Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN SETELAH BUANG AIR BESAR

DENGAN KEJADIAN DIARE PADA MAHASISWA AKBID


DI LINGKUNGAN ASRAMA NGUDI WALUYO

Anisa Amalia1), Chichik Nirmasari2), Widayati3)


1) Mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo
2) Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
3) Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
anisaamalia35@gmail.com

INTISARI

Kebersihan tangan merupakan salah satu prosedur yang paling penting dan efektif dalam mencegah
penyakit seperti diare. Berbagai cara untuk menangani masalah ini, akan tetapi untuk meningkatkan dan
cara menjaga kebersihan tangan belum sesuai dengan yang diharapkan. Peneliti ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare
pada mahasiswa AKBID dilingkungan Asrama Ngudi Waluyo.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi
penelitian pada mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo, teknik sempelnya proposional rendom sampling
didapat 153 mahasiswa. Alat pengumpulan data berupa kuesioner untuk mengukur kebiasaan mencuci
tangan dengan kejadian diare. Analisa statistik dengan menggunakan distribusi frekuensi dan chi square.
Hasil penelitian ini yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%) yang
mengalami diare 78 orang (51,0%). Nilai uji statistik dari 153 responden p 0,093 > 0,05 maka Ho
diterima artinya tidak ada hubungan yang signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah
buang air besar dengan kejadian diare.
Semakin banyak mahasiswa yang mencuci tangan menggunakan sabun semakin sedikit angka
kejadian diare. Kejadian diare tidak disebabkan oleh mahasiswa yang tidak mencuci tangan
menggunakan sabun. Diharapkan adanya tindak lanjut pemberian penyuluhan bagi mahasiswi baru
untuk mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar.

Kata Kunci : Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dan Kejadian Diare

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 1
ABSTRACT

Amalia Anisa, in 2015; Relations Handwashing after defecation with incidence of diarrhea in the
Student Dormitory Ngudi Waluyo AKBID environment. Supervisor I: Chichik Nirmasari, S.SiT.,
Kes, Supervisor II:Widayati,S.SiT.,M.Keb.

Hand hygiene is one of the most important procedures and effective in preventing diseases such as
diarrhea. Various ways to deal with this problem, but to improve and how to maintain the cleanliness of
hands is not as expected. The researchers aim to analyze the relationship between the behavior of
washing hands with soap after defecation with the incidence of diarrhea in the student dormitory Ngudi
Waluyo AKBID environment.
This research is a correlation with cross sectional approach. Population studies on student AKBID
Ngudi Waluyo, rendom proportional sampling techniques sempelnya obtained 153 students. Data
collection tools in the form of a questionnaire to measure handwashing with diarrhea. Statistical analysis
using frequency distribution and chi square.
Results of this study are not washing their hands with soap as many as 90 people (58.8%) who
experienced diarrhea 78 (51.0%). Statistical test value of 153 respondents 0.093 p> 0.05 then Ho
accepted meaning there is no significant relationship to the behavior of washing hands with soap after
defecation with diarrhea.
More students wash their hands using soap the less the incidence of diarrhea. The incidence of
diarrhea was not caused by students who do not wash their hands with soap. Is expected to follow up the
provision of education for a new student to wash hands with soap after defecation.

Keywords: Behavior Handwashing and incidence of diarrhea

PENDAHULUAN

Latar Belakang sabun. Air yang tidak bersih banyak


Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan mengandung kuman dan bakteri penyebab
NO. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan penyakit sehingga bila digunakan, kuman
pasal 11 disebutkan, setiap orang tersebut berpindah ke tangan. Pada saat makan,
berkewajiban berperilaku hidup sehat kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh,
untuk mewujudkan, mempertahankan dan sehingga menimbulkan penyakit. Sabun dapat
memajukan kesehatan yang setinggi membersihkan kotoran dan membunuh kuman,
tingginya. Peningkatan derajat kesehatan bila tanpa sabun, maka kotoran dan kuman
masyarakat dapat terwujud dengan masih tertinggal di tangan.
penekanan, peningkatan perilaku dan Diare akibat infeksi terutama ditularkan
kemandirian masyarakat serta upaya promotif secara fekal oral. Hal ini disebabkan masuknya
dan preventif (Undang- Undang kesehatan RI, makanan atau minuman yang terkontaminasi
2009). tinja ditambah dengan ekskresi yang buruk,
Kedua tangan kita sangat penting untuk makanan yang tidak matang, bahkan yang
membantu menyelesaikan berbagai pekerjaan. disajikan tanpa dimasak. Penularan adalah
Makan dan minum sangat membutuhkan kerja transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi
dari tangan. Jika tangan bersifat kotor, maka (Norwalk, Rotavirus), tangan yang
tubuh sangat beresiko terhadap masuknya terkontaminasi (clostridum difficile), atau
mikroorgansme. Cuci tangan sangat berfungsi melalui aktifitas seksual. Faktor penentu
untuk menghilangkan atau mengurangi terjadinya diare akut adalah faktor penyebab
mikroorganisme yang menempel di tangan. Cuci (agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu
tangan harus dilakukan dengan air bersih dan adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 2
mikroorgannisme, yaitu faktor daya tahann Cakupan penemuan dan penanganan diare
tubuh atau lingkungan lumen saluran cerna, Provensi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar
seperti keasaman lambung, motilitas lambung, 24,66% lebih rendah di banding tahun 2011
imunitas, juga mencakup lingkungan mikrofrola ( 57,9 %) pada tingkat kabupaten/kota, diketahui
usus (kapita selekta kedokteran, 2011 hal; 500) bahwa cakupan penemuan dan penanganan
Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan tertinggi adalah kabupaten klaten (93,33%) dan
cara mudah dan tidak perlu biaya mahal. Oleh terendah adalah kabupaten cilcap 6,29%
karena itu, membiasakan CTPS sama dengan (Dinkes jateng 2012).
mengajarkan anak-anak dan seluruh keluarga Studi pendahuluan yang dilakukan pada
hidup sehat sejak dini. Pola hidup bersih dan Maret 2015 terdapat 15 responden dari hasil
sehat (PHBS) tertanam kuat pada diri pribadi yang saya dapatkan, 4 dianataranya tidak
anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Kedua mengalami diare, 11 orang diantaranya
tangan kita adalah salah satu jalur utama mengalami diare. Kemudian dari pada itu yang
masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh. menderita penyakit diare karenakan tidak cuci
Sebab, tangan adalah anggota tubuh yang paling tangan pakai sabun 6 orang, 3 orang karena
sering berhubungan langsung denganmulut dan pola makan, sedangkan 2 orang karena faktor
hidung. Penyakit-penyakit yang umumnya cuaca yang tidak menentu, penulis tertarik untuk
timbul karena tangan yang berkuman, antara melakukan penelitian tentang Hubungan
lain: diare, kolera, ISPA, cacingan, flu, dan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah
Hepatitis A (Rahmawati dan proverawati, Buang Air Besar dengan Kejadian Diare
2012:71) dilingkungan Asrama AKBID Ngudi Waluyo,.
Menurut laporan World Health Organization
(WHO), Unicef joint monitoring hanya separuh Rumusan Masalah
penduduk Indonesia yang memiliki askes pada Berdasarkan latar belakang, maka rumusan
sanitasi yang memadai di desa bahkan hanya masalah dalam penelitian ini adalah
1/3nya, Hal ini menyebabkan anak-anak rentan Bagaimanakah hubungan Perilaku Cuci Tangan
terhadap diare. Studi Basic Human Services Pakai Sabun Setelah Buang Air Besar dengan
(BHS) di Indonesia tentang persepsi dan Kejadian Diare di lingkungan Asrama AKBID
perilaku masyarakat indonesia terhadap Ngudi Waluyo?.
kebiasaan CTPS menemukan bahwa baru 12 %
yang melakukan CTPS setelah buang air besar, Manfaat Penelitian
14% sebelum makan, 9% setelah menceboki 1. Bagi peneliti
anak dan 6% sebelum menyiapkan makanan. Memberikan pengalaman dalam
(Kemenkes 2012) penulisan karya tulis ilmiah, menambah
Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam pengetahuan dan wawancara penulis,
mencuci tangan masih tergolong sangat rendah, khususnya mengenai perilaku cuci tangan
indikaasinya dapat terlihat dengan prevalensi pakai sabun setelah buang air besar dengan
kejadian penyakit diare, survei departemen kejadian diare pada mahasiswa AKBID di
pendidikan pada tahun 2006 menunjukan resiko lingkungan asrama ngudi waluyo kabupaten
penderita diare di Indonesia 423/1000 orang semarang.
dengan jumlah kasus 10.980, angka kematian 2. Bagi Responden
277 (CFR 2,52%) penyakit diare penyebab Mengetahui dengan jelas tentang
kematian no 2 pada balita, nomor 3 pada bayi, pentingnya cuci tangan pakai sabun setelah
dan nomor 5 untuk semua umur. Cuci tangan buang air besar.
pakai sabun sebaiknya di lakukan pada 5 waktu 3. Bagi Institusi pendidikan
terpenting yaitu: (1) sebelum makan, (2) Hasil penelitian ini dapat digunakan
sesudah buang airbesar,(3) sebelum memegang sebagai informasi lebih lanjut di bidang
bayi (4) sesudah menceboki bayi (5) sebelum kesehatan, sebagai bahan referensi yang
menyiapkan makanan. Cuci tangan merupakan dapat dijadikan dasar dalam program
hal yang umum dalam masyarakat akan tetapi penyuluhan pencegahan dan promosi
menggunakan sabun merupakan hal yang jamak kesehatan yang tepat bagi mahasiswi.
(Depkes 2006).

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 3
METODE PENELITIAN Analisa Univariat
1. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Penelitian inivariabel yang diteliti Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden
menggunakan jenis variable bebas dan Berdasarkan Perilaku Cuci Tangan
terikat. Penlitian bebasnya ialah perilaku Pakai Sabun
cuci tangan menggunakan sabun setalah No Perilaku cuci tangan Frekuen Persentas
buang air besar dan variable terikatnya ialah pakai sabun si e
kejadian diare. Tidak ada hubungn perilaku 1 Tidak Cuci tangan 90 58,8
cuci tangan pakai sabun setelah buang air pakai sabun
2 cuci tangan pakai 63 41,2
besar dengan kejadian diare pada mahasiswa
sabun
AKBID dilingkungan Asrama Ngudi Jumlah 153 100,0
Waluyo.
Penelitian ini dilaksanakan di Asrama Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
kebidanan Ngudi Waluyo tepatnya pada sebagian besar mahasiswa yang tidak cuci
tanggal 15 Mei 2015. Desain penelitian yang tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%),
digunakan adalah metode diskripsi dan yang cuci tangan pakai sabun sebanyak 63
korelasi dengan pendekatan cross sectional orang (41,2%).
yaitu penelitian yang mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena itu 2. Kejadian Diare
terjadi. Penelitian ini menggunakan Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden
pendakatan cross sectional yang jenis data Berdasarkan Kejadian Diare
berupa data primer dan data sekunder. No Kejadian diare Frekuensi Persentase
Populasinya ialah mahasiswa AKBID Ngudi 1 Tidak diare 75 49,0
Waluyo sebanyak 247 mahasiswi. Tehnik 2 Diare 78 51,0
sampling menggunakan proposionte random Jumlah 153 100,0
sampling dengan taraf signifikan 0,05
sehingga sampelnya berjumlah 153 Tabel 2 menunjukan bahwa sebagian
responden. mahasiswa yang yang mengalami diare
Alat ukur dengan kuesioner serta sebanyak 78 orang (51,0%) serta mahasiswa
dianalisis menggunakan distribusi frekuensi yang tidak mengalami diare sebanyak 75 orang
dan uji chi Square. Kuesioner tingkat (49,8%).
perilaku cuci tangan menggunaka sabun
setelah buang air besar untuk jawaban ya Tabel 3 Faktor lain yang mempengaruhi
diberi nilai 1 dan tidak diberi nilai 0 terjadinya diare
sedangkan jawaban untuk kejadian diare apa N Pertanyaan Frekuensi
bila diare nilainya 2 dan tidak diare diberi o
ya Tidak
nilai 0-1.
1 Sebelum diare 81 (52,94%) 72
mengkonsumsi
HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN makanan pedas?
2 Cuaca sedang 57 (37,25%) 96
Hasil Penelitian bergantian sehingga
Responden dalam penelitian ini mahasiswa anda mengalami
AKBID yang berdomisili dilingkungan asrama. diare?
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015, 3 Anda pernah kontak 42 (27,48%) 111
setelah melalui cara pengambilan data dengan teman yang
proposional rendom sempling didapatkan sedang mengalami
sampel 153 mahasiswa. Hasil penelitian sebagai diare?
berikut:
Tabel diatas dijelaskan bahwa, terdapat
faktor lain yang mempengaruhi terjadinya diare,
adapun beberapa pertanyaan yang mendukung
Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 4
faktor kejadian diare, pada penelitian ini Hasil uji statistik (chi square) dari 153
persentase jawaban untuk pertanyaan sebelum responden p = 0,093 > 0,05 maka Ho diterima
mengalami diare mengkonsumsi makanan artinya tidak ada hubungan yang signifikan
pedas, sebanyak 81 (52,94%), pergantian cuaca terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun
57 orang (37,25%) dan pernah kontak dengan setelah buang air besar dengan kejadian diare.
teman yang mengalami diare 42 orang
(27,48%), terdapat 34 (22,22%) orang yang Pembahasan
tidak terkena diare dengan faktor diatas. 1. Perilaku cuci tangan pakai sabun
Hasil penelitian menunjukan bahwa
Analisis Bivariat sebagian besar mahasiswa melakukan cuci
1. Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai tangan pakai sabun setelah buang air besar.
Sabun dengan Kejadian Diare Pertanyaan yang mendukung perilaku cuci
Tabel 4. Tabel Silang Perilaku Cuci Tangan tangan pakai sabun pada penelitian ini
Pakai Sabun Setelah Buang Air adalah persentase jawaban yang sebagian
Besar dengan Kejadian Diare pada besar mahasiswa melakukan kebiasaan cuci
Mahasiswa Akbid Dilingkungan tangan pakai sabun setelah buang air besar
Arama 63 orang (41,71%). Hasil ini menunjukkan
Kejadian diare bahwa mahasiswa masih ada yang belum
Perilaku Tiadak Total memiliki perilaku cuci tangan yang baik
Diare
diare sebagai salah satu langkah menggurangi
Tidak Cuci tangan pakai 39 51 90
kejadian diare.
sabun
cuci tangan pakai sabun 36 27 63 Terdapat beberapa faktor yang
Total 75 78 153 mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai
sabun. Faktornya antara lain adalah
Berdasarkan tabel diatas dijelaskan pengetahuan dan kesadaran yang kurang
bahwa dari 153 responden yang tidak mencuci mengnai cuci tangan pakai sabun.
tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%) Pengetahuan biasanya diperlukan, tetapi
yang mengalami diare 51 orang (33,33%)dan tidak selalu menjadi penyebab yang cukup
yang tidak mengalami diare 39 orang (25,4%). dari perubahan perilaku individu atau
Kemudian yang mencuci tangan pakai sabun 63 kolektif. Bebarapa kesadaran tertentu atau
orang (41,71%), yang tidak mengalami diare 36 kualitas hidup dan kenutuhan dari beberapa
orang (32,52%) serta yang mengalami diare 27 perilaku yang akan terjadi. Perilaku tidak
orang (17,64%). akan terjadi tanpa syarat yang cukup kuat
Tabel 4.5. Chi-Square Test untuk memicaun motivasi bertindak
Asymp Exact Exact berdasarkan pengetahuan tersebut dan
d . Sig. . Sig. . Sig. mungkin juga tanpa mengaktifkan faktor-
value
f (2 (2- (1- faktor seperti keterampilan baru atau sumber
sided) sided) sided) daya mengenai cuci tangan pakai sabun.
Perason a
2.828 1 .093 Faktor keyakinan adalah suatu yang
chi-square nyata atau benar. Pernyataan keyakinan
Contynuity 2.802 1 .129 tentang kesehatan tentang kesehatan
Correction
mencakup komentar seperti saya tidak
Likelihood 2.836 1 .092
Ratio
percaya bahwa berolahraga setiap hari akan
Fishers .103 .064 membuat saya merasa lebih baik. Model
Exact Test yang paling banyak untuk menjelaskan dan
Linear-by- 2.809 1 .094 memprediksi bagaimana keyakinan
linear kesehatan berhubungan dengan perilaku
Assosiatio adalah model kepercayaan kesehatan.
n Singkatnya, berpendapat model ini
N of valid .153 kemungkinan mengambil tindakan
cases kesehatan di rekomendasikan tergantung
pada keyakinan seseorang tentang tingkat

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 5
keparahan masalah penyakit atau kesehatan mencegah pola penyebaran penyakit
yang bersangkutan. Faktor nilai proposisi menular dimasyarakat, seperti misal
moral dan etika digunakan orang untuk penyakit diare, typhus perut, kecacinga, flu
membenarkan tindakan mereka. Mereka burung, dan bahkan flu babi yang kini cukup
menentukan apakah orang mengganggap menghebohkan manusia. Perilaku cuci
perilaku kesehatan terkait untuk benar atau tangan terlebih cuci tangan pakai sabun
salah, seperti halnya dengan perilaku cuci masih merupakan sasaran penting dalam
tangan pakai sabun. promosi kesehatan, khususnya terkait
Faktor sikap adalah perasaan relatif perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku
konstan diarahkan sesuatu atau seseorang cuci tangan pakai sabun ternyata bukan
yang selalu mengandung dimensi evaluatif. merupakan perilaku yang biasa dilakukakn
Sikap selalu dapat dikatagorikan sebagai oleh masyarakat pada umumnya. Rendahnya
positif atau negatif, mencuci tangan pakai perilaku cuci tangan pakai sabun dan
sabun atau tidak mencuci tangan pakai abun. tingginya tingkat efektifitasan perilaku cuci
Faktor niat perilaku merupakan konsep tangan pakai sabun dalam mencegah
fundamental bagi teori tindakan beralasan penularan penyakit, maka sangat penting
(dan teori terkait erat perilaku adanya upaya promosi kesehatan
direncanakan), yang menyatakan bahwa bermaterikan peningkatan cuci tangan
kinerja suatu perilaku kesehatan tertentu tersebut (Maryunani, 2013 hal: 118)
adalah akbiat langsung dari seseorang yang Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah
bermaksud untuk melakukan perilaku, suatu tindakan sanitasi dengan
pertanyaan yang mendukung perilaku cuci membersihkan tangan dan jari-jemari
tangan pakai sabun sebagian besar menggunakan air dan sabun untuk menjadi
mahasiswa yang menjawab cuci tangan bersih. Mencuci tangan pakai sabun
pakai sabun sebanyak 63 orang (41,71%), merupakan salah satu upaya pencegahan
dan yang menjawab tidak cuci tangan pakai penyakit. Hal ini dilakukan karenatangan
sabun sebanyak 90 orang (58,8%). sering kali menjadi agen yang membawa
Jika seseorang tidak memiliki kuman dan menyebabkan patogen berpindah
keterampilan tertentu yang di perlukan untuk dari satu orang ke orang lain baik dengan
penyelesaian perilaku kesehatan tertentu, kontak langsung maupun tidak langsung
kemudian memperoleh keterampilan- (menggunakan permukaan-permukaan lain
keterampilan akan jatuh dibawah katagori seperti handuk, gelas). Tangan yang
faktor-faktor pendukung. Faktor predisposisi bersentuhan langsung dengan kotoran
yang tidak bisa menerima perubahan faktor manusia dan binatang, ataupun cairan tupuh
ini seperti genetik, karakteristik, lain seperti ingus dan makanan atau
sosiodemografi, dan keperibadian juga minuman yang terkontaminasi saat tidak di
memainkan peran dalam predisposisi untuk cuci dengan sabun dapat memindahkan
berhubungan dengan kesehatan perilaku. bakteri, virus dan parasit pada orang lain
Kebersihan tangan atau cuci tangan yang tidak sadar bahwa dirinya sedang di
adalah suatu prosedur tindakan tulari (Depkes RI, 2008).
membersihkan tangan dengan menggunakan 2. Kejadian diare
sabun atau sntiseptik dibawah air mengalir Penelitian ini untuk kejadian diare di
atau menggunakan handrub berbasis sebabkan oleh kebanyakan mahasiswa
alkohol. Kebersihan tanga merupakan salah mengkonsumsi makanan pedas cuaca yang
satu prosedur yang paling penting dan bergantian dan mahasiswa yang berkontak
efektif dalam mencegah infeksi nasokomial, langsung dengan yang terkena diare.
penyebaran infeksi yang menyebabkan Pertanyaan yang mendukung beberapa
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru faktor penyebab diare meliputi:, sebelum
lahir bila digunakan dengan baik dan benar mengalami diare mengkonsumsi makanan
(Maryunani, 2011 hal:43) pedas, sebanyak 81 (52,94%), pergantian
Kebiasaan atau perilaku higienis dengan cuaca 57 orang (37,25%) dan pernah kontak
cuci tangan pakai sabun (CTPS), dapat dengan teman yang mengalami diare 42

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 6
orang (27,48%), terdapat 28 (22,58%) orang yang dapat emnurunkan daerah permukaan
yang tidak terkena diare dengan faktor usus. Selanjutnya dapat terjadi perubahan
diatas. kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
Tingginya angka kejadian diare gangguan fungsi usus dalam absorfsi cairan
dilingkungan asrama ini faktor utamanya dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya
adalah mahasiswa mengkonsumsi makanan toksin bakteri akan menyebabkan sistem
yang pedas sebanyak 81 (52,94%), faktor ini transfor aktif dalam usus sehingga sel
dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mukosa mengalami iritasi yang kemudian
mampu diserap dengan baik. Sehingga sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat
terjadi peningkatan pristaltik usus yang (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: 12), kejadian
mengakibatkan penurunan kesempatan ini biasanya di sebabkan makanan dan
untuk menyerap makanan yang kemudian minuman yang dikonsumsi secara
menyebabkan diare (A.Aziz Alimul Hidayat, bersamaan, disamping itu terdapat beberapa
2008: 12). Diare dapat dikerenakan mahasiswa yang tidak mencuci tangan
mahasiswa sering mengkonsusi makanan menggunakan sabun setelah buang air besar
yang pedes. Makanan pedas yang sering sehingga dapat terkontaminasi oleh bakteri
dikonsumsi oleh mahasiswa ini biasanya yang ada didalam feses sehingga
dapat diperoleh dari makanan atau jajanan mengakibatkan diare.
yang dibeli didepan kampus. Misalnya mie Penyebab tidak langsung atau faktor-
lidi, seblak, dan lain-lain. makanan pedas faktor yang mempermudah atau
biasanya mengandung Capsaicin. Capsaicin mempercepat terjadinyta diare seperti:
ini merupakan suatu zat yang banyak keadaan gizi, hygine dan sanitasi, sosial
terdapat pada cabai, paprika dan jalapeno. budaya, kepadatan penduduk, sosial
Senyawa Capsaicin merupakan suatu ekonomi dan faktor-faktor lain. Termasuk
senyawa yang memiliki ukuran kecil tidak dalam penyebab langsung antar lain: infeksi
dapat dipecah ataupun dicerna oleh usus bakteri, virus, dan parasit, malabsorbsi,
sehingga dapat menyebabkan iritasi pada alergi, keracunan bahan kimia maupun
usus halus. Iritasi pada usus halus ini karacunan oleh racun yang di produksi oleh
menggangu gerakan pristaltik usus, dan juga jasad renik: ikan buah dan sayur-sayuran
mempengaruhi kemampuan usus dalam (Suharyono 2003 dalam artikel Nurharyani
mencerna makanan sehingga penyerapan 2007).
makanan terhambat. Makanan yang tidak Faktor yang dapat menyebabkan diare
terserap tubuh tersebut akan menyebabkan seperti faktor lingkungan, rendahnya
terjadinya diare. pengetahuan masyarakat tenteng diare serta
Faktor keduanya merupakan pergantian malnutrisi. Contoh dari faktor lingkungan
cuaca sebanyak 57 orang (37,25%), kejadian berupa sanitasi yang buruk, serta sarana air
diare yang disebabkan oleh cuaca yang bersih yang kurang.
bergantian ini biasanya didapat dari Diare merupakan penyakit yang ditandai
perpindahan musim kemarau ke musim dengan bertambahnya frekuensi defekasi
hujan, serta perbedaan suhu antara rumah lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai
dan asrama sehingga hal tersebut bisa perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
mengakibatkan kelelahan fisik yang dengan/tanpa darah dan/atau lendir
biasanya mengakibatkan pembentukan gas (Suratmaja, 2007: 28)
berlebihan dilambung dan usus. Kemudian Cakupan penemuan dan penanganan
tibul perasaan penuh diusus lalu merasakan diare Provensi Jawa Tengah tahun 2012
mulas. sebesar 24,66% lebih rendah di banding
Faktor ketiga yaitu berkontak dengan tahun 2011 (57,9%) pada tingkat
teman yang mengalami diare sbanyak 42 kabupaten/kota, diketahui bahwa cakupan
orang (27,48%), Proses ini dapat diawali penemuan dan penanganan tertinggi adalah
dengan adanya mikroorganisme (kuman) kabupaten klaten (93,33%) dan terendah
yang masuk kedalam saluran pencernaan adalah kabupaten cilcap 6,29% (Dinkes
yang kemudian berkembang dalam usus jateng 2012).

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 7
3. Hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan
setelah buang air besar dengan kejadian terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun
diare. setelah buang air besar dengan kejadian
Meskipun Hasil penelitian menunjukan diare pada mahasiswa AKBID dilingkungan
bahwa Hasil uji statistik (chi square) dari asrama ngudi waluyo dengan nilai p =
153 responden p = 0,093 > 0,05 maka Ho 0,093 > 0,05.
diterima artinya tidak ada hubungan yang Saran
signifikan terhadap perilaku cuci tangan Berdasarkan hasil kesimpulan yang ada
pakai sabun setelah buang air demikian maka penulis mengajukan saran berikut:
perilaku cuci tangan perlu diterapkan karena 1. Bagi Responden
tangan yang bersih akan mencegah Penelitian ini memberi informasi pada
penularan penyakit seperti diare, kolera responden khususnya mahasiswa AKBID
disentri, typus, kecacingan, penyakit kulit, bahwa perilakun tidak cuci tangan
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), flu menggunakan sabun setelah buang air besar
burung atau Severe Acute Respiratory dapat meningkatkan resiko terjadinya
Syndrome (SARS).dengan mencuci tangan, penyakit.
maka tangan menjadi bersih dan bebas dari 2. Bagi peneliti
kuman (Proverawati dan Rahmawati 2012 Penelitian ini menambah wawasan
hal 73) peneliti mengenai pentingnya cuci tangan
Penelitian serupa dilakukan oleh menggunakan sabun setelah buang air besar
Fatmawati (2013) Hubungan antara dan penelitian ini dapat menambah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan informasi dan pengetahuan bagi peneliti
Kejadian Diare pada Anak Balita Diwilayah tentang peranan saranan dasar kesehatandiri
Kerja Jambu Kabupaten Semarang angka dan lingkungan dalam melindungi diri dari
kejadian diare pada balita (73%), sedangkan penyakit diare.
untuk perilaku hidup bersih dan sehat 3. Bagi institusi pendidikan
tergolong kurang sehat (73%). Sehingga ada Adanya tindak lanjut pemberian
hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan penyuluhan bagi mahasiswi baru untuk
Sehat dengan Kejadian Diare pada Anak mencuci tangan menggunakan sabun setelah
Balita Diwilayah Kerja Jambu Kabupaten buang air besar yang dapat menyebabkan
Semarang. Sehingga ada perbedaan dalam terjadinya diare.
penelitian ini dengan penelitian terdahulu .
adalah pada judul, tempat dan waktu
penelitian. DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN A.Aziz Alimul Hidayat. (2008). Proses


terjadinya diare. Didapat karya tulis ilmiah.
Kesimpulan Wandy (2011)
Dari hasil penelitian maka diambil
kesimpulan sebagai berikut: Depkes RI. (2006). Buku Saku Tenaga
1. Mahasiswa AKBID dilingkungan asrama Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan
dalam perilaku cuci tangan pakai sabun RI
tergolong sebagian besar banyak yang belam
Depkes RI. (2008). Buku Saku Tenaga
menggunakan sabun cuci tangan sebanyak
Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan
90 orang (58,8%), dan yang cuci tangan
RI
pakai sabun sebanyak 63 orang (41,2%).
2. Mahasiswa AKBID bahwa sebagian Depkes RI. (2011). Buku Saku Tenaga
mahasiswa yang yang mengalami diare Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan
sebanyak 78 orang (51,0%) serta mahasiswa RI
yang tidak mengalami diare sebanyak 75
orang (49,8%)

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 8
Dinkes Jateng. (2012). Angka kejadian Diare.
Semarang : pemerintah Propinsi Jawa
tengah
Hidayat. (2008). Metode penelitian kebidanan
dan teknik Analisa Data. Jakarta Salemba
Medika
Kmenkes RI. (2012). Kebiasaan Penduduk
Indonesia : kementrian kesehatan RI
Maryunani, A (2011). Pencegahan infrksi dalam
kebidanan. Jakarta : CV. Trans Info Media
Maryunani, A (2013). Perilaku Hidup Bersih
Dan Sehat. Jakarta : CV.Trans Info Media
Natoatmidjo, S. (2005). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Natoatmidjo, S. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Natoatmidjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Nur Salam. (2008) Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Kebidanan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika
Proverawati, Rahmawati (2012). Perilaku
Hidup Bersih Dan Sehat. Yogyakarta :
Nuha Medika
Setiawan, A. (2010). Metodologi penelitian
kebidanan DIII, S1 DAN S2. Yogyakarta:
Numed
Suraatmaja (2007). Kapita Selekta
Gastroentrologi. Jakarta : Sagung Seto
Undang-Undang Kesehatan RI, (2009). Tentang
Kesehatan. Jakarta

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa AKBID 9

Anda mungkin juga menyukai