Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN

HIDROKOLOID

OLEH :
Gabriella Anggono 6103015012
Klemens Iwan 6103015086
Erica Giovanni 6103015087
Maria Feronica 6103015121
Dionisius Reyhan 6103015148

TANGGAL : 5 APRIL 2017


KELOMPOK A-3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
Tujuan Instruksional Umum :
- Memahami sifat-sifat fisik dan kimiawi gel yang terbentuk dari agar-agar, karagenan dari
rumput laut dan daun cincau.

Tujuan Instruksional Khusus :


1. Mengenal morfologi dan sifat fisik rumput laut dan daun cincau.
2. Mengetahui cara ekstraksi senyawa pembentuk gum dari rumput laut dan daun cincau.
3. Menjelaskan faktor-faktor penentu pembentukan agar-agar dan tingkat kekerasan agar-agar.
4. Menjelaskan terjadinya peristiwa sineresis dari agar-agar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Pomeranz (1991), hidrokoloid merupakan makromolekul hidrofilik yang dapat
dilarutkan, didispersikan atau mengembang dalam air dan membentuk larutan yang kental
(gel). Pembentukan gel merupakan sebuah fenomena penggabungan atau pengikatan silang
dari rantai-rantai polimer pembentuk jala kontinyu tiga dimensi, selanjutnya jala ini dapat
menangkap air dan membentuk struktur kuat yang kaku (Fardiaz, 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel antara lain:
a. Konsentrasi.
Konsentrasi hidrokoloid berpengaruh terhadap kekentalan larutannya. Konsentrasi
hidrokoloid yang rendah biasanya memiliki sifat aliran Newtonian. Meningkatnya
konsentrasi meenyebabkan sifat aliran akan berubah menjadi non Newtonian (Untoro,
1985)
b. Suhu
Suhu mempengaruhi kekentalan beberapa hidrokoloid. Gel yang disimpan pada suhu
rendah akan memberikan kekompakan dan kekuatan gel yang lebih baik karena
terbentuk matriks sistem gel yang lebih kuat (Untoro, 1985).
c. Keberadaan Ion Logam
Logam divalen diperlukan untuk menghubungkan rantai-rantai asam pektinat sehingga
dapat membentuk jaringan gel (Farida, 2002). Penambahan garam mineral yang
berlebihan menyebabkan penggumpalan atau salting out, dan keberadaan mineral
akan menyebabkan terjadi kompetisi dengan hidrokoloid dalam mengikat air (Farida,
2002).
Secara umum di bidang pangan, hidrokolid berperan sebagai agen pengental dan
penstabil. Beberapa contoh hidrokoloid antara lain, methylcellulose (MC),
hydroxypropylcellulose (HPMC), asam alginat atau Na-alginat, gumi, agar, karagenan,
dan dektran (Winarno, 2004)

Rumput Laut
Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil laut yang penting serta tumbuh dan
tersebar hampir di seluruh perairan laut Indonesia. Tumbuhan ini bernilai ekonomi tinggi
dalam bidang industri makanan maupun bukan makanan (industri kosmetik, tekstile dan
farmasi) untuk memenuhi permintaan dalam negeri maupun luar negeri (Indriani dan
Sumiarsih, 1992).
Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun
sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus, tumbuh di alam dengan
melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Secara
taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio Thallophyta (Anggadiredja dkk, 2010).
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokan ke dalam empat kelas,
yaitu:
1) Rhodophyceae (ganggang merah)
2) Phaeophyceae (ganggang coklat)
3) Chlorophyceae (ganggang hijau)
4) Cyanophyceae (ganggang biru) (Anggadiredja dkk, 2010).
Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah dari kelas
Rhodophyceae yang mengandung agar-agar dan karaginan. Alga yang termasuk ke dalam
kelas Rhodophyceae yang mengandung karaginan adalah Eucheuma dengan nama lokal
agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang diperjualbelikan yaitu jenis Eucheuma
spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum banyak terdapat di
Indonesia dan dibutuhkan oleh banyak industri farmasi: kosmetik, makanan dan minuman
seperti saus, keju, biskuit, es krim dan sirup (Winarno, 1990).
Secara kimia rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%)
serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu juga mengandung asam amino, vitamin, dan
mineral seperti natrium, kalium, kalsium, iodium, zat besi dan magnesium. Kandungan
asam amino, vitamin dan mineral mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman
darat (Murti, 2011).

Agar-agar
Agar-agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut
dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel. Agar-agar diekstraksi
dari ganggang laut yang berasal dari kelompok Rhodophyceae, seperti Gracilaria dan
Gelidium. Agarosa adalah rantai polimer dari galaktan yang bersifat netral dan tidak
mengandung sulfat, sedangkan agaropektin merupakan rantai polimer galaktan yang bersifat
anionik dan mengandung sulfat (Chapman and Chapman, 1980). Fungsi utama agar-agar
adalah sebagai bahan pemantap, penstabil, pengemulsi, pengisi, penjernih, pembuat gel, dan
lain-lain.
Menurut Marinho-Soriano (2001) dan Buriyo dkk. (2003) kualitas gel agar-agar
dipengaruhi kondisi proses produksinya, serta jenis, musim panen dan lokasi rumput laut.
Agar-agar mampu membentuk koloid hidrofilik, secara praktis tidak larut dalam air pada
suhu 25oC, sedikit larut dalam air hangat, tetapi larut sempurna pada suhu 97-100 oC. Sol
agar-agar yang terbentuk pada suhu 95- 100Co punya viskositas yang rendah. Viskositas sol
akan meningkat bila suhu diturunkan hingga tercapai suhu gelasi (berkisar antara 40-45 oC)
viskositas tidak berubah lagi (Tedjo, 1996).
Gel bersifat thermoreversibel, bila gel agar dipanaskan melewati titik cairnya maka gel
akan mencair, tetapi bila larutan agar menjadi dingin, maka terbentuk gel kembali (Furia,
1972). Suhu leleh agar-agar pada konsentrasi 1,5% berkisar antara 60-97C dan suhu
pembentukan gel diatas 20C (Meer, 1980). Semakin tinggi kandungan ester sulfat dalam
agar-agar semakin berkurang kekuatan gelnya (Chapman and Chapman, 1980). Apabila gel
agar-agar di tempatkan di udara dingin, sejumlah air dibebaskan oleh gel dan terlihat di
permukaan dengan sedikir pengerutan volume, fenomena demikian dinamakan sineresis gel.
Menurut Tranggono (1990), gel dari agar murni terbentuk pada kisaran suhu 40-50C
dan meleleh dengan pemanasan pada suhu antara 80-85C. Beberapa sifat dari agar-agar:
- Larut sempurna pada suhu 97-100C.
- Pada suhu 32-39C berbentuk padat dan mencair pada suhu 60-97C.
- Sangat stabil pada keadaan kering, mengalami degradasi pada suhu tinggi dan pH
rendah.

Karaginan
Karaginan merupakan polisakarida yang tersusun atas unit D-galaktosa dan L-galaktosa
3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosidik dimana setiap unit
glukosa mengikat gugusan sulfat (Winarno,1990)
Karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matrix intraseluler dan merupakan
bagian penyusun terbesar dari berat kering rumput laut (Winarno, 1990). Karaginan
merupakan ekstrak rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut (alga merah)
dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Whistler, 1976).
Karaginan berfungsi untuk pengental, pengemulsi, pensuspensi, dan faktor penstabil.
Karaginan juga dipakai dalam industri pangan untuk memperbaiki penampilan produk kopi,
bir, sosis, salad, es krim, susu kental, coklat, jeli. Industri farmasi memakai karaginan untuk
pembuatan obat, sirup, tablet, pasta gigi, sampo dan sebagainya. Industri kosmetika
menggunakannya sebagai gelling agent (pembentuk gel) atau binding agent (pengikat)
(Winarno, 1990).
Winarno (1990) membagi karaginan menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya
yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Karakteristik ketiga jenis karaginan ini dapat dilihat
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Karakteristik Tiga Jenis Karaginan
Tipe karaginan
Medium
Kappa Iota Lambda
Stabil (Terhidrolisa
pH netral dan bila dipanaskan, dan Stabil terhidrolisa dan Stabil
alkali stabil dalam bentuk stabil dalam bentuk gel terhidrolisa
gel)
Air panas Larut di atas 60C Larut di atas 60C Larut
Larut dalam garam Larut dalam garam Na+,
Air dingin Na+, tak larut dalam tak larut dalam K+, Larut
K+, Ca2+ Ca2+
Suhu panas Larut Larut Larut
Suhu dingin Tidak larut Tidak larut Larut
Larutan gula
Panas, larut Sukar larut, panas Panas, larut
pekat
Larutan garam
Tidak larut Panas larut Panas larut
pekat
Sumber: Whistler dan James (1976)

Setting Point-Melting Point


Setting point adalah suhu pada saat larutan hidrokoloid mulai memadat, sedangkan
melting point adalah suhu pada saat suatu gel yang padat mulai mencair. Tipe dan varietas
komoditi yang diekstrak hidrokolidnya biasanya sangat menentukan sifat setting point dan
melting point yang dimiliki hidrokoloid tersebut. Selain itu, besar konsentrasi senyawa
hidrokoloid yang terkandung dalam suatu sistem gel juga sangat berpengaruh. Sedangkan
pada agar-agar dan karaginan, sifat tersebut juga dipengaruhi oleh kandungan sulfat. Tidak
semua senyawa hidrokoloid memiliki sifat thermoreversible, yaitu kemampuan suatu gel
yang telah memadat untuk kembali mencair apabila dipanaskan dan kembali memadat
ketika didinginkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh keberadaan komponen lain selain
hidrokoloid, seperti pati (Furia, 1972)

Sineresis
Sineresis adalah keluarnya cairan dari gel. Pada gel yang ditempatkan di suhu udara
dingin, sejumlah air dibebaskan oleh gel dan terlihat di permukaan. Menurut Aurand dan
Woods (1974), faktor-faktor yang mempengaruhi sineresis adalah:
1. pH
Sineresis mencapai maksimal jika jendalan pada titik isoelektrisnya, maka pH harus
diatur dengan tepat karena jendalan yang keras kemungkinan akan mengalami sineresis
lebih besar, disamping rasanya tidak enak dimakan. Hal ini dapat disebabkan karena derajat
keasaman yang menurun, substansi yang dapat menjendal yang tersusun dari asam akan
terionisasi dan muatannya turun, sehingga benang-benang fibriler saling mendekat.
2. Suhu
Pada suhu rendah gerak molekul fase cair akan diperlambat sehingga gerakan fibriler
terhambat dan cenderung bergerak ke bawah mengikuti gaya berat dan dapat mendekatkan
fibriler satu dengan yang lain.
3. Tekanan mekanik
Tekanan mekanik juga mempengaruhi sineresis karena cenderung mendekatkan fibriler
satu dengan yang lain.
4. Konsentrasi fase dispersia
Makin besar konsentrasi fase terdispersinya, maka makin kecil kemungkinan
sineresisnya dan begitu juga sebaliknya. Struktur jendalan bukan merupakan struktur yang
tertutup tetapi merupakan struktur yang terbuka. Maka meskipun airnya menjadi tidak
mengalir, peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan air masih dapat berlangsung seperti
peristiwa difusi air yang keluar dari gel.

BAB III
CARA KERJA
3.1 Alat
- Penetrometer
- Lovibond Tintometer
- Thermometer
- Neraca
- Kain saring
- Tabung reaksi
- Penangas air
- Freezer
- Blender
- Pengaduk
- Pressure cooker
3.2 Bahan
- Rumput laut berbagai spesies
- Daun cincau
- Serbuk agar-agar
- CaCl2
- Air matang
- Larutan 3% CaCl2
- Alkohol 96%
- Tepung agar-agar
- Akuades
3.3 Cara Kerja
1.Pengamatan Sifat Fisik Bahan

Rumput laut atau daun cincau

Pengamatan warna dan ukuran

Pengambilan gambar bentuk bahan

2. Pembuatan Cincau

Pencucian daun cincau

Perendaman dalam air mendidih selama 2

Penirisan

Penambahan air matang (26:1)

Peremasan daun cincau

Penyaringan dan pengambilan filtrat

Penyiapan larutan 3% CaCl2 dengan air masak

Penambahan larutan CaCl2 ke dalam filtrat daun cincau


Pendinginan dan pengujian suhu pembentukan gel

3. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut


500 g rumput laut

Perendaman selama 12-24 jam

Pembilasan dan

Perebusan dalam preesure-cooker 120C 15 menit


dengan perbandingan bahan : air = 1:15

Perebusan kembali dengan suhu 100C 2-3

Penghancuran dan penambahan air panas 90C

Penyaringan dengan kain saring halus


Filtrat I Filtrat II

Penambahan alkohol 96% Pembekuan dalam freezer


Alkohol : filtrat = 2:1 suhu -6oC selama 24 jam

Thawing
Pengadukan hingga terbentuk endapan

Penyaringan
Penimbangan dan perhitungan
rendemen

4. Suhu Pembentukan Gel

Pemasukkan 1 g tepung agar-agar + 50mL akuades

Pemanasan hingga mendidih

Pengambilan 15mL larutan agar sebagai peristiwa suhu pembentukan gel

Pemasukkan ke dalam tabung reaksi

Pemasukkan tabung reaksi dan thermometer ke dalam penangas air

Pencatatan suhu saat terbentuk gel

5. Suhu Leleh Gel


Pembuatan gel dalam tabung reaksi ( untuk serbuk agar maupun
daun cincau)

Setelah dingin, pemasukkan di atas gel, batu didih yang diketahui


beratnya

Peletakkan tabung dalam penangas air

Pengukuran suhu leleh gel ketika batu didih jatuh ke dasar tabung

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Sinersis
No Bahan Penyimpanan 24 jam Penyimpanan 48 jam
1 Agar-agar
2 Nutrijel
3 Karaginan
4 Cincau hitam

Setting Point dan Melting Point


No Bahan Setting Point (oC) Melting Point (oC)
1 Agar-agar
2 Nutrijel
3 Karaginan
4 Cincau hitam

Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut


No Perlakuan Berat awal Filtrat Volume Berat Rendemen
rumput rumput yang karaginan
laut laut diambil basah (%)
(g) (mL) (mL) (g)
1 Etanol 70% / 96%
2 Freezer 48 jam

BAB V
PEMBAHASAN
BAB VI
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, T., Zatnika, A., Purwoto, H., dan Istini, S. 2010. Rumput Laut. Jakarta:
Penebar Swadaya. Hal. 26-38.
Aurand, L.W. and A.E. Woods. 1974. Food Chesmistry. Phillipine: The AVI Publishing
Company.
Buriyo, A.S., and Kivaisi, A.K., 2003. Standing Stock, Agar Yield and Properties of
Glacilaria salicornia Harvested along the Tanzanian Coast, Western Indian Ocean J.
Mar. Sci. 2, 171 178
Chapman, V.J., and Chapman, C.J. 1980. Seaweed and Their Uses , 3rd ed. pp. 148 193.
London: Chapman and Hall Ltd.
Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Bogor: IPB
Farida, Y. 2002. Kajian Terhadap Sifat Fungsional Komponen Pembentuk Gel dalam Daun
Cincau Hijau (Cycleabarbata L.Miers). Bogor: IPB (Tesis)
Furia,T.E. 1972. Handbook of Food Addictives. Second edition Volume 1. USA: CRC
Press.
Hudha, M. I., S. Risa, dan D. N. Suci. 2012. Ekstraksi Karaginan Dari Rumput Laut
(Eucheuma Sspinosum) dengan Variasi Suhu Pelarut dan Waktu Operasi. Berkala
Ilmiah Teknik Kimia. 1(1) : 17-20.
Indriani, H. dan E. Sumiarsih. 1992. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Marinho-Soriano, E., 2001. Agar Polysaccharides from Gracilaria species (Rhodophyta,
Gracilariaceae), J.Biotec. 89, 81-84.
Meer, W. 1980. Handbook of Water Soluble Gum and Resins. New York: Mc Graw Hill
Book Co.
Murti, I. (2011). Khasiat Rumput Laut si Pengganti Garam. www.jakartalantern.com.
Tanggal akses 12 Mei 2012 dalam Putri, Nensi Kurnia. 2012. Rumput Laut (Eucheuma
spinosum (Linnaeus) J. Agardh) Sebagai Sumber Serat Pangan Tak Larut Pada Naget
Ayam.
Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York: Academy Press
Inc.
Ramdhani, A. F., Harijono, dan E. Saparianti. 2013. Pengaruh Penambahan Karaginan
Terhadap Karakteristik Pasta Tepung Garut dan Kecambah Kacang Tunggak Sebagai
Bahan Baku Bihun. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4): 41-49.
Tedjo, F. 1996. Seminar Problematik: Kajian Kombinasi Gelatin dan Agar-agar Sebagai
Agensia Pembentuk Gel Pada Pembuatan Permen Jelli. Surabaya: Universitas Katolik
Widya Mandala.
Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Makanan. Yogyakarta: UGM
Untoro, A. 1985. Mempelajari Beberapa Sifat Dasar Dalam Pembentukan Gel dari Cincau
Hijau (PremnaoblongifoliaMerr). Bogor: IPB (skripsi)
Whistler, R.L. and J.R. Dekker. 1976. Food Chemistry. Ed ke-2. New York: Marcel Dekker.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai