REALIST SKANDINAVIA
bisa diobservasi, dan studi tentang fakta ini yang disebut dengan ilmu pengetahuan
hukum- karenanya merupakan sebuah ilmu pengetahuan sebagaimana ilmu pengetahuan
lain yang peduli dan memfokuskan diri pada fakta dan kejadian dalam hubungan sebab-
akibat.oleh karena itu, keyakinan tentang kekuatan mengikat, kebenaran hukum,
eksistensi hak dan kewajiban, keyakinan tentang hak property dipisahkan dari khayalan
dan dunia metafisika.
Bagi Olivecrona, aturan hukum merupakan perintah yang independen yang
termanifestasikan dalam bentuk perintah, namun tidak seperti perintah yang berasal dari
asal mula histori dan faktual tentang perkembangan aturan yang luar biasa, bersifat
yang dianggap sebagai Bapak dari aliran ini. Hagerstrom bukanlah ahli hukum,
melainkan ahli filsafat yang memfokuskan perhatian kepada hukum dan etika sebagai
sumber yang subur bai metafisika. Dia berambisi untuk menjadikan hukum sebagai alat
bantu untuk mereorganisasi masyarakat sebagaimana ilmu pengetahuan alam telah
berhasil mentransformasikan kehidupan manusia. Untuk mencapainya, dia menganggap
bahwa ilmu hukum harus dibebaskan dari mitos, teologi dan metafisika. Logika dan
bahasa hukum menurutnya dipenuhi oleh konsep-konsep palsu. Oleh karena itu, untuk
menghancurkan pengaruh metafisika transedental, maka jalan untuk memulainya paling
tepat adalah melalui hukum.
Hak, kewajiban, kehendak negara, dan lain-lain merupakan permainan kata-kata belaka,
namun tampaknya ilmu hukum tidak bisa melepaskan diri darinya. Kesalahan ini harus
diperbaiki, dan teori obyektif tentang pengetahuan harus ditegakkan. Filsafat hukum
baginya adalah sebuah sosiologi hukum tanpa investigasi empirik, tapi dibangun di atas
analisis konseptual, historis dan prikologis. Tulisan Hagerstrom kebanyakan merupakan
kritik atas kesalahan cara berpikir hakim.
Di samping itu, terdapat beberapa tokoh lain, yakni Ross, Olivecrona, Julius Stone, Jhon
Rawls, dan lain-lain. Tulisan ini akan mencoba untuk lebih menyoroti secara lebih
mendalam atas pemikiran Olivecrona, dan dilanjutkan ringkasan gagasan utama dari
tokoh lainnya.
a. Karl Olivecrona (1897 - 1980)
Olivecrona adalah seorang ahli hukum dan filsafat yang berkebangsan Swedia. Dia
belajar hukum di Universitas Upsala (1915-1920) dan menjadi murid Hagerstrom.
Selanjutnya dia menjadi professor di bidang prosedur hukum dan filsafat hukum di
Universitas Lund. Tulisan-tulisan beliau banyak menekankan kepada arti penting
psikologi dalam gagasan hukum.
Beberapa pemikiran penting Olivecrona antara lain:
1) Hukum sebagai fakta
Dalam tulisan yang dipublikasikan pertama pada tahun 1939, terdapat beberapa
pemikiran penting yang termuat di dalamnya, yakni:
a) Binding force of law.
Olivecrona meyakini bahwa hukum berasal dari kreasi manusia. Hukum dibuat melalui
proses legislasi atau oleh orang biasa. Dengan kata lain, hukum dibuat melalui proses
alami, yang menghasilkan dampak yang alami juga dalam bentuk tekanan kepada
masyarakat. Aturan hukum dianggap sebagai tindakan hakim dalam memeriksa kasus-
kasus terkait dengan perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan masyarakat yang
lain. Dengan demikian, para pembuat hukum sebenarnya mempengaruhi dan
membentuk perilaku masyarakat.
Hukum merupakan kaitan antara sebab dan akibat, hukum berada di antara waktu dan
tempat. Sehingga baginya hukum yang dianggap berada dalam proses alami dan efek
alami, tidak dapat berada pula dalam di luar itu (sesuatu yang metafisik).
Aturan hukum adalah gagasan tentang aksi imaginatif dari hakim dalam situasi yang
imaginatif. Hukum tidak berada di ruang hampa, namun selalu terkait dengan situasi
dan aturan lainnya, dimana keterkaitan ini selalu dapat diteliti. Sebagai contoh, tuduhan
terhadap pelaku pembunuhan harus dikaitkan dengan persyaratan umur dari tertuduh,
yuridis dari norma itu. Sebab itu, mereka disebut petunjuk pengenal (rule of
recognation). Disamping itu mereka memastikan syaratbagi perubahan norma-norma
itu (rule of change) dan bagi dipecahkannya konflik dalam rangka norma-norma
sini pendapat Hart agak mirip dengan Kelsen, dalam membahas tentang Groundnorm.
Menurut Hart, norma dasar ini hanya berhubungan dengan pandangan eksternal
terhadap hukum dan dianggap sekedar suatu kenyataan. Jadi tidak mengikat secara
batiniah sepertiGroundnorm.
Dalam memandang materi hukum, Hart berpendapat bahwa materi hukum diturunkan
dari prinsip-prinsip moral, termasuk prinsip dari kenyataan hidup tertentu. Sekalipun
demikian, sebagaiman penganut Positivisme Hukum, Hart membedakan secara tegas
antara hukum (dalam arti das Sein) dan moral (das Sollen). Adapun yang disebut
hukum, hanyalah yang menyangkut aspek formal. Artinya, suatu hukum dapat saja
disebut hukum, walaupun secara material tidak layak untuk ditaati karena bertentangan
dengan prinsip-prinsip moral.
d. Julius Stone
Julius Stone memandang hukum sebagai suatu kenyataan sosial. Makna drai kenyataan
sosial ini dapat ditangkap melalui suatu penyelidikan logis-analitis, sebagaimanana telah