Anda di halaman 1dari 18

PEMBAHASAN

MELASMA

1. Definisi Melasma

Melasma adalah hiperpigmelanosis didapat, umumnya simetris, berupa


makula berwarna cokelat muda sampai cokelat tua yang tidak merata,
mengenai area terpajan sinar ultra violet dengan tempat predileksi pada pipi,
dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu.1
2. Perbedaan Melasma, Nevus, Melanoma, Akantosis Nigrikans

1. Melasma

A. Etiologi

Sinar ultraviolet
Hormon
Obat
Genetik
Ras
Kosmetika

B. Gejala klinis

Lesi melasma merupakan makula berwarna cokelat baik muda


maupun tua yang berbatas tegas dengan tepi tidak teratur. Melasma
sering terdapat pada bagian pipi dan hidung biasanya disebut pola
malar. Melasma yang terdapat pada dagu disebut pola mandibular.
edangkan yang terdapat pada pelipis, dahi, alis dan bibir atas disebut
pola sentrofasial.

C. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan histopatologik
Pada tipe epidermal : terdapat melanin terutama pada lapisan
basal dan suprabasal, kadang juga terdapat diseluruh stratum
spinosum samapai stratum korneum. Terdapat sel melanosit
padat yang mengandung melanin, sel-sel lapisan basaldan
suprabasal, dan juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum
korneum.
Pada tipe dermal: terdeapat makrofag bermelanin disekitar
pembuluh darah pada dermis bagian atas dan bagian bawah, dan
juga terdapat fokus fokus infiltrat pada dermis bagian atas.

b. Pemeriksaan mikroskop elektron


Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal yang
memberikan kesan meningkatnya aktivitas melanosit.

c. Pemeriksaan dengan sinar wood


Tipe epidermal: warna lesi tampak lebih kontras
Tipe dermal: warna lesi tidak bertambah kontras
Tipe campuran: lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak
Tipe tidak jelas: dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas
sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

2. Melanoma

a. Etiologi
Sering terpapar sinar ultraviolet
Adanya nevus displastik
Herediter
Banyaknya nevus melanostik di badan

b. Gejala
Berdasarkan tipe:
a. Superficial spreading melanoma (SSM)
Merupakan tipe terbanyak yang muncul pada dekade ke 4 atau 5.
Pada laki-laki sering tumbuh pada badan sedangkan pada
perempuan sering tumbuh pada daerah tungkai. Tempat lainnya
yang sering ditumbuhi adalah kepala dan leher.
Gambaran klinis berupa: lesi agak menimbul, hitam,
kecoklatan atau kemerahan, tepi irregular, garis kulit pada pada
permukaan lesi menghilang. Perubahan bentuk dapat terjadi
dengan adanya sebagian rergresi yang berwarna lebih pucat
dengan perluasan keluar sehingga berbentuk anular. Bila invasif,
lesi lebih menimbul dan terdapat nodul.

b. Nadular melanoma (NM)


Banyak dijumpai pada pasien dekade ke 5 dan 6. Lebih banyak
terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan tempat
tersering yang timbul adalah di kepala, leher, dan badan.
Gambaran klinis berupa: tumor yang menimbul, seperti kubah,
dapat bertangkai, biasanya berwarna coklat dan kehitaman.

c. Lentigo maligna melanoma (LMM)


Dijumpai pada pasien dekade ke 6 dan 7. Sering tumbuh pada
lengan, wajah, dan tungkai.
Gambaran klinis berupa: tahap awal, lesi datar, kecoklatan, tidak
berkilat dan licin. Warna lesi lama kelamaan berubah iregular
dengan tambahan coklat tua atau kehitaman.
d. Acral lentiginous melanoma (ALM)
Dijumpai terutama didaerah telapak tangan dan kaki.
Gambaran klinis: tampak makula kehitaman dengan bagian yang
menimbul atau nodus.

c. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan histopatologi
Pada SSM ditemukan melanosit atipik uniformis, besar dan agak
bulat tersebar secara pagetoid dalam epidermis yang sebagian tebal
dan sebagian tipis. Sel tersebut soliter atau terdapat dalam sarang
sel.
Pada NM sel atipik tumor tampak tumbuh ke dermis, infiltrat
limfosit pada dermis lebih jarang.
Pada LLM tampak proliferasi melanosit seperti spindelyang atipik
dengan sebagian tersusun tidak teratur dan makin banyak ke bagian
tengah, terletak pada bagian epidermis yang menipis. pada dermis
mengandung melanofag, infiltrate limfosit dalam dermis jarang.
Pada ALM sel tumor yang atipik umumnya soliter, terletak di
sepanjang dermo-epidermal pada epidermis yang akantotik, dan
tidak teratur. pada dermis dapat terlihat sel infiltrate limfosit dan
melanofag dalam dermis.
b. Pewarnaan khusus
pewarnaan khusus atau reaksi imunohistokimia, misalnya dengan S-
100 dan HMB-45.

3. Akantosis nigrikans

a. etiologi
belum bisa dipastikan
Resistensi insulin
keringat atau gesekan
b. gejala
Plak simetris
hiperpigmentasi
velvety plaque
sering pada daerah intertriginosa dari ketiak, selangkangan, dan leher
posterior
c. pemeriksaan
a. Tes skrining insulin
Tes untuk mendeteksi kelainan metabolik seperti resistensi insulin.
b. Histopatologik
Ditemukan hyperkeratosis, papilomatosis, dengan sedikit atau tidak
ada akantosis atau hiperpigmentasi.

4. Nevus
a. etiologi
belum diketahui
pengembangan nevus awal kehidupan adalah hasil hubungan yang
rumit antara evolusi nevus, lokasi anatomi, dan faktor lingkungan.
b. gejala
macula
warna tan sampai coklat
c. pemeriksaan
eksisi biopsy sederhana
untuk evaluasi mikroskopik
histopatologik
melanosit besar dan berputar, epithel cytomorphology tersusun
sepanjang zona junctional dari epitel acanthotic dan hiperkeratosis.

N Melasma Nevus Melanoma Akantosis


o. nigrikans
1. Defini
si

2. Etiolo Sinar Belum


gi utraviolet dipastikan
Hormon
Obat
Genetik
Ras
Kosmetik

3. Gejal Simetris Perubaha Asimetris Simtomatik


a dan Makula n Berbatas tegas Simetris
tanda hiperpigmen pigmenta warna bervariasi Makula
tasi si merah,putih,biru,coklat, hiperpigmen
Warna Perubaha hitam tasi
coklat muda n warna diameter > 6 mm Penebalan
Tua Perubaha gatal kulit
Berbatas berdarah
n bentuk
ulserasi
tegas tepi Ada
tidak rata pembesar
an
Gatal
nyeri

3. Patogenesis Melasma, Struktur Yang Terlibat, Hingga Selulernya

Patogenesis melasma masih banyak yang belum diketahui. Banyak faktor


yang berkaitan dengan proses melasma, antara lain:
a. Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar
ultra violet. Kenaikan melanosom ini juga terjadi karena bahan
farmakologik seperti perak dan psoralen.
b. Penghambatan dalam malpighian cell turn over, keadaan ini dapat terjadi
karena obat sitostatik.
Patogenesis melasma selalu digunakan dalam pelaksanaan proses diagnosis
maupun proses pengobatan. Pengetahuan tentang patogenesis melasma
banyak berkaitan dengan biologi, biokimia, patofisiologi dan patologi dari
proses pigmentasi kulit, baik di tingkat seluler, biomolekuler, dan jaringan
kulit serta berhubungan langsung dengan faktor penyebab melalui beberapa
mekanisme yang bersifat spesifik.

A. Sistem pigmentasi kulit


Sistem pigmentasi manusia terdiri dari 2 tipe sel yaitu melanosit dan
keratosit beserta komponen seluler yang berinteraksi membentuk hasil
akhir yaituu pigmen melanin. Melanosit yaitu suatu sel eksokrin yang
berada dilapisan basal epidermis dan matriks bulbus rambut. Setiap
melanosit lapisan basal dihubungkan melalui dendrit melanosit dengan 36
keratinosit yang berada pada lapisan malphigi epidermis, ini disebut
dengan unit melanin lapisan epidermal. Melanosit memproduksi dua
subtipe melanin, eumelanin, dan feomelanin. Tirosinase berperan dalam
pembentukan dua subtipe melanin tersebut. Lihat Gambar 1 dibawah ini.

tirosin

hidroksilasi

3,4-
dihidroksifeni
lalanin
(DOPA)

Oksidasi
enzim

DOPAquino Unit melanin


n epidermal

Pembentukan melanin Setiap melanosit berhubungan


didalam sel dengan beberapa keratinosit
melanosom
Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dari
Bermigrasi ke dalam
polimerisasi dan oksidasi pada proses melanogenesis. Terdapat 2 pigmen
dendrit dari melanosit
melanin yaitu, eumelanin (coklat-hitam) dan feomelanin (kuning-merah).
Eumelanin bersifat lebih dominan. Melanin ditransfer dari melanosit ke
epidermis melalui keratinosit. Degradasi melanosom dilakukan oleh asam
hidrolase lisosom selama keratinosit naik menuju permukaan epidermis, dan
akhirnya melanin hilang bersama lepasnya stratum korneum. Jika terdapat
inflamasi kulit dan kemudian kerusakan selular, beberapa melanosom masuk
ke dalam dermis dan ditangkap oleh makrofag, maka sel-sel ini yang
kemudian dikatakan sebagai melanofag. Karakteristik keadaan untuk melasma
yaitu terjadi kelainan proses pigmentasi berupa hipermelanosis epidermal,
yang disebabkan oleh peningkatan produksi melanin tanpa perubahan jumlah
melanosit, dengan mekanisme peningkatan produksi melanosom, peningkatan
melanisasi dari melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar,
peningkatan pemindahan melanosom ke dalam keratinosit, dan peningkatan
ketahanan melanosom dalam keratinosit.
Patogenesis faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
melasma

a). Faktor Endokrin


Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara
lain: Melanin Stimulating Hormone (MSH), ACTH, lipotropin,
estrogen, dan progesteron. Melanin Stimulating Hormon (MSH)
merangsang melanogenesis melalui interaksi dengan reseptor
membran untuk menstimulasi aktivitas adenylcyclase untuk
membentuk c-AMP dan akan meningkatkan pembentukan tirosinase
melanin dan penyebaran melanin. Hipermelanosis yang difus
berhubungan dengan insufisiensi korteks adrenal. Peningkatan MSH
dan ACTH yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari akan terjadi bila
kortisol mengalami defisiensi sebagai akibat dari kegagalan
mekanisme inhibisi umpan balik. Estrogen dan progesteron baik
natural maupun sintetis diduga sebagai penyebab terjadinya melasma
oleh karena sering berhubungannya dengan kehamilan, penggunaan
obat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron,
penggunaan estrogen konjugasi pada wanita postmenopause dan
pengobatan kanker prostat dengan dietilbestrol. Meskipun peran
estrogen dalam menginduksi melasma belum diketahui, namun
dilaporkan bahwa melanosit yang mengandung reseptor estrogen
menstimulasi sel-sel tersebut menjadi hiperaktif.
Peranan hormon estrogen dan progesteron pada kehamilan yang
disertai melasma juga belum diketahui dengan pasti. Pathak (2006)
berpendapat bahwa melasma tidak akan hilang setelah proses
kelahiran atau penghentian penggunaan obat kontrasepsi. Kelainan ini
dapat memudarakan tetapi lebih sering persisten untuk jangka waktu
yang lama, dan timbul kembali pada kehamilan berikutnya. Dari
penelitian ternyata 77% wanita yang menderita melasma karena
pemakaian pil kontrasepsi, juga menderita melasma gravidarum. Pada
penelitian Iraji di Iran menunjukkan dari 230 wanita hamil, 27,6%
menderita melasma. Penelitian di Pakistan menyatakan dari 140
wanita hamil, 46,4% menderita melasma dan pada satu penelitian di
Perancis oleh (Estev, 1994) pada 60 wanita hamil, dilaporkan
prevalensi sebanyak 5% (n=3). Prevalensi melasma pada penelitian
lainnya dilaporkan sebanyak 50-70%. Pada mamalia, hormon pituitari
dan ovarium merangsang terjadinya melanogenesis. Walaupun
estrogen disangka memegang peranan penting dalam etiologi
melasma, terdapat insiden yang rendah diantara para wanita
postmenopause yang mendapat terapi pengganti. Perez (2009)
mengevaluasi profil endokrinologik pada 9 wanita dengan melasma
idiopatik dan menemukan adanya peningkatan level leutinizing
hormon (LH) dan level estradiol serum yang rendah,abnormalitas
diduga akibat adanya disfungsi ovarium ringan. Pada 15 pasien pria
dengan melasma idiopatik juga menunjukkan profil hormon yang
abnormal, dengan peningkatan level sirkulasi LH dan level testosteron
serum yang rendah dibanding kontrol, mungkin oleh karena testicular
resistance. Di samping itu juga terdapat hubungan yang signifikan
antara penyakit autoimun tiroid dengan melasma. Penelitian oleh Lutfi
pada tahun 2004 pada 108 wanita yang tidak hamil dan menemukan
hubungan yang bermakna antara penyakit tiroid autoimun dan
melasma, terutama padawanita yang penyakit tersebut didapat pada
saat hamil atau setelah menggunakan obat kontrasepsi oral. Pada
penelitian ini penderita penyakit tiroid empat kali lebih besar
menderita melasma (n=84) dibanding kontrol(n=25).
b). Predisposisi Genetik
Faktor genetik dan ras mempunyai kontribusi bermakna
terhadap patogenesis melasma, seperti yang diduga pada kajadian
melasma familial bahwa penyakit ini jauh lebih sering ditemukan
pada ras Hispanik, Latin,Oriental dan Indo-Cina. Faktor
predisposisi genetik pada melasma sering dijumpai pada penderita
dengan tipe kulit III-VI. Orang-orang yang berkulit coklat terang
dari daerah yang banyak mengandung sinar matahari, menunjukkan
lebih dari 30% penderita melasma mempunyai riwayat keluarga
dengan melasma juga. Pada kembar identik pernah dilaporkan
menderita melasma, sementara saudara kandung lain dengan
kondisi yang sama tidak menderita melasma.
Penelitian Rikyanto (2003), pasien melasma yang terjadi pada
usia 21-30 tahun kemungkinan besar terjadi karena faktor genetik.
Melasma terjadi pada usia lebih muda bila terdapat riwayat
melasma dalam keluarga. Meskipun telah dilaporkan beberapa
kasus yang familial, bukti bahwa melasma dapat diturunkan sangat
lemah. Faktor genetik melibatkan migrasi melanoblas dan
perkembangan serta diferensiasinya di kulit. Morfologi melanosit,
struktur matriks melanosom, aktivitas tirosinase dan tipe dari
melanin yang disintesis, semua dibawah kontrol genetik.

c). Faktor Paparan Sinar Matahari


Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat
berpengaruh, dan ini berlaku untuk semua pasien yang mengalami
perbaikan atau bertambah parah apabila terpapar sinar matahari.
Eksaserbasi melasma hampir pasti di jumpai setelah terpapar sinar
matahari yang berlebihan, mengingat kondisi melasma akan
memudar selama musim dingin. Lipid dan jaringan tubuh (kulit)
yang terpapar dengan sinar, terutama UV dapat menyebabkan
terbentuknya singlet oxygen dan radikal bebas yang merusak lipid
dan jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi
melanosit untuk memproduksi melanin yang berlebihan. Panjang
gelombang dari radiasi sinar matahari yang paling berisiko dalam
pencapaiannya ke bumi adalah UVB 290-320 nm dan UVA 320-
400nm. Semakin kuat UVB maka akan semakin menimbulkan
reaksi diepidermis, dengan perkiraan 10% dapat mencapai dermis,
sementara 50% UVA akan mencapai dermis. Sinar UV akan
merusak gugus sulfhidril yang merupakan penghambat tirosinase
sehingga dengan adanya sinar UV, enzim tirosinase bekerja secara
maksimal dan memicu proses melanogenesis (Jimbow, 2001). Pada
mekanisme perlindungan alami terjadi peningkatan melanosit dan
perubahan fungsi melanosit sehingga timbul proses tanning cepat
dan lambat sebagai respon terhadap radiasi UV.
Ultraviolet menimbulkan reaksi pigmentasi cepat. Reaksi
cepat ini merupakan fotooksidasi dari melanin yang telah ada, dan
melanin hasil radiasi UVA hanya tersebar pada stratum basalis. Pada
reaksi pigmentasi lambat yang disebabkan oleh UVB, melanosit
mengalami proliferasi, terjadi sintesis dan redistribusi melanin pada
keratinosit disekitarnya. Melasma merupakan proses adaptasi
melanosit terhadap paparan sinar matahari yang kronis terjadinya
melasma pada daerah wajah karena memiliki jumlah melanosit
epidermal yang lebih banyak dibanding bagian tubuh lainnya dan
merupakan daerah yang paling sering terpapar sinar matahari.
Interaksi antara faktor sinar matahari dan berbagai hormon terjadi di
perifer, kemudian bersama-sama mempengaruhi metabolisme
melanin di dalam melanoepidermal unit.
d). Faktor Kosmetika
Berbagai zat yang terkandung didalam kosmetika dapat
memberikan faktor positif dan negatif bagi kulit. Perbedaan ras, warna
dan jenis kulit seseorang dapat menimbulkan efek kosmetik. Penelitian
Tranggono pada bulan Januari sampai Desember 1978 terhadap 244
pasien di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta yang menderita noda-noda
hitam, 18,3% diantaranya disebabkan oleh kosmetik. Bahan
kosmetika yang menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu yang
berasal dari bahan iritan atau photosensitizer misalnya minyak
bergamot, tar, beberapa asam lemak, minyak mineral, petrolatum, lilin
tawon, bahan pewarna seperti Sudan III, para-fenilen diamin, pewangi,
dan pengawet kosmetik. Melasma yang terjadi biasanya difus dengan
batas tidak jelas dan akan lebih jelas bila terkena sinar matahari.
Patogenesis diduga akibat reaksi fotosensitisasi setelah terkena
pajanan sinar matahari. Absorbsi sinar oleh bahan fotosensitizer,
kemudian terbentuk hapten yang akan bergabung dengan protein
karier dan memicu terjadinya respon imun. Mediator inflamasi yang
mempunyai kemampuan merangsang prolifersi melanosit yaitu
leukotrien C 4 dan D 4 . Sedangkan sitokin dan interleukin (IL)-1 ,
IL6, Tumor Necrosing Factor (TNF) menghambat proliferasi
melanosit. Selain hipermelanosis epidermal, juga terdapat
hipermelanosis dermal dan edema kutis. Terdapat peningkatan jumlah
makrofag dermis bagian atas dan multiplikasi lamina basalis.
Terjadinya respon edema kutis terhadap pemberian bahan-bahan kimia
ini menunjukkan adanya degenerasi dan regenerasi sel basal. Dalam
proses ini melanosom dalam keratinosit yang mengalami degenerasi
berpindah ke dermis dan terjadilah inkontinensia pigmenti, dan
hiperpigmentasi dermal.

E). Faktor Obat-obatan


Pigmentasi yang ditimbulkan oleh obat mencapai 10-20% dari
keseluruhan kasus hiperpigmentasi yang didapat. Patogenesis
pigmentasi yang diinduksi oleh obat ini bermacam-macam,
berdasarkan pada penyebab pengobatan dan melibatkan akumulasi
melanin, diikuti dengan peradangan kutaneus yang non spesifik dan
sering diperparah dengan paparan sinar matahari. Biasanya obat-obat
ini akan tertimbun pada lapisan atas dermis bagian atas secara
kumulatif, dan juga dapat merangsang melanogenesis. Beberapa obat
yang dapat merangsang aktivitas melanosit dan meningkatkan
pigmentasi kulit terutama pada daerah wajah yang sering terpapar
sinar matahari yaitu, obat-obat psikotropik seperti fenotiazin
(klorpromazin), amiodaron, tetrasiklin, minosiklin, klorokuin,
sitostatika logam berat, arsen inorganik, dan obat antikonvulsan seperti
hidantoin dilantin, fenitoin dan barbiturat.

4. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Biasanya, tidak ada tes laboratorium yang diindikasikan untuk
melasma. Beberapa studi telah menunjukkan kelainan ringan pada fungsi
tiroid berhubungan dengan melasma, khususnya-kehamilan atau
kontrasepsi oral pil terkait melasma. Dengan demikian, adalah wajar untuk
mempertimbangkan pemeriksa tes fungsi tiroid, fungsi endokrin,dan
hepatik.

2. Pemeriksaan histopatologi
Lesi kulit melasma terlihat jelas berbeda dibanding dengan kulit
normal. Terdapat tiga gambaran histopatologis dari pigmentasi yaitu
epidermal, dermal, dan campuran. Pada melasma tipe epidermal, yang
terlihat berwarna kecoklatan, terdapat peningkatan melanin di lapisan
basal dan suprabasal. Peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit masih
diamati seiring dengan meningkatnya transfer melanosom ke keratinosit.
Tipe epidermal lebih responsif terhadap pengobatan. Pada melasma tipe
dermal, yang terlihat berwarna abu-abu kebiruan, pigmen melanin yang
diproduksi oleh melanosit epidermal memasuki papilla dermis dan diambil
oleh makrofag (melanofag), dimana sering berkumpul disekitar pembuluh
darah kecil dan dilatasi. Pada melasma tipe campuran ditandai dengan
adanya deposisi pada lapisan dermal dan epidermal.
Gambaran kulit normal lapisan epidermis

Gambaran hipermelanosit di lapisan epidermis

Gambaran kulit normal lapisan dermis


Gambaran hipermelanosit di lapisan dermis

3. Pemeriksaan lampu wood


Pemeriksaan lampu Wood biasanya membantu untuk melokalisasi
pigmen berada di lapisan epidermis atau lapisan dermis. Walaupun tidak
jarang pigmen ditemukan pada kedua lokasi (lapisan epidermis dan
lapisan dermis).

Berdasarkan lokalisasi pigmen melasma terbagi dalam empat tipe.


Klasifikasi sebelum pengobatan sangat penting oleh karena lokalisasi
pigmen dapat menentukan pengobatan yang akan dipilih. Untuk
membantu dalam menentukan lokalisasi pigmen, sebelum diterapi maka
pasien harus diperiksa dengan menggunakan lampu Wood.

Lawrens (1997) berpendapat bahwa pemeriksaan dengan lampu Wood


tidak dapat membantu meramalkan respon klinis terhadap pengelupasan
kulit pada melasma. Hal ini dikarenakan oleh sebagian besar pasien-pasien
melasma memiliki tipe melasma campuran dermal-epidermal.
Pemeriksaan dengan lampu Wood tetap berguna untuk menentukan
prognosis dari pengobatan melasma. Apabila lesi-lesi terlihat lebih jelas
dengan pemeriksaan lampu Wood maka kesempatan lebih baik bagi
perbaikan klinis.
Pada pemeriksaan dibawah lampu Wood, secara klasik melasma dapat
diklasifikasikan menjadi :

a). Tipe Epidermal


Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat terang apabila dilihat
dibawah lampu biasa dan penilaian dengan lampu Wood menunjukkan
warna yang kontras antara daerah yang hiperpigmentasi dibanding
kulit normal. Sebagian besar pasien melasma termasuk kedalam
kategori ini. Pasien dengan hiperpigmentasi tipe epidermal memiliki
respon yang lebih baik terhadap bahan-bahan depigmentasi.
b). Tipe Dermal
Hiperpigmentasi biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan
apabila dilihat dibawah lampu biasa dan dengan lampu Wood tidak
memberikan warna kontras pada lesi. Pada tipe ini, eliminasi pigmen
bergantung pada transport melalui makrofag dan keadaan ini tidak
mampu dicapai oleh bahan-bahan depigmentasi

c). Tipe Dermal-Epidermal (Campuran)


Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat gelap apabila dilihat
dengan lampu biasa dan dengan lampu Wood terlihat pada beberapa
daerah lesi akan tampak warna yang kontras sedangkan pada daerah
yang lain tidak.
d). Tipe Indeterminate
Lesi yang dijumpai pada sekelompok pasien dengan tipe kulit gelap
(tipe V danVI) dan tidak dapat dikategorikan dibawah lampu Wood.
Lesi berwarna abu-abu gelap namun sulit dikenali oleh karena
sedikitnya kontras warna yang timbul.
5. Farmakoterapi Melasma, Konrasepsi Oral, Agen Depigmentasi Topikal,
Termasuk Indikasi, Dosis, Sediaan
Non-farmakoterapi :

- Hindari faktor-faktor penyebab seperti pajanan sinar UV atau matahari


- Gunakan pelindung wajah atau masker sehingga tidak mudah terpapar sinar
UV yg bisa menyebabkan timbulnya melasma

Farmakoterapi :
A. AGEN DAN PIGMENTASI
1. Hidroquinon
Dosis : 2-5% selama 3 bulan- 1 tahun
Sediaan : krim atau salep
Indikasi : -menghambat konversi dari DOPA (Dihidroksi Phenilm Alanin)
terhadap melanin melalui inhibisi aktivitas dari enzim tyrosinase.
Kontraindikasi : menyebabkan eritema, sensasi seperti rasa panas, dermatitis
kontak alergi-iritan, transcient hypochromia
2. Retinoid acid (diberikan kombinasi dengan hidroquinon)
Dosis : 0,1 %
Sediaan : salep atau krim
Indikasi : -menekan pigmen dari sianr UVB dengan mengurangi aktivitas
enzim tyrosinase.
Kontraindikasi : menyebabkan eritema, sensasi seperti rasa panas, terbakar,
dan kering.

Sumber : Indian journal of dermatology


//www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc.

6. Nonfarmakoterapi Melasma Chemical Peeling, Laser

Referensi

Medscape
Lawrence, N., Cox S.E., Brody, H.J. 1997. Treatment of Melasma with
Jessners Solution versus Glycolic Acid: A Comparison of Clinical Efficacy
and Evaluation of the Predictive Ability of Woods Light Examination. J Am
Acad Dermatol. 36(4):589-93.

Anda mungkin juga menyukai