Anda di halaman 1dari 39

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN Contextual Teaching and

Learning (CTL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN


HASIL BEALAJAR KIMIA SISWA KELAS XI IPA 7 SMA N 5
SEMARANG

PROPOSAL
disusun dalam rangka memenuhi tugas
penelitian tindakan kelas

Oleh

1. Nia Arinal Haq ( 4301414038 )


2. Siti Syafaatun ( 4301414074 )

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENDIDIKAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016
DAFTAR ISI

HALAMAN MUKA i
DAFTAR ISIii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 3
1.3 Rumusan Masalah 4
1.4 Cara Pemecahan Masalah 4
1.5 Tujuan Penelitian 5
1.6 Manfaat Penelitian 5
BAB 2. LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka 7
2.2 Hipotesis 20
BAB 3. PROSEDUR PTK
3.1 Jenis Penelitian 21
3.2 Setting Penelitian 21
3.3 FokusPenelitian 21
3.4 Instrumen 21
3.5 ProsedurPenelitian 22
3.6 Pelaksanaan Penelitian 24
3.7 TeknikPengumpulan Data 33
3.8 AnalisisInstrumenPenelitian 34
3.9 Metode Analisis Data 36
3.10 IndikatorKeberhasilan 36
DAFTAR PUSTAKA 38

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia pedidikan adalah dunia yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Manusia yang diiringi pendidikan, kehidupannya akan selalu
berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Tidak ada zaman yang berkembang,
tidak ada kehidupan manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada manusia pun
yang hidup dalam stagnasi peradaban. Semuanya itu, bermuara pada
pendidikan, karena pendidikan adalah pencetak peradaban manusia (Hamid,
2011).
Pendidikan pada dasarnya suatu proses untuk membantu manusia dalam
mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan
permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan-pendekatan yang kreatif
tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Sekolah merupakan bagian dari sistem
pendidikan formal yang mempunyai aturan-aturan jelas atau lebih dikenal
dengan GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) sebagai acuan proses
pembelajaran dan guru sebagai fasilisator yang berperan dalam keberhasilan
seorang siswa, sehingga guru harus tepat dalam memilih metode pembelajaran
yang akan digunakan.
Keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari tingkat
pencapaian pemahaman, penguasaan materi,serta prestasi belajar/ hasil belajar
siswa dalam setiap mata pelajaran yang mereka ikuti khususnya pada mata
pelajaran kimia. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasaan materi, serta
prestasi belajar/hasil belajar siswa dalam suatu mata pelajaran maka,
keberhasilan dalam proses pembelajaran semakin tinggi pula. Salah satu cara
untuk meningkatkan pemahaman, penguasaan materi, prestasi belajar serta
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran kimia dapat dengan
menumbuhkembangkan atau meningkatkan motivasi dan keaktifan belajar
siswa, makin aktif siswa mengambil bagian dalam kegiatan pembelajaran,
maka makin berhasil kegiatan pembelajaran tersebut. Tanpa aktivitas belajar
yang baik tidak akan memberikan hasil belajar yang baik pula.

1
Pada kenyataannya, guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar
di kelas cenderung berlangsung secara konvensional atau menggunakan
strategi pembelajaran tradisional. Artinya guru mentransformasi ilmu
pengetahuannya dengan menggunakan metode, seperti ceramah, diskusi, tanya
jawab, dan games sehingga pembelajaran berpusat pada guru (Teacher
Centered). Padahal menurut Kurikulum 2013, kegiatan belajar mengajar harus
berpusat pada siswa yang artinya siswa harus lebih aktif menggali informasi
sendiri.
Dalam mempelajari konsep kimia, siswa kurang bisa mengaitkan
konsep yang ada ke dalam kehidupan sehari-hari apalagi kimia merupakan
ilmu baru yang dipelajari oleh siswa, sehingga siswa akan mengalami kesulitan
bila siswa dihadapkan kepada bahan pengajaran baru yang menghendaki
penalaran intelektual sedangkan ilmu kimia sangat berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari dan akan lebih mudah dipahami siswa berdasarkan pengalaman
yang mereka temui di lingkungan sendiri.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, perlu diupayakan suatu
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membuat pembelajaran
lebih aktif. Salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan Contextual
Teaching andLearning (CTL) yang merupakan konsep belajar untuk membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan awal
siswa dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat (Blanhard, 2001). Dengan konsep itu hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Dalam upaya itu, siswa memerlukan
guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Pendekatan kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran seperti
halnya strategi pembelajaran yang lain, Contextual Teaching and Learning
(CTL) dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran siswa lebih aktif,
sehingga bisa meningkatkan hasil belajar dari siswa.

1.2 Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah dilakukan dengan mengadakan observasi awal di
sekolah yang akan dijadikan penelitian, melakukan wawancara dengan guru

2
kelas yang akan diajak untuk berkolaborasi yaitu Ibu Sovhi Rintowati,M.Pd,
melakukan wawancara dengan beberapa siswa kelas XIIPA7, serta melakukan
observasi langsung terhadap pembelajaran di kelas .Hasil dari observasi awal
ini dapat mengidentifikasi masalah yang ada di sekolah penelitian sebagai
berikut:

1.2.1 Kondisi Siswa


1. Siswa belum tahu tujuan belajar kimia
2. Potensi yang dimiliki siswa baik.
3. Sosial ekonomi siswa termasuk lebih dari cukup ( kelas menengah
keatas ).
4. Siswa kurang terlibat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran,
karena hanya beberapa siswa saja yang berani mengungkapkan
pendapat dan maju di depan untuk mengerjakan soal.
3. Beberapa siswa cenderung kurang memperhatikan saat pelajaran
berlangsung karena siswa merasa kesulitan dalam memahami konsep
kimia yang didapat.
4. Motivasi siswa tidak sepenuhnya tercurahkan pada pembelajaran kimia
karena ada beberapa siswa yang merasa kesulitan untuk memahami
materi kimia.
5. Siswa tidak tahu aplikasi kimia yang sebenarnya bermakna/nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
1.2.2 Kondisi Guru
1. Termasuk guru senior karena lama mengajar beliau sudah 18 tahun
( dari tahun 1998 sampai sekarang ) dan termasuk golongan IV a.
2. Cara mengajar konvensional, ceramah, tanya jawab, diskusi dan dengan
sedikit praktek

1.2.3 Kondisi PBM


1. Dalam pembelajaran, metode yang digunakan oleh guru adalah metode
ceramah, tanya jawab, diskusi, games dan praktikum masih belum bisa
untuk mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Pembelajaran kurang kontekstual.

3
1.2.4 Kondisi sarana dan prasarana

1. Gedung sekolah dalam kondisi baik.


2. Laboratorium kimia dalam keadaan baik.
3. Ada layanan/jaringan internet di sekolah

Hasil identifikasi masalah menunjukkan bahwa perlu adanya pembenahan


metode pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran agar tercipta proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan
meningkatkatkan hasil belajar siswa.
1.3 Rumusan Masalah
Cara mengajar guru secara konvensional ( ceramah, tanya jawab,
diskusi, game dan dengan sedikit praktik ), Keaktifan siswa masih rendah,
siswa tidak tahu aplikasi kimia yang sebenarnya bermakna/nyata dalam
kehidupan sehari-hari, dan pembelajaran kurang kontekstual.
Apakah metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL), dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas XI
IPA 7 SMA Negeri 5 Semarang ?

1.4 Cara Pemecahan Masalah


Setelah diadakan observasi awal dan diskusi dengan guru kolaborator,
maka di pilih cara pemecahan masalah dengan menerapkan metode
Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai salah satu metode
pembelajaran yang akan digunakan guru dalam proses pembelajaran. Harapan
dari cara pemecahan masalah ini yaitu metode CTL yang digunakan dapat
meningkatkan aktifitasdan hasil beajar siswa.
Pemilihan metode ini berdasarkan atas identifikasi masalah, dimana
siswa kurang bisa mengaitkan konsep kimia yang ada ke dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu guru juga belum menggunakan secara baik metode
yang sesuai dengan kurikulum 2013 yang menerapkan pembelajaran berbasis
saintifik. Hal ini menyebabkan beberapa siswa masih kurang aktif dalam
mengikuti pembelajaran kimia yang sedang berlangsung. Dengan adanya
pemecahan masalah ini, diharapkan siswa dapat memaksimalkan potensi
mereka baik itu dari segi keaktifan ataupun hasil belajar.

4
1.5 Tujuan Penelitian
Dari uraian rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian
tindakan kelas ini adalah:
1.5.1 Tujuan Umum
Metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
dapatdigunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar
siswa kelas XI IPA 7SMA Negeri 5 Semarang.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah memenuhi
target, berupa :
1. Nilai hasil belajar siswa diatas kkm (kkm : 75)
2. Jumlah siswa yang memiliki nilai diatas kkm sebanyak 70-75 %
3. Rata-rata skor aktivitas belajar siswa adalah 70

1.6 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:
1) Bagi siswa
a. Manfaat bagi siswa adalah memberikan bekal kecakapan berfikir
ilmiah melalui keterlibatan siswa dalam kegiatan penelitian tindakan
kelas yang dilakukan oleh guru.
b. Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan anak di
sekolah.
2) Bagi guru
a. Manfaat bagi guru yaitu dapat mengarahkan para guru untuk
melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya satu dengan yang lain
dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode mengajar,
tetapi juga membantu para guru mengembangkan hubungan-
hubungan personal.
b. Sebagai perbaikan profesionalisme kerja guru dalam mengelola
kelas.
3) Bagi Sekolah

5
a. Menjadi alat evaluator dari program dan kebijakan
pengelolaansekolah yang sudah berjalan.
b. Menumbuhkembangkan budaya ilmiah di lingkungan sekolah, untuk
proaktif dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/pembelajaran
secara berkelanjutan.
4) Bagi peneliti
Manfaat bagi peneliti yaitu sebagai suatu pengembangan pengetahuan
tentang belajar dan mengajar, serta peningkatan mutu pendidikan
khususnya dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajarsiswa.

6
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Belajar dan Mengajar


a. Pengertian Belajar
Belajar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak lahir
manusia telah memulai usahanya untuk memenuhi kebutuhan dan
mengembangkan dirinya. Mengingat pentingnya belajar, para ahli
berusaha merumuskan pengertian belajar walaupun antara yang satu
dengan yang lain berbeda, namun pada prinsipnya sama. Menurut teori
konstruktivisme, belajar adalah kegiatan aktif subyek belajar membangun
sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang
mereka pelajari (Sardiman, 2007 :38).
Belajar menurut konstruktivisme mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh pebelajar dari
apa yang mereka lihat, dengar, rasa dan alami konstruksi itu
dipengaruhi oleh pengertian yang ia punyai.
2) Konstruksi arti itu adalah proses terus-menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik
secara kuat maupun lemah.
3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari
suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pemikiran baru.
Belajar bukan hasil perkembangan melainkan merupakan
perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan
kembali pemikiran seseorang.
4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk
memacu belajar.

7
5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
6) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang diketahuinya, konsep-
konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan
bahan yang dipelajari (Paul Suparno, 1997 :61).
b. Pengertian Mengajar
Beberapa definisi yang berhubungan dengan pembelajaran yang
dikemukakan oleh para ahli, antara lain :
1) Menurut Sardiman (2007 : 14) menyebutkan bahwa proses belajar
mengajar merupakan proses interaksi antara dua unsur manusiawi,
yaitu siswa sebagai pihak yang mengajar dengan siswa sebagai
subyek pokok.
2) Menurut Alvin W. Howard, pembelajaran adalah suatu aktivitas
untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk
mendapatkan, mengubah atau mengembangkan keterampilan, sikap,
cita-cita, penghargaan dan pengetahuan (Slameto, 2003:32).
3) Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung
jawaab moral yang cukup berat. Mengajar berusaha membimbing
siswa dalam kegiatan belajar mengajar (Moh.Uzer Usman, 2001; 6).

2.1.2. Kualitas Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Siswa


Pembelajaran merupakan suatu hal yang menyangkut proses belajar
siswa dan mengajar guru. Suatu proses belajar dikatakan baik apabila proses
tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Hal ini disadari
bahwa masalah yang menentukan bukan metode atau prosedur yang
digunakan dalam pengajaran, bukan kolot atau modernnya pengajaran dan
bukan pula konvensional atau progresifnya pengajaran. Semuanya memang
penting tetapi itu hanya berkaitan dengan alat bukan tujuan pengajaran.
Syarat utama dalam suksesnya pengajara adalah hasil. Penilaian suatu hasil
harus cermat dan tepat yaitu dengan memperhatikan bagaimana prosesnya,
dalam proses ini siswa akan beraktivitas. Proses yang tidak baik atau tidak

8
benar maka akan diperoleh hasil yang tidak baik pula dan ketika diperoleh
hasil yang baik maka hasil itu dikatakan hasil semu (Sardiman, 2007 : 49).
Kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan observasi adalah
kerangka pikir yang digunakan dalam menafsirkan makna dari berbagai fakta
yang terekam sebagai indikator berbagai gejala yang diharapkan. Kerangka
berpikir tersebut dapat lebih bersifat kuantitatif misalnya dalam bentuk
frekuensi pertanyaan yang diajukan siswa. Dalam kurun waktu tertentu
kerangka berpikir tersebut dapat juga lebih menampilkan sifat kualitatif
misalnya berkenaan dengan sifat atau tujuan pertanyaan yang diajukan itu
(pertanyaan faktual atau pertanyaan analitik, pertanyaan evaluatif, dan
pertanyaan-pertanyaan yang menuntut pengerahan proses kognitif tingkat
tinggi lainnya). Akan tetapi, yang lebih sering dibutuhkan adalah kombinasi
diantara keduanya yang tentu saja harus diramu secara kontekstual sesuai
dengan tujuan, materi dan prosedur yang terdapat dalam skenario dengan misi
perbaikan dari hipotesis tindakan. Beberapa contoh kriteria observasi dalam
rangka penelitian tindakan kelas dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Peningkatan proses pembelajaran, seperti :
1). Peningkatan frekuensi dan atau kualitas pertanyaan siswa dalam
interaksi belajar-mengajar
2). Peningkatan kerjasama antar siswa dalam pelaksanaan tugas-tugas
pembelajaran.
3). Peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar yang dimanfaatkan
oleh siswa, dan sebagainya.
b. Peningkatan hasil belajar, seperti :
1). Peningkatan perasaan puas para siswa
2). Peningkatan perasaan ingin tahu para siswa
3). Peningkatan jumlah, jenis dan mutu produk belajar yang dihasilkan
siswa
4). Peningkatan prestasi akademik konvensional
5). Penurunan frekuensi terjadinya miskonsepsi terhadap materi
pelajaran dan sebagainya (Depdikbud, 1999:54-55).

9
Dalam Sumardi (2004:2) disebutkan bahwa ada empat indikator penting
yang dapat digunakan untuk menetapkan keefektifan pembelajaran yaitu
kecermatan penguasaan perilaku, kecepatan untuk kerja, tingkat alih
belajar, dan tingkat retensi. Menurut Sri Anitah W. (2008:2.15-2.16)
menyebutkan bahwa efektifitas pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai
faktor baik ditinjau dari segi guru maupun siswa, yaitu sebagai berikut :
a. Segi Guru
Guru yang efektif dapat mempertimbangkan kebutuhan pebelajar,
mengorganisasikan dan mengelola kelas dengan baik, menyediakan
sumber dan bahan pembelajaran yang sesuai dan membimbing pebelajar
dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu pendekatan pembelajaran yang
digunakan oleh guru juga akan mempengaruhi dari efektifitas suatu
pembelajaran.
b. Segi Pebelajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi segi pebelajar antara lain aktivitas
belajar, disiplin kelas, tanggung jawab dan kerjasama antar pebelajar.
Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu pembelajaran yang
efektif dipengaruhi oleh guru maupun siswa, dari segi guru harus dapat
membuat perencanaan yang membantu dalam menata alur serta urutan
peristiwa dalam pembelajaran dengan tepat serta dapat mengatur waktu
dengan baik. Pada perencanaan tersebut dapat dipengaruhi oleh kebutuhan
pebelajar, kekomplekan tugas pembelajaran maupun fasilitas dan peralatan
serta pengalaman guru.
Efisiensi pengelolaan pendidikan dapat diukur antara lain dari
terwujudnya dua sasaran atau lebih hanya dengan melaksanakan satu jenis
kegiatan (Kasihani Kasbolah, 2001: 24). Guru harus dapat menciptakan
kondisi untuk meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan
belajar-mengajar agar belajar menjadi efektif dan efisien sehingga dapat
mencapai hasil belajar yang diinginkan dalam rangka peningkatan kualitas
proses pembelaran. Dilihat dari pendekatan sistem, praktik pembelajaran
atau proses belajar-mengajar yang terjadi di dalam kelas merupakan arena

10
interaksi antara masukan mentah (raw input), masukan lingkungan
(environmental input), masukan instrumental (instrumental input) yang
kemudian menghasilkan keluaran (output).

Gambar 1. Bagan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil


Belajar Mengajar (Kasihani Kasbolah, 2001: 22)
Secara skematis faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar ditampilkan oleh Gambar 1. Bagan pada Gambar 1 tersebut terlihat
bahwa proses pembelajaran mempunyai kedudukan yang sentral dan
strategis dalam kegiatan pendidikan di sekolah sehingga perlu adanya
suatu pencapaian kualitas suatu proses pembelajaran.
2.1.3. Keaktifan Belajar
Aktivitas merupakan unsur penting dalam suatu pembelajaran, karena
dengan adanya aktivitas dalam pembelajaran maka akan terjadi
interaksiinteraksi belajar mengajar. Keaktifan sendiri merupakan kegiatan
fisik maupun mental, berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan dan selalu berkaitan (Sardiman, 2001). Keaktifan siswa
dalam pembelajaran terjadi dalam berbagai bentuk kegiatan mulai dari
kegiatan fisik yang mudah diamati, hingga kegiatan psikis yang sulit untuk
diamati. Contoh kegiatan fisik yang diamati adalah kegiatan membaca,
mendengarkan, menulis, dan memperagakan. Sedangkan kegiatan psikis yang
sulit diamati adalah mengingat kembali pelajaran sebelumnya, menggunakan
kemampuan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah,
membandingkan satu konsep dengan konsep lain, menyimpulkan hasil
eksperimen dan kegiatan psikis lainnya (Dimyati & Mudjiono, 2006).

11
Dalam aktivitas belajar terdapat beberapa prinsip yang berorientasi
pada pandangan ilmu jiwa lama dan pandangan ilmu jiwa modern. Menurut
pandangan ilmu jiwa lama, dapat diibaratkan siswa adalah selembar kertas
putih yang kemudian akan menulisi kertas tersebut. Dapat diartikan bahwa
siswahanyalah penerima ilmu saja dan seluruh kegiatan pembelajaran
didominasi oleh guru. Keaktifan siswa pada pandangan ilmu jiwa lama
dianggap pasif. Berbeda dengan pandangan ilmu jiwa modern, manusia
merupakan sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh
sebab itu, siswa juga dapat aktif dalam proses pembelajaran denganadanya
motivasi dari luar maupun dari dalam dirinya yang ingin dia penuhi. Dalam
pandangan ilmu jiwa modern, siswa lah yang harus aktif dalam proses
pembelajaran, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan pembimbing
proses pembelajaran. Aktivitas yang dilakukan siswa dalam proses
pembelajaran sangatlah beragam, baik dalam aktivitas fisik maupun psikis.
Jenis-jenis aktivitas tersebut antara lain yaitu (Sardiman, 2001):
1) Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya membaca,
memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan.
2) Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.
3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: percakapan, diskusi,
musik, pidato.
4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta,
diagram.
6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain : melakukan
percobaan, membuat konstruksi, bermain.
7) Mental activities, sebagai contoh misalnya : menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan.
8) Emotional activities, seperti : menaruh minat, merasa bosan dan
gembira, bersemangat, bergairah, tenang.

12
Uraian aktivitas tersebut diatas menunjukkan bahwa aktivitas di
sekolah cukup komplek dan bervariasi. Sekolah yang dapat menerapkan
aktivitas-aktivitas tesebut sebagaimana mestinya akan menjadi sekolah yang
dinamis. Tentunya siswa juga akan lebih termotivasi dan lebih aktif dalam
mengikuti pembelajaran. Namun tantangan yang dihadapi untuk
mewujudkannya cukuplah besar. Guru harus memiliki ketrampilan dalam
mengelola kelas untuk dapat menumbuhkan kekatifan dalam diri peserta
didiknya.
2.1.4. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi,
menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis
tertentu. Pendekatan diartikan juga sebagai suatu cara dalam memandang
permasalahan yang ada daalm keseluruhan pembelajaran. Sudut pandang itu
memperlihatkan cara berpikir dan bertindak guru dalam menyelesaikan
persoalan pembelajaran yang ia hadapi.
Sintaks (pola urut) suatu pendekatan pembelajaran menggambarkan
keseluruhan urutan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian
kegiatan pembelajaran. Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas
urutan kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau siswa, dan
tugas-tugas khusus yang perlu dilakukan oleh siswa (Taufik, 2005 :71).

2.1.5. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching Learning / CTL)


Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa
pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan kemudian ceramah
menjadi pilihan utama strategi belajar. Oleh karena itu diperlukan strategi
belajar yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang
mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Melalui landasan filosofis konstrukstivisme, CTL diharapkan dapat menjadi

13
alternatif strategi belajar sehingga siswa diharapkan belajar melalui proses
yang dialami bukan menghafal.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi pelajaran
dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara
pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja (U.S Department of Education and
the National School to Work Office yang dikutip oleh Blanchard dalam
Nurhadi, 2002:7). CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
efektif yakni konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan
(Modelling) dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).
a. CTL ditinjau dari konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan
CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak
sekonyongkonyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak
akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa.
Pentingnya dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi
lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan
menerima pengetahuan. Pada proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan
mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru.
b. Menemukan (Inquiry)

14
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan
menemukan apapun materi yang diajarkannya.
Menurut Linch dan Harnish (2003 : 42), tingkat lebih tinggi
pembelajaran tampak terjadi bila strategi pembelajaran kontekstual digunakan
oleh guru baru. Pelajar lebih termotivasi dan penuh perhatian bila praktek
pembelajarn kontekstual digunakan. Penelitian Bettye P. Smith (2006 : 24)
menyimpulkan bahwa integrasi dan adopsi proses inovatif instruksional
seperti pembelajaran kontekstual penting untuk keluarga dan konsumen ilmu
pengetahuan sebagai lanjutan pengantar kurikulum.
Menurut Caine dan Caine, teori lain yang telah menyumbang kepada
teori dan pembelajaran CTL mencakup belajar eksperimen, teori magang,
pembelajaran transformatif kritis teori, konstruktivisme, terletak pengamatan,
dan paling akhir bekerja dengan kecerdasan yang tinggi. Dasar penting untuk
aplikasi CTL dari riset brain-based itu menunjukkan belajar terjadi lebih
cepat dan banyak sepenuhnya ketika yang dipelajari disajikan dalam konteks
yang berarti (Richard L. Lynch and Dorothy Harnish, 2003 : 5).
Ada beberapa pendapat tentang langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan inquiry, diantaranya pendapat Bruner yang dikutip oleh Tabrani
Rusyan, dkk (1989 : 177) adalah :
1) Stimulation, guru memulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan,
mengajukan persoalan atau menyuruh peserta didik membaca dan
menguraikan hal-hal yang terkait dengan permasalahan.
2) Problem Statement, peserta didik diberi kesempatan mengidentifikasi
sebagai permasalahan sebanyak mungkin, memilihnya yang dipandang
paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih
ini selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis.
3) Data collection, untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis itu, peserta didik diberi kesempatan untuk

15
mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objeknya, mewancarai nara sumber dan sebagainya.
4) Data Processing, semua informasi (hasil pengamatan, bacaan, wawancara,
dan sebagainya) tersebut diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasikan dan
jika diperlukan hitungan dengan cara tertentu, serta ditafsirkan dengan
taraf kepercayaan tertentu.
5) Verification, berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi
yang ada tersebut, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan dahulu itu
dicek, apakah terjawab atau tidak.
6) Generalization, tahap selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi tersebut
siswa belajar menarik generalisasi atau kesimpulan tertentu.
Adapun siklus inquiry adalah sebagai berikut :
1) Observasi (Observation)
2) Bertanya (Questioning)
3) Mengajukan dugaan (hyphotesis)
4) Pengumpulan data (Data gathering)
5) Penyimpulan (Conclussion)
Pembelajaran berbasis inquiry merupakan strategi pembelajaran yang
berpola pada metode-metode sains dan memberikan kesempatan siswa untuk
pembelajaran bermakna. Suatu masalah diajukan dan metode ilmiah
digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
Langkah-langkah dalam pembelajaran inquiry antara lain :
1) Merumuskan masalah dalam pembelajaran apapun
2) Mengamati atau melakukan observasi
3) Menganalisa dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,
bagan, tabel, dan karya lainnya.
4) Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca,
teman sekelas, guru atau audien lain.
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari Bertanya.
Questioning (bertanya) merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya

16
dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan
bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inquiry yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah
diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Pada pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
1) Menggali informasi baik administrasi maupun akademis
2) Mengecek pemahaman siswa
3) Membangkitkan respon kepada siswa
4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki siswa
7) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
8) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa
Hampir pada semua aktivitas belajar questioning dapat diterapkan
antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan
guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan di kelas, dan
sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan saat siswa berdiskusi, bekerja
dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan lain-lain.
Kegiatan-kegiatan itu dapat menimbulkan keinginan untuk bertanya.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru
belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya
Bagaimana caranya? Tolong bantuin aku! Lalu temannya yang sudah biasa,
menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka dua orang anak itu sudah
membentuk masyarakat belajar (Learning community).
Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok dan
antara yang tahu dengan belum tahu. Di ruang kelas, orang-orang yang ada di
luar kelas semua adalah anggota masyarakat belajar. Di kelas CTL, guru
disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam bentuk kelompok-

17
kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya
heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang
belum tahu, yang cepat menangkap mengajari temannya yang lambat, yang
mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok sisa
dapat sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa
melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan
mendatangkan seorang ahli dikelas.
e. Pemodelan (Modelling)
Pada saat pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu
berlangsung, sebaiknya ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa
cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan
sesuatu, dengan demikian guru memberi model tentang bagaimana cara
belajar.
Pada pembelajaran CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang siswa dapat ditunjuk untuk
memberi contoh mendemonstrasikan keahliannya. Siswa contoh tersebut
dapat dikatakan model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut
sebagai standar kompetensi yang harus dicapainya, model juga dapat
didatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap suatu kejadian, aktivitas atau
pengetahuan yang baru diterima. Dengan demikian, siswa merasa
memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya. Realisasi dalam
pembelajaran berupa rangkuman tentang apa yang dipelajari, catatan atau
jurnal dibuku siswa, kesan dan saran tentang pembelajaran dan lain-lain.

g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)


Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran

18
perkembangan siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Jika data
yang dikumpulkan oleh guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami
kemacetan belajar maka guru bisa segera mengambil tindakan yang tepat agar
siswa terbebas dari kemacetan belajar. Gambaran tentang kemajuan belajar
itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran sehingga assessment tidak
dilakukan diakhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil
belajar seperti UAN tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi
(tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assesment),
bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang
benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar
mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada
diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran.
Assessment menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada
saat melaksanakan proses pembelajaran bukan semata-mata hasil.
Dalam pembelajaran CTL, langkah-langkah yang ditempuh secara
garis besarnya antara lain :
1) Mengembangkan penilaian bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4) Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok)
5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan
7) Melakukan penilaian autentik (Nurhadi, 2002: 9).
Dalam pengelolaannya pendekatan CTL ini dilakukan dengan model
daur belajar yang dikemukakan oleh Martin dkk :
1) Kegiatan awal (eksplorasi), guru menyajikan fenomena untuk menggali
pengetahuan awal siswa.

19
2) Kegiatan inti (eksplanasi), guru membimbing siswa merumuskan
masalah dan hipotesis, melakukan kegiatan eksperimen, mencatat data,
menganalisis dan menyimpulkan data.
3) Pemantapan (ekspansi), guru mengaplikasikan penguasaan konsep
melalui kegiatan menjawab pertanyaan dalam penuntun belajar
4) Penilaian (evaluation), guru melakukan penilaian kegiatan presentasi
dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat reflektif.
Pada uraian diatas dapat diketahui bahwa pendekatan pembelajaran
CTL memiliki kelebihan antara lain :
1) Meningkatkan akademik siswa.
2) Siswa menjadi lebih aktif.
3) Siswa praktik bukan menghafal.xl
4) Siswa dilatih untuk berpikir kritis.
5) Siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah.
Disamping memiliki kelebihan pendekatan pembelajaran CTL juga
memiliki beberapa kekurangan yaitu :
1) Kegiatan belajar mengajar membutuhkan waktu yang lebih lama
2) Keadaan kelas yang cenderung ramai jika siswa kurang memanfaatkan
waktu sebaik mungkin untuk belajar dalam kelompok
3) Memerlukan persiapan rumit untukmelaksanakannya

2.2. Hipotesis

1. Dengan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), aktivitas


belajar siswa dapat ditingkatkan s/d skor 70
2. Dengan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), hasil
belajar kognitif siswa dapat mencapai rata-rata > 75
3. Dengan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), jumlah
siswa yang tuntas mencapai 70 75 %

BAB 3

20
PROSEDUR PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini tidak bertujuan untuk menguji hipotesis
secara kuantitatif, namun lebih bersifat mendeskripsikan data, fakta dan keadaan
yang ada di lapangan. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus.
Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Tahap tindakan pada siklus kedua merupakan perbaikan
dan pengembangan dari siklus pertama, sehingga dalam penyusunannya harus
memperhatikan hasil refleksi pada siklus yang pertama.
3.2 Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini berlokasi di SMA Negeri 5 Semarang pada
tahun ajaran 2016/2017. Kelas penelitian yaitu kelas XI IPA 7 dengan jumlah
siswa sebanyak 33 orang dengan rincian 21 orang siswa perempuan dan 12 orang
siswa laki-laki. SMA Negeri 5 Semarang terletak di Jl. Pemuda No.143, Jawa
Tengah. pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini pada bulan September 2016
3.3 Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah:
a. Upaya peningkatan aktivitas belajar siswa dan pemahaman materi siswa
denganmenggunakan metode contextual teaxhing and learning (CTL)
ditunjukkan dengan ratarata peningkatan aktivitas dan pemahaman siswa
dibuktikan dengan hasilbelajarnya dari setiap siklus.
b. Kesesuaian rencana pembelajaran yang telah disusun dengan kinerja
gurudalam melaksanakan pembelajaran .
c. Aktivitas belajar siswa dan pemahaman belajar siswa selama pembelajaran
menggunakanmetode contextual teaxhing and learning (CTL).
3.4 Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


a. Tes, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa berkenaan
dengan materi
b. Observasi, lembar observasi terdiri dari dua jenis yaitu lembar observasi untuk
guru yang berfungsi mengungkap dan mengetahui kinerja guru selama

21
pelaksanaan penelitian tindakan kelas dan lembar observasi untuk siswa yang
berguna untuk mengetahui keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran
c. Angket, yang berguna untuk mengetahui karakteristik kelas dan keterlibatan
siswa dalam kegiatan belajar mengajar sesudah diadakan penelitian. Angket
diberikan setiap akhir siklus
d. Dokumentasi, yang digunakan sebagai laporan berupa gambaran aktivitas
siswa selama mengikuti pembelajaran.
e. Wawancara
f. Catatan harian

3.5Prosedur Penelitian
Beberapa ahli mengemukakan model penelitian tindakan kelas dengan
bagan yang berbeda-beda. Tetapi, secara garis besar setiap siklus dari penelitian
tindakan kelas melalui empat tahapan, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan,3)
pengamatan (observasi), 4) refleksi. Adapun bagan siklus tersebut bila
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2006)

22
Penelitian tindakan kelas ini terlaksana dalam 2 siklus tindakan dan setiap
siklus dapat terdiri dari satu atau dua sub materi. Materi yang diambil adalah asam
basa. Setiap siklus terdiri dari 2kali pertemuan dan di setiap akhir siklus akan
diadakan tes formatif untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap
konsep kimia yang ada pada materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pada setiap
siklus dilakukan observasi pembelajaran oleh observer, dimana observer
berjumlah 2 orang. Observasi dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar serta
proses pembelajarannya. Selain itu diadakan juga pengisian angket untuk siswa.
Refleksi diadakan di setiap akhir siklus untuk menjadi bahan pertimbangan dan
perbaikan siklus selanjutnya.
3.5.1 Persiapan penelitian
Adapun rincian langkah-langkah yang dilakukan dalam prosedur
penelitian tindakan kelas ini yaitu:
a. Melakukan observasi awal di sekolah penelitian untuk mengidentifikasi
masalah yang perlu diselesaikan dengan penelitian tindakan kelas. Observasi
yang dilakukan yaitu wawancara dengan guru kimia dan murid, serta
observasi pembelajaran di kelas saat pelajaran kimia berlangsung.
b. Melakukan kolaborasi dengan guru kimia dalam merancang dan menentukan
metode pembelajaran yang akan digunakan selama proses penelitian
berlangsung berdasarkan pada identifikasi masalah yang telah dilakukan.
c. Menyusun rencana pembelajaran sebagai acuan pelaksanaan proses
pembelajaran.
d. Menyiapkan perangkat pembelajaran
e. Menyusun lembar diskusi siswa
f. Menyusun lembar observasi aktifitas belajar siswa , lembar observasi aktifitas
mengajar guru, dan lembar angket siswa.
g. Menyusun tes akhir siklus.
3.6 Pelaksanaan Penelitian
Secara rinci pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai
berikut:
1. Pra Siklus
Pada tahap pra siklus ini bertujuan untuk mengetahui motivasi dan
pemahaman belajar siswa dalam mengikuti pelajaran kimia sebelum

23
diterapkan metode baru. Pengambilan data dalam pra siklus dilakukan dengan
observasi pembelajaran kelas serta pengambilan data untuk angket motivasi
siswa setelah melakukan pembelajaran.

2. Siklus 1
a. Perencanaan
1) Pada tahap perencanaan ini, bersama dengan guru kimia berkolaborasi
dalam merancang skenario pembelajaran yang sesuai dengan
pembelajaran kontekstual.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan
metode yang akan digunakan.
3) Mempersiapkan materi tentang asam basa.
4) Membuat lembar diskusi siswa.
5) Menyusun lembar observasi siswa, lembar observasi aktivitas mengajar
guru, dan angket siswa.
6) Menyusun tes akhir siklus.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan Pertama(2 jam pelajaran=90 menit)
1) Tempat: Kelas
2) Materi: Asam Basa
3) Membuka pelajaran dengan salam, menanyakan kabar, presensi siswa
(10 menit).
4) Guru memberikan pertanyaan untuk memotivasi siswa :
Apa yang menyebabkan rasa asam pada air jeruk dan rasa pahit
pada sabun?
Guru mengajukan beberapa contoh bahan-bahan dalam
kehidupan sehari-hari seperti air jeruk, larutan cuka, air sabun,
jamu dst. Dapatkah siswa mengelompokkan bahan-bahan
tersebut berdasarkan persamaan sifatnya.
5) Menjelaskan kompetensi dasar yang akan dicapai setelah melakukan
pembelajaran (10 menit).
6) Menjelaskan tujuan dari metode pembelajaran yang akan digunakan
pada materi asam basa ini (10 menit).

24
7) Guru memimpin diskusi kelas untuk mengungkapkan pengetahuan
siswa mengenai asam atau basa dengan keadaan yang ada disekitar
8) Pra eksperimen, guru memberikan penjelasan cara menguji larutan
asam dan basa
9) Guru menginformasikan kepada siswa tujuan yang hendak dicapai
pada kegitan percobaan larutan asam dan basa.
10) Guru membagikan hand out
Guru menyajikan informasi tentang larutan asam basa menurut
para ahli
11) Guru membagi siswa dalam 6 kelompok
12) Guru memberikan reading guide (LKPD) kepada siswa sebagai
panduan pengamatan pada saat melakukan percobaan :
Guru memberikan arahan kepada siswa untuk melakukan
percobaan
Guru membeimbing siswa dalam melakukan percobaan
Guru menanyakan kepada siswa dari hasil percobaan.
Guru meminta siswa untuk menginterpretasi dan
menyimpulkan hasil percobaan.
13) Guru mengajak siswa melakukan diskusi untuk menyamakan persepsi
tentang larutan asam dan basa.
14) Guru memberikan soal penugasan kepada siswa untuk dikerjakan dan
menunjuk siswa untuk mengerjakan.
15) Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang mendapat nilai skor
tertinggi.
16) Guru membantu siswa untuk membuat kesimpulan/rangkuman melalui
diskusi.
17) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membaca sifat-sifat asam,
basa dan garam di rumah.

Pertemuan Kedua(2 jam pelajaran=90 menit)

1) Tempat: Kelas
2) Guru memberikan pertanyaan untuk memotivasi siswa.
Apakah di lingkungan sekitar kita dapat diketahui bahan-bahan yang
bersifat asam atau basa?
3) Guru menyampaikan pengetahuan prasyarat pengertian asam, basa,
garam dan indikator pencapaian hasil belajar.
4) Guru dan siswa melakukan tanya jawab tentang:

25
Sifat asam dan basa
Contoh-contoh asam dan basa
5) Siswa mengerjakan uji kepahaman yang terdapat pada LKS
6) Guru dan siswa mendiskusikan jawaban dari soal Uji Kepahaman yang
baru saja dikerjakan.
7) Guru melakukan demonstrasi kegiatan dari LKS
8) Guru dan siswa mendiskusikan hasil percobaan.
9) Siswa mengerjakan Uji Kepahaman yang selanjutnya.
10) Guru dan siswa mendiskusikan jawaban dari soal-soal yang baru saja
dikerjakan.
11) Melalui diskusi guru membantu siswa untuk membuat kesimpulan.
12) Guru memberikan PR soal-soal Bab 2 bagian Esai
13) Guru membagi siswa dalam kelompok dan menugaskan siswa untuk
membuat ekstrak tumbuhan dari :
Bunga sepatu
Bunga matahari atau bunga krisan berwarna kuning
Kunyit
Bit
Kol merah
14) Salam penutup

Pertemuan Ketiga(2 jam pertemuan=90 menit)

1) Tempat: Kelas
2) Materi: Asam Basa
3) Membuka pelajaran dengan salam, menanyakan kabar, presensi siswa
(5 menit)
4) Duduk dengan kelompok masing-masing.
5) Kelompok yang mendapatkan giliran maju segera mempersiapkan diri
untuk presentasi didepan kelas
6) Peneliti membagi kertas origami, kertas buffalo, lem, dan spidol
kepada setiap kelompok untuk menuliskan hasil materi yang dijelaskan
oleh temannya Peneliti sebagai fasilitator, mengamati dan
mengarahkan kegiatan siswa.
7) Peneliti mendokumentasikan kegiatan proses belajar dan mengajar.
8) Peneliti memberikan kesimpulan di akhir pertemuan.
9) Peneliti mengingatkan siswa untuk ulangan pada pertemuan
selanjutnya, memberi motivasi dan salam penutup untuk mengakhiri
pertemuan.

26
Pertemuan Keempat(2 jam pelajaran=90 menit)

1) Membuka pelajaran dengan salam, menanyakan kabar, presensi siswa


2) Membahas soal uji kompetensi sesuai dengan pertanyaan siswa (20
menit) Dalam kegiatan eksplorasi
3) Ulangan harian (50 menit )
4) Peneliti memberikan angket kepada siswa untuk diisi (10 menit).
5) Peneliti mendokumentasikan kegiatan proses belajar dan mengajar.
6) Peneliti memberi motivasi dan salam penutup untuk mengakhiri
pertemuan.

c. Observasi
Dalam proses observasi ini, data diperoleh melalui beberapa cara, yaitu:
1. Tes, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa
berkenaan dengan materi
2. Observasi, lembar observasi terdiri dari dua jenis yaitu lembar
observasi untuk guru yang berfungsi mengungkap dan mengetahui
kinerja guru selama pelaksanaan penelitian tindakan kelas dan lembar
observasi untuk siswa yang berguna untuk mengetahui keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran
3. Angket, yang berguna untuk mengetahui karakteristik kelas dan
keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sesudah diadakan
penelitian. Angket diberikan setiap akhir siklus
4. Dokumentasi, yang digunakan sebagai laporan berupa gambaran
aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran.
d. Refleksi
Setelah melaksanakan tindakan, peneliti melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan yakni mengkaji, melihat, dan
mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang telah dilakukan.
Pada tahap refleksi, peneliti menganalisis hasil tes dan nontes (hasil observasi
dan hasil angket). Jika hasil tes tersebut belum memenuhi nilai yang telah
ditentukan, maka akan dilakukan tindakan selanjutnya. Masalahmasalah yang
timbul akan dicarikan jalan keluar atau alternatif untuk memecahkan masalah
pertemuan selanjutnya. Dan kelebihan-kelebihan yang terjadi akan tetap
ditingkatkan. Pada tahap ini data-data yang diperoleh dari tiap siklus
dikumpulkan untuk dianalisis dan selanjutnya diadakan refleksi terhadap hasil

27
analisis yang diperoleh sehingga dapat diketahui ada tidaknya peningkatan
hasil belajar sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Hasil belajar inilah yang
nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan siklus
berikutnya.
3. Siklus 2
a. Perencanaan
1) Bersama dengan guru melakukan identifikasi masalah dan perumusan
masalah berdasarkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
3) Mempersiapkan materi larutan penyangga.
4) Membuat lembar diskusi siswa.
5) Menyusun lembar observasi siswa, lembar observasi aktivitas mengajar
guru, dan lembar angket siswa.
6) Menyusun tes akhirsiklus.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan pertama
1) Tempat: Laboratorium Kimia
2) Materi: Larutan Penyangga
3) Membuka pelajaran dengan salam, menanyakan kabar, presensi siswa
(10 menit).
4) Menjelaskan kompetensi dasar yang akan dicapai setelah melakukan
pembelajaran (10 menit).
5) Menjelaskan tujuan dari metode pembelajaran yang akan digunakan
pada materi asam basa ini (10 menit).
6) Guru memimpin diskusi kelas untuk mengungkapkan pengetahuan
siswa mengenai larutan penyangga dengan keadaan yang ada disekitar
7) Guru memberikan LKS kepada siswa sebagai panduan pembelajaran.
8) Guru meyampaikan materi larutan penyangga kepada siswa
9) Guru menayangkan video pembelajaran tentang larutan penyangga
dalam kehidupan sehari-hari
10) Siswa diminta menganalisis video yang telah ditayangkan dan siswa
diminta mengerjakan soal yang terdapat pada lembar LKS.
11) Hasil mengerjakan soal dibahas bersama-sama dengan diskusi.

Pertemuan Kedua(2 jam pelajaran=90 menit)

28
12) Tempat: Laboratorium Kimia
13) Materi: Larutan Penyangga
14) Membuka pelajaran dengan salam, menanyakan kabar, presensi siswa
(10 menit).
15) Guru memberikan pertanyaan untuk memotivasi siswa:
Guru menunjukkan 2 macam larutan yaitu larutan asam asetat dan
natrium asetat. Kemudian bertanya: apa yang kalian ketahui dari kedua
larutan tersebut?
16) Menjelaskan kompetensi dasar yang akan dicapai setelah melakukan
pembelajaran (10 menit).
17) Menjelaskan tujuan dari metode pembelajaran yang akan digunakan
pada materi larutan penyangga ini (10 menit).
18) Guru memimpin diskusi kelas untuk mengungkapkan pengetahuan
siswa mengenai penentuan jenis larutan penyangga dengan keadaan
yang ada disekitar
19) Guru membagi siswa dalam 6 kelompok
20) Guru memberikan LKS kepada siswa sebagai panduan melakukan
percobaan kelompok
21) Guru mengajak siswa melakukan percobaan tentang larutan penyangga
Guru memberikan arahan kepada siswa untuk melakukan
percobaan
Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan
Guru menanyakan kepada siswa dari hasil percobaan.
Guru meminta siswa untuk menginterpretasi dan
menyimpulkan hasil percobaan.
22) Guru memberikan soal penugasan kepada siswa untuk dikerjakan dan
menunjuk siswa untuk mengerjakan.
23) Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang mendapat nilai skor
tertinggi.
24) Guru membantu siswa untuk membuat kesimpulan/rangkuman melalui
diskusi.
25) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat laporan hasil
percobaan dan pada pertemuan selanjutanya di presentasikan dan
didiskusikan.

Pertemuan Ketiga(2 jam pertemuan=90 menit)

1) Tempat: Kelas

29
2) Materi: Larutan Penyangga
3) Membuka pelajaran dengan salam, menanyakan kabar, presensi siswa
(5 menit)
4) Duduk dengan kelompok masing-masing.
5) Kelompok yang mendapatkan giliran maju segera mempersiapkan diri
untuk presentasi didepan kelas
6) Melakukan diskusi hasil percobaan yang dipresentasikan.
7) Peneliti mendokumentasikan kegiatan proses belajar dan mengajar.
8) Peneliti memberikan kesimpulan di akhir pertemuan.
9) Peneliti mengingatkan siswa untuk ulangan pada pertemuan
selanjutnya, memberi motivasi dan salam penutup untuk mengakhiri
pertemuan.

Pertemuan Keempat(2 jam pelajaran=90 menit)

1) Membuka pelajaran dengan salam, menanyakan kabar, presensi siswa


2) Membahas soal uji kompetensi sesuai dengan pertanyaan siswa (20
menit) Dalam kegiatan eksplorasi
3) Ulangan harian (50 menit )
4) Peneliti memberikan angket kepada siswa untuk diisi (10 menit).
5) Peneliti mendokumentasikan kegiatan proses belajar dan mengajar.
6) Peneliti memberi motivasi dan salam penutup untuk mengakhiri
pertemuan.

c. Observasi
Dalam proses observasi ini, data diperoleh melalui beberapa cara, yaitu:
1. Tes, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa
berkenaan dengan materi
2. Observasi, lembar observasi terdiri dari dua jenis yaitu lembar
observasi untuk guru yang berfungsi mengungkap dan mengetahui
kinerja guru selama pelaksanaan penelitian tindakan kelas dan lembar
observasi untuk siswa yang berguna untuk mengetahui keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran
3. Angket, yang berguna untuk mengetahui karakteristik kelas dan
keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sesudah diadakan
penelitian. Angket diberikan setiap akhir siklus
4. Dokumentasi, yang digunakan sebagai laporan berupa gambaran
aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran.
d. Refleksi

30
Setelah melaksanakan tindakan, peneliti melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan yakni mengkaji, melihat, dan
mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang telah dilakukan.
Pada tahap refleksi, peneliti menganalisis hasil tes dan nontes (hasil observasi
dan hasil angket). Jika hasil tes tersebut belum memenuhi nilai yang telah
ditentukan, maka akan dilakukan tindakan selanjutnya. Masalahmasalah yang
timbul akan dicarikan jalan keluar atau alternatif untuk memecahkan masalah
pertemuan selanjutnya. Dan kelebihan-kelebihan yang terjadi akan tetap
ditingkatkan. Pada tahap ini data-data yang diperoleh dari tiap siklus
dikumpulkan untuk dianalisis dan selanjutnya diadakan refleksi terhadap hasil
analisis yang diperoleh sehingga dapat diketahui ada tidaknya peningkatan
hasil belajar sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Hasil belajar inilah yang
nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan siklus
berikutnya.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Untuk dapat memperoleh data yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka dilakukan beberapa teknik pengumpulan data,
yaitu:
3.7.1. Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu
objek (Widoyoko, 2012). Digunakan tes prestasi pada metode tes untuk mengukur
seberapa besar pencapaian kompetensi siswa dalam mengikuti pembelajaran
kimia.Tes akan dilakukan di setiap akhir siklus dalam penelitian tindakan kelas
ini.
3.7.2. Metode Observasi
Metode observasi ini digunakan untuk mengukur dan mengetahui
sertamengamati keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
3.7.3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh informasi dari
objekyang akan diamati selama penelitian berlangsung. Data dari dokumentasi ini
berupa foto kegiatan dan tugas-tugas siswa.

31
3.7.4. Metode Wawancara
Metode wawancara digunakan untuk melengkapi informasi yang tidak bisa
diperolehdengan metode lain
3.8 Analisis Instrumen Penelitian
Sebelum instrumen digunakan, hendaknya dilakukan uji coba terlebih
dahulu untuk mengetahui apakah instrumen layak digunakan atau tidak.
3.8.1. Soal tes
Hasil tes uji coba dihitung validitas, reliabilitas, daya pembeda soal, serta
tingkat kesukarannya.
3.8.1.1. Validitas
Validitas yang digunakan untuk intrumen tes adalah validitas butir
instrumen. Suatu butir instrumen dikatakan valid jika memiliki sumbangan cukup
besar terhadap skor totalnya. Dapat disimpulkan bahwa suatu instrumen memiliki
validitas yang tinggi apabila skor pada butir sejajar dengan skor total
(Widoyoko,2012). Kesejajaran tersebut dapat diartikan kedalam korelasi sehingga
rumus yang digunakan dalam menghitung validitas butir adalah korelasi
pointbiserial(Arikunto, 2009). Korelasi point biserial digunakan karena teknik
korelasi tersebut tepat untuk menentukan validitas butir soal berupa pilihan ganda
yang mempunyai skor 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah atau
jenis data benar-salah (Sudijono, 2006).
3.8.1.2. Reliabilitas
Dalam penelitian ini digunakan reliabilitas internal dimana data yang
dianalisi yaitu data yang diperoleh dari satu kali pengumpulan data. Terdapat
beberapa rumus untuk mencari reliabilitas butir soal pilihan ganda, antara lain: 1)
metode belah dua (split-half metode), 2) metode Flanagan, 3) metode Rulon, 4)
metode K-R 20, 5) metode K-R 21, 6) metode Hoyt. Pada penelitian ini digunakan
rumus K-R 21 untuk menghitung reliabilitas soal karena menghasilkan angka
yang lebih tepat(Widoyoko, 2012).
3.8.1.3. Daya Beda
Korelasi point biserial digunakan untuk menentukan daya beda butir soal
pilihan ganda. Pada dasarnya validitas soal sama dengan daya beda soal yaitu

32
daya dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan
peserta tes berkemampuan rendah, sehingga untuk mempermudah analisis daya
beda soal maka digunakan metode yang sama dengan validitas soal (Surapranata,
2005). Adapun klasifikasi daya beda dikategorikan sesuai tabel 3.1.
Tabel 3.1. Klasifikasi Daya Pembeda Soal
Interval DP Kriteria
DP 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP 0,20 Jelek
0,20 < DP 0,40 Cukup
0,40 < DP 0,70 Baik
0,70 < DP 1,00 Sangat baik

3.8.1.4. Indeks Kesukaran


Tingkat kesukaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsi
menjawab benar. Proporsi menjawab benar yaitu jumlah peserta tes yang
menjawab benar butir soal dibandingkan dengan jumlah peserta tes seluruhnya.
Teknik ini digunakan karena merupakan teknik yang paling umum dipakai dan
merupakan teknik yang tepat untuk menentukan tingkat kesukaran butir soal
dengan skala yang kecil (Surapranata, 2005). Adapun klasifiksi dari indeks
kesukaran dikategorikan sesuai Tabel 3.2(Sudjana, 2002).
Tabel 3.2. Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal
Interval IK Kriteria
IK = 0,00 Sangat sukar
0,00 < IK 0,30 Sukar
0,30 < IK 0,70 Sedang
0,70 <IK 0,90 Mudah
IK > 1,00 Sangat mudah

3.8.2. Instrumen Lain


Instrumen lain yaitu lembar observasi keaktifan siswa dan lembar
observasi aktivitas mengajar guru. Dalam penelitian tindakan kelas ini digunakan
validitas internal yang berupa validitas konstruk untuk instrumen angket dan
lembar observasi. Validitas konstruk mengandung arti bahwa alat ukur yang
dipakai mengandung definisi operasional yang tepat dari suatu konsep teori

33
(Margono, 2004). Validitas konstruk merupakan pemvalidasian oleh para ahli
dimana ahli dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing.
3.9 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif terhadap data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa hasil observasi lembar angket motivasi
siswa dan lembar aktivitas guru. Sedangkan data kuantitatif berupa hasil tes akhir
siklus. Data observasi tidak seluruhnya dilaporkan tetapi akan direduksi dan
diseleksi kemudian data yang mendukung akan dilaporkan sedangkan data yang
tidak mendukung akan dibuang.
3.9.1. Analisis Data Hasil Tes
Data nilai tes akhir siklus siswa di analisis dengan penentuan nilai secara
mutlak (absolut). Analisis ini digunakan karena didasarkan pada standar mutlak
dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki masing-
masing individu dengan skor maksimum ideal (Sudijono, 2006). Rumus yang
digunakan:
3.9.3. Analisis Data Aktivitas Guru dan Wawancara
Pengamatan kinerja aktivitas guru dilaksanakan setiap guru mengajar.
Pengamatan pada aktivitas mengajar guru dilakukan agar jalannya proses
pembelajaran yang dilakukan dapat sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun. Adapun aktivitas yang diamati terdapat pada
lembar kegiatan aktvitas guru telah divalidasi. Hasil pengamatan aktivitas
mengajar guru dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kekurangan dan
kelebihan guru saat melakukan aktivitas pembelajaran serta sebagai bahan
evaluasi untuk siklus-siklus berikutnya. Selain data aktivitas guru, data hasil
wawancara juga dianalisis secara deskriptif.
3.10 Indikator Keberhasilan
Setelah melakukan penelitian ini, indikator keberhasilan adalah sebagai
berikut Dengan menerapkan pembelajaran kontekstual meningkatkan aktivitas
belajar siswa dan pemahaman belajar siswa kelas XI IPA 7 SMA Negeri 5
Semarang dengan kriteria sebagai berikut:

34
3.10.1 Dengan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), aktivitas
belajar siswa dapat ditingkatkan s/d skor 70
3.10.2 Dengan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), hasil
belajar kognitif siswa dapat mencapai rata-rata > 75
3.10.3 Dengan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), jumlah
siswa yang tuntas mencapai 70 75 %

35
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi
VI ed. Jakarta: Rineka Pustaka.
Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdikbud.
Hamid. 2011. Metode Edutainment. Jakarta: Diva Press.
Kasihani Kasbolah. 2001. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Malang :
Universitas Negeri Malang Press.
Lynch, Richard and Dorothy Harnish. 2003. Implemeting Contextual Teaching
and Learning by Novice Teachers Journal of University Georgia20 (2), 5-
24.
Margono, S., 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rinek Cipta.
Moh. Uzer Usman. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Nurhadi. 2002. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang : Universitas Negeri Malang.
Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta :
Kanisius.
Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta :
PTRajaGrafindo Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta :
Rineka Cipta.
Smith, Bettye P. 2006. Contextual Teaching and Learning Practices in The
Family and Consumer Sciences Curriculum. Journal of Family and
Consumer Sciences Education, 24(1), 24-25.
Sri Anitah.W. 2008. Media Pembelajaran. Surakarta : LPP dan UNS Press
Sudijono, A., 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. 1st ed. jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.

Sudjana, 2002. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

36
Sumardi. 2004. Usaha Meningkatkan Konsentrasi siswa dalam Pembelajaran
Matematika melalui Ketrampilan Guru Mengelola kelas pada Siswa
MTs.Surakarta : jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Surapranata, S., 2005. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes
Implementasi Kurikulum 2004. 2nd ed. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar dan Zainal Arifin. 1989. Pendekatan Dalam
Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remadja Karya.
Widoyoko, E.P., 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Taufik. 2005. Upaya Meningkatkan Aktifitas Belajar dan Penguasaan Konsep
Melalui Pembelajaran Pemodelan. Sumatra Barat : LPMP.

37

Anda mungkin juga menyukai