Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam arti luas hiperplasia endometrium berhubungan dengan

proliferasi selular yang berlebihan mengarah ke peningkatan volume

jaringan endometrium, di mana peningkatan kelenjar endometrium ke

stroma terlihat rasio lebih besar dari 1:1. Hiperplasia endometrium

selanjutnya diklasifikasikan atas dasar kompleks kelenjar endometrium

dan setiap sitologi atipia, sehingga berdasarkan sistem klasifikasi terdiri

dari simpleks atau kompleks hiperplasia dengan atau tanpa atipia.1

Penelitian untuk mencari insidensi hiperplasia endometrium pada

wanita berusia 18-90 tahun telah banyak dilakukan. Menurut penelitian

Reed et al pada tahun 2009 didapatkan insidensi hiperplasia endometrium

jenis simpleks adalah 142 per 100.000 wanita, kompleks 213/100.000

wanita, atipik 56/100.000 wanita dengan usia terbanyak untuk jenis

simpleks dan kompleks adalah 50 tahun sedangkan jenis atipik adalah 60

tahun.2

Hiperplasia endometrium mempengaruhi wanita premenopause

dan menopause, dengan jumlah sekitar 15% kasus perempuan dengan

perdarahan postmenaupose. Sebaliknya, hiperplasia endometrium dapat

juga asimtomatik dan mungkin pada beberapa kasus, regresi spontan

tidak terdeteksi. Hiperplasia endometrium secara klinis terutama berkaitan

dengan resiko berkembangnya menjadi karsinoma endometrium ketika

Universitas Sumatera Utara


hiperplasia dikaitkan dengan sitologi atipia. Diyakini bahwa sebagian

besar kanker endometrium dibedakan berdasarkan lesi hiperplastik, mulai

dari hiperplasia endometrium tanpa atipia dan hiperplasia dengan atipia,

untuk dibedakan menjadi karsinoma endometrium. 1

Hiperplasia endometrium merupakan salah satu prekursor paling

sering pada keganasan genitalia wanita. American Cancer Society (ACS)

memprediksikan bahwa 40.100 kasus baru kanker uterus akan

didiagnosis pada tahun 2003, yang mana 95% diharapkan berasal dari

endometrium. ACS juga memperkirakan terdapat kira-kira 6800 wanita

Amerika akan meninggal akibat kanker uterus pada tahun 2003. Adanya

estrogen unopposed dari siklus anovulatori dari pemakaian estrogen dari

luar pada wanita pascamenopause dapat meningkatkan resiko terjadinya

hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium. Sistem klasifikasi

hiperplasia endometrium telah dikembangkan berdasarkan tingkat

kompleks kelenjar endometrium dan gambaran atipikal hasil sitologi.

Hiperplasia atipik telah diduga berhubungan erat dengan kecenderungan

terjadinya karsinoma endometrium dan adanya karsinoma endometrium

saat ditemukannya hiperplasia endometrium.3

Di Amerika Serikat, kanker endometrium merupakan kanker yang

paling umum didiagnosis pada sistem reproduksi perempuan. Strategi

untuk mendiagnosis lesi pramalignan endometrium secara sensitif dan

akurat sangat diperlukan. Perkembangan menjadi adenokarsinoma

endometrium biasanya di awali oleh lesi prakanker, termasuk hiperplasia

Universitas Sumatera Utara


endometrium dimana disebabkan oleh proliferasi endometrium yang tidak

terkontrol. Apoptosis mengatur hemostasis endometrium selama siklus

menstruasi. 4,5

Penelitian lain oleh Boise et al pada tahun 1993 meneliti tentang

gen B cell lymphoma 2 (Bcl-2) yang berperan dalam regulasi apoptosis.

Jumlah sel dikontrol melalui keseimbangan proliferasi sel dan kematian

sel. Apoptosis merupakan proses aktif dimana sel dapat mati selama

perkembangan pada eukariosit kompleks. Kematian sel diinduksi program

baik ekstrinsik maupun intrinsik. Kematian sel ditandai dengan kurangnya

volume sel, pecahnya membran sel, kondensasi nuklear, dan degenerasi

DNA.6

Penelitian Vaskivuo et al pada tahun 2002 membahas tentang

peranan apoptosis dan faktor apoptosis Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 85 kasus spesimen

histerektomi dengan usia 25-77 tahun. Hasil penelitian menunjukkan

apoptosis berperan pada hiperplasia simpleks, kompleks, dan atipik.

Proses apoptosis menurun pada hiperplasia endometrium. Bcl-2

terdeteksi pada hiperplasia endometrium dan endometrium normal. Laju

apoptosis pada tipe simpleks adalah 0,49 dan kompleks adalah 0,52.5

Apoptosis diatur oleh beberapa gen, diantara gen tersebut, yang

termasuk faktor penting adalah golongan gen Bcl-2. Bcl-2 merupakan gen

anti-apoptosis yang pertama kali diidentifikasi pada limfoma non-hodgkin.

Gen tersebut memiliki kemampuan menghambat berbagai macam sinyal

Universitas Sumatera Utara


apoptosis, dan ekspresi dari gen ini telah ditemukan meningkat pada

neoplasma pada manusia, termasuk keganasan mammae, prostat, tiroid,

dan karsinoma sel paru sel besar. Bax merupakan gen lain yang

merupakan golongan dari Bcl-2, tetapi berlawanan dengan Bcl-2, gen ini

cenderung menginduksi terjadinya apoptosis.7

Menurut penelitian loffe et al pada tahun 1998 membahas tentang

Bcl-2 tinggi pada hiperplasia simpleks dan fase proliferasi serta menurut

penelitian Kokawa et al pada tahun 2001 meneliti bahwa Bcl-2 meningkat

pada hiperplasia non atipik. Disini Bcl-2 berperan pada jalur intrinsik

apoptosis dan mengatur pertumbuhan endometrium serta hiperplasia

endometrium non-atipik.8,9

Bcl-2 merupakan protoonkogen yang menghambat terjadinya

onkogenesis, tetapi dalam keadaan berlebihan malah bisa memberikan

efek sebaliknya yaitu memicu onkogenesis, Bcl-2 juga dapat menjadi

faktor prognostik kearah keganasan sementara adanya beberapa

penelitian yang kontroversi di mana ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia non

atipik simpleks lebih tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut dan

juga belum adanya penelitian di Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, peneliti ingin meneliti

bagaimana perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dan kompleks.4,5,7,8

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, dirumuskan masalah apakah terdapat

perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia endometrium

non atipik simpleks dan kompleks.

1.3 Hipotesa Penelitian

Ho = Tidak ada perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dibanding kompleks.

Ha = Ada perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dibanding kompleks.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi

imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks

dan kompleks.

1.4.2 Tujuan khusus:

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hiperplasia endometrium non

atipik simpleks dan kompleks berdasarkan karakteristik.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hiperplasia endometrium non-

atipik simpleks dan kompleks berdasarkan hasil staining histopatologi.

3. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non-atipik simpleks dan kompleks.

Universitas Sumatera Utara


1.5 Manfaat penelitian

1.5.1. Manfaat teoritis

Dapat diketahui bagaimana perbedaan ekspresi imunohistokimia

Bcl-2 pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks.

Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar pada penelitian selanjutnya

terhadap hiperplasia endometrium.

1.5.2. Manfaat Metodologis

Dapat diketahui bagaimana pemeriksaan ekspresi Bcl-2 pada

hiperplasia endometrium melalui pemeriksaan imunohistokimia.

1.5.3. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini diharapakan bermanfaat untuk memperoleh data

tentang bagaimana ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia endometrium

sehingga dapat menjadi landasan pilihan pemeriksaan dan mendiagnosis

lebih spesifik pada penderita hiperplasia endometrium.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai