Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mola hidatidosa didefinisikan sebagai suatu tumor jinak (benigna)
dari korion. Penyakit ini biasanya dikaitkan dengan; sosioekonomi
rendah, letak geografis berbeda (Asia Tenggara dan Mexico dengan
insidensi yang banyak), malnutrisi (konsumsi protein rendah, asam
folat rendah, dan karoten rendah), dan usia <20 tahun atau >40 tahun.
Prevalensi mola hidatidosa 1/1500 di USA dan 1/25 terdistribusi di
Mexico. Kejadian pada wanita Asia lebih tinggi (1 kasus dari 120
kehamilan) daripada wanita di negara-negara barat (1 kasus dari 2000
kehamilan). (Benson & Pemoll's, 1994; Hanifa W, 1999).
Banyaknya penyulit pada kasus mola hidatidosa, memperburuk
prognosis dari penyakit ini, seperti: preeklampsia, tirotoksikosis,
anemia, dan hipotensi (Anna dkk, 2001). Apabila penanganan pada
penyakit ini kurang baik tidak jarang menimbukan kematian.
Jadi mola hidatidosa beserta polapenyakitnya dapat diketahui dan
diharapkan masyarakat mengetahui juga lebihwaspada terhadap
gejala-gejala yang menyertainya dan melaksanakan pemeriksaan rutin
terhadap kandungannya. Dengan deteksi dini maka angka kematian
dapat ditekan semaksimal mungkin.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana landasa teori dan Asuhan keperawatan pada ibu dengan
keadaan mola hidatidosa?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui landasan teori dan Asuhan Keperawatan pada ibu
dengan keadaan mola hidatidosa.

1
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi
hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi
dari vili korialis di sertai dengan degenerasi hidropik. Secara makroskopik,
mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung
putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Uterus melunak dan berkembang
lebih cepat dari usia gestasi yang normal , tidak di jumpai adanya janin ,
kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.
(prawirohardjo,2009).
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang
tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena
itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk,
1998 : 23).
Untuk kejadian mola hidatidosa, terdapat faktor sosial ekonomi yang
memicu :
a. Perkawinan pada usia muda kurang dari 15 tahun atau di atas 45
tahun.
b. Pernah mengalami mola hidatidosa atau abortus.
c. Kekurangan nutrisi seperti kekurangan protein, kalori dan defisiensi
vitamin A.

2.2 Klasifikasi
Menurut The U.S. National Institutes of Health secara klinis
pembagian mola diklasifikasikan yaitu mola komplit dan mola parsialis.
1. Mola Komplit Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya
janin. Pada pemeriksaan kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi
tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma membuahi
sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal

2
berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46 XY yang sepenuhnya
merupakan kromosom sang ayah, sehingga didapati perkembangan
plasenta tanpa adanya janin.
2. Mola Parsialis (Inkomplit) Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan
yang terdapat perkembangan abnormal dari plasenta tetapi masih
didapati janin. Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2
sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya kehamilan
triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya perkembangan
plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan janin yang abnormal
pula. Janin pada kehamilan mola parsialis biasanya juga meninggal di
dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital
seperti bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat
disebabkan adanya pembuahan sel telur yang haploid oleh sperma diploid
46 XY yang belum tereduksi.

2.3 Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi
oleh sebuah sel sperma. Spermatozoon memasuki ovum yang telah
kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut
sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh
kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili
mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam
vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio kelaparan, mati, dan
diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi kejaringan ibu.
3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi
kehamilan mola. Frekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi
pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat

3
dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi
kehamilan mola.
4. Faktor gizi (defisiensi protein, asam folat, histidin, dan beta karoten).
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal
ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan janin, Sesuai dengan fungsi gizi khususnya protein yaitu
untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi
kekurangan protein saat hamil dapat menyebabkan gangguan
pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot jonjot
korion berupa molahidatidosa.
5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi
kehamilan molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan
transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan
stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (personal). Namun juga
tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dakpat terjadi kehamilan
molahidatidosa.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu
menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah
mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan
tubuh.

2.4 Manifestasi Klinis


Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat
dibedakan dari kehamilan normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi
pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina mungkin berwarna
coklat tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya
sedikit-sedikit atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau
terus-menerus untuk beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa
wanita mempunyai uterus lebih besar dari pada perkiraan menstruasi

4
berakhir, kira-kira 25% wanita akan mempunyai uterus lebih kecil dari
perkiraan menstruasi terakhir.
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala
sebagai berikut:
1. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih
nyata dari kehamilan biasa dan amenore
2. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak
teratur, warna kecoklatan seperti bumbu rujak. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola seperti anggur
3. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua
kehamilan
seharusnya.
4. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan
janin serta tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
5. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau
lebih sesudah periode menstruasi terakhir.

2.5 Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan
merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak
berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan
mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan
ganda mola adalah satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola
hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil
sampai berdiameter lebih dari satu cm. mola parsialis adalah bila dijumpai
janin dan gelembung-gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :
1. Poliferasi dari trofoblast
2. Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembaban
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit
ini.
1. Teori missed abortion.

5
Kematian mudigan pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana
seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan
peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan
menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu
diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-
kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut menyerupai cairan
ascites atau edema tetapi kaya akan HCG.
2. Teori neoplasma dari park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel
trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi
resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung.
Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigan.
Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi
cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadang-
kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang
hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh
kavum uterus.

PATHWAY

6
2.6 pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar
beta hCG darah atau urin

7
2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan,
kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
3. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada
kehamilan 3 4 bulan
4. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake
pattern) dan tidak terlihat janin
5. Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara
6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)

2.7 Penatalaksanaan
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu: 1) perbaiki keadaan umum; 2)
pengeluaran jaringan mola; 3) terapi profilaksis dengan sitostatika; 4)
pemeriksaan tindak lanjut (follow up).
1. Perbaikan keadaan umum. Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi
dehidrasi, transfusi darah bila anemia (Hb 8 gr%), jika ada gejala
preeklampsia dan hiperemis gravidarum diobati sesuai dengan protocol
penanganannya. Sedang-kan bila ada gejala tirotoksikosis di konsul ke
bagian penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola.
Ada 2 cara yaitu: a) kuretase; b) Histerektomi.
a. Kuretase
Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah
rutin, kadar -hCG, serta foto thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah
keluar spontan. Bila kanalis servikalis belum ter-buka, maka dilakukan
pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan
infus dengan tetesan oxytocin 10 UI dalam 500 cc Dextrose 5%/.
Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Pemberian kemoterapi repofilaksis
pada pasien pasca evaluasi mola hidatidosa masih menjadi kontroversi.
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa kemungkinan terjadi
neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus yang mendapat-kan

8
metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar 47%.
Pada umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa
ditinggalkan dengan pertimbangan efek samping dan pemberian
kemoterapi untuk tujuan terapi definitive memberi-kan keberhasilan
hampir 100%. Sehingga pemberian profilaksis diberikan apabila
dipandang perlu pilihan profilaksis kemoterapi adalah: Metotreksat 20 mg/
hari IM selama 5 hari.
4. Pemeriksaan tindak lanjut
Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
Setelah pengawasan penderita dianjur-kan memakai kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan
setiap kali pada saat penderita datang kontrol
Pemeriksaan kadar -hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan
kadar hCG normal tiga kali berturut-turut
Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar -hCG
normal selama 6 kali berturut-turut
Bila terjadi remisi spontan (kadar -hCG, pemeriksaan fisis, dan foto
thoraks
setelah saru tahun semua-nya normal) maka penderita tersebut dapat
berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
Bila selama masa observasi kadar -hCG tetap atau bahkan meningkat
pada pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka
penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

2.8 Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi
sebagai berikut:
1. Anemia, Perdarahan yang berulang ulang dapat menyebabkan
anemia. Anemia adalah defisiensi besi sering dijumpai dan kadang
kadang terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya
asupan gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan
folat trofoblas yang cepat berproliferasi.
2. Syok, Perdarahan yang hebat dapat menyebabkan syok, bila tidak
segera ditangani dapat berakibat fatal. Perdarahan mungkin terjadi sesaat
sebelum abortus, atau yang lebih sering terjadi secara intermiten selama
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia

9
yang cukup berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanita yang
molahidatidosanya lebih besar. Kadang kadang terjadi perdarahan berat
yang tertutup di dalam uterus.
3. Tirotoksikosis/ Hipertiroidisme, Pada kehamilan biasa, plasenta
membentuk Human Chorionic Thyrotropin (HCT). Pada trimester-1, T4
(tiroksin) meningkat antara 7-12 mg/100 ml, sedangkan T3 (triyodotiroin)
tidak terlalu banyak meningkat, Pada penyakit molahidatidosa perubahan
fungsi tiroid lebih menonjol lagi. Kadar T4 dalam serum biasanya melebihi
12 mg/100 ml, akibatnya kadar T4 bebas lebih tinggi.
4. Infeksi sekunder.
5. Perforasi uterus (perlubangan pada rahim) terjadi saat melakukan
tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas
dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan
dengan bantuan laparoskop.
6. Keganasan ( penyakit trofoblas gestasional) Penyakit trofoblas ganas
(malignant trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola.
Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus
selama satu tahun setelah evakuasi (postevacuation) mola sampai
hasilnya negatif. ( I nyoman, 2009 )

10
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
1. Riwayat kesehatan sekarang
Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau
pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus
haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2. Riwayat kesehatan masa lalu :
a. Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,
jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan
tersebut berlangsung.
b. Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien
misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari,
penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
d. Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe
serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan
yang menyertainya.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.

11
f. Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
g. Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat
digitalis dan jenis obat lainnya.
h. Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB
dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.
d. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak
hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera
pendengaran dan penghidu.
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna,
perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan
terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya.
2. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh
dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau
respon nyeri yang abnormal.
3. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung
pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang
organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah
ada kontraksi dinding perut atau tidak.

12
4. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan
bantuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan
bunyi yang terdengar.
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,
dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut
jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)

e. Pemeriksaan Laboraturium
1. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG,
biopsi, pap smear.
2. Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien
setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan
KB jenis apa.
3. Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan
selama dirawat di RS.
4. Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi
dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan
mekanisme koping yang digunakan.
5. Status sosio-ekonom
Kaji masalah finansial klien
6. Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan
kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.

3.2 Diagnosa
1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan
perdarahan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat
pertahanan sekunder.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan
jaringan intrauteri.
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.

13
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
keperawatan
Defisit Volume NOC: -Pertahankan catatan
Cairan berhubungan Fluid balance intake dan
dengan perdarahan output yang akurat
Setelah dilakukan Monitor status hidrasi
tindakan ( kelembaban
keperawatan membran mukosa, nadi
selama.. adekuat,
defisit volume cairan tekanan darah
teratasi dengan ortostatik ), jika
kriteria diperlukan
hasil: Monitor hasil lab yang
Mempertahankan sesuai
urine dengan retensi cairan
output sesuai (BUN , Hmt ,
dengan osmolalitas urin, albumin,
usia dan BB, BJ urine total
normal, protein )
Tekanan darah, Monitor vital sign setiap
nadi, 15menit 1
suhu tubuh dalam jam
batas Kolaborasi pemberian
normal cairan IV
Tidak ada tanda Monitor status nutrisi
tanda Berikan cairan oral
dehidrasi, Elastisitas Berikan penggantian
turgor kulit baik, nasogatrik
membran mukosa sesuai output (50
lembab, tidak ada 100cc/jam)
rasa Dorong keluarga untuk
haus yang membantu

14
berlebihan pasien makan
Orientasi terhadap Kolaborasi dokter jika
waktu dan tempat tanda cairan
baik berlebih muncul meburuk
Jumlah dan Atur kemungkinan
iramapernapasan tranfusi
dalam Persiapan untuk tranfusi
batas normal Pasang kateter jika perlu
Elektrolit, Hb, Hmt Monitor intake dan urin
dalam batas normal output
pH urin dalam setiap 8 jam
batas
normal
Intake oral dan
intravena adekuat
Risiko infeksi Immune Status Pertahankan teknik
berhubungan aseptif
dengan tidak Setelah dilakukan Batasi pengunjung bila
adekuat pertahanan tindakan perlu
sekunder keperawatan Cuci tangan setiap
selama sebelum dan sesudah
pasien tidak tindakan keperawatan
mengalami Gunakan baju, sarung
infeksi dengan tangan sebagai
kriteria alat pelindung
hasil: Ganti letak IV perifer dan
Klien bebas dari dressing sesuai
tanda dengan petunjuk umum
dan gejala infeksi Gunakan kateter
Menunjukkan intermiten untuk
kemampuan untuk menurunkan infeksi
mencegah timbulnya kandung kencing
infeksi Tingkatkan intake nutrisi

15
Jumlah leukosit Berikan terapi
dalam antibiotik:..........................
batas normal .......
Menunjukkan Monitor tanda dan gejala
perilaku infeksi sistemik
hidup sehat dan lokal
Status imun, Pertahankan teknik
gastrointestinal, isolasi k/p
genitourinaria dalam Inspeksi kulit dan
batas normal membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam
5. Gangguan rasa Pain Level, Pain majement
nyaman (nyeri)
berhubungan Setelah dilakukan Lakukan pengkajian
dengan tinfakan nyeri secara
kerusakan keperawatan selama komprehensif termasuk
jaringan . lokasi,
intrauteri. Pasien tidak karakteristik, durasi,
mengalami frekuensi, kualitas
nyeri, dengan kriteria dan faktor presipitasi
hasil: Observasi reaksi
Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri ketidaknyamanan

16
(tahu penyebab Bantu pasien dan
nyeri, keluarga untuk mencari
mampu dan menemukan
menggunakan dukungan
tehnik Kontrol lingkungan yang
nonfarmakologi dapat
untuk mengurangi mempengaruhi nyeri
nyeri, seperti suhu ruangan,
mencari bantuan) pencahayaan dan
Melaporkan bahwa kebisingan
nyeri Kurangi faktor
berkurang dengan presipitasi nyeri
menggunakan Kaji tipe dan sumber
manajemen nyeri nyeri untuk
Mampu mengenali menentukan intervensi
nyeri Ajarkan tentang teknik
(skala, intensitas, non farmakologi:
frekuensi dan tanda napas dala, relaksasi,
nyeri) distraksi, kompres
Menyatakan rasa hangat/ dingin
nyaman Berikan analgetik untuk
setelah nyeri mengurangi nyeri:
berkurang ...
Tanda vital dalam Tingkatkan istirahat
rentang Berikan informasi
normal tentang nyeri seperti
Tidak mengalami penyebab nyeri, berapa
gangguan tidur lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah

17
pemberian analgesik
pertama kali

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada wanita yang mengalami Mola hidatidosa sering mengalami
mual muntah akibat produksi Hcg yang tinggi. Produksi ini meningkat
disebabkan pembesaran uterus yang abnormal lebih besar daripada
pembesaran uterus biasanya. Sehingga menyebabkan distensi rahim yang
bisa menyebabkan mual muntah pada penderita Mola hidatidosa. Selain
itu perdarahan yang abnormal saat usia kehamilan masih muda, dapat
menyebabkan resiko tinggi infeksi. Resiko infeksi harus segera diatasi
untuk menghindari gejala infeksi yaang dapat membahayakan bagi
keselamatan wanita tersebut. Perlu pengetahuan ibu tentang beberapa

18
gejala penyakit yang dapat menyerang ibu hamil saat berada pada usia
kehamilannya yang masih baru tau berada pada Trimester 1.

4.2 Saran
Penulis memberikan saran untuk ibu yang sedang hamil agar
intensif dalam melakukan pemeriksaan kandungannya. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui ada atau tidak adanya gejala patologis yang sering
terjadi saat sedang mengandung. Apabila terjadi gejala patologis, ibu
harus cepat melaporkan kepada pelaku medis agar tidak terjadi komplikasi
lain pada kandungannya. Pelaku medis khususnya perawat harus memiliki
sikap profesionalisme dalam bekerja dan mampu melakukan asuhan
keperawatan secara tepat kepada ibu yang terdeteksi adanya kelainan
seperti penderita Mola hidatidosa.

DAFTAR PUSTAKA

BagianObstetridanginekologiFKUnpad.(1981).Obstetripatologi.Jakarta:ElstarOffset.
JNPKKRPOGI.(2000).Bukuacuannasionalpelayanankesehatanmaternaldanneonatal.
Jakarta:YayasanBinaPustakaSarwonoPrawirohardjo.
Carpenito,Lynda,(2001),BukuSakuDiagnosaKeperawatan,PenerbitBukuKedokteran
EGC,Jakarta
Mansjoer,A.,et.al.(1999).Kapitaselektakedokteran.EdisiIII.Cetakan2.Jakarta:Media
Aesculapius.
MarilynnE.Doengoes.(2000).Rencanaasuhankeperawatan:pedomanuntukperencanaan
danpendokumentasianperawatanpasien.Edisi2.Jakarta:EGC.
Mochtar,Rustam.(1998).Sinopsisobstetri.Edisi2.Jakarta:EGC.

19
NANDA. (2006). Nursing diagnosis : definition and classification.Philadelphia : North
AmericanNursingAssociation.Sarwono,Prawirohardjo.(1999).Ilmukandungan.Jakarta:
YayasanBinaPustakaSarwonoPrawirohardjo

20

Anda mungkin juga menyukai