5615 13960 1 PB PDF
5615 13960 1 PB PDF
KORUPSI DI INDONESIA
NIM : 11.02.7926
KELOMPOK :A
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul STRATEGI PEMBERANTASAN
KORUPSI DI INDONESIA .
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan
rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Penulis
Abstrak
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan
pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama
tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi
di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi
setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya
pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke
tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Pemberantasan korupsi di Indonesia sebenarnya telah berjalan cukup lama,
bahkan nyaris setua umur Republik ini berdiri. Berbagai upaya represif dilakukan
terhadap para pejabat publik atau penyelenggara negara yang terbukti melakukan
korupsi. Sudah tidak terhitung telah berapa banyak pejabat negara yang
merasakan getirnya hidup di hotel prodeo.
Kebijakan pencegahan juga telah diupayakan oleh pemerintah. Namun,
berbagai kebijakan dan lembaga pemberantasan yang telah ada ternyata tidak
cukup membawa Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi. Berdasarkan
kondisi dimana Indonesia tetap dicap sebagai salah satu negara terkorup di dunia
tentunya ada beberapa hal yang kurang tepat dalam pelaksanaan kebijakan atau
pun kinerja dari lembaga pemberantasan korupsi tersebut.
Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan
langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti
Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga
swadaya masyarakat (LSM) juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan
kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh
penyelenggara negara.
Latar Belakang Masalah
Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang
sangat lama semenjak pemerintahan Suharto dari tahun 1965 hingga tahun 1997.
Penyebab utamanya karena gaji pegawai negeri dibawah standar hidup sehari-hari
dan sistem pengawasan yang lemah. Secara sistematik telah diciptakan suatu
kondisi, baik disadari atau tidak dimana gaji satu bulan hanya cukup untuk satu
atau dua minggu. Disamping lemahnya sistem pengawasan yang ada memberi
kesempatan untuk melakukan korupsi. Sehingga hal ini mendorong para pegawai
negeri untuk mencari tambahan dengan memanfaatkan fasilitas publik untuk
kepentingan pribadi walau dengan cara melawan hukum.
Selain itu, sistem peradilan pidana Indonesia tidak berjalan efektif untuk
memerangi korupsi. Sehingga pelaku korupsi terbebas dari jeratan hukum.
Menurut Bank Dunia bahwa korupsi di Indonesia terjadi dimana-mana di berbagai
level golongan pegawai negeri sipil, tentara, polisi dan politisi bahkan sudah
melanda beberapa kelembagaan seperti Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya bertugas untuk memberantas korupsi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Pendekatan Yuridis
Korupsi berasal dari bahasa latin Cooruptio yang artinya suatu perbuatan
yang busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral menyimpang
dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Menurut UU
No. 31/1999 jo UU No. 20/2001, pelaku korupsi (koruptor) didefinisikan sebagai
setiap orang yang secara sadar melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri/orang lain/suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian Negara.
Tindakan korupsi hadir dalam bentuk yang beragam. Mulai dari
menyalahgunakan sarana yang ada padanya karena jabatan/ kedudukan,
menggelapkan uang, sampai menerima hadiah atau janji karena kewenangan/
kekuasaan jabatannya. Pelakunya pun tak hanya penyelenggara negara, bisa juga
orang per orang, pegawai negeri kelas teri, ahli bangunan, hakim, dan lain-lain.
Dilihat dari sudut pandang sejarah, korupsi telah dilakukan sejak dulu
hingga kini. Korupsi dilakukan oleh seluruh tingkat usia (kecuali anak-anak). Bila
dilihat dari sudut manajemen maka korupsi terjadi mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, hingga tahap pengawasan kegiatan. Korupsi bila bersinggungan
dengan penegakan hukum maka akan sulit untuk diberantas karena secara
otomatis akan bersinggungan dengan orang-orang yang memiliki kekuasaan dan
uang. Pada dasarnya pelaku korupsi merupakan orang-orang yang berpendidikan
dan yang memiliki jabatan. Dengan demikian dengan mudah pelaku korupsi dapat
mengerahkan massa, membentuk opini, dan menyuap penegak hukum melalui
kekuasaan dan uang.
Upaya pemberantasan korupsi tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan. Di Indonesia, upaya untuk memberantas korupsi bukanlah merupakan
suatu program yang baru dimulai oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dengan kebijakan pemberantasan korupsinya. Upaya pemberantasan korupsi telah
mulai dilakukan oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Hal tersebut dapat
dilihat dari banyaknya peraturan yang dikeluarkan sehubungan dengan
permasalahan korupsi.
3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam Pasal 209, 210,
387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan Pasal 435 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
4. Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti
dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu
wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh si
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
itu.
5. Barang siapa tanpa alasan yang wajar dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan
kepadanya seperti yang tersebut dalam Pasal 418, 419 dan Pasal 420 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, tidak melaporkan pemberian atau janji
tersebut kepada yang berwajib.
6. Para ahli politik dan pegawai negeri adalah kelompok elit dalam suatu
masyarakat. Kalau golongan elit saja bersikap korup, maka rakyat kecil
pun tidak memliki alasan untuk tidak melakukan apa saja yang membawa
keuntungan bagi dirinya, sebab para elit yang dijadikan panutan toh juga
demikian.
1. Strategi Preventif
2. Public Education
3. Strategi Punishment
http://klikbelajar.com/pelajaran-sekolah/korupsi-dan-upaya-pemberantasan-
korupsi-di-indonesia/
http://mgtabersaudara.blogspot.com/2010/03/pemberantasan-korupsi-di-
indonesia.html
http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/tinjauan-yuridis-mengenai-peranan-
komisi-pemberantasan-korupsi-kpk-dalam-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-
di-indonesia/