalah semangat

disiplin, yaitu hormat pada aturan jarang dikembangkan dalam lingkungan

keluarga. Hal ini akan berdampak ketika anak masuk dalam institusi

pendidikan atau sekolah. Kurang mematuhi peraturan dan tidak mematuhi

tata tertib atau dengan kata lain tidak disiplin. Siswa yang membolos

merupakan siswa yang tidak disiplin karena melanggar peraturan dan tata

tertib sekolah.

Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku

siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk

berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di

sekolah. Disiplin sekolah atau school discipline refers to students

complying with a code of behavior often known as the school rules. Yang

dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan

tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu,

perilaku sosial dan etika belajar (Akhmad Sudrajat, 2008). Membicarakan

tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku

negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi dikalangan siswa dalam

lingkungan sekolah yaitu pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata

tertib. Pelanggaran dari tingkat yang ringan sampai dengan pelanggaran

tingkat tinggi, contoh perilaku negatif tersebut seperti: kasus bolos,

perkelahian, menyontek, pemalakan, pencurian, dan bentuk-bentuk

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

penyimpangan perilaku lainnya. Sehingga perlu upaya pencegahan dan

penanggulangan, dan disinilah arti penting disiplin sekolah.

Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja

(siswa) mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan

kepribadiannya. Peranannya itu semakin penting, terutama pada saat

terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat pada beberapa dekade

terakhir ini, yaitu: (1) perubahan struktur keluarga, dari keluarga besar ke

keluarga kecil, (2) kesenjangan antara generasi tua dan generasi muda, (3)

ekspansi jaringan komunikasi di antara kawula muda, dan (4) panjangnya

masa atau penundaan memasuki lingkungan masyarakat

Kebutuhan akan adanya penyesuaian diri remaja dalam kelompok

teman sebaya, muncul sebagai akibat adanya keinginan bergaul remaja

dengan teman sebaya mereka. Dalam hal ini, remaja sering dihadapkan

pada persoalan penerimaan atau penolakan teman sebaya terhadap

kehadirannya dalam pergaulan. Para ahli psikologi menyebutkan ada 5

jenis kelompok yang terbentuk dalam masa remaja, antara lain adalah :

a. Kelompok Chums (sahabat karib)

Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabat karib dengan

ikatan persahabatan sangat kuat. Anggota kelompok biasanya

terdiri dari 2-3 remaja dengan jenis kelamin sama, memiliki

minat, kemampuan dan kemauan yang mirip. Beberapa

kemiripan itu membuat mereka sangat akrab, walaupun kadang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

terjadi perselisihan, tetapi dengan mudah mereka

melupakannya.

b. Kelompok Cliques (komplotan sahabat)

Cliques biasanya terdiri dari 5-6 remaja yang memiliki minat,

kemampuan dan kemauan yang relative sama. Cliques biasanya

terjadi dari penyatuan dua pasang sahabat karib atau dua

Chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja

awal. Jenis kelamin dalam Cliques umumnya sama, seorang

remaja putri bersahabat karib dengan remaja putri lainnya,

seorang remaja putra bersahabat karib dengan remaja putra

lainnya. Dalam Cliques inilah remaja mulai banyak melakukan

kegiatan-kegiatan bersama, rekreasi, pesta, saling menelpon,

dan menghabiskan waktu bersama sehingga sering menjadi

sebab pertentangan dengan orang tua mereka.

c. Kelompok Crowd (kelompok banyak remaja)

Crowds biasanya terdiri dari banyak remaja, lebih besar

dibanding dengan Cliques. Karena banyaknya anggota

kelompok, maka jarak emosi antara anggota juga agak

renggang. Kelompok Crowd dapat dikatakan sebagai

kerumunan dengan jumlahnya yang relatif banyak dan terdapat

perbedaan jenis kelamin serta keragaman kemampuan, minat,

dan kemauan diantara para anggota Crowd.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

d. Kelompok yang Diorganisir

Kelompok yang diorganisir merupakan kelompok yang sengaja

dibentuk dan diorganisir oleh orang dewasa yang biasanya

melalui lembaga-lembaga tertentu. Kelompok yang diorganisir

terbentuk secara sengaja dan terbuka bagi semua remaja yang

sudah memiliki kelompok maupun remaja yang belum

memiliki kelompok.

e. Kelompok Gang

Gang merupakan kelompok yang terbentuk dengan sendirinya

yang pada umumnya merupakan akibat pelarian dari empat

jenis kelompok tersebut diatas. Remaja yang tidak dapat

menyesuaikan diri, merasa ditolak dan tidak puas dengan

kelompok sebelumnya akan membentuk kelompok sendiri yang

dikenal dengan Gang. Anggota Gang dapat berlainan jenis

kelamin dan dapat pula sama. Kebanyakan remaja anggota

Gang menghabiskan waktu menganggur dan kadang-kadang

mengganggu remaja lain dengan menunjukkan tingkah laku

agresif. (Sumber: Buku Psikologi Remaja, Drs Andi Mappiare,

1982)

Bagi remaja, kelompok sebaya terdiri dari anggota tertentu dari

teman-temannya yang dapat menerimanya. Seperti yang dikutip dalam

jurnal internasional dibawah ini :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Most adolescents have good quality friendships: they receive


support from their friends, can count on them to talk about their problems
and have fun spending time with them (Ciairano et al, 2007)
Yang artinya, sebagian besar remaja memiliki kualitas persahabatan yang

baik, mereka menerima dukungan dari temannya, mempercayai mereka

untuk membicarakan tentang masalahnya dan menghabiskan waktu untuk

bersenang-senang bersama mereka.

Menghabiskan waktu bersama teman-temannya dengan bersenang-

senang membuat siswa tidak bisa membagi waktu antara bersama teman-

temannya, belajar, dan waktu bersama keluarga. Sehingga peran orang tua

dalam mengarahkan dan membimbing anaknya sangat dibutuhkan agar

anak dapat mengatur waktunya dengan tepat. Komunikasi yang baik antara

orang tua dan anak dapat membuat hubungan antara orang tua dan anak

menjadi harmonis. Judith Brook dkk mengemukakan bahwa hubungan

orang tua dan remaja yang sehat dapat melindungi remaja tersebut dari

pengaruh teman sebaya yang tidak sehat (Sigelman&Shaffer,1995:380).

Kelompok sebaya cenderung memberikan pengaruh negatif bagi

perilaku masing-masing anggota gangs, misalnya terlibat dalam

perkelahian antar pelajar. Seperti yang dikutip dalam jurnal berikut :

gang members are more likely to experience violent victimization,


as well as greater frequency of victimization, than do non-gang members.
(Taylor et al, 2007)
Yang artinya, bahwa anggota geng lebih mungkin mengalami kekerasan,

serta frekuensi yang lebih besar menjadi korban, dibandingkan bukan

anggota geng.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Siswa yang menjadi anggota gang sering mendapat tekanan dari

anggota gangs lain karena biasanya terjadi persaingan antar kelompok

gangs satu dengan lainnya, hal ini memicu konflik yang berujung pada

perkelahian dan pada akhirnya menjadi korban kekerasan.

G. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran digunakan sebagai dasar atau landasan dalam

pengembangan berbagai konsep dari teori yang digunakan dalam

penelitian ini, serta hubungan dengan perumusan masalah yang telah

dirumuskan. Mengacu pada konsep dan teori di atas, dalam menjelaskan

siswa yang membolos maka diperlukan untuk mengetahui karakteristik

yang melatarbelakangi perilaku membolos. Bagaimana pengaruh teman

sebaya dan cara orang tua dalam mendidik anak serta akibat dari perilaku

membolos. Setelah diketahui, dapat dikatakan bahwa perilaku membolos

timbul pada anak SMP dipengaruhi oleh berbagai aspek yang berasal dari

kondisi sekolah yang tidak kondusif, pengaruh teman sebaya yang

berperilaku negatif, dan orang tua yang mengabaikan siswa. Pemikiran ini

dapat digambarkan dalam satu bagan sebagai berikut:

Gambar 1
Kerangka Pemikiran
Orang tua yang mengabaikan
pendidikan siswa

Kontrol sosial sekolah


yang lemah dan kondisi Akibat perilaku
Membolos
lingkungan sekolah yang membolos

kurang kondusif
commit to user
Kelompok sebaya
yang berperilaku negatif
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

H. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan upaya pendefinisian konsep-konsep

utama sehingga antara peneliti dan pembaca terdapat persamaan pegertian

perihal istilah yang digunakan agar tidak menimbulkan kekaburan dalam

melakukan penelitian maka perlu ditegaskan batasan mengenai konsep

yang digunakan.

1. Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau

suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi

spesifik, dan tujuan baik disadari maupun tidak disadari.

Perilaku adalah cara bertingkah laku tertentu dalam situasi

tertentu. Veeger menjelaskan bahwa perilaku manusia dapat

bersifat lahiriah maupun batiniah, berupa perenungan,

perencanaan, pengambilan keputusan dan entah kelakuan itu

terdiri dari intervensi positif kedalam situasi atau sikap yang

sengaja tidak mau terlibat. Dan kata perilaku hanya untuk

perbuatan manusia yang mempunyai arti bagi dia. Kesadaran

akan arti dari apa yang dibuat itulah ciri hakiki manusia. Tanpa

kesadaran itu, suatu perbuatan tidak akan disebut perilaku

manusia (K.J Veeger, 1986:171)

2. Membolos

Membolos adalah ketidakhadiran anak didik tanpa alasan yang

tepat, meninggalkan sekolah atau pelajaran tertentu sebelum


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

waktunya dan selalu datang terlambat (Kartini Kartono,

1985:77). Sedangkan membolos menurut Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional adalah tidak masuk

kerja(sekolah, dan sebagainya).

3. Siswa

Siswa adalah orang yang terlibat langsung dalam dunia

pendidikan. Siswa sebagai salah satu objek riset atau kajian

sosiologi pendidikan yaitu, orang-orang yang sedang belajar,

termasuk pendekatan, strategi, faktor yang mempengaruhi, dan

prestasi yang dicapai. Siswa dibekali oleh sekolah tentang ilmu

supaya dapat dimanfaatkan dengan baik. Sekolah juga

merupakan tempat merubah perilaku siswa. Tujuan pendidikan

selain merubah tingkah laku siswa, adalah output yang

dihasilkan siswa dapat berprestasi sesuai dengan keahlian yang

dimiliki.

I. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kualitatif.

Tujuannya yaitu menggambarkan keadaan, sifat, individu, gejala

maupun frekuensi hubungan tertentu dan gejala lain dalam masyarakat.

Penelitian ini menggunakan teknik penelitian lapangan (field

research) yang bermaksud untuk mengetahui permasalahan yang ada

di lokasi. Namun demikian, penelitian ini tidak mengesampingkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

studi pustaka (library research), terutama dalam menyusun tinjauan

pustaka dan kerangka pemikiran.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Delanggu, yang

beralamat di desa Sribit, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten.

Peneliti memilih tempat tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut:

SMP Negeri 2 Delanggu tersebut merupakan SMP negeri yang

tingkat pelanggaran tata tertibnya sangat tinggi termasuk perilaku

membolos bila dibandingkan dengan SMP negeri lain yang ada di

Kecamatan Delanggu.

Lokasinya terletak cukup strategis sehingga memudahkan peneliti

dalam penggalian data.

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini dibedakan dalam dua kelompok,

yaitu :

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh melalui wawancara secara

langsung dari responden dan informan yang dianggap tepat dan

mengetahui tentang permasalahan yang akan diteliti. Data primer

ini berasal dari sumber data primer yaitu data-data yang didapat

dari aslinya langsung yang dianggap mengetahui tentang

permasalahan yang akan diteliti.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui

penelaah kepustakaan mengenai permasalahan yang akan diteliti.

Data sekunder ini berasal dari sumber data sekunder, yaitu data-data

yang diperoleh dari arsip-arsip, dokumentasi, maupun catatan-

catatan. Adapun sumber data sekunder dari penelitian ini diambil

catatan-catatan maupun laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan

penelitian ini.

Sumber data dalam penelitian ini meliputi :

a. Nara sumber (informan dan responden)

Dalam penelitian kualitatif ini, informasi dari

narasumber (responden dan informan) sangat penting

peranannya. Peneliti dan narasumber dalam penelitian ini

memiliki posisi yang sama. Nara sumber penelitian ini adalah

informan dan responden. Informan dalam penelitian ini adalah

orang-orang yang mengetahui suatu peristiwa atau kejadian

yang sedang diteliti (pihak-pihak yang tidak terlibat secara

langsung) dan respondennya adalah siswa yang melakukan

perilaku membolos (pihak yang terlibat secara langsung).

Narasumber dalam penelitian ini adalah :

1. Kepala SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (1)

2. Guru SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (2)

3. Siswa SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (3)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

4. Orang tua siswa sebagai sumber data (4)

5. Masyarakat sekitar sekolah sebagai sumber data (5)

b. Peristiwa (aktivitas)

Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari

peristiwa, aktivitas, atau perilaku sebagai sumber data yang

berkaitan dengan sasaran penelitiannya. Dari pengamatan pada

peristiwa atau akivitas, peneliti dapat mengetahui proses

bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena

menyaksikan sendiri secara langsung. Peristiwa sebagai sumber

data memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik

yang terjadi secara sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang

berulang atau hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal

maupun yang tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun

terbuka untuk dapat diamati siapa saja. Berbagai permasalahan

memerlukan pemahaman lewat kajian terhadap perilaku dalam

aktivitas yang dilakukan atau yang terjadi sebenarnya. Banyak

peristiwa yang hanya terjadi satu kali atau hanya berjalan

dalam waktu tertentu dan tidak terulang kembali. Dalam hal

semacam ini, kajian lewat kriteria narasumber, dokumen

rekaman dan gambar bila ada. Sumber data dapat berupa

peristiwa atau aktivitas dalam penelitian ini, yaitu kegiatan

siswa pada urusan tata tertib dan pelaksanaan peraturan sekolah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

c. Dokumen

Dokumen merupakan sumber data bukan hanya tertulis,

namun juga berupa rekaman, gambar, atau benda yang

berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu.

Adapun dokumen yang menjadi sumber data dalam penelitian

ini adalah : - Foto kegiatan siswa

- Dokumen SMP Negeri 2 Delanggu

4. Teknik Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

purposive sampling dimana peneliti akan memilih informan yang dapat

dipercaya untuk menjadi informan dan diharapkan mengetahui

permasalahan secara mendetail.

Data dicari dan dikumpulkan dengan bersumber pada orang-

orang yang tahu dan dapat dipercaya menjadi sumber data yang

mengetahui permasalahan secara mendalam. Oleh karena itu penulis

menggunakan pertimbangan tentang informan yang akan dipilih

berdasarkan penilaian bahwa informan tersebut mengetahui tentang

obyek yang diteliti.

Selain itu digunakan juga teknik snowball sampling dimana

pemilihan informasi pada waktu di lokasi penelitian berdasarkan

petunjuk dari informan kunci (key informan) dan seterusnya bergulir

sampai orang terakhir yang memungkinkan seluruh data yang

diinginkan dapat diperoleh secara tepat dan akurat.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

5. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang akan digunakan

dalam penelitian ini, dimana masing-masing teknik memiliki kelebihan

dan kekurangan sendiri-sendiri, sehingga penggunaan beberapa teknik

pengumpulan data secara bersama-sama diharapkan dapat saling

melengkapi satu sama lain. Adapun teknik pengumpulan data yang

dimaksud:

1. Wawancara (interview)

Wawancara adalah kegiatan untuk memperoleh informasi dengan

memberikan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan

ditanyakan dalam proses wawancara. (Moleong,2000:136).

Wawancara dilakukan dengan mempersiapkan garis besar

pertanyaan yang akan diajukan kepada responden untuk

memperoleh data yang sesuai dengan penelitian ini. Dalam

menggunakan metode wawancara dapat dilakukan secara formal

maupun informal sehingga data yang diperoleh cukup lengkap dan

mendalam. Kegiatan wawancara dalam penelitian ini dilakukan

melalui kegiatan tanya jawab dengan menggunakan pedoman

wawancara, dimana pedoman wawancara tersebut terlebih dahulu

disusun agar relevan dengan permasalahan.

2. Observasi Non Partisipan

Observasi Non Partisipan adalah peneliti hanya melakukan satu

fungsi yaitu mengadakan pengamatan seperti memandang, melihat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

dan mengamati objek atau sesuatu sehingga diperoleh pengetahuan

mengenai apa yang dibutuhkan dan peneliti tidak menjadi anggota

resmi dari kelompok yang diamatinya (Moleong,2000:126).

Metode ini dipergunakan untuk lebih dapat meningkatkan validitas

data.

3. Dokumentasi

Yaitu teknik pengumpulan data yang berasal dari catatan-catatan,

laporan hasil pelaksanaan kegiatan maupun laporan tahunan.

Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah dokumen

yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

6. Validitas Data

Untuk dapat meningkatkan keabsahan data yang diperoleh

selama proses penelitian ini akan digunakan teknik triangulasi data.

Teknik triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data

dengan memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk

pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Ada empat

macam triangulasi yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan

sumber/data, metodologis, penyidik, dan teoritis (Moleong:2000:178)

Dalam penelitian ini jenis triangulasi yang digunakan adalah

triangulasi dengan sumber/data dan triangulasi metodologis.

Triangulasi dengan sumber berarti peneliti menggunakan sumber data

yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sama dengan tujuan

untuk memberikan kebenaran dan untuk memperoleh kepercayaan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

terhadap suatu data. Triangulasi metodologis berarti dalam

mengumpulkan data pada saat tertentu peneliti menggunakan metode

wawancara, disaat lain menggunkan metode observasi atau

dokumentasi, sehingga data yang diperoleh semakin terpercaya.

7. Teknik Analisis Data

Peneliti menggunakan teknik analisis data dengan teknik

analisa interaktif. Model analisis interaktif adalah model analisis yang

menyatu dengan proses pengumpulan data dalam satu siklus. Adapun

langkah-langkah analisis tersebut diuraikan sebagai berikut :

a. Pengumpulan data

Langkah pengumpulan data ini sesuai dengan teknik pengumpulan

data yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu terdiri dari wawancara,

observasi, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan selama

data yang diperlukan belum memadai dan akan dihentikan apabila

data yang diperlukan telah memadai.

b. Reduksi data

M.B Milles dan A.Michael Huberman (1992:16), Reduksi data

diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyerderhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar

yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Dengan

demikian, reduksi data merupakan bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan dan mengarahkan, membuang yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

tidak perlu, dan mengorganisir data sehingga dapat diambil

kesimpulan terakhir.

c. Penyajian data

Inti dari penyajian data adalah mengorganisir informasi secara

sistematis untuk mempermudah peneliti dalam menggabungkan

dan merangkai keterikatan antar data dalam meyusun

penggambaran proses dan fenomena yang ada pada obyek

penelitian. Dengan melihat penyajian data, akan dapat dipahami

apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan

atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut.

d. Penarikan kesimpulan/Verifikasi

Yaitu mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola,

penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab

akibat dan proposisi. Kesimpulan juga diverifikasi selama

penelitian berlangsung. Singkatnya, makna yang muncul dari data

harus diuji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya, yakni

yang merupakan validitasnya. Aktivasi itu digambarkan sebagai

berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Gambar 2

Model Analisis Interaktif

Pengumpulan data

Reduksi data Penyajian data

Penarikan kesimpulan

(Sumber : HB.Sutopo 2002:96)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Negeri 2 Delanggu

1. Letak Geografis

SMP Negeri 2 Delanggu terletak di desa Sribit, Kecamatan Delanggu,

Kabupaten Klaten. SMP ini berada di tengah pedesaan, jarak dari pusat

kecamatan Delanggu 5 km kearah utara. SMP ini cukup mudah dijangkau

dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum karena letaknya strategis.

Bangunan SMP Negeri 2 Delanggu terbagi menjadi dua bagian, yaitu utara

dan selatan dipisahkan oleh jalan desa Sribit.

Adapun batas-batas wilayah SMP Negeri 2 Delanggu yaitu disebelah

utara berbatasan dengan perumahan penduduk, disebelah barat berbatasan

dengan jalan utama antar desa, disebelah timur berbatasan dengan perumahan

penduduk, sebelah selatan berbatasan dengan jalan Sribit. SMP Negeri 2

Delanggu terletak ditengah pemukiman padat penduduk. Meskipun letaknya

berada cukup jauh dari jalan raya tetapi masih mudah dijangkau dengan

kendaraan. Letak SMP Negeri 2 Delanggu tidak pada pusat keramaian seperti

mall, swalayan, tempat hiburan, terminal,dll tetapi dekat dengan obyek wisata

commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

yang cukup terkenal di Kabupaten Klaten yaitu wisata air Cokro dan Janti.

Sehingga termasuk salah satu daerah dengan tingkat mobilitas cukup tinggi.

2. Sejarah Singkat berdirinya SMP Negeri 2 Delanggu

SMP Negeri 2 Delanggu mulai berdiri pada tahun 1964. Proses

pembangunan dan perijinan selama tiga tahun dan pada tahun 1967 mulai

beroperasi. Dahulunya SMP Negeri 2 Delanggu adalah SMEP (Sekolah

Menengah Ekonomi Pertama). Kemudian pada tahun 1976 diubah menjadi

SMP (Sekolah Menengah Pertama) sesuai dengan SK dari Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI.

3. Visi dan Misi SMP Negeri 2 Delanggu

a. Visi

- Beriman dan Bertaqwa

- Santun dalam berperilaku

- Maju dalan prestasi

b. Misi

- Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang

dianut secara etika moral sehingga menjadi sumber kearifan dan

kesantunan baik dalam bahasa maupun dalam bertindak

- Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga

setiap siswa dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai

dengan potensi yang dimiliki

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

4. Sistem Organisasi SMP Negeri 2 Delanggu

Sistem organisasi sekolah menganut sistem yang diterapkan oleh

Dinas Pendidikan Nasional, yang masing-masing mempunyai tugas sebagai

berikut :

a. Kepala Sekolah

Sebagai Kepala Sekolah, berfungsi dan bertugas sebagai Edukator,

Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator

(EMASLIM)

- Kepala Sekolah sebagai edukator bertugas melaksanakan proses

pembelajaran secara efektif dan efisien. Dan melaksanakan tugas

lain yang diberikan oleh atasan kepala dinas sesuai dengan bidang

tugasnya.

- Kepala Sekolah selaku manajer mempunyai tugas menyusun

perencanaan, mengorganisasikan kegiatan, melakukan evaluasi

terhadap kegiatan, menentukan kebijaksanaan, mengadakan rapat,

mengambil keputusan, mengatur proses belajar mengajar,

mengatur administrasi (ketatausahaan siswa, ketenagaan, sarana

prasarana, keuangan), mengatur OSIS, mengatur hubungan

sekolah dengan masyarakat dan instansi terkait.

- Kepala Sekolah selaku administrator bertugas menyelenggarakan

administrasi, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pengkoordinasian, pengawasan, kurikulum, kesiswaan,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

ketatausahaan, ketenagaan, kantor, keuangan, perpustakaan,

laboratorium, ruang ketrampilan dan kesenian, bimbingan dan

konseling, UKS, OSIS, media, gudang dan K7.

- Kepala Sekolah selaku supervisor bertugas menyelenggarakan

supervise terhadap semua kegiatan diatas.

- Kepala Sekolah selaku leader bertugas sebagai teladan di dalam

segala aspek kepemimpinan, mengambil keputusan, dengan cepat

dan tepat, mampu memberi pujian bagi yang berhasil, mampu

memberi sanksi bagi yang salah.

- Kepala Sekolah selaku inovator bertugas memciptakan iklim kerja

yang sejuk di sekolah, menciptakan lingkungan yang asri,

menciptakan panca tertib.

- Kepala Sekolah selaku motivator bertugas mendorong guru,

karyawan, dan siswa, agar lebih berprestasi.

b. Wakil Kepala Sekolah

Tugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas-tugas kepala

sekolah yang didelegasikan kepadanya. Pada SMP Negeri 2 Delanggu,

memiliki seorang wakil kepala sekolah dengan dibantu empat orang wakil

kepala sekolah yang mempunyai fungsi berbeda. Tugas wakil kepala

sekolah, yaitu sebagai berikut :

- Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum tugasnya adalah

menyusun program pengajaran, menyusun pembagian tugas guru


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

dan jadwal pelajaran, menyusun jadwal dan pelaksanaan ulangan

umum dan ujian akhir, menerapkan kriteria naik atau tidak naik

dan kriteria kelulusan, mengatur jadwal penerimaan buku laporan

hasil belajar dan ijasah, mengkoordinir dan mengarahkan

penyusunan satuan pelajaran, membina kegiatan MGMP, membina

kegiatan-kegiatan bidang akademis.

- Wakil Kepala Sekolah bagian kesiswaan tugasnya adalah

menyusun program pembinaan kesiswaan (OSIS), melaksanakan

bimbingan, pengarahan dan pengendalian kegiatan siswa/OSIS

dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah, serta

pemilihan pengurus OSIS, membina pengurus OSIS dalam

berorganisasi, menyusun jadwal dan program pembinaan siswa

secara berkala dan insidental, membina dan melaksanakan 7K,

menyusun kegiatan ekstrakurikuler, menyusun laporan

pelaksanaan kegiatan siswa secara berkala.

- Wakil Kepala Sekolah bagian hubungan masyarakat tugasnya

adalah, mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah

dengan orang tua/wali siswa, membina hubungan sekolah dengan

komite sekolah, membina pengembangan hubungan antara sekolah

dengan lembaga pemerintah, dunia usaha dan lembaga sosial lain,

menyusun laporan pelaksanaan hubungan masyarakat secara

berkala.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

- Wakil Kepala Sekolah urusan sarana dan prasarana tugasnya

adalah menyusun rencana kebutuhan sarana dan prasarana,

pengelola pembiayaan alat-alat pengajaran, menyusun laporan

pelaksanaan urusan sarana dan prasarana secara berkala.

c. Wali Kelas

Tugas Wali Kelas adalah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan

sebagai berikut :

- pengelolaan kelas

- penyelenggaraan administrasi kelas

- penyusunan pembuatan statistik bulanan siswa

- pengisian daftar kumpulan nilai siswa (Legger)

- pembuatan catatan khusus tentang siswa

- pencatatan motivasi siswa

- pengisian buku laporan hasil belajar

- pembagian buku laporan hasil belajar

d. Guru

Guru bertanggung jawab kepada kepala sekolah dan mempunyai tugas

melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Tugas

dan tanggung jawab guru meliputi :

- membuat program pengajaran

- melaksanakan kegiatan pembelajaran

- menyusun dan analisis instrumen penilaian


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

- menyusun dan melaksanakan program remidiasi dan pengayaan

- mengisi daftar nilai siswa yang dilaporkan kepada orang tua/wali

siswa

- mengadakan pengembangan bidang pengajaran yang menjadi

tanggung jawabnya

- mengikuti kegiatan pengembangan dan pemasyarakatan kurikulum

- melaksanakan tugas tertentu dari sekolah

- membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar masing-masing

kelas

- meneliti daftar hadir siswa yang mengikuti mata pelajarannya

e. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru Bimbingan dan Konseling membantu kepala sekolah dalam

kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

- menyusun program pelaksanaan bimbingan dan konseling

- melakukan koordinasi dengan wali kelas dalam rangka mengatasi

masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tentang kesulitan

belajar

- memberikan layanan bimbingan kepada siswa agar lebih

berprestasi dalam kegiatan belajar

- memberikan saran dan pertimbangan kepada siswa dalam

memperoleh gambaran tentang lanjutan pendidikan dan lapangan

pekerjaan yang sesuai


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

- mengadakan penilaian pelaksanaan bimbingan dan konseling

- melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar

- menyusun dan melaksanakan program tindak lanjut bimbingan dan

konseling

- mengikuti musyawarah guru pembimbing

- menyusun laporan pelaksanaan bimbingan dan konseling

Sistem organisasi diatas digambarkan secara ringkas dalam bagian gambar

Gambar 3
Struktur Organisasi SMP Negeri 2 Delanggu Tahun 2009/2010

Kepala Sekolah

Komite Sekolah Kepala Tata Usaha

Wakil Kepala Sekolah

Urusan Urusan Urusan Urusan


Kurikulum Kesiswaan Sarana/Prasarana Kemasyarakatan

Laboratorium Perpustakaan

Wali Kelas
Koordinator BP/BK Guru

SISWA

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa

a. Keadaan Guru

Jumlah Guru pada tahun 2009/2010 yaitu terdiri dari 59 orang, terdiri dari:

- Guru Tetap (PNS/CPNS) : 43 orang

- Guru Honor : 16 orang

perlu diketahui bahwa keadaan guru di SMP Negeri 2 Delanggu ini selalu

berubah-ubah karena guru tidak tetap yang dinyatakan lulus ketika

mengikuti tes calon pegawai negeri sipil yang dinyatakan lulus

ditempatkan di lain daerah, sehingga SMP Negeri 2 Delanggu mencari

tenaga guru pengganti.

b. Keadaan Karyawan

Karyawan SMP Negeri 2 Delanggu berjumlah 12 orang terdiri dari 1

karyawan TU dan 11 orang tenaga honorer.

c. Keadaan Siswa

Siswa SMP Negeri 2 Delanggu pada tahun ajaran 2009/2010 berjumlah

708, yang terdiri dari 372 laki-laki dan 336 perempuan. Lebih lengkapnya

dapat dilihat pada tabel berikut :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

Tabel 1
Distribusi Siswa SMP Negeri 2 Delanggu
Tahun Ajaran 2009/2010
No. Kelas L P Jumlah
1 VII A 21 18 39
2 VII B 19 19 38
3 VII C 20 18 38
4 VII D 20 18 38
5 VII E 20 18 38
6 VII F 17 21 38
Jumlah 117 112 229
7 VIII A 23 18 41
8 VIII B 22 20 42
9 VIII C 22 17 39
10 VIII D 20 16 36
11 VIII E 17 21 38
12 VIII F 22 17 39
Jumlah 126 111 237
13 IX A 22 18 40
14 IX B 20 20 40
15 IX C 22 17 39
16 IX D 22 20 42
17 IX E 23 17 40
18 IX F 20 21 41
Jumlah 129 115 244
Jumlah
Seluruhnya 372 336 708

Sumber : Monografi SMP N 2 Delanggu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

6. Sarana dan Prasarana Penunjang

SMP Negeri 2 Delanggu mempunyai sarana dan prasarana untuk

penunjang kegiatan sekolah sebagai berikut :

- Ruang Kelas : 18

- Ruang Laboratorium :1

- Ruang Perpustakaan :1

- Ruang Lab. Komputer :1

- Ruang Multimedia :1

- Ruang Aula :1

- Ruang UKS :1

- Ruang Koperasi :1

- Ruang BP/BK :1

- Ruang OSIS :1

- Ruang Pramuka :1

- Ruang Agama :1

- Ruang Kepala Sekolah :1

- Ruang Guru :1

- Ruang Tata Usaha :1

- Ruang Tamu :1

- Ruang Kamar Mandi/WC : 5

- Masjid/Mushola :1

- Kantin :2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

- Gudang :1

- Tempat Parkir :3

- Lapangan Basket :1

- Lapangan Tenis :1

- Lapangan Sepak Bola :1

7. Kegiatan Ekstrakurikuler

Untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam pendidikan, SMP

Negeri 2 Delanggu mengadakan berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler.

Kegiatan ini dilaksanakan diluar jam sekolah dengan tujuan menambah

pengetahuan yang tidak terdapat dalam pelajaran sekolah. Kegiatan

ekstrakurikuler di SMP Negeri 2 Delanggu antara lain :

a) OSIS

OSIS merupakan organisasi siswa yang ada di SMP maupun SMA.

OSIS merupakan satu-satunya organisasi yang boleh bergerak

didalam/diluar sekolah yang mengatas namakan sekolah yang

bersangkutan. Tujuan OSIS antara lain :

- Mempersiapkan siswa menjadi kader penerus bangsa dan

pembangunan nasional dengan memberi bekal ketrampilan,

kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotism,

kepribadian dan budi pekerti.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

- Melibatkan semua siswa dalam proses kehidupan

berbangsa, bernegara serta melaksanakan pembangunan

nasional.

- Membina siswa berorganisasi untuk pembinaan

kepemimpinan.

b) Pramuka

Pramuka merupakan aktivitas yang membina remaja untuk

menjadi insan yang suka menolong, tulus hati dan ramah tamah.

Dari pernyataan diatas bahwa siswa yang menjadi anggota

pramuka dilatih untuk menjadi insan yang cinta sesama dan takwa

kepada Tuhan YME. Sedangkan materi yang diberikan lebih

menekankan pada kepemimpinan dan kedisiplinan. Sehingga, bagi

siswa tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter

siswa itu sendiri

c) Olah Raga

Kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga antara lain basket, bulu

tangkis, sepak bola. Kegiatan dilakukan sesuai dengan jadwal yang

sudah ditentukan. Siswa diberi waktu khusus untuk

mengembangkan bakat dibidang olahraga diluar mata pelajaran

olahraga pada jam sekolah. Mayoritas siswa yang ikut

ekstrakurikuler olahraga adalah karena hobi dan ingin mengasah

kemampuannya dibidang olahraga. Tak jarang diadakan kompetisi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

atau perlombaan antar sekolah. Sehingga selain menguntungkan

siswa, ektrakulikuler olahraga dapat menambah prestasi sekolah

dengan menjuarai kompetisi atau perlombaan

d) Kesenian

Terdiri atas seni tari dan seni musik. Kebanyakkan peminatnya

adalah siswa-siswi yang memiliki bakat sesuai bidangnya masing-

masing. Karena, dalam wadah kegiatan ekstrakurikuler seni inilah

mereka dapat mengolah sekaligus mematangkan bakat yang

dimiliki.

B. Gambaran Khusus SMP Negeri 2 Delanggu

1. Tata Tertib SMP Negeri 2 Delanggu

Tata tertib SMP Negeri 2 Delanggu disusun oleh Badan yang

dinamakan Satuan Tugas Pelaksana Kegiatan Kesiswaan (STP2K). STP2K

berada dibawah koordinasi Wakasek bidang kesiswaan. STP2K yang ada di

SMP Negeri 2 Delanggu berjumlah 7 orang. Adapun tugas-tugasnya adalah

mendeteksi kerawanan sekolah sedini mungkin, memantau pelaksanaan tata

tertib sekolah, memberikan peringatan dan pembinaan kepada siswa yang

melanggar tata tertib sekolah, mengadakan koordinasi dengan wali kelas/BK,

mengadakan koordinasi dengan aparat keamanan. Berikut ini merupakan

jenis-jenis pelanggaran. Tata tertib beserta bobot sanksi yang diberlakukan

bagi siswa SMP Negeri 2 Delanggu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

Tabel 2

JENIS DAN SKOR PELANGGARAN SISWA-SISWI

SMP NEGERI 2 DELANGGU

No. JENIS PELANGGARAN SKOR


I Aspek Kelakuan
A 1. Menikah, hamil atau berbuat zina 100
2. Pencurian dengan pemberatan dan atau tindak pidana lainnya
yang memiliki kekuatan hukum yang tepat 100
3. Menyimpan atau menggunakan NAZA (Narkotika, Zat 100
Adiktif lainnya, Ganja, Shabu-shabu, Obat daftar G)
4. Menganiaya Guru atau Karyawan
5. Berkelahi dengan sekolah lain 100
6. Bertindak Asusila/Abnormal yang mencemarkan nama baik 50
sekolah
7. Berkelahi dengan melibatkan orang luar 25
8. Menyimpan membawa dan atau meminum-minuman keras 25
baik di dalam maupun diluar sekolah, selama masih 25
menggunakan seragam sekolah
9. Berpacaran dan tidak senonoh 25

B 1. Berkelahi/tawuran di kelas dalam satu sekolah 50


2. Membawa, menyimpan dan atau memperlihatkan segala
sesuatu yang bersifat pornografi 25
3. Menganiaya sesama teman 25
4. Membawa senjata tajam yang membahayakan (dipergunakan
tidak semestinya). 40
5. Menyimpan dan atau merokok di lingkungan sekolah 20

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

6. Melakukan praktek premanisme/pemerasan terhadap sesama


teman, baik satu atau beda sekolah 25
7. Mencuri di lingkungan sekolah dan sekitarnya 50
8. Berjudi di lingkungan sekolah/di luar sekolah selama masih 25
menggunakan seragam sekolah

C 1. Melakukan penipuan dan atau memalsukan tanda tangan surat


atau dokumen sekolah 50
2. Merusak sarana/prasarana sekolah 25
3. Melompat pagar atau jendela 25
4. Pelecehan, menentang, mengumpat dan berkata kotor 25
terhadap Guru atau Karyawan
5. Naik sepeda di halaman sekolah 10

D 1. Pelecehan, mengumpat, dan berkata kotor sesama teman 10


2. Membuat coretan pada sarana/prasarana sekolah (meja, kursi,
tembok,dll) 10
3. Bermain di tempat parker kendaraan/sepeda dan atau tempat
lain yang tidak pada tempatnya 10
4. Membawa sepeda motor ke sekolah 5
5. Tidak boleh membawa HP ( jika diketahui akan disita dan
yang berhak meminta kembali adalah orang tua) 20

II Aspek Kerajinan
A 1. Meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan (Membolos) 10
2. Tidak masuk sekolah tanpa keterangan 10
3. Tidak mengikuti Upacara bendera yang diwajibkan oleh 10
sekolah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

B 1. Datang terlambat di sekolah dengan alasan yang tidak tepat


atau tidak dapat dipertanggung jawabkan 10
2. Mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas 5
3. Tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan oleh sekolah 5
4. Tidak mengikuti Sholat Jamaah 5

III Aspek Kerapian


A 1. Siswa putra memakai anting, kalung, dan aksesories wanita 5
lainnya
2. Siswa putri menggunakan make-up dan atau perhiasan yang 5
berlebihan atau tidak pantas
3. Potongan rambut tidak rapi/gondrong dan tidak pantas 5
(disemir, dicat, dikliwir)
4. Menggunakan pakaian sekolah/seragam yang tidak sesuai 10
denga ketentuan yang berlaku
B 1. Kelengkapan pakaian seragam kurang, antara lain: atribut, 10
kaos kaki, ikat pinggang, sepatu hitam bertali (khusus topi
pada saat Upacara)
2. Menempatkan sepeda tidak pada tempatnya 5
3. Bersepatu tanpa kaos kaki dan atau kaos kaki kurang dari 10
cm diatas mata kaki 10
4. Membuat kotor kelas dan atau membuang sampah tidak pada
tempatnya 5
5. Makan dikelas pada waktu KBM 5
6. Pada jam sekolah memakai jaket, topi/peci. 5

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

Tabel 3

JUMLAH SKOR DAN SANKSI PELANGGARAN

No. Jumlah Skor Tindakan Jenis Sanksi


1 0 25 Teguran Lisan Pembinaan Siswa
2 25 50 Sanksi I Peringatan Lisan kepada Siswa dan Orang tua
3 51 65 Sanksi II Peringatan Lisan II
4 66 80 Sanksi III Peringatan tertulis kepada siswa/Orang tua
5 81 100 Sanksi IV Dikeluarkan
Sumber : buku pengembangan sekolah SMP N 2 Delanggu
Dengan demikian Tata tertib yang diberlakukan di SMP N 2 Delanggu

tersebut diatas dapat dikatakan sudah tegas dalam memberikan sanksi-sanksi terhadap

pelanggaran yang dilakukan pelajar selama menjadi siswa pada sekolah tersebut.

Sehubungan dengan penelitian ini, sanksi yang diberlakukan bagi siswa pelanggaran

pada aspek kerajinan, khususnya membolos akan diberikan skor sebesar 10. Masih

terkait dengan masalah pada aspek kerajinan yaitu antara lain tidak masuk sekolah

tanpa keterangan dan tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan merupakan

pelanggaran yang sering dilakukan oleh siswa. Peraturan tersebut dibuat sebagai

upaya penyeragaman nilai Budi Pekerti di SMP se Kabupaten Klaten, sedangkan

tindak lanjut pemberian sanksi diserahkan sepenuhnya kepada sekolah disesuaikan

dengan keadaan sekolah.

2. Penerapan kedisiplinan siswa di SMP Negeri 2 Delanggu

Berdasarkan penelitian dilokasi, kedisiplinan sudah diterapkan di SMP

Negeri 2 Delanggu. Di sekolah ini siswa berinteraksi dengan guru yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan guru

yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dampaknya bisa

melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang

ditampilkan guru pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan

siswa di sekolah. Guru BK (Bimbingan dan Konseling) mempunyai peran

penting dalam pembentukan perilaku disiplin siswa, yaitu dengan

memberikan layanan bimbingan dan konseling, dengan mempunyai jadwal

khusus seperti mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa

Inggis, Fisika, dll. Selain melalui Guru BK, pendidikan tentang kedisiplinan

dapat diberikan oleh guru mata pelajaran dengan cara disisipkan pada

kegiatan belajar mengajar (KBM), disiplin dalam proses belajar mengajar,

setiap siswa akan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan

menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain. Sehingga siswa

dapat menghindarinya atau dapat membedakan antara perilaku disiplin dan

yang tidak disiplin.

3. Penyimpangan terhadap peraturan sekolah

Penyimpangan dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak berhasil

menyesuaikan dengan norma-norma di masyarakat, artinya penyimpangan

tersebut terjadi jika seseorang tidak mematuhi patokan yang sudah ada.

Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah, tidak akan lepas

dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolah. Dalam

penelitian ini, dapat diketahui bahwa penyimpangan terhadap peraturan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

sekolah, sering dilakukan oleh sebagian besar siswa. Mulai dari pelanggaran

ringan pada aspek kerapian, yaitu atribut sekolah yang tidak lengkap. Dapat

dicontohkan pada saat upacara bendera, ada siswa yang tidak memakai topi.

Dan hampir tiap hari ada siswa yang memperoleh skor pelanggaran berkenaan

kelengkapan atribut, misalnya tidak memakai ikat pinggang, sepatu tidak

hitam bertali, dan tidak memakai kaos kaki. Pelanggaran pada aspek kerajinan

juga sering dilakukan, khususnya pada penelitian ini adalah perilaku

membolos. Membolos disini termasuk tidak masuk sekolah tanpa keterangan,

datang terlambat dengan alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,

meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan, dan tidak mengikuti kegiatan

yang diwajibkan sekolah, misalnya upacara bendera, SKJ, dan Pramuka.

Penyimpangan terhadap peraturan dan tata tertib yang dilakukan oleh siswa

mendapatkan tindak lanjut berupa pemberian skor pelanggaran dan

pembinaan terhadap siswa yang melanggar peraturan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Membolos biasa dilakukan siswa pada saat jam pelajaran, jam terakhir

pelajaran, atau pada mata pelajaran tertentu yang kurang disukai oleh siswa, atau

bahkan satu hari penuh. Selain hal tersebut, tidak mengikuti kegiatan sekolah

seperti SKJ, Upacara, PRAMUKA dan kegiatan sekolah yang lain juga termasuk

tindakan membolos. Siswa beranggapan bahwa membolos adalah hal yang

menyenangkan, bahkan ada yang menganggap sekolah tanpa membolos tidak

menyenangkan dan dianggap kurang gaul. Dampak dari keluarga yang kurang

harmonis dan pengaruh teman sebaya yang negatif membuat siswa semakin

terjerumus untuk melakukan tindakan yang melanggar peraturan atau norma yang

ada di sekolah. Pada penelitian ini, penulis memfokuskan ke dalam empat pokok

bahasan sesuai rumusan masalah bahasan yaitu latar belakang siswa membolos,

dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos, bagaimana pola asuh orang

tua, dan pengaruh kelompok sebaya yang negatif.

A. Profil Responden

Dalam penelitian ini diambil sepuluh responden sebagai sumber data yang

sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Karena penelitian ini tentang

perilaku membolos siswa di SMP Negeri 2 Delanggu, Kabupaten Klaten, maka

responden tersebut adalah siswa yang sering membolos. Responden dalam

penelitian ini ditentukan bagi mereka yang berusia 13-21 tahun. Mengingat

pengertian anak dalam Undang-undang No 4 tahun 1979, anak adalah mereka


commit to user
yang berumur sampai 21 tahun. Dengan pertimbangan pada usia tersebut, terdapat

58
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

berbagai masalah dan krisis diantaranya; krisis identitas, kecanduan rokok,

kenakalan karena tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah, konflik mental dan

terlibat perkelahian di sekolah. Sama yang terjadi di SMP Negeri 2 Delanggu.

Responden berjumlah sepuluh siswa yang terdiri dari empat orang siswa berusia

13 tahun, lima siswa berusia 14 tahun dan hanya satu responden yang sudah

berusia 16 tahun, ini karena siswa tersebut pernah tidak naik kelas sewaktu

sekolah di Sekolah Dasar (SD). Responden penelitian ini terdiri dari enam siswa

kelas VII (tujuh) dan empat siswa kelas VIII (delapan). Pada penelitian ini,

perbandingan responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan

adalah 4:1. Dengan demikian diketahui bahwa siswa laki-laki lebih banyak

jumlahnya yang membolos dari pada siswa perempuan. Delapan siswa laki-laki

dari kelas VII dan kelas VIII. Dua orang siswa perempuan dari kelas VII. Ada

perbedaan saat melakukan perkenalan antara responden dan peneliti pada

wawancara pertama kali. Siswa laki-laki banyak yang pendiam dan dari raut

wajahnya tidak ada kesan bahwa dia anak nakal atau sering membolos. Mereka

terlihat sangat lugu dari gaya bicaranya, tapi kadang mereka terlihat agak enggan

atau sungkan untuk menjawab pertanyaan, bukan berarti mereka tidak memahami

pertanyaan tetapi memang perlu kesabaran dalam wawancara dengan mereka.

Berbeda dengan siswa perempuan, mereka bisa dikatakan lebih terbuka saat

wawancara dan sangat antusias dalam menjawab pertanyaan. Untuk lebih

jelasnya,data responden sebagai berikut :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

1. Akh (13 tahun)

Akh adalah siswa kelas VIIC, merupakan anak terakhir dari lima

bersaudara. Akh masih tinggal bersama kedua orang tuanya yang berada di

Desa Tegalsari, Delanggu. Tiap harinya Akh berangkat ke sekolah bersama

teman-temannya naik sepeda dan di titipkan di belakang sekolah. Dia

termasuk siswa yang sering mendapat masalah disekolah. Menurut penuturan

sebagian guru, dia sering membuat gaduh saat pelajaran dan suka

mengganggu teman saat pelajaran berlangsung. Penampilan Akh tidak rapi

dengan rambut berwarna kemerahan. Akh sering membolos sejak awal kelas

satu, dia membolos ke tempat penitipan sepeda di belakang sekolah bersama

teman-temannya.

2. Dim (13 tahun)

Dim adalah siswa kelas VIIA, merupakan siswa yang cenderung pendiam

dangan penampilan yang kalem. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Ayah Dim sudah meninggal dunia, sehingga ibunya menjadi single parent dan

sekaligus tulang punggung keluarga sebagai pekerja serabutan di warung

makan lesehan di malam hari. Setiap harinya Dim berangkat ke sekolah

dengan berjalan kaki yang cukup jauh. Atau kadang dia juga membonceng

teman yang kebetulan bertemu dia di jalan. Dia temasuk siswa yang jarang

bermasalah dan orang tuanya jarang dipanggil ke sekolah. Dim mengaku

sering membolos karena sewaktu neneknya sakit, dia yang menjaganya

dirumah. Sehingga dia sebenarnya terpaksa membolos karena tidak mendapat

boncengan ke sekolah. Karena jika dia pulang kerumah kembali, akan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

dimarahi oleh ibunya, sehingga dia menghabiskan waktu untuk membolos di

rental playstation di dekat SMP Negeri 1 Delanggu.

3. Agu (14 tahun)

Agu adalah siswa kelas VIIC, dia teman sekelas dan juga teman se-gangs

Akh. Menurut penuturan teman-teman dalam gang, Agu merupakan pimpinan

gangs, atau boss karena sering memberi rokok pada temannya. Tiap hari Agu

mendapat uang saku sepuluh ribu rupiah. Separuh uang digunakan untuk

membeli bensin, karena dia naik motor ke sekolah. Agu mengaku sering

membolos karena malas ikut pelajaran, dan dia juga mengatakan pernah

dicubit oleh guru saat tidak memperhatikan pelajaran. Agu sering membolos

di tempat playstation yang berada di belakang sekolah. Dia membolos

bersama teman-teman satu gang ataupun dengan teman-teman yang berasal

dari sekolah lain.

4. Fer (16 tahun)

Fer adalah siswa kelas VIIIA, dia merupakan siswa yang kerap membolos

dan juga sering membuat masalah di sekolah. Menurut penuturannya sendiri,

dia kerap memalak adik kelasnya, meminta sejumlah uang secara paksa

dengan mengancam. Uang tersebut dia gunakan untuk membolos bersama

anggota gangsnya. Dari penampilan fisiknya, Fer terllihat sangat urakan dan

tidak rapi. Rambut yang dicat merah dan menggunakan tindik di telinga

kanannya. Dia tidak tinggal bersama orang tuanya, karena orang tuanya sibuk

bekerja dan dia tinggal bersama paman dan neneknya. Dia naik motor ke

sekolah bersama temanya dan motor tersebut dititipkan di belakang sekolah.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

5. Dwi (14 tahun)

Dwi adalah siswa kelas VIIIA, dia adalah teman sekelas dari Fer. Dwi

kerap membolos bersama Fer karena dia merupakan teman satu gang. Dwi

tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakaknya. Dwi berangkat ke sekolah

berdua dengan Fer naik sepeda motor, dan sepeda motor tersebut dititipkan

dibelakang sekolah. Setiap hari Dwi mendapat uang saku lima ribu rupiah, dan

dia mengaku menghabiskan semua uang sakunya untuk membeli rokok.

Padahal ayah Dwi melarangnya untuk merokok, sehingga bila ketahuan

merokok, dia pasti akan dipukuli oleh ayahnya tersebut, begitu penuturan

Dwi. Orang tua Dwi sering mendapat surat panggilan dari sekolah berkenaan

dengan kasus membolos tersebut. Karena terlalu sering mendapat masalah

disekolah, Dwi menuturkan bahwa orang tuanya sampai malu datang ke

sekolah.

6. Dew (14 tahun)

Dew adalah siswi kelas VIIE, dia merupakan salah satu responden

perempuan yang paling parah dalam kasus membolos. Karena sudah sangat

melampaui batas maksimal skor pelanggaran, dan semestinya sudah

dikeluarkan oleh pihak sekolah. Karena sekolah mempertimbangan banyak

hal, maka sekolah masih memberi kesempatan siswi tersebut untuk

memperbaiki sikap. Dew tinggal bersama kedua orang tuanya dan seorang

adiknya. Kondisi keluarga yang kurang harmonis yang menjadi penyebab

Dew menjadi malas masuk sekolah, karena dia mengaku keluarganya sering

ada masalah. Dia mengaku kalau ayahnya sering marah-marah dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

memukulinya, sehingga secara tidak langsung akan berakibat pada kondisi

psikologinya. Dew membolos bersama teman-teman dekatnya ke tempat

wisata Cokro dan Janti yang letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah. Selain

kerap mendapat permasalahan karena kebiasaan membolos, Dew juga sering

mendapat masalah berkenaan hubungannya dengan pacarnya, yaitu kasus

perkelahian dan pacaran tidak senonoh disekolah. Ini yang menyebabkan Dew

dicap oleh guru-guru sebagai siswi yang berperilaku tidak sewajarnya

perempuan. Karena dari segi penampilan, dia juga terlihat urakan dan neko-

neko.

7. Shil (13 tahun)

Shil adalah siswi kelas VIIE, dia teman satu kelas dari Dew. Dia juga

merupakan teman dekat dan teman satu gang dari Dew. Shil adalah anak

tunggal, dia tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama

neneknya. Karena dari kecil, dia sudah dititipkan dirumah neneknya. Dengan

alasan yang kurang jelas, neneknya melarang orang tua Shil untuk

mengasuhnya. Ayah dan Ibu Shil tidak tinggal bersama. Sepengetahuan Shil,

ayahnya bekerja menjadi calo di terminal dan ibunya bekerja menjadi

karyawan di sebuah perusahaan swasta. Satu minggu sekali dia bertemu

dengan kedua orang tuanya, walaupun sebentar dan hanya menitipkan uang

jajan untuknya. Sehingga dia sebenarnya merasa kurang mendapat perhatian

dari kedua orang tuanya. Shil sering membolos karena ajakan Dew dan teman-

temanya. Dia biasa membolos ke tempat yang sama dengan Dew. Karena

merupakan teman dekat dari Dew, Shil mengaku sering ikut terseret masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

yang dialami Dew, yaitu masalah yang berhubungan dengan Dew dan

pacarnya. Sebenarnya Shil mempunyai keinginan untuk tidak membolos tapi

pengaruh teman sangatlah kuat.

8. Ren (13 tahun)

Ren adalah siswa kelas VIIC, dia teman sekelas Akh dan Agu. Ren tidak

tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama nenek dan kakeknya.

Kedua orang tuanya bekerja di ibu kota sebagai karyawan di pabrik. Setiap

hari Ren naik sepeda ke sekolah bersama teman-temannya. Ren sering

membolos di penitipan sepeda belakang sekolah dan di sungai yang letaknya

juga di belakang sekolah, karena banyak temannya juga membolos ditempat

tersebut. Ren membolos dari jam pertama, atau dia sengaja tidak masuk ke

kelas mengikuti pelajaran tetapi dia nongkong di penitipan sepeda belakang

sekolah. Teman-teman membolos Ren kebanyakan berasal dari sekolah lain,

ada pula siswa dari SMK atau STM. Selain membolos Ren juga sering

melanggar tata tertib sekolah yang berhubungan dengan kelengkapan atribut

pakaian. Ren juga pernah mengalami kasus perkelahian dengan sekolah lain.

Sebagai wali murid dari Ren yaitu kakek dan nenek Ren kerap dipanggil ke

sekolah.

9. And (14 tahun)

And adalah siswa kelas VIIIB, dari penampilannya And terlihat sangat

tidak rapi, pakaian yang dikenakan sudah lusuh dan tidak bersih. And tidak

tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama kakek dan neneknya.

Orang tuanya dan kakak laki-lakinya merantau di Batam dan hanya pulang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

setahun sekali. Hal ini yang menyebabkan And kurang mendapat perhatian

dari orang tuannya. And membolos ke tempat penitipan sepeda yang sering

disebut candi, letaknya cukup jauh dari sekolah. Disana And membolos

bersama teman-temanya dari sekolah lain dan kebanyakan teman yang sudah

putus sekolah karena dikeluarkan oleh sekolah dan juga beberapa ada yang

tidak bekerja atau pengangguran. Dari sini dapat dilihat bahwa And sudah

salah dalam memilih teman dan secara tidak langsung akan membawa

pengaruh negatif terhadap dirinya.

10. Wah (14 tahun)

Wah adalah siswa kelas VIIIC, merupakan anak tunggal, ayahnya sudah

meninggal sehingga ibunya menjadi single parent, dia tinggal bersama ibu

dan kakeknya. Setiap hari dia berangkat ke sekolah dengan membonceng

temannya naik sepeda motor. Wah sering membolos di tempat persewaan

playstation yang terletak di dekat SMP Negeri 1 Delanggu. Selain jauh dari

sekolah, tempat tersebut sudah menjadi langganannya setiap membolos.

Karena disana banyak teman-teman dari sekolah lain yang juga sedang

membolos. Wah termasuk siswa pendiam dan sedikit mempunyai teman

dekat disekolah, sehingga pada saat membolos dia cenderung membolos

sendirian. Walaupun terlihat pendiam, Wah termasuk nekat dalam

membolos, yaitu dengan memanjat gerbang sekolah ataupun melompat pagar.

Berdasarkan profil responden diatas dapat diketahui bahwa setiap siswa

memiliki background kehidupan yang bermacam-macam, dari keluarga yang

single parent, keluarga yang memiliki banyak anak, ataupun siswa yang tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

tinggal bersama orang tuanya karena orang tua yang bekerja di luar kota. Hal ini

secara tidak langsung memberi pengaruh pada perkembangan diri siswa.

Mayoritas responden adalah siswa laki-laki. Siswa laki-laki cenderung mudah

terpengaruh oleh pergaulan teman-temannya yang bersifat negatif (dalam gang).

B. Latar belakang siswa membolos

Latar belakang siswa untuk membolos terbagi ke dalam dua faktor

yang melatarbelakangi yaitu :

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri.

Dari hasil penelitian di lapangan, sebagian besar responden mengaku

malas mengikuti pelajaran sehingga memilih untuk membolos. Seperti

yang diungkapkan oleh Shil sebagai berikut:

kalo mau mbolos bikin surat ijin dulu, alasannya sakit,trus saya
tanda tangani sendiri. Sebenernya gak sakit tapi cuma males ikut
palajaran, lha gurunya pas hari itu nganyelke kok mbak, mending
bolos aja
(Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Shil)

Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dia untuk membolos,

sebenarnya Shil berangkat sekolah dari rumah, akan tetapi tidak

sampai disekolah. Malas mengikuti pelajaran dikarenakan Shil tidak

menyukai pelajaran dan guru mata pelajaran tersebut. Hal serupa juga

diungkapkan oleh responden lain sebagai berikut:

paling gak suka sama guru Biologi, namanya Bu Senia mbak.


Laha suka njiwiti (mencubit) kok mbak, dikit-dikit dimarahi trus
dijiwit, kalo gak ya disuruh keluar kelas
(Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu)
Pak Sumber (Guru Bahasa Inggris) itu aku gak suka, temen-
temen juga banyak yang commit
gaktosuka,
user kalo lagi ngajar galak banget.
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

Pokoke nganyelke (menyebalkan) gitu mbak, gak sabaran


(Wawancara Selasa 18 Mei 2010, Responden Dew)
Guru dan siswa kurang bekerja sama dalam menciptakan suasana

belajar yang efektif dan tenang. Ada beberapa guru yang ditakuti dan

disegani karena dianggap galak atau killer dalam mengajar. Seperti

yang diungkapkan oleh Agu dan Shil tentang sikap guru mereka yang

dianggap tidak menyenangkan. Karakteristik pribadi dan kompetensi

guru ini sangat berpengaruh terhadap kualitas iklim kelas, proses

pembelajaran di kelas, atau hubungan guru-siswa dikelas, dan pada

akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa.

Sehingga siswa tersebut membolos disebabkan karena tidak nyaman

mengikuti pelajaran dan akhirnya mereka malas berada di kelas pada

jam pelajaran tersebut. Sebaliknya bila guru mempunyai kesan

bersahabat, ramah dan hangat maka siswa akan menyukai pelajaran

yang diberikan guru tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Dew dan

Dwi di bawah ini :

aku seneng sama Bu Ratmi (Guru Bahasa Indonesia) mbak, ya


dia sabar banget, kadang lucu juga. Dia itu tahu perkembangan anak
didiknya gitu mbak gak kayak guru yan lain, jadi enak aja
(Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew)
pelajaran Bahasa Indonesia yang paling gampang (mudah)
mbak, Gurunya Bu Marni, sabar dan enak gak pernah marah-marah
kayak yang lain, nilai saya ya lumayanlah mbak
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Dwi)
Belum mengerjakan tugas atau PR (Pekerjaan Rumah)

Selain karena faktor malas, siswa membolos dikerenakan belum

mengerjakan tugas atau PR(Pekerjaan Rumah) yang harus diperiksa

pada hari tersebut. Mereka takut akan mendapat hukuman dari guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

karena tidak mengumpulkan tugas atau PR(Pekerjaan Rumah) mereka.

Berikut penuturan Akh:

ya aku sering gak ngerjain pr kok mbak, takut dimarahin nanti


kalo nggak ngumpulin, jadi aku mbolos aja pas pelajaran itu
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Akh)
Guru memberikan tugas kepada siswa dengan tujuan supaya siswa

belajar dimalam harinya. Sehingga pada pertemuan berikutnya, tugas

tersebut dapat dikoreksi bersama-sama. Tetapi responden penelitian

tersebut mengaku sering tidak mengerjakan PR karena dia tidak

mengetahui ada PR. Hal itu disebabkan karena dia sering membolos

sehingga ketinggalan pelajaran sekaligu tidak mengetahui ada tugas

atau PR yang diberikan oleh guru.

dulu kalo mbolos itu gak dapet boncengan temen, mau pulang
kerumah lagi nanti dimarahi ibu ya saya mending ke PS(playstation)
sampe jam pulang sekolah. Biasanya PS deket SMP 1 Delanggu
mbak (Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim)
Dim tidak memiliki alat transportasi sendiri, alat tranportasi yang

dimaksud adalah sepeda. Biasanya dia membonceng teman yang

kebetulan melintas di depan rumahnya. Sehingga bila dia tidak

mendapat boncengan, maka dia akan membolos. Karena jarak antara

sekolah dan rumahnya sangat jauh. Dia mengaku bahwa orang tuanya

tidak mampu membelikan sepeda karena untuk mencukupi kebutuhan

sehari-hari sudah pas-pasan. Ibu Dim adalah orang tua tunggal atau

single parent yang menjadi tulang punggung keluarga. Seperti yang

diungkapkan oleh Dim, sebagai berikut :

ayah sudah meninggal mbak, waktu saya masih SD. Ibu kerja di
warung bebek (warung makan) gitu mbak, ikut mbantu-mbatu disana.
commit
Brangkat kerja kalo malem to pulangnya
trus user pagi. Jadi kalo malem saya
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

di rumah cuma sama nenek trus adik saya yang masih kecil
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim)
Dim adalah siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, dan

termasuk dalam keluarga yang single parent, ayahnya sudah

meninggal dan dia tinggal bersama ibu, nenek, kakak dan adiknya

yang masih kecil. Ibunya bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-

hari dengan membantu berjualan di warung makan.

Ada pula responden yang membolos karena mempunyai masalah

dalam keluarganya. Dew sering membolos pada saat awal masuk

sekolah. Dalam waktu seminggu dia hanya masuk satu sampai dua kali

saja. Dia mengaku tidak mau masuk sekolah dan hanya di rumah saja.

Sebelum bersekolah di SMP Negeri 2 Delanggu, Dew menuntut ilmu

di sebuah pondok pesantren atas kehendak ayahnya. Tetapi Dew

merasa tidak betah berada di asrama sehingga dia meminta

dipindahkan. Kemudian dia masuk ke SMP Negeri 2 Delanggu juga

atas kehendak ayahnya. Dew merasa selalu diatur dan harus menuruti

kehendak ayahnya. Sebagai bentuk protes kepada ayanhya tersebut, dia

tidak mau masuk sekolah dan membolos untuk waktu yang cukup

lama.

2. Faktor Eksternal

SMP Negeri 2 Delanggu ini. Letak gedung sekolah yang berada di

pinggiran kota atau termarginalkan membuat sekolah tersebut

menemui banyak kendala dalam menciptakan lingkungan belajar yang

efektif. Dari segi bangunan, gedung terbagi menjadi dua bagian, utara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

dan selatan dipisahkan oleh jalan desa. Pagar sekolah terletak pada

bagian depan sekolah dan tidak dibuat mengelilingi bangunan sekolah.

Disamping itu sekolah tidak mempunyai petugas penjaga yang

bertugas di mengawasi bila ada siswa yang ingin keluar atau masuk ke

sekolah. Dengan keadaan yang demikian dapat diketahui bahwa

pengaman yang dilakukan untuk menciptakan stabilitas sekolah masih

dirasa sangat kurang.

Letak SMP Negeri 2 Delanggu yang berada di tengah pemukinan

padat penduduk, juga mempengaruhi kondisi lingkungan dalam

sekolah. Salah satu penyebab siswa membolos berasal dari dekatnya

jarak antara rumah-rumah penduduk dengan sekolahan. Ada beberapa

warga disekitar sekolahan yang sengaja membuka jasa penitipan

sepeda untuk siswa yang menggunakan sepeda ke sekolah, baik sepeda

maupun motor. Peraturan sekolah melarang siswa membawa motor

masuk ke area parkir yang berada di dalam gedung sekolah,

dikarenakan mereka belum cukup umur untuk mengendarai motor dan

belum mempunyai SIM (Surat Ijin Mengemudi) selain itu masalah

keamanan juga menjadi alasan. Sehingga siswa yang membawa motor

akan menitipkan motor di tempat titipan sepeda tersebut.

saya ke sekolah naek motor mbak, jadi ya dititipin di belakang


sekolah, biasanya seribu sehari. Jadi kalo mbolos kan gampang, gak
ketahuan sama guru
(Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu)
udah dari dulu nitipin sepeda di luar mbak, lha kalo brangkat
sekolah kan rame-reme bareng temen-temen, jadi lebih enak dititipin
di luar aja, bayar lima ratus untuk dua hari. Disana (di titipan sepeda)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

ada PS juga, sama warung jadi sering main PS skalian kalo pulang
sekolah
(Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden Akh)
Dengan adanya tempat penitipan sepeda di sekitar sekolah tersebut

secara tidak langsung akan mempermudah siswa untuk membolos.

Berdasarkan wawancara dengan responden, dapat diketahui bahwa

mereka yang membolos pada saat pergantian jam pelajaran, mereka

sengaja menitipkan sepeda di luar sekolah agar lebih mudah dalam

membolos. Pihak sekolah tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaan

demikian karena bagi warga yang membuka jasa penitipan tersebut

adalah merupakan mata pencaharian mereka, sebagai contoh adalah

penitipan sepeda milik Pak Dar(nama samaran) yang sengaja

menyewakan playstation. Dengan adanya persewaan playstation

tersebut, otomatis banyak siswa yang berminat untuk menitipkan

sepeda ditempat miliknya. Sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh

siswa yang tidak bertanggung jawab untuk membolos ke tempat

tersebut. Sebagai pemilik tempat penitipan tersebut pak Dar cenderung

untuk melindungi siswa yang membolos dengan berjaga-jaga di depan

rumah apabila pihak sekolah mengadakan razia di tempat-tempat

penitipan di belakang sekolah. Berdasarkan informasi dari salah satu

guru, memang pemilik tempat penitipan yang ada di belakang sekolah

sengaja melindungi atau menyembunyikan keberadaan siswa yang

membolos di tempat penitipan miliknya. Seperti saat penulis mengikuti

pihak sekolah mengadakan razia. Penulis mencoba menanyakan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

apakah ada siswa yang membolos ditempat penitipan sepeda miliknya,

dan beginilah jawaban pemilik penitipan sepeda tersebut:

wong mboten enten sing mbolos ten mriki kok mbak, sampun
mlebet sedoyo sing nitipke ten mriki niku
(Wawancara Senin, 31 Mei 2010, Informan Pak Dar)
Hal serupa juga dikatakan oleh Ibu Tun(nama samaran) pemilik

penitipan sepeda motor yang mengatakan bahwa tidak ada siswa yang

bermain playstation dirumahnya yang juga penitipan sepeda motor

sekaligus persewaan playtation dan warung. Berikut penuturannya:

lare-lare wau sampaun mlebet sedoyo, ten njero mboten enten


sing maen kok mbak. Yen mboten percoyo nggih mang mlebet mriku
(Wawancara Senin, 31 Mei 2010, Informan Ibu Tun)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan di sekitar

sekolah kurang mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal

ini tidak lain karena motif ekonomi yang melatarbelakanginya.

Sehingga adanya rental playstation yang terletak di belakang sekolah

menjadi salah satu faktor penarik siswa untuk membolos di tempat

penitipan sepeda tersebut.

Responden mudah terpengaruh oleh ajakan temannya untuk

membolos. Seperti yang diungkapkan oleh Dew sebagai berikut:

aku kalo mbolos itu paling di rumah aja mbak, cuma lihat tivi,
smsan ma temen, dah gitu aja. Tapi kadang diajak pergi ke Cokro
(wisata air)kadang Janti juga ma temen-temen enam orang, jadi
mbolosnya rame-rame biar seru, he..he..he
(Wawancara Senin, 17 Mei 2010,Responden Dew)
Cokro adalah tempat sumber mata air yang merupakan obyek

wisata air di Kecamatan Polanharjo. Sedangkan Janti adalah tempat

pemancingan ikan yang merupakan obyek wisata di dekat daerah

Cokro tersebut. Letak commit to user tersebut jauh dari sekolah. Siswa
kedua tempat
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

yang membolos di dua obyek wisata tersebut adalah siswa yang

tergolong agak mampu, karena mereka membawa sepeda motor.

Mereka pergi ke tempat tersebut beramai-ramai antara 5-6 orang. Dan

biasanya mereka sudah membolos dari rumah dan tidak sampai di

sekolah. Selain membolos hanya di rumah saja, siswa lebih sering

membolos ke tempat-tempat yang mereka sukai sesuai dengan

kesepakatan gangs. Dan biasanya antara responden laki-laki dan

perempuan dalam menentukan tempat membolos berlainan. Siswa

laki-laki lebih sering membolos ke rental PS(playstation), di warung

belakang sekolah, di titipan sepeda dan di sungai dekat sekolah.

Sedangkan pada siswa perempuan yang membolos (alpha/tanpa

keterangan), mereka tidak masuk sekolah karena malas dan hanya

dirumah saja ataupun main kerumah temannya dalam satu gangs

tersebut. Tetapi siswa perempuan lebih sering membolos ke tempat

wisata(Cokro dan Janti) karena mereka naik sepeda motor dan uang

saku yang cukup. Walaupun siswa laki-laki ada juga yang ke tempat

wisata tersebut tapi relatif sedikit

.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

Matriks 1
Latar Belakang Siswa Membolos
No. Faktor/Alasan Keterangan

1. Faktor Internal a. Malas mengikuti pelajaran di kelas

b. Tidak suka pada pelajaran dan guru mata

pelajaran tertentu

c. Belum mengerjakan tugas atau PR yang

diberikan oleh guru pada hari tersebut.

d. Tidak memiliki alat transportasi ke

sekolah atau terlambat masuk sekolah

e. Ada masalah dalam keluarga

2. Faktor Eksternal a. Pengamanan sekolah yang kurang karena

tidak ada penjaga sekolah

b. Bangunan sekolah yang tidak memiliki

pagar membuat siswa keluar masuk

sekolah dengan leluasa

c. Jasa penitipan sepeda di belakang

sekolah mempermudah akses siswa

untuk membolos

d. Persewaan playstation pada penitipan

sepeda menjadi faktor penarik siswa

membolos

e. Terpengaruh ajakan teman


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

C. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos

Prestasi belajar siswa sangat ditentukan dengan tingkat kehadiran

siswa dalam mengikuti pelajaran. Sehingga bagi responden/siswa yang

sering membolos, mereka akan kesulitan dalam mengikuti materi

pelajaran. Mereka akan selalu ketinggalan materi pelajaran karena sering

tidak masuk kelas. Padahal setiap hari ada beberapa mata pelajaran yang

harus diikuti. Sehingga tak dipungkiri bahwa siswa akan mengalami

kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia

membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam

prakteknya hal ini sulit dilaksanakan. Kelas akan berjalan terus. Bahkan

meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena

ia tidak mempelajari dasar-dasar dari mata pelajaran yang telah diajarkan

sebelumnya. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar

ketertinggalannya. Bila siswa ketinggalan pelajaran, otomatis dia tidak

bisa mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa

memilih membolos karena takut akan diberi hukuman bila tidak

mengumpulkan tugas atau PR tersebut. Keadaan ini memaksa mereka

untuk berbuat curang, yaitu mencotoh hasil pekerjaan temannya sesaat

sebelum tugas tersebut dikumpulkan. Masalah akan muncul manakala ia

tidak memahami materi bahasan. Dirumah, siswa juga jarang belajar.

Seperti yang diungkapkan oleh Fer, berikut penuturannya :

aku kalo pulang main tu sampe malem mbak, kadang aja gak pulang,
nginep dirumah temen (tidur di rumah teman) jadi kalo malem gak pernah
belajar, habis pulang main kan capek, ya langsung tidur aja
(Wawancara Sabtu, 15 Meicommit
2010, to user
Responden Fer)
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

Hal tersebut akan berdampak pada nilai ulangan harian siswa. Siswa tidak

bisa mengerjakan ulangan karena tidak mempunyai materi dari catatan

ataupun dari penjelasan yang telah disampikan guru pada saat dia

membolos.

Peraturan sekolah yang sering disebut tata tertib sekolah

merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan suasana sekolah

yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang

bersifat negatif. Kejadian negatif yang dimaksud adalah pelanggaran

terhadap tata tertib itu sendiri. Tata tertib di buat pada khususnya adalah

untuk mengatur siswa untuk berkelakuan baik dan tidak menyimpang dari

ketentuan yang sudah ada. Pada siswa yang sering melanggar ketentuan

tersebut secara langsung akan mendapat sanksi berupa skor pelanggaran

sesuai dengan bobot pelanggaran, dari pelanggaran ringan hingga jenis

pelanggaran yang berat. Dalam kasus siswa yang sering membolos, skor

yang dikenakan adalah sepuluh point. Membolos yang dimaksud adalah

meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan. Skor yang sama juga

diberikan pada siswa yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan dan tidak

mengikuti upacara bendera yang diwajibkan sekolah. Karena keduanya

masih tergolong perilaku membolos. Pada responden yang diteliti,

semuanya sebenarnya sudah melampaui skor maksimal yaitu seratus point.

Setiap satu kali membolos, dikenakan skor pelanggaran 10 point.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

Tabel 4

Data Membolos Siswa (Responden)

Jumlah Skor Pelanggaran


No. Nama Kelas Jumlah Membolos
Membolos

1. Akhir Adzan. F VII C 6 kali 60 point

2. Dimas Rendra. W VII A 8 kali 80 point

3. Agus Pratama VII C 6 kali 60 point

4. Ferry Setyo Nugroho VIII A 11 kali 110 point

5. Dwiki. B Aryanto VIII A 13 kali 130 point

6. Dewi Apriliani. P VII E 22 kali 220 point

7. Shilva Aprilia Anjani VII E 5 kali 50 point

8. Renold Oktaviandi VII C 6 kali 60 point

9. Andri Kurniawan VIII B 16 kali 160 point

10. Wahyu Nugroho VIII C 16 kali 160 point

Sumber : Data Absensi Kelas Juli 2009-Juni 2010

Berdasarkan buku daftar skor pelanggaran siswa, selain kasus

membolos, responden juga melalukan beberapa jenis pelanggaran

laiinya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri :

sebenarnya anak-anak yang sering membolos tersebut skornya sudah


melampaui seratus point bila dijumlahkan dengan jumlah skor
pelanggaran lainnya dan menurut peraturan sudah harus dikeluarkan,
tetapi pihak sekolah mengejar wajib belajar sembilan tahun, maka
anak tersebut selalu diberi pengarahan dan nasehat. Karena kalau
anak tersebut dikeluarkan, bagaimana nasib mereka, mungkin akan
lebih buruk dampaknya pada diri anak tersebut
(Wawancara Jumat, 28 Mei 2010, Informan Guru BK)
Dapat dicontohkan pada responden Dim, perolehan skor dari

membolos adalah 60 point, tetapi masih ada skor dari pelanggaran lain

yaitu membawa Hp (Handphone) ke sekolah dan dikenai skor 20

commit 5topoint,
point, rambut disemir dikenai user pelanggaran kelengkapan atribut
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

dikenai 10 point, dan masih banyak lagi pelanggaran yang lain.

Pengarahan dan pemanggilan bagi orang tua atau wali dilakukan ketika

pihak BK (Bimbingan dan Konseling) memanggil orang tua atau wali

ke sekolah.

Orang tua pernah dipanggil ke sekolah mbak, suratnya saya


kasih ke ibu saya, tapi ibu gak mau dateng ke sekolah. Ya katanya
malu mbak, karna saya sering banget bikin masalah di sekolah. Ibu
malu sama Bu Guru BP
(Wawancara Sabtu 15 Mei 2010, Responden Dwi)
Tindakan pihak sekolah dengan adanya pelanggaran tata tertib

yang dilakukan siswa adalah sesuai dengan jumlah banyaknnya skor

pelanggaran siswa. Pada skor 0-25 point, maka siswa akan mendapat

teguran lisan dengan jenis sanksi siswa mendapat pembinaan oleh guru

BK(Bimbingan dan Konseling). Dan semua siswa atau responden

penelitian, masing-masing sudah pernah diberi peringatan lisan

maupun tertulis yang ditujukan kepada orang tua siswa dan jenis

sanksi yang diberikan yaitu orang tua dipanggil ke sekolah. Apabila

orang tua atau wali tidak bersedia untuk datang ke sekolah dikarenakan

hal tertentu maka dilakukan home visit (mendatangi rumah siswa),

akan tetapi hal tersebut jarang mendatangkan perubahan sikap dari

siswa tersebut. Siswa tersebut nampaknya sengaja untuk terus

membolos. Sehingga siswa yang membolos adalah siswa yang skor

pelanggarannya sangat tinggi karena ditambah dengan skor

pelanggaran yang lain.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

Matriks 2

Dampak yang ditimbulkan dari Perilaku Membolos

No. Variabel Indikator Keterangan

1. Prestasi belajar Nilai rendah a. Ketinggalan pelajaran karena

sering membolos

b. Jarang mengerjakan tugas dan

PR(Pekerjaan Rumah) yang

diberikan oleh guru

c. Kurang konsentrasi saat

pelajaran

d. Tidak pernah belajar di rumah

2. Sanksi/hukuman Sering mendapat a. Mendapat teguran dan

sanksi/hukuman pembinaan dari guru

BK(Bimbingan dan Konseling)

b. Mendapat skor pelanggaran

tata tertib

c. Orang tua atau wali siswa

dipanggil ke sekolah

d. Pihak sekolah melakukan

home visit (mendatangi rumah)

siswa untuk bertemu orang tua

atau wali siswa

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id

D. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak

Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses

perkembangan anak. Salah satu faktor dalam keluarga yang

mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah

praktik pengasuhan anak. Setiap keluarga memiliki cara yang berbeda

dalam mengasuh anak. Ini disebabkan karena kondisi keluarga yang

berbeda pula. Kondisi keluarga yang tidak utuh atau tidak lengkap,

sangat mempengaruhi perkembangan anak. Pola asuh bebas(permisif)

cenderung banyak diterapkan dalam keluarga, terutama pada keluarga

yang tidak lengkap, seperti pada keluarga single parent dan siswa yang

tidak tinggal bersama orang tua. Seperti yang di ungkapkan oleh

responden Wah, sebagai berikut :

saya di rumah cuma bertiga, ibu, kakek sama saya. Saya anak
tunggal mbak. Ayah saya sudah meninggal lama, ibu kerja jadi buruh
cuci mbak, kakek saya udah tua jadi gak kerja
(Wawancara Senin, 24 Mei 2010, Responden Wah)
Mayoritas responden berasal dari keluarga yang mempunyai status

ekonomi menengah kebawah, ini terlihat dari penampilan responden

secara fisik(memakai seragam dan sepatu yang sudah usang). Siswa

sering terlambat dalam pembayaran administrasi sekolah (SPP) dan

melunasi pembayaran buku pelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh

Dim:

uang SPP dari semester satu belum pernah dibayar, buku-buku


LKS(Lembar Kerja Siswa) juga belum ada satupun yang dibayar, ibu
belum punya uang mbak. Saya juga gak dapet BOS(Bantuan
Operasional Siswa) kok mbak, makanya saya kadang malu sama
temen
(Wawancara Senin, 10commit to user
Mei 2010, Responden Dim)
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

Selain itu rendahnya kontrol sosial dalam keluarga menyebabkan

siswa jarang terlatih secara fisik maupun mental, yang diperlukan

untuk bertingkah laku seperti kebiasaan disiplin dan kontrol diri yang

baik. Keadaan demikian ini akan menjadikan jiwa remaja mudah

melakukan perilaku nakal di rumah dan di sekolah. Seperti yang

dilakukan oleh responden Akh, Dia menyelewengkan uang SPP untuk

jajan, membeli rokok dan bermain playstation. Berikut penuturanya:

kadang aku pake uang SPP buat jajan mbak, kan uang sangu tu
cuma sedikit. Ya buat beli rokok sama PSan pas mbolos. Ibu gak tau
mbak, taunya pas mau ambil rapor
( Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh)
Uang saku yang minim membuat siswa akan mengambil

kesempatan dengan mennyalahgunakan uang SPP untuk hal-hal yang

negatif seperti contoh diatas. Dari sepuluh orang responden, ada dua

responden yang hidup dalam keluarga single parent (karena salah satu

orang tua sudah meninggal) seperti yang sudah dipaparkan

sebelumnya, dan empat responden yang tinggal bersama wali, yaitu

nenek atau kakek dan empat orang lainnya masih tinggal bersama

orang tua mereka. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua atau wali

siswa sebagian besar adalah pola asuh bebas (permisif). Seperti yang

terjadi pada Shil, berikut penuturannya :

aku dari SD udah gak ikut bapak ibu mbak, kata nenek aku gak
boleh ikut bapak sama ibu, gak tau kenapa. Nenek jarang marahin
aku, kalo aku maen kadang sampe sore tapi aku gak pernah
dimarahin. Kalo ketemu bapak ibu seminggu sekali, ketemu paling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

cuma pengen tahu kabar sama ngasih uang jatah buat jajan seminggu.
Jadi lama kelamaan dah terbiasa jauh ma ortu
(Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Shil)
Orang tua memberikan kebebasan bagi anak-anak mereka karena

mereka sudah mempercayakan seluruhnya pada anak. Orang tua sibuk

dalam pekerjaan dan rutinitas sehari-hari sehingga kurang memberikan

perhatian pada anak, baik dirumah ataupun keadaan anak disekolah.

kalo dirumah jarang ketemu ortu mbak, ya karena sibuk bekerja.


Biasanya maen sampe sore, kadang pulang sekolah langsung maen
gak pulang dulu. Sampe rumah paling dimarahi ibu, tapi dah terbiasa
dimarahi jadi gak takut lagi. Pernah juga maen sampe gak pulang
kerumah, tapi gak di cari kok mbak, he..he..he
(Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu)
Sewaktu anak dirumah, orang tua kurang memberi pengarahan

terhadap anak, berkaitan dengan kebiasaan belajar dirumah,

penanaman nilai-nilai keagamaan terhadap anak dan orang tua tidak

memperhatikan perkembangan anak, apa yang mereka inginkan, apa

yang mereka pikirkan, kurangnya komunikasi dan perhatian dari orang

tua yang sering memicu permasalahan antara orang tua dan anak

dirumah.

Orang tua akan memarahi anak sewaktu terlambat pulang dari

sekolah atau pulang dari bermain yang larut malam. Seperti yang

dialami oleh rerponden diatas, dia akan dimarahi bila bermain sampai

sore, tapi disisi lain dia tidak diberikan perhatian yang cukup dari

orang tua. Hal inilah yang sebagian besar dikatakan oleh responden,

bahwa mereka selalu dimarahi jika pulang dari bermain pada sore hari

atau menjelang malam. Disisi lain anak tidak mendapat perhatian di


commit to user
rumah, dan mencari kesenangan di luar rumah bersama teman-teman
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

mereka. Selain itu, orang tua juga tidak terlalu memperhatikan

bagaimana prestasi anak disekolah dan bagaimana keadaan anak

disekolah. Orang tua sudah mempercayakan anak mereka disekolah.

Orang tua ingin anaknya bersekolah dengan baik, memperoleh nilai

yang baik dan naik kelas. Maka bila anak mereka mendapat nilai yang

kurang baik atau buruk, orang tua akan memarahi anak, menyuruh

anak agar belajar lebih baik tanpa mau mendampingi anak belajar,

bahkan tidak jarang orang tua yang menyalahkan guru mata pelajaran

yang dianggap tidak baik dalam mengajar anaknya.

Pola asuh yang kedua adalah pola asuh otoriter dalam mendidik

anak. Pola asuh otoriter memang memungkinkan terlaksananya proses

transformasi nilai dapat berjalan lancar. Akan tetapi anak mengerjakan

tugas dengan rasa tertekan dan takut. Akibatnya jika orang tua tidak

ada mereka akan bertindak yang lain.

bapak aku galak mbak, sering banget dimarahi kalo pulang


maen sampe sore, kadang juga mukul mbak. Mau apa-apa diatur
lama-lama gak betah dirumah, ya aku maen aja kerumah temen sampe
sore, paling juga ujung-ujungnya juga dimarahin kok. Kalo lagi
dimarahi aku diem aja tapi kalo udah sebel ya aku sauri(jawab) mbak.
Dulu aku pernah dimasukin ke pondok pesantren tapi gak betah, trus
aku minta keluar, ya trus pindah ke sekolah ini mbak
(Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew)
Menurut penuturan Dew diatas terbukti bahwa pola asuh otoriter

mendorong anak melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan

yang telah ditetapkan. Sedangkan pola asuh bebas memandang anak

sebagai subyek, anak bebas menentukan pilihannya sendiri. Akan

tetpi anak justru menjadi berbuat semaunya; ia berbuat dengan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

mempergunakan ukuran diri sendiri. Relasi antara orang tua dan anak

tampak renggang pada pola asuh bebas dan ada batas yang kuat serta

jurang pemisah antara anak dan orang tua pada pola asuh yang otoriter.

Agama merupakan pedoman dalam hidup manusia, yang di

dalamnya mengatur segala kehidupan dan segala sesuatu yang

berhubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan

manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Sebagai media pertama

dan yang utama, orang tua dituntut untuk bisa menjadi tauladan bagi

anak-anaknya. Orang tua juga berkewajiban dalam menanamkan nilai-

nilai keagamaan. Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan

terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting

karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan.

Penanaman nilai-nilai agama dalam keluarga bisa diwujudkan

dengan pembiasaan anak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan

waktu dan aturan dalam agama yang dianut (misalnya, dalam agama

Islam yaitu shalat lima waktu, shalat berjamaah dalam keluarga, atau

jumatan, dan pada agama nasrani yaitu pergi ke gereja tiap hari

minggu bersama-sama dengan keluarga, ikut pengakuan dosa, dan

masih banyak lagi).

kalo shalat biasanya cuma maghrib sama isya aja mbak, ya


masih bolong-bolong gitu. Tapi kalo jumatan masih rutin mbak. Orang
tua ya kadang nyuruh shalat juga mbak tapi sayanya yang males
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh)
Ada beberapa orang tua yang masih membimbing anak dalam

beribadah tetapi mayoritas orang tua mengabaikannya. Padahal


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id

kebiasaan beribadah tepat waktu hendaknya ditanamkan pada anak

sejak kecil sehingga saat beranjak dewasa akan semakin

mendalaminya untuk membentengi diri dari pengaruh negatif teman

sebayanya.

agama saya Kristen mbak, tapi ibu saya Islam, ayah saya dulu
(almarhum) agamanya juga Islam. Jadi saya kalo pergi ke Gereja
sama kakak. Saya ya lumayan rajin ke Gereja sama kakak, ibu juga
sering ngingetin kalo hari minggu saya sama kakak suruh pergi ke
Gereja
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim)
Responden Dim memeluk agama yang berbeda dari orang tua, dia

memeluk agama tersebut bersama kakaknya, walaupun berbeda

keyakinan, ibu Dim tetap memberikan pengarahan agar Dim

menjalankan ibadah dengan baik dan sesuai kewajibannya. Berbeda

dengan yang diungkapkan oleh Wah, orang tuanya tidak pernah

memberi pengarahan dalam menjalankan ibadah, berikut

penuturannya:

saya jarang shalat mbak, gak pernah malah. Ibu juga gak
pernah ngingetin kok. Kalo jumatan juga jarang, males soalnya, ya
pilih maen aja mbak
(Wawancara Senin, 24 Mei 2010, Responden Wah)
Keluarga yang tidak religius, penanaman komitmennya rendah

atau tanpa nilai agama cenderung terjadi permasalahan dan

percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka

anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak

akan mencari lingkungan lain yang dapat menerimanya. Pada akhirnya

anak menjadi susah diatur dan sulit dinasehati oleh orang tuanya dan

dicap nakal oleh orang-orang disekitarnya.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id

Matriks 3

Pola asuh orang tua dalam keluarga

No. Pola asuh orang tua Keterangan

1. Pola asuh bebas a. Kurang mendapat perhatian dari orang tua

(permisif) karena orang tua sibuk bekerja dan berada di

luar kota (merantau)

b. Tidak tinggal bersama orang tua (dititipkan ke

saudara) sehingga komunikasi antara orang tua

dan anak menjadi terbatas

c. Orang tua tidak memberikan pengarahan dan

bimbingan kepada anak

d. Tidak ada sanksi yang diberikan orang tua

apabila anak melakukan kesalahan

e. Tidak ada penanaman nilai-nilai agama

kepada anak

2. Pola asuh otoriter a. Bila anak melakukan kesalahan maka orang

tua cenderung akan memarahi anak

b. Keputusan yang akan diambil oleh anak

berdasarkan kehendak orang tua

c. Anak merasa terkekang dan takut pada orang

tua

d. Anak cenderung akan mencari pelampiasan

commit to user
keinginan di luar rumah
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id

E. Pengaruh kelompok sebaya yang berperilaku negatif

Siswa hendaknya selalu aktif pada saat pelajaran berlangsung.

Menunjukkan sikap yang antusias selama pelajaran dan mengajukan

pertanyaan bila merasa kurang paham dengan materi pelajaran yang

disampaikan oleh guru. Tingkat konsentrasi penuh pada materi pelajaran

sangat diperlukan agar dapat memahami materi yang disampaikan guru.

Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada responden, siswa yang membolos

kurang berkonsentrasi dalam kelas. Mereka sering tidak memperhatikan

saat guru menjelaskan materi pelajaran. Seperti yang di ungkapkan oleh

Akh berikut :

kalo di kelas ya sering rame ma temen-temen, pernah disuruh keluar


sama bu Guru. Kalau bu guru sedang nerangkan, saya sama temen sering
ngobrol sendiri, jadi nggak ngerti apa yang dijelaskan mbak
(Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh)
Mereka mengobrol dengan teman sebangku, bermain hape,

mengganggu teman yang lain, bahkan ada yang tidur saat pelajaran.

Dengan perilaku siswa yang demikian, maka guru akan mengambil

tindakan pada siswa tersebut. Setiap guru memiliki kebijakan berbeda

dalam menangani siswa yang tidak disiplin dalam kelas agar memberi efek

jera pada anak. Seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Ant :

menegur anak tersebut dahulu, ya si anak di ingatkan secara biasa.


Tetapi bila tidak dihiraukan, biasanya saya suruh maju dan berdiri lima
menit, nah kalau sudah tertib saya suruh duduk kembali
(Wawancara Jumat, 21 Mei 2010, Informan Guru Bahasa Indonesia)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id

Siswa yang membolos ternyata diketahui sering berkelahi dan

menganiaya teman. Ren mengaku pernah berkelahi dengan siswa dari

sekolah lain, berikut penuturannya :

Dulu mbah kakung (kakek) pernah datang ke sekolah karna saya


berkelahi sama anak Mbeteng (murid SMP 4 Delanggu) tapi
sebenernya cuma salah paham aja kok mbak
(Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Ren)
Siswa yang terlibat perkelahian, akan mendapat perhatian khusus oleh

pihak sekolah, dalam hal ini BK(Bimbingan dan Konseling) sebagai

jembatan antara orang tua atau wali dengan siswa. Orang tua atau wali

siswa akan dipanggil untuk datang ke sekolah mendiskusikan keadaan

siswa disekolah dan mencari alternatif pemecahan masalah. Selain

berkelahi, responden Fer mengaku sering mengompas teman-teman

sekelasnya atau adik kelas, hal ini dilakukan untuk menambah uang

sakunya yang akan digunakan untuk membolos bersama gangs, berikut

penuturannya :

ya kalo mbolos itu kan perginya ke Janti mbak, itu dapet


tambahan uang dari ngompas(memalak) itu lho mbak. Biasanya sih
ngompas temen-temen perempuan kalo gak ya sama anak-anak kelas
satu, lumayan dapet lima ribu kadang bisa sampe sepuluh ribu
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Fer)
Siswa membolos dalam satu kelompok atau bersama teman-teman

dalam satu gang maupun teman-teman di luar gangs. Mereka melakukan

aktivitas yang hampir sama saat membolos. Sedangkan tempat yang dituju

siswa saat membolos adalah tempat yang tersembunyi agar aman dan tidak

diketahui oleh pihak sekolah atau guru.

Siswa laki-laki sering membolos di sungai dekat sekolahan. Letak


commit
sungai tersebut agak menurun dantocuram
user sehingga aman dan tidak terlihat
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id

dari permukaan atau dari jalan. Kalau ditanya, siswa yang membolos

disungai biasanya tidak bisa menjawab. Padahal di sekolah sudah ada

fasilitas kamar mandi lengkap dengan WC. Tapi tetap saja mereka

beramai-ramai ke sungai. Berbeda dengan responden laki-laki, siswa

perempuan sering minta ijin ke belakang (ke kamar mandi) pada saat

pelajaran. Hal ini diakui oleh Dew, dia sering minta ijin ke belakang pada

guru yang mengajar saat di kelas. Berikut penuturannya:

kalo lagi boring di kelas aku ngajak Shil keluar minta ijin alasan
ke belakang gitu mbak. Padahal di kamar mandi nggak ngapa-ngapa,
cuma cuci muka aja. Lha di kelas suntuk banget sih..kadang juga
mampir ke kantin beli jajan
(Wawancara Jumat, 21 Mei 2010, Responden Dew)
Siswa mencari alasan untuk menghilangkan kebosanan di dalam kelas

dengan meminta ijin keluar kelas. Sebenarnya mereka melakukan hal yang

kurang penting dan tidak seharusnya guru memberikan ijin begitu saja.

Atau pada saat pergantian jam pelajaran, saat guru sudah keluar dari kelas.

Maka siswa juga ikut keluar kelas, untuk sekedar nongkrong di depan

kelas atau mengganggu di kelas lain.

Pada siswa dalam masa remaja awal mereka umumnya memilih teman

tidak selalu ditentukan oleh tingkat jenjang kelas ataupun satu sekolah

mereka. Beberapa kriteria dalam pemilihan teman didasarkan atas

kesamaan pola perilaku, minat/kesenangan, dan nilai-nilai yang dianut.

Pengaruh kuat teman sebaya merupakan suatu hal yang tidak dapat

dihindarkan pada masa-masa remaja. Teman sebaya memberikan pengaruh

dalam memilih cara berpakaian, model rambut, penggunaan bahasa


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 90
digilib.uns.ac.id

(bahasa slang/gaul), hoby, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Sehingga

siswa menjadi budak dari peraturan kelompok sebayanya.

oootindhik (anting) ini bisa dilepas-lepas mbak, tak pake kalo


pas istirahat aja, kalo di dalam kelas gak berani, nanti ndak diminta
sama guru. Udah lama pakenya mbak, biar kelihatan gaul kayak anak-
anak jaman sekarang, he..he..he
(Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Fer)
sebenernya dulu rambut saya semir hitam mbak, tapi ini udah
luntur ya jadi agak merah. Jadi skalian disemir merah, tapi cuma dikit
aja di depan ini mbak. Kalo ketahuan bu Guru BP ya digunting
langsung
(Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden Akh)
Dari segi penampilan responden, ada beberapa yang terlihat tidak

wajar dalam berpakaian, karena mereka berada di lingkungan sekolah

maka harus mentaati tata tertib sekolah berkenaan dengan aspek kerapian.

Pelanggaran yang dilakukan antara lain atribut sekolah yang tidak lengkap,

siswa laki-laki memakai anting atau gelang, dan rambut dicat merah.

Meskipun sudah mendapat teguran dari guru, mereka tetap saja terus

melanggar peraturan. Mereka melakukan hal tersebut agar dinilai tampil

beda dari teman-teman lainnya karena berani melanggar peraturan

sekolah.

Dan umumnya siswa-siswa yang tergabung dalam gang tersebut adalah

siswa-siswa yang sering bermasalah di sekolah. Ada yang sering

berkelahi, mengompas (memalak) teman lain, membuat gaduh di dalam

kelas, dan sering tidak megerjakan tugas yang diberikan guru. Sehingga

mereka adalah siswa-siswa yang popular diantara teman-teman yang

lain karena sering bermasalah atau membuat masalah. Anggota gangs

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 91
digilib.uns.ac.id

responden adalah teman satu kelas, bisa juga berlainan kelas tetapi ada

siswa yang mempunyai gangs dari sekolah lain.

dulu punya gangs mbak tapi sekarang udah bubar gara-gara


Akhir gelut (berkelahi) sama Agus Prasetyo, masalahnya gara-gara
cewek. Dulu satu gang sembilan orang, rico, redy, wahyu, erik, agus
cilik, agus gedhe, deky, akhir, saya. Paling kalo mbolos ya cuma gojek
(bercanda) trus ngrokok rame-rame di titipan sepeda itu mbak
(Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Ren)
saya punya gangs tapi dari sekolah lain, anak SMP lain, SMP 1
Polanharjo trus temen-temen yang udah lulus sekolah. Kalo mbolos
ketemunya sama temen-temen sekolah lain, gak pernah dari sini
(Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden And)
Dengan demikian teman sebaya dapat memberikan kontribusi yang

positif terhadap perkembangan kepribadian siswa. Namun disisi lain, tidak

sedikit siswa yang berperilaku negatif (menyimpang) karena pengaruh

teman sebayanya. Siswa yang mempunyai hubungan baik dengan keluarga

(orang tua) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif

teman sebayanya, dibandingkan dengan siswa yang hubungan dengan

orang tuanya kurang baik

Pertentangan nilai dan norma yang sering terjadi antara kelompok

teman sebaya dan keluarga (orang tua). Siswa berusaha untuk tidak

melanggar peraturan kelompok mereka karena takut dikucilkan oleh

teman-temannya, hal ini yang menyebabkan siswa cenderung memilih

untuk tidak patuh pada orang tua.

aku sebenernya gak mau dibilang punya gangs, tapi mereka


semua temen deket aku. Jumlahnya enam orang cewek semua; shilva,
anik, ayu, dimas, siti, sama aku. Mereka tempat curhat (curahan hati)
aku kalo lagi ada masalah. Biasanya kita suka maen bareng habis
pulang sekolah, waktu mbolos kita juga bareng, biasanya ke Cokro
atau Janti, naek motor bonceng-boncengan mbak
(Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id

Seperti penuturan Dew diatas diketahui siswa akan menjadi korban

karena selalu mengikuti kemauan dari kelompoknya. Hampir seluruh

responden mengaku memiliki gang didalam satu kelas, biasanya

berjumlah 5-6 siswa.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id

Matriks 4

Pengaruh Kelompok Sebaya yang Berperilaku Negatif

No Pengaruh kelompok sebaya Keterangan

1. Pengaruh terhadap perilaku siswa a. Memberikan pengaruh pada cara

berpenampilan

b. Mengganggu teman saat pelajaran

c. Mamalak teman, membuat gaduh di

kelas, berkelahi dengan teman

d. Sering keluar masuk kelas tanpa

alasan yang jelas

e. Membolos bersama teman anggota

gang

2. Pengaruh terhadap hubungan a. Lebih sering menghabiskan waktu

orang tua dan siswa dengan bermain bersama teman

b. Komunikasi orang tua dan siswa

mejadi berkurang

c. Siswa merasa lebih nyaman bersama

teman-temannya daripada bersama

orang tua

d. Siswa menjadi tidak patuh terhadap

orang tua

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

PERILAKU MEMBOLOS SISWA

A. Pola perilaku siswa yang membolos

1. Interaksi sosial pada siswa yang membolos

Thibaut dan Kelley mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa saling

mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama,

mereka berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan

setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain (Ali, 2004: 87).

Menurut Homans (Ali, 2004: 87) mendefisikan interaksi sebagai suatu

kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap

individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu

tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang

dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu

tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu

stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.

Di dalam interaksi tersebut terdapat serangkaian tingkah laku yang

bersifat sistematik, hal ini disebabkan terjadinya secara teratur dan

berulang dengan cara yang sama (Spraedly, James P, David Mc Curay,

1997:57). Dalam kenyataanya interaksi sosial lebih sering dilihat sebagai

proses pertukaran timbal balik antar pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya. Pertukaran ini commit


dapat terjadi
to userkarena berbagai aspek kehidupan

94
perpustakaan.uns.ac.id 95
digilib.uns.ac.id

sosial memang mencerminkan suatu kehidupan sosial untuk mendapatkan

keuntungan dari interaksi tersebut.

Adanya kegiatan yang merangsang individu dengan individu atau

antara individu dengan kelompok, hal ini diketahui melalui frekuensi

interaksi, siapa yang memulai interaksi dan dimana interaksi itu terjadi.

Berkaitan dengan perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa

(responden) mereka saling berinteraksi satu sama lain secara individu-

individu maupun dalam kelompok karena adanya suatu rangsangan untuk

melakukan suatu kegiatan bersama-sama yang bertujuan untuk

memperoleh kesenangan. Dengan frekuensi yang sering dalam melakukan

kegiatan tersebut, maka orang disekitar responden (guru, orang tua, teman-

temannya yang lain) menganggap responden adalah siswa yang kerap

membolos (mbolosan) dan dimana responden melakukan interaksi

(kegiatan) tersebut adalah tempat yang mendukung terjadinya interaksi

tersebut.

Rasa kebersamaan atau solidaritas terdapat dalam kelompok sebaya

(gang), dapat dirasakan siswa dalam pergaulannya sehari-hari. Solidaritas

dalam kelompok muncul dikarenakan adanya saling percaya antar masing-

masing anggota terhadap kemampuan teman-temannya. Solidaritas yang

tinggi antar sesama anggota kelompok sebaya (gang) karena telah

dianggap seperti layaknya anggota keluarga. Mereka menunjukkan

karakteristik kekeluargaan dalam interaksi antar anggotanya, bahkan

mereka menampilkan sikap dan perilaku yang tidak diinginkan oleh kedua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id

orang tuanya. Responden mengaku bahwa mereka sering membantah

perintah orang tua dan sering dimarahi karena mereka jarang di rumah,

karena lebih senang bermain dengan teman-temanya dalam gang setelah

pulang sekolah sampai sore bahkan malam hari. Dalam hal ini orang tua

kepayahan dalam mengendalikan kebiasaan anaknya. Hal ini terjadi

karena interaksi anaknya dalam waktu-waktu tertentu berada jauh dari

jangkauan orang tua. Pada saat jam pelajaran sekolah, orang tua hanya

tahu kalau pada saat itu anaknya tentu sedang belajar bersama teman-

temannya di sekolah. Dan setelah pulang sekolah anak seharusnya pulang

kerumah, tetapi tidak begitu dengan responden penelitian. Mereka akan

mencari kesenangan dengan teman-temanya yang tidak di dapat di rumah.

Apalagi jika kedua orang tuanya sibuk bekerja, maka berkuranglah

perhatian orang tua terhadap anaknya. Menurut penuturan salah satu

informan, yaitu orang tua responden Ren, salah satu alasan mereka

menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 2 Delanggu adalah banyak

teman-temannya semasa SD yang bersekolah disana, tentu saja selain

karena nilai UAN yang rendah dan alasan utama yaitu karena uang gedung

yang lebih rendah dibanding dengan sekolah negeri yang lain.

Kesamaan hobi atau minat, hal ini yang menyebabkan hubungan

pertemanan mereka menjadi erat satu sama lain, mereka menyukai

aktivitas tertentu yang dilakukan bersama teman-temanya, baik hal yang

positif maupun yang negatif. Seperti responden laki-laki, sebagian besar

hobi bermain sepak bola, sepulang sekolah dia bersama teman-temannya


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id

bermain sepak bola di lapangan dekat sekolah. Selain itu mereka senang

bermain di tempat rental PS (playstation) bersama-sama, kadang mereka

patungan uang untuk membayarnya. Hal ini dilakukan karena ada rasa

solidaritas antara teman. Rasa solidaritas yang berlebihan juga dapat

menimbulkan perilaku yang negatif seperti perkelahian antar siswa atau

pelajar. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu

melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks ini

berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan

semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam. Situasi

ini menimbulkan tekanan pada setiap siswa. Pada remaja yang terlibat

perkelahian, mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari

masalah, menyalahkan orang atau pihak lain pada setiap masalahnya, dan

memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada

responden yang sering berkelahi, diketahui bahwa mereka mengalami

konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka

terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri.

Faktor keluarga juga berperan dalam membentuk perangai anak.

Keluarga yang sering terjadi kekerasan (entah antar orang tua atau pada

anaknya) mempunyai kecenderungan berdampak pada anak. Seperti yang

terjadi pada keluarga responden Dew. Responden mengaku sering dipukul

oleh ayahnya pada saat dimarahi. Kebiasaan orang tua yang demikian

secara tidak langsung akan membentuk kepribadian anak yang

temperamental dan mudah marah. Dan ketika meningkat remaja, anak


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id

belajar bahwa kekerasan menjadi bagian dari dirinya, sehingga hal yang

wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Seperti kasus penganiayaan

yang dilakukan oleh salah satu responden yaitu Agu. Orang tua Agu

dipanggil oleh pihak sekolah karena Agu menganiaya teman sekelasnya

yang bernama Iwan, dia mendapat skor pelanggaran 25 point sehingga

orang tua dipanggil ke sekolah.

2. Aktivitas siswa yang membolos

Aktivitas yaitu perilaku aktual yang digambarkan pada tingkat yang

sangat konkrit. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa yang

membolos (responden) di SMP Negeri 2 Delanggu dapat digambarkan

secara konkrit karena dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas yang

dapat diamati dan diteliti lebih dalam.

Ada cara-cara yang dilakukan siswa untuk membolos, yaitu mereka


bekerja sama dengan teman yang akan diajak membolos, dalam
wawancara yang dilakukan dengan responden, mereka menjelaskan cara-
cara yang biasa dilakukan sebelum siswa tersebut membolos. Seperti yang
dituturkan oleh Agu sebagai berikut :
kan pite (sepeda) dititipke di belakang sekolah itu mbak, trus pas
jam ke empat ato jam kelima pas pergantian jam pelajaran, gurune belum
dateng, nah trus tase diuncalke (dilempar) dari jendela ke luar. Disitu
udah ada tiga ato empat orang yang nunggu diluar jendela
(Wawancara Rabu, 2 Juni 2010, Responden Agu)
Hal serupa diceritakan oleh Ren, teman sekelas Agu dan Akh, berikut
penuturannya :
saya mbolos dari jam pertama mbak, dari rumah gak nyampe ke
sekolahan, tapi kadang jam ke empat. Biasanya janjian dulu ma temen di
sungai, tase dilempar lewat gerbang belakang. Disitu udah ada temen
yang nungguin
(Wawancara Rabu, 2 Juni 2010, Responden Ren)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 99
digilib.uns.ac.id

Pengamanan yang kurang menyebabkan siswa dengan mudah

membolos, tanpa sepengetahuan guru atau penjaga sekolah. Mereka

bekerja sama untuk membantu teman-temanya agar tidak ketahuan

membolos. Hal ini juga ditambah dengan sikap siswa-siswa lain atau

teman-teman sekelas responden. Mereka tidak peduli bila ada teman

sekelasnya yang membolos, mereka cenderung diam saja bila melihat ada

temannya yang mencoba membolos saat pergantian jam pelajaran. Teman-

teman sekelas responden menganggap responden sebagai siswa yang

nakal, sering mengganggu saat pelajaran dan membuat gaduh, jadi mereka

merasa senang dan tenang bila responden membolos agar suasana kelas

tidak gaduh atau ramai.

Siswa yang membolos dan tergabung dalam gangs maupun yang

membolos secara individu sebagian besar akan nongkrong, atau duduk-

duduk di suatu tempat yang telah dijadikan lokasi mangkal siswa-siswa

yang membolos. Tempat nongkrong sebagian besar siswa dalam penelitian

ini adalah di tempat penitipan sepeda, ditempat tersebut siswa merasa

aman karena mendapat perlindungan dari pemilik penitipan sepeda

tesebut. Pada saat peneliti mengadakan observasi di lokasi penitipan

sepeda di belakang sekolah, peneliti mencoba mendatangi salah satu

tempat penitipan sepeda yang sering digunakan siswa untuk membolos.

Hal ini dilakukan karena pada hari itu banyak siswa yang tidak mengikuti

upacara bendera pada hari senin. Banyak siswa yang membolos mengikuti

upacara bendera, peneliti mencoba menanyakan apakah pemilik sepeda


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id

mengetahui keberadaan siswa yang tidak mengikuti upacara dan apakah

mereka berada di sekitar lokasi penitipan tersebut, tetapi mereka

mengatakan tidak mengetahuinya. Observasi dilakukan dengan cara

mengamati menggambil dokumentasi tempat penitipan sepeda tersebut.

Aktivitas nongkrong siswa yang membolos tidak hanya dilakukan di

penitipan sepeda tetapi juga sering dilakukan siswa yang membolos di

sungai belakang sekolah, pada hari Senin 31 Mei 2010, lebih dari 20 siswa

laki-laki dari kelas VII dan VIII tidak mengikuti upacara bendera dan

diketahui membolos secara beramai-ramai di sungai belakang sekolah.

Seluruh siswa yang tercatat membolos tersebut diberi pembinaan oleh

Guru BK.

Seringkali dijumpai beberapa anak membolos pada jam pelajaran

berada di kantin atau warung sekolah. Mereka kadang meminta ijin guru

kelas untuk ke kamar mandi, akan tetapi kesempatan beberapa menit

tersebut mereka manfaatkan untuk merokok di kantin, mereka menyelinap

masuk ke dalam warung agar tidak diketahui guru atau penjaga sekolah

saat merokok. Sama seperti yang dilakukan oleh responden laki-laki,

mereka sering diketahui berada di kantin sekolah bersama teman-temanya

sedang asyik merokok. Tetapi sebagian responden memiih merokok di

lokasi yang agak jauh dari sekolahan, yaitu di sungai dan di penitipan

sepeda belakang sekolah. Pihak sekolah sudah memberikan pengarahan

kepada pemiik kantin dan warung sekitar sekolah untuk tidak menjual

rokok kepada siswa, akan tetapi siswa tidak kehabisan akal. Mereka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id

membeli rokok di tempat penitipan sepeda yang sekaligus warung yang

menyediakan makanan dan rokok. Seperti yang di katakan oleh responden

Fer, dia mengaku sudah merokok sejak kelas 4 SD, berikut penuturannya :

aku ngrokok dari kelas empat SD sampe sekarang udah jadi kebiasaan
mbak. Aku udah dapet SIM boleh ngrokok sama bapak, jadi gak
dimarahin lha bapak juga ngrokok mbak
(Wawancara Kamis, 3 Juni 2010, Responden Fer)
Dari penuturan Fer diatas, diketahui bahwa orang tua tidak memberikan

pengarahan agar anak tidak merokok, justru orang tua memperbolehkan

anak untuk merokok saat dia masih belum cukup umur dan belum

mempunyai penghasilan sendiri. Hal ini hampir sama dengan yang dialami

oleh responden Dwi, berikut penuturannya:

ngrokok dari kelas enam SD, ibu membolehkan merokok tapi kalau
ketahuan sama bapak bias dipukulin mbak
(Wawancara Kamis, 3 Juni 2010, Responden Dwi)
Rata-rata uang saku per hari responden antara dua ribu sampai tiga

ribu rupiah, ada juga yang lebih dari lima ribu rupiah bahkan sampai

sepuluh ribu rupiah karena siswa tersebut membawa sepeda motor.

Berdasarkan wawancara dengan responden Ren, dia mengungkapkan

bahwa temannya Agu sering membelikan rokok teman-temannya dalam

gangs, berikut penuturannya :

uang saku tiap hari lima ribu mbak, itu buat beli sarapan kan dirumah
gak pernah makan pagi. Kalo ngrokok itu di belikan sama teman mbak,
biasanya dikasih sama Agus Pratama mbak
(Wawancara Selasa, 1 Juni 2010, Responden Ren)
Ada pula responden yang membeli rokok secara patungan dengan

temannya, karena uang saku yang terbatas. Sehingga mereka merokok

secara bergantian dengan temannya. Seperti yang dituturkan oleh Akh

sebagai berikut : commit to user


perpustakaan.uns.ac.id 102
digilib.uns.ac.id

saya mulai ngrokok dari awal kelas satu mbak, kalo beli rokok itu
kadang patungan sama temen, satu rokok di pake bergantian
(Wawancara Kamis, 3 Juni 2010, Responden Akh)
Aktivitas yang dilakukan siswa yang membolos lainnya adalah

bermain PS (playstation). Mereka menuju tempat-tempat yang

menyediakan permainan atau game yang sangat popular pada akhir-akhir

ini. Mereka biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk duduk di depan

layar televisi dengan memainkan stick playstation. Bermain playstation

tampaknya sudah menjadi tren di kalangan pelajar. Mereka memilih

bermain playstation daripada harus duduk di kelas untuk mengikuti

pelajaran. Seperti yang dikatakan oleh responden Wah :

kalo mbolos ya cuma maen PS(playstation) di deket SMP 1 mbak, uang


saku tiga ribu yang dua ribu habis untuk maen PS. Dari pagi sampe siang
pulang sekolah cuma di tempat PS itu
(Wawancara Selasa, 1 Juni 2010, Responden Wah)

Berdasarkan dari uraian diatas dapat diketahui bagaimana aktivitas dan

pola interaksi siswa yang membolos (responden). Berbagai aktivitas dan

kegiatan terjadi pada saat mereka membolos yang membentuk suatu

perilaku masing-masing responden.

B. Analisis

Untuk menganalisis dan mengkaji perilaku membolos siswa,

menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) dan teori

kontrol sosial. Menurut Kartini Kartono bahwa perilaku merupakan suatu

reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif, sehingga hal-hal

yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut (Kartini


commit to user
Kartono, 1989:53). Pengertian lain seperti yang dingkapkan oleh Soerjono
perpustakaan.uns.ac.id 103
digilib.uns.ac.id

Soekanto, bahwa perilaku adalah cara bertingkah laku dalam situasi

tertentu. Dengan demikian perilaku merupakan perbuatan yang dapat

diamati atau diobservasi secara obyektif dalam kehidupan manusia.

Dalam menjalankan kerja, manusia melakukan aktivitas-aktivitas atau

perilaku untuk merealisasikan kerja tersebut. Perilaku pada umumnya

disamakan dengan tingkah laku. Menurut Koentjaraningrat, tingkah laku

adalah perilaku manusia yang prosesnya tidak terencana dalam gennya

atau yang tidak timbul secara naluri saja tetapi sebagai suatu hal yang

harus dijadikan milik dirinya dengan belajar (Koentjaraningrat, 1979:153).

Secara teoritis, perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa-siswa di

SMP Negeri 2 Delanggu yang sudah digambarkan pada uraian diatas dapat

dikatakan mendukung teori pertukaran yang terdapat pada paradigma

perilaku sosial. Dimana dalam paradigma ini Skinner mengungkapkan

bahwa obyek sosiologi adalah perilaku manusia yang nampak serta

kemungkinan perulangannya (behavior of man and contingencies of

reinforcement). Pendekatan ini menekankan kepada perilaku yang

dilakukan oleh siswa-siswa termasuk perilaku membolos yang dilakukan

oleh siswa yang membolos (responden). Dimana menurut paradigma ini

bahwa perilaku sosial memusatkan perhatian kepada hubungan antara

individu dan lingkungannya. Sehingga dengan demikian responden

penelitian ini dianggap menyimpang dari aturan-aturan dan kontrol sosial

yang terbatas maka memungkinkan bahwa lingkunganlah yang menjadi

akar permasalahan, bahwa tingkah laku individu (responden) yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id

berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan (keluarga,

teman sebaya) akan menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam

lingkungan dan juga menimbulkan perubahan tingkah laku dimana akan

berpengaruh terhadap tingkah laku dari responden. Sehingga terjadi

hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi

dalam lingkungan responden. Dimana pengaruh keluarga, teman sebaya

dan lingkungan sekolah menjadi sebab mengapa responden ini melakukan

perilaku membolos sehingga akan berpengaruh terhadap tingkah laku

mereka sehari-hari.

Menurut teori pertukaran sosial dari George Homan bahwa hubungan

antara penyebab dan akibat dari hubungannya itu selalu diterangkan

dengan proposisi psikologi. Lima proposisi tersebut menjelaskan proses

pertukaran, adalah sebagai berikut :

1. Proposisi sukses

Dalam tiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh

ganjaran, maka semakin sering ia melakukan tindakan itu.

2. Proposisi Stimulus

Jika dimasa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat

stimulti, merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh

ganjaran, maka semakin mirip stimulti yang ada sekarang ini dengan yang

lalu itu akan semakin memungkinkan seseorang melakukan tindakan yang

serupa atau yang agak sama.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 105
digilib.uns.ac.id

3. Proposisi Nilai

Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka semakin senang seseorang

melakukan tindakan itu.

4. Proposisi Deprivasi

Semakin sering dimana yang baru berlalu seseorang menerima sesuatu

ganjaran tertentu, maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut

peningkatan setiap unit ganjaran itu.

5. Proposisi Approval-Agression

Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya,

atau menerima hukuman yang tidak diinginkannya, maka ia akan marah,

dia cenderung agresif, dan hasil demikian hasilnya akan lebih bernilai

baginya.

Bila seseorang memperoleh ganjaran, yang diharapkannya, khususnya

ganjaran yang lebih besar dari yang diperkirakan, atau tidak memperoleh

hukuman yang diharapkannya, maka dia akan merasa senang; dia akan

lebih mungkin melaksanakan perilaku yang disenanginya, dan hasil dari

perilaku yang demikian akan menjadi lebih bernilai lagi.

Dalam menjelaskan perilaku siswa perlu diterangkan dengan

pendekatan perilaku dan menurut Homan bahwa psikologi menjadi

variabel perantara. Dengan demikian perilaku membolos siswa terjadi

akibat dari faktor psikologi yang mengikutinya. Dan responden ini

berperilaku demikian karena masalah psikologinya. Seperti yang dikatakan

oleh Homan dalam proposisinya bahwa responden ini dalam melakukan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 106
digilib.uns.ac.id

perilaku membolos akan memperoleh kesenangan bagi dirinya sendiri

maka besar kemingkinan untuk mengulanginya lagi, apabila dan apabila

tindakan tersebut akan mengurangi nilai orang lain terhadap dirinya maka

makin berkurang nilai tersebut dari tindakan yang dilakukan berikutnya.

Dalam teori pertukaran ini terjadi apabila kedua belah pihak sama-sama

untung dan keuntungan itu mengandung unsur psikologis. Dengan

demikian dalam hal ini responden melakukan perilaku membolos maka

dimungkinkan antara responden dengan teman-temannya yang membolos

ada keuntungan (reward) yang diperolehnya selama melakukan aktivitas

membolos yaitu memperoleh kesenangan dan kebebasan, sehingga

semakin sering mereka mendapatkan keuntungan (reward) maka semakin

sering perilaku tersebut dilakukan. Meskipun ada kerugian yang didapat

dari melakukan perilaku tersebut yaitu hukuman (punishment) yaitu

berupa skor pelanggaran dan kerugian yang mengikuti selanjutnya, seperti

ketinggalan pelajaran, dimarahi orang tua, mendapat predikat sebagai

siswa nakal dari guru dan teman-temannya.

Sedangkan dalam perspektif teori kontrol sosial (social control

theory). Kontrol sosial mengacu pada suatu proses baik yang direncanakan

maupun yang tidak direncanakan, dimana dalam proses kontrol sosial

tersebut masyarakat dibuat agar mematuhi norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Masyarakat berharap bahwa individu di dalam dirinya sendiri

sudah muncul kesadaran untuk mematuhi norma dan mempunyai perilaku

yang konform dengan aturan di masyarakat, artinya bahwa perilaku


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 107
digilib.uns.ac.id

konformi tas itu bersifat inheren di dalam diri individu. Meskipun

demikian ada sebagian besar manusia yang harus dilatih untuk

menjalankan konformitas di mana proses sosialisasi terlibat di dalamnya.

Melalui proses sosialisasi seseorang akan mempelajari perilaku apa yang

dapat diterima berkaitan dengan berbagai situasi yang akan dia hadapi,

selain itu ia akan belajar perilaku mana yang pantas dan tidak pantas untuk

ia laksanakan.

Menurut Albert J. Reiss, Jr terdapat tiga komponen kontrol sosial dalam

menjelaskan kenakalan remaja :

a. A lack of proper internal controls development during childhood

(kurangnya kontrol internal yang memadai selama masa kanak-kanak)

b. A breakdown of those internal controls (hilangnya kontrol internal)

c. An absence of or conflict in social rules provided by important social

group (the family, close other, the school) (tidak adanya norma-norma

sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud di keluarga, lingkungan

sekitar, dan sekolah).

Selanjutnya Albert J.Reiss, Jr membedakan dua macam kontrol, yaitu

personal control dan social control. Personal control adalah kemampuan

seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan

cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan

social control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga

di masyarakat melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan

menjadi efektif (Lilik Mulyadi, 2009).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 108
digilib.uns.ac.id

Dalam penelitian ini, kontrol sosial terhadap perilaku siswa dilakukan

oleh orang tua atau keluarga dan pihak sekolah. Kontrol sosial dalam

keluarga adalah kemampuan orang tua untuk melaksanakan norma-norma

atau peraturan-peraturan dalam keluarga menjadi efektif. Melalui proses

kontrol sosial, anak akan mematuhi peraturan dalam keluarga. Setiap

keluarga memiliki norma atau aturan yang telah disepakati bersama.

Norma dan aturan tersebut berfungsi untuk mengatur perilaku anak.

Efektif atau tidaknya peraturan tersebut dipengaruhi oleh ikatan antara

orang tua dan anak, bagaimana hubungan dan komunikasi antara orang tua

dan anak. Bila hubungan antara orang tua dan anak harmonis, maka

penerapan norma atau peraturan akan berjalan dengan baik. Karena jika

anak merasa dekat dengan orang tua maka kecenderungan untuk

melanggar norma atau aturan mejadi kecil kemungkinannya. Fakta yang

dijumpai di lapangan adalah sebaliknya. Siswa yang membolos tersebut

kurang mendapat perhatian dari orang tua. Alasan kesibukan dan karena

pekerjaan membuat orang tua mengabaikan anak. Sehingga anak merasa

kurang diperhatikan. Bila hal ini terjadi maka anak akan cenderung

melanggar peraturan orang tuanya sehingga kontrol sosial yang lemah

membuat anak menjadi nakal dan berperilaku negatif.

Peraturan dan tata tertib sekolah juga dibuat agar siswa patuh dan

menjalankan aturan yang berlaku. Bentuk kontrol sosial berkaitan dengan

pemberian sanksi atau hukuman kepada siswa yang melanggar tata tertib.
commit to user
Sanksi atau hukuman diberikan dalam bentuk skor pelanggaran, besarnya
perpustakaan.uns.ac.id 109
digilib.uns.ac.id

point berdasarkan tingkat dan jenis pelanggaran. Fakta di lapangan

menunjukkan masih banyak siswa yang melanggar peraturan dan tata

tertib sekolah. Dalam penelitian ini, perilaku membolos siswa terjadi

karena kontrol sosial dari sekolah yang lemah. Suasana tidak kondusif saat

kegiatan belajar mengajar di kelas. Suasana kelas yang ramai dikarenakan

guru yang mengajar kurang bisa menguasai dan mengontrol siswanya di

kelas. Hal tersebut selanjutnya akan membuat siswa cenderung untuk

mengabaikan pelajaran dan timbul rasa malas mengikuti pelajaran.

Kondisi bangunan sekolah yang terbagi menjadi dua bagian dan tidak

memiliki pagar juga berpengaruh terhadap terciptanya keamanan dalam

lingkungan dalam sekolah. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bangunan

sekolah kurang memenuhi standar pengamanan. Sehingga siswa dengan

mudah dapat keluar masuk sekolah tanpa adanya pengawasan dari pihak

sekolah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekolah tersebut

memiliki peraturan dan tata tertib. Tetapi peraturan dan tata tertib tersebut

menjadi tidak efektif karena tidak di dukung dengan kondisi bangunan

secara fisik dan lemahnya kontrol guru terhadap siswanya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 110
digilib.uns.ac.id

MATRIK 5

PERILAKU MEMBOLOS SISWA

No. Item Hasil Penelitian


1. Latar Belakang Perilaku 1. Adanya keinginan melakukan
kegiatan untuk mencari kesenangan
bersama-sama
2. Rasa kebersamaan dan solidaritas
antar teman atau dalam kelompok
(gang)
3. Lingkungan di sekitar sekolah yang
kurang kondusif
4. Kontrol sekolah yang lemah
5. Kurang mendapat perhatian dari
orang tua dalam keluarga
2. Perilaku Membolos Siswa 1. Perilaku nongkrong dan bermain
playstation pada saat jam pelajaran
2. Perilaku merokok dan
mengkonsumsi minuman keras
3. Perilaku kekerasan (perkelahian)
antar siswa

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan perilaku membolos yang

dilakukan oleh siswa SMP Negeri 2 Delanggu, kurangnya perhatian dari

orang tua, kondisi lingkungan sekolah yang kurang kondusif dan pengaruh

negatif dari kelompok sebaya menyebabkan siswa berperilaku diluar

norma dan peraturan sekolah. Akibatnya banyak siswa yang melakukan

pelanggaran kedisiplinan dengan membolos. Perilaku membolos yang

dilakukan oleh siswa merupakan salah satu citra buruk yang terjadi di

dalam lembaga pendidikan formal atau sekolah. Dalam pembahasan yang

telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah

kesimpulan berkenaan dengan perilaku membolos siswa di SMP Negeri 2

Delanggu.

Dilihat dari faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku

membolos pada siswa, diketahui bahwa terdapat berbagai macam

penyebab yang berasal dari diri atau internal, yaitu malas mengikuti

pelajaran di kelas, tidak suka pada pelajaran dan guru mata pelajaran

tertentu, belum mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru pada

hari tersebut, tidak memiliki alat transportasi ke sekolah atau terlambat

masuk sekolah, ada masalah dalamtokeluarga.


commit user Pengaruh pola asuh orang tua

111
perpustakaan.uns.ac.id 112
digilib.uns.ac.id

dalam keluarga, bagaimana orang tua memberikan pendidikan dan

perhatian dalam keluarga juga mempengaruhi pembentukan kepribadian

anak (siswa). Karena hampir semua orang tua dari responden tidak

memberikan hal itu karena faktor kesibukan dan cenderung

mempercayakan anaknya pada pihak sekolah saja. Oleh karena sebab

itulah anak akan mencari sesuatu yang tidak mereka dapatkan di rumah,

yaitu pada pergaulannya sehari-hari yang mayoritas mereka habiskan di

sekolah. Membentuk kelompok teman sebaya (gang) sebagai tempat

mereka berekspresi dan bersosialisasi. Awal mula siswa melakukan

perilaku membolos adalah karena pengaruh dari teman sebaya yang

negatif dan kondisi lingkungan sekolah yang kurang kondusif. Sehingga

mereka mencari kesenangan di luar sekolah. Meskipun telah diberlakukan

sanksi, mereka tidak jera untuk berhenti membolos, kalaupun jera hanya

dalam waktu sebentar saja. Dengan perilaku yang demikian, maka secara

tidak langsung akan berdampak pada prestasi belajar. Nilai ulangan yang

buruk dan ancaman tidak naik kelas bisa terjadi. Selain itu mereka

mendapat cap sebagai anak nakal dari guru dan teman-teman sekelasnya

sebagai bentuk sanksi moral yang harus diterima.

B. IMPLIKASI

1. Implikasi Teoritis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori pertukaran sosial

(social exchange theory) dan teori kontrol sosial (social control theory)

untuk mengkaji perilaku membolos yang terjadi pada siswa SMP Negeri 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 113
digilib.uns.ac.id

Delanggu, Kecamatan Delanggu. Hasil penelitian secara teoritis

mendukung teori pertukaran (social exchange theory) dan teori kontrol

sosial (social control theory). Relevansi yang ada antara hasil penelitian

dengan teori pertukaran sosial adalah di mana pendekatan ini menekankan

pada hubungan antara penyebab dan akibat dari hubungannya itu selalu

diterangkan oleh proposisi psikologi. Sehingga dengan demikian perilaku

membolos yang dilakukan oleh siswa-siswa ini akan mereka lakukan

kembali apabila mereka merasakan ganjaran yang diperoleh yang

dimaksud disini adalah manfaat yang diterima namun sebaliknya apabila

dengan perilaku yang dilakukan tadi akan mengalami ancaman hukuman

maka kecil kemungkinan tingkah laku yang serupa akan dilakukan. Dalam

mengkaji permasalahan siswa-siswa yang membolos ini bahwa dengan

menggunakan teori pertukaran dapat terjadi apabila kedua belah pihak

sama-sama untung dan mengandung unsur psikologis. Dari psikologi

perilaku diambil suatu gambaran mengenai perilaku manusia yang

dibentuk oleh hal-hal yang memperkuat atau memberikan dukungan yang

berbeda-beda. Dalam konteks ini manusia memberikan dukungan yang

positif atau negatif terhadap satu sama lain dalam proses interaksi dimana

mereka saling membentuk perilakunya.

Perilaku manusia dalam kajian sosiologi. Perilaku menjadi sosial

hanya kalau dan sejauh mana arti subyektif dari perilaku membuat

individu memikirkan dan memperhitungkan perilaku orang lain dan

mengarah kepadanya (KJ. Veeger, 1990:171). Perilaku sosial yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 114
digilib.uns.ac.id

dimaksud Homans adalah perbuatan yang berkenaan dengan suatu

kemauan yang mengakibatkan adanya suatu reward dan sanksi dari orang

lain. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tingkah laku. Perilaku merupakan respon seorang individu

terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya, setelah

melalui proses berpikir. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa

disebabkan oleh rendahnya kontrol dalam keluarga dan sekolah serta

pengaruh negatif kelompok sebaya dalam pergaulan sehari-hari di sekolah

maupun di lingkungan luar sekolah. Keadaan tersebut selanjutnya akan

dijelaskan menggunakan teori kontrol sosial. Perilaku membolos yang

dilakukan oleh siswa karena lemahnya kontrol yang ada dalam lingkungan

keluarga. Kurangnya perhatian dari orang tua menyebabkan ikatan antara

orang tua dan anak menjadi lemah, sehingga timbul kecenderungan anak

untuk melanggar norma atau aturan dalam keluarga. Dan keadaan yang

sama terjadi di sekolah. Kurangya pengawasan terhadap siswa di sekolah

berdampak pada pelanggaran peraturan dan tata tertib yang dilakukan oleh

siswa.

2. Implikasi Metodologis

Penelitian yang telah dilaksanakan ini merupakan penelitian

deskriptif, yaitu berupaya untuk memberikan uraian deskriptif tentang

fenomena perilaku membolos siswa, yang betujuan untuk menggambarkan

suatu peristiwa dimana hal ini berlangsung dengan latar belakang yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 115
digilib.uns.ac.id

wajar (alamiah) prosesnya berbentuk siklus dengan peneliti sebagai

instrument utamanya. Narasumber penelitian ini dibedakan menjadi dua

yaitu responden dan informan. Responden dalam hal ini adalah siswa yang

melakukan perilaku membolos dan informan adalah orang-orang yang ada

hubungannya dengan responden, yaitu orang tua siswa dan guru.

Pencarian informan dilakukan dengan cara keyperson, yaitu orang-orang

yang mengetahui kejadian atau peristiwa yang sedang diteliti (walaupun

tidak terlibat secara langsung). Sedangkan responden dipilih dengan teknik

purposive sampling. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel

tersebut, peneliti dapat menemukan responden yang dapat memberikan

keragaman untuk menangkap data yang unik.

Untuk memenuhi tujuan keragaman data tersebut peneliti

mengambil beberapa informasi yang masing-masing memiliki latar

belakang keluarga yang berbeda, untuk memenuhi triangulasi yaitu :

peneliti mengambil 13 orang dengan perincian 10 orang responden (siswa)

dan 3 orang informan yang terdiri dai guru dan orang tua siswa. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan strategi observasi non partisipant,

yaitu mengamati obyek penelitian untuk memperoleh data tanpa ikut

terlibat langsung dalam kelompok yang diteliti. Cara pengumpulan data

adalah dengan cara wawancara mendalam dimana peneliti mengajukan

pertanyaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan subyek

penelitian kepada responden untuk memperoleh informasi yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 116
digilib.uns.ac.id

diharapkan. Selain itu peneliti juga melakukan studi dokumentasi sebagai

upaya mendukung data wawancara.

Beberapa kesulitan dalam pengumpulan data banyak dirasakan

selama penelitian. Diantaranya masalah keterbukaan responden ketika

wawancara, yaitu perasaan segan dan malu selama proses wawancara,

kebanyakan responden takut kalau nantinya peneliti memberi tahu atau

membocorkan semua informasi kepada guru BK. Tapi peneliti mencoba

meyakinkan bahwa semua informasi yang diberikan akan dijamin

kerahasiaannya. Peneliti menjelaskan bahwa maksud dan tujuan penelitian

ini dan membangun suasana santai dan bersahabat selama proses

wawancara dalam pengumpulan data. Data wawancara langsung dicatat

kemudian data yang terkumpul dikategorisasikan, mengalami beberapa

reduksi hingga kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif. Agar

memperoleh data yang mempunyai validitas, keakuratan dilakukan

triangulasi sumber data yakni membandingkan, mengecek derajat

kepercayaan suatu informasi dengan sumber yang berbeda. Kemudian

diversifikasi selama penelitian berlangsung.

Secara metodologis penelitian ini mempunyai kelebihan: pertama,

penelitian kualitatif mampu mengungkap realitas secara mendalam, karena

dapat mengungkap realitas internal yang melibatkan subyektivitas, emosi,

dan nilai-nilai sehingga mampu menggambarkan realitas sosial

sebagaimana adanya. Kedua, kebenaran mendalam dalam penelitian

kualitatif merupakan hasil persetujuan sehingga sesuai dengan kondisi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 117
digilib.uns.ac.id

sosial dan historisnya. Kemudian kekurangan dari metode penelitian ini

adalah hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan dan hanya berlaku

pada siswa (responden) di lokasi penelitian saja. Disamping itu penelitian

kualitatif membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga berimplikasi

pada biaya baik ekonomi maupun sosial.

3. Implikasi Empiris

Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap fenomena

siswa membolos pada akhir-akhir ini. Penulis mencoba untuk memberikan

gambaran bagaimana perilaku tersebut kini marak dilakukan remaja

khususnya siswa di tingkat sekolah menengah pertama atau SMP.

Tingginya tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa mengakibatkan

berbagai masalah berkaitan dengan ketertiban. Pelanggaran yang yang

sering dilakukan oleh siswa pada saat kegiatan belajar mengajar adalah

perilaku membolos. Hal ini dapat dilihat pada siswa di SMP Negeri 2

Delanggu. Dari hasil penelitian dilapangan, menunjukkan bahwa setiap

hari ada kasus membolos yang terjadi di sekolah tersebut.

Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa adalah suatu bentuk

lemahnya kontrol sekolah terhadap siswa, lemahnya peraturan sekolah dan

tata tertib sekolah. Keberadaan masyarakat disekitar sekolah yang

seharusnya ikut mendukung terciptanya ketertiban, justru malah menjadi

faktor penarik siswa untuk membolos dengan menyediakan penitipan

sepeda dan sekaligus persewaan playstation. Hal ini terjadi karena tidak

lain dipengaruhi motif ekonomi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 118
digilib.uns.ac.id

Psikologis siswa yang masih labil, dan mudah untuk melakukan

tindakan yang menyimpang dari peraturan yang seharusnya. Karena itu

mereka mudah terpengaruh oleh teman-temannya untuk melakukan

tindakan yang negatif dan merugikan diri sendiri. Faktor yang sangat

berpengaruh dalam perilaku membolos ini adalah salah dalam memilih

teman dalam pergaulan, karena perilaku seorang siswa biasanya meniru

atau mengikuti apa yang teman-temannya lakukan. Seperti cara berpakaian

dan bertingkah laku, bila seorang siswa berteman dengan teman yang

sikapnya baik maka ia akan menjadi siswa yang patuh juga. Selain faktor

dari pergaulan, faktor dari keluarga juga berpengaruh dalam membentuk

kedisiplinan siswa. Siswa yang membolos mayoritas berasal dari keluarga

yang kurang kondusif keadaannya, seperti single parent, tidak tinggal

bersama orang tua, ataupun keluarga yang mempunyai banyak anak.

Keadaan yang demikian akan membentuk kepribadian anak yang

sulit diatur disekolah, karena siswa yang sering membolos ternyata juga

sering membuat masalah dikelas, tidak memperhatikan pelajaran, dan suka

berbuat iseng kepada temannya, ini terbukti saat peneliti mengadakan

wawancara dengan guru pelajaran ataupun teman-teman sekelas

responden. Keadaan tersebut sebaiknya mendapat perhatian lebih dari

pihak sekolah. Untuk kedepannya agar kasus membolos tersebut dapat

berkurang dan ada tindak lanjut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 119
digilib.uns.ac.id

C. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa-siswa

SMP Negeri 2 Delanggu, maka penulis dapat memberikan rekomendasi

sebagai berikut :

1. Sekolah meningkatkan kontrol sosial terhadap siswa dan

memberikan tindakan yang tegas terhadap siswa yang membolos

dalam penegakan disiplin sekolah.

2. Peraturan sekolah lebih diperjelas dengan sanksi-sanksi yang

dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi

siswa sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.

3. Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman bagi siswa-siswanya.

Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses

administratif serta informal di luar kelas.

4. Pendekatan individual dilakukan oleh pihak sekolah terkait dengan

permasalahan pribadi dan keluarga, dan bagaimana pandangan

mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai