Anda di halaman 1dari 15

I.

PENATALAKSANAAN DIET PADA KASUS OPERASI


(Hernia scrotalis dextra reponibel)

III.1 Gambaran Umum Penyakit, Etiologi, dan Patofisiologi

Hernia merupakan penonjolan abnormal loop dari usus melalui dinding


tipis otot perut. Hernia dapat diklasifikasikan menjadi hernia reponible yaitu dapat
ditempatkan kembali ke dalam rongga perut dengan tekanan lembut. Hernia
ireponibel hernia tidak dapat ditempatkan kembali ke dalam rongga perut dan
hernia strangulata ditandai dengan suplai darah terputus oleh tekanan dari otot
sekitar hernia. Tanda dan gejala hernia yaitu penggembungan di rongga perut dan
terasa nyeri. (Hurst 2008). Kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum,
hernia disebut hernia skrotalis. Hernia skrotalis adalah hernia yang keluar dari
rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk dari anulus ke dalam kanalis
dan jika panjang menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternum dan sampai ke
skrotum (Sjamsuhidayat 2004).
Terdapat dua faktor predisposisi utama hernia yaitu peningkatan tekanan
interaktivitas dan melemahnya dinding abdomen. Peningkatan tekanan pada
abdomen terjadi karena mengangkat beban berat, batuk, konstipasi atau obstruksi
pada usus besar, BPH atau karsinoma, distensi abdomen, dan perubahan isi
abdomen, sedangkan melemahnya dinding abdomen disebabkan oleh umur yang
semakin bertambah, malnutrisi, kerusakan atau paralisis dari saraf motorik, dan
abnormal metabolisme kolagen (Grace dan Borley 2002). Pria 6 kali lebih
beresiko menderita hernia dibandingkan wanita. Hernia pada pria 97 % terjadi di
daerah inguinalis, 2 % hernia femoralis dan 1% hernia umbilicalis. Hernia pada
wanita variasinya berbeda, yaitu 50 % terjadi pada daerah inguinalis, 34 % pada
canalis femoralis dan 16 % pada umbilicus (Sjamsuhidayat 2004). Berikut
Patofisiologi hernia disajikan pada Gambar 1.

Tekananintra
Tekanan
abdomen meningkat

Dinding abdomen
melemah

Organ usus terdorong


ke dalam defek/lubang

Perubahan isi abdomen ke dalam


kanalis inguinalis

X
X

Hernia

Gangguan aliran darah Gangguan pasase segmen


usus yang terjepit

Muntah Nyeri

Abdomen lambung

Gambar 1 Patofisiologi hernia (Sjamsuhidayat 2004)

Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor
kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan
yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis,
faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis,
pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut
melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari
anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke
skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga
menyebakan hernia, jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia
akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala
ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah
terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa
menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis. Kantong hernia
terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses
lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus
juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi.
Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah
dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan kontineu, daerah
benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).
Pengobatan yang umum dilakukan pada penderita hernia adalah operasi.
Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplastik. Herniotomi
dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi
hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia
dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Hernioplastik dilakukan tindakan
memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis. Hernioplastik lebih penting dalam mencegah terjadinya residif
dibandingkan dengan herniotomi (Grace dan Borley 2002).
III.2 Identitas Pasien

Nama : Tn. K
No. Rekam Medik : 56298
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : 2 Maret 1970
Usia : 45 tahun
Masuk RSUKT : 23 November 2015
Ruang Rawat : Mawar
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Proyek
Alamat : Rawa Lini RT 002 RW 006 Desa Teluk Naga

III.3 Gambaran Penyakit Pasien

III.3.1 Riwayat Penyakit Pasien


Pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan bedah, pasien mengeluh
mengalami benjolan pada kantung buah zakar bagian kanan sejak 2 tahun yang
lalu. Awalnya muncul benjolan kecil terdapat pada selangkangan dan hilang timbul, namun
beberapa bulan yang lalu benjolan semakin membesar sampai ke buah zakar pasien, sejak saat
itu benjolan tidak bisa mengecil spontan dan hanya bisa dimasukkan dengan tangan. Benjolan
dirasakan nyeri dan mengganggu aktivitas. Pasien merasa tidak nyaman jika duduk dan berjalan
terlalu lama dan berubah posisi saat tidur. Pasien mengaku ada riwayat sering mengangkat beban
berat menurut pasien tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Pasien
sebulan yang lalu didiagnosa asam urat setelah memeriksakan diri ke puskesma, berdasarkan
hasil wawancara dengan pasien ibu pasien juga menderita asam urat.

III.3.2 Diagnosa Medis


Hernia scrotalis dextra reponible.

III.3.3 Terapi Medis


Obat diberikan melalui intravena dan oral. Berikut ini merupakan tabel
yang menjelaskan terapi obat yang digunakan selama pengamatan disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Daftar obat yang diberikan kepada pasien
Obat Indikasi Efek Samping Interaksi
Viccillin Infeksi saluran Gangguan GI, ruam -
nafas atas dan kulit, pruritus,
bawah, genito- urtikaria, demam,
urinarius, saluran anafilaksis, gangguan
cerna, GO, darah, superinfeksi.
septikemia,
peritonitis dan
endokarditis.
Keterolac Untuk Ulkus, perdarahan -
penatalaksanaan saluran cerna dan
nyeri akut yang ferporasi, hemoragis
Obat Indikasi Efek Samping Interaksi
berat jangka pasca bedah, gagal
pendek ginjal akut, reaksi
anafilaktoid, dan
gagal hati.
OMZ Terapi jangka Jarang, gangguan -
pendek ulkus gastritis, sakit kepala,
duodenal dan ruam kulit
lambung, refluks
esofagitis,
sindroma
Zollinger-Ellison.
Vitamin C Membantu Jarang, perut -
penyembuhan kembung, nyeri ulu
luka, memelihara hati, diare, muntah,
kesehatan dan sakit perut.
jaringan
penghubung, dan
membantu
melindungi sel-sel
tubuh.
Vitamin B Memenuhi Feses menjadi hitam, -
kompleks kebutuhan diare maupun
vitamin B penurunan frekuensi
kompleks BAB, nyeri perut, dan
mual.
Sumber: MIMS Indonesia

III.4 Skrining Gizi

Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawalin dengan skrining/penapis gizi


oleh perawat ruangan dan penetapan order diet awal oleh dokter. Skrining gizi
bertujuan untuk mengindentifikasi pasien yang berisiko, tidak berisiko malnutrisi
atau kondisi khusus. Kondisi khusus yang dimaksud adalah pasien dengan
kelainan metabolik, hemodialisis, anak, geriatrik, kanker dengan kemoterapi/
radiasi, luka bakar, pasien dengan imunitas menurun, sakit keritis dan sebagainya.
Idealnya skrining gizi dilakukan pada pasien baru 1x24 jam setelah pasien masuk
RS. Pasien positif menderitahernia dan pasien tidak tahu mengalami penurunan
berat badan karena tidak pernah menimbang berat badan sebelumnya.
Berdasarkan hasil skrining tersebut pasien memperoleh skor 2 dan risiko
malnutrisi tergolong sedang. Hasil skrining menunjukkan pasien berisiko
malnutrisi, maka perlu dilakukan pengkajian gizi dan dilanjutkan dengan langkah-
langkah proses asuhan gizi terstandar oleh dietisien.

II.5 Proses Asuhan Gizi Terstandar


Proses asuhan gizi terstandar (PAGT) adalah suatu metode pemecahan
masalah yang sistematis, dimana praktisi gizi menggunakan cara berpikir krotis
dalam membuat keputusan untuk menangani berbagai masalah berkaitan dengan
gizi, sehingga dapat memberikan asuhan gizi yang aman, efektif, dan berkualitas
tinggi. Proses asuhan gizi terstandar dilakukan pada pasien yang berisiko kurang
gizi, sudah mengalami gizi kurang, atau kondisi khusus denganpenyakit tertentu
dengan proses terdiri dari asesmen/pengkajian gizi,diagnosa gizi, intervensi gizi,
monitoring dan evaluasi.

II.5.1 Pengkajian Gizi

Assessment
Asesmen gizi merupakan suatu proses pengkajian secara sistematis
terhadap pasien untuk mendapatkan, memverifikasi, dan menginterprestasikan
data yang dibutuhkan untuk mengetahui masalah terkait gizi pada pasien. Proses
asesmen merupakan proses yang dinamis, tidak linear yang tidak hanya berupa
pengumpulan data awal saja melainkan juga dilakukan proses re-assesment. Ada
lima hal yang dapat diidentifikasi pada proses asesmen yaitu, antopometri,
biokimia, fisik, pola makan dan riwayat personal pasien (Academyc of Nutrition
and Dietetics 2013).

Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Pengukuran
yang dilakukan dapt berupa pengukuran berat badan, tinggi badan/panjang badan,
lingkar lengan, lingkar kepala, dan tinggi lutut. Hasil pengukuran ini kemudian
dibandingkan dengan standar untuk menilai dan menentukan status gizi pasien,
sehingga dapat diberikan intervensi yang sesuai dengan keadaan pasien. Data
antropometri yang diperoleh terdiri dari berat badan dan tinggi badan. Berikut ini
merupakan hasil pengukuran antropometri pada pasien Tn.K.
Tabel 2 Nilai antropometri tanggal 16 November 2015
No Antropometri Nilai Ket.
1 BB 49 kg -
2 TB 160 cm -
3 BB ideal 54 kg -
5 Usia 45 tahun -
2
6 IMT 19.1 kg/cm Normal (WHO 2004)

Bersadarkan Tabel 2 di atas pasien Tn.K memiliki status gizi yang


tergolong normal menurut WHO (2004).

Biokimia
Data biokimia diperoleh dari hasil pemeriksaan yang berguna untuk
mengetahui kelainan fisiologis tubuh pasien. Data biokimia meliputi hasil
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi, status
metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya
masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari data laboratorium terkait masalah gizi
harus selaras dengan data assesmen gizi lainnya seperti riwayat gizi yang lengkap,
termasuk penggunaan suplemen, pemeriksaan fisik dan sebagainya. Disamping itu
proses penyakit, tindakan, pengobatan, prosedur dan status hidrasi (cairan) dapat
mempengaruhi perubahan kimiawi darah dan urin, sehingga hal ini perlu menjadi
pertimbangan (PGRS 2013). Berikut hasil pemeriksaan laboratorium pasien pada
tanggal 2 Oktober 2015.
Tabel 3 Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 2 Oktober 2015
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil Keterangan
Hemoglobin (g/dl) 13.2 17.3 13.6 Normal
Hematokrit (%) 40-52 40 Normal
Leukosit (103/L) 3.8-10.6 6.9 Normal
Trombosit (103/L) 150-440 40 Normal
LED (mm/jam) 0-10 7 Normal
GDS (mg/dl) 0<180 93 Normal
SGOT (U/L) 0-50 14 Normal
SGPT (U/L) 0-50 11 Normal
Ureum (mg/dl) 10-50 29 Normal
Creatini (mg/dl) 0<13 0.8 Normal
Natrium (mEq) 135-147 144 Normal
Kalium (mEq) 3.5-5 3.8 Normal
Klorida (mEq) 96-105 115 Tinggi
Sumber : Rekam medik No 64228 Rawat Inap Cempaka, RSU Kabupaten Tangerang
Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui bahwa hasil pemeriksaan hematologi
pasien yang terdiri dari hemoglobin, leukosit, trombosit, dan hematoktrit
tergolong normal. Hasil pemeriksaan karbohidrat yaitu GDS tergolong normal,
hasil pemeriksaan fungsi hati yaitu SGPT dan SGOT tergolong normal, hasil
pemeriksaan fungsi ginjal yaitu kadar ureum dan kreatinin pun tergolong normal
selain itu hasil pemeriksaan elektrolit yaitu natrium dan kalium tergolong normal
namun klorida tergolong tinggi, hal ini dapat disebabkan oleh dehidrasi,
peningkatan natrium, penggunaan obat kortison dan asetazolamin. Secara
keseluruhan keadaan hematologi, fungsi hati, ginjal dan gula darah pasien
tergolong baik.

Klinis dan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang
berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi.
Pemeriksaan fisik terkait gizi merupakan kombinasi dari, tanda-tanda vital dan
antropometri yang dapat dikumpulkan dari catatan medik pasien serta wawancara
(PGRS 2013). Pemeriksaan fisik dan klinis pasien terdiri dari permeriksaan tanda-
tanda vital dan keluhan pasien. Keadaan umum pasien ketika dirujuk ke RSU
Kabupaten Tangerang baik, sedangkan kesadaran pasien compos mentis. Berikut
data hasil pemeriksaan klinis dan keluhan yang dirasakan pasien.

Tabel 4 Data keluhan pasien tanggal 16 November 2015


Keluhan Pasien 16 November 2015
Mual -
Nafsu makan berkurang -
Lemas -
Sesak napas -
Pusing -
Nyeri pada benjolan hernia
Perubahan warna pada area selangkangan -
Sumber : Rekam medik No 642288 Rawat Inap Cempaka, RSU Kabupaten Tangerang
Keterangan : () = ada, (-) = tidak ada

Berdasarkan Tabel 4 di atas diketahui bahwa ketika datang ke rumah sakit


pasien mengalami nyeri pada selangkanagn tempat benjolan hernia berada, namun
untuk tanda klinis lain pasien tergolong normal. Berikut hasil pemeriksaan fisik
pasien pada tanggal 23 November 2015 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Data hasil pemeriksaan klinis pasien tanggal 16 November 2015
Tanda klinis Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Tekanan darah (mmHg) 110/70 120/80 Normal
Nadi (kali/menit) 80 60-80 Normal
Pernapasan (kali/menit) 20 14-22 Normal
o
Suhu ( C) 37 36-37 Normal
Sumber : Rekam medik No 64228 Rawat Inap Cempaka, RSU Kabupaten Tangerang

Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui bahwa tanda fisik pasien yang terdiri
dari tekanan darah, pernafasan, suhu tubuh serta nadi tergolong normal, ini
menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan yang baik.

Riwayat Gizi
Riwayat gizi pasien diperoleh melalui proses wawancara dengan pasien.
Wawancara ini meliputi alergi makanan, makanan yang disukai dan tidak disukai
oleh pasien, serta pola makan pasien sehari-hari sebelum masuk rumah sakit.
Pengkajian gizi ini bertujuan untuk menentukan jenis makanan yang akan
diberikan ke pasien saat intervensi.
Tabel 6 Riwayat gizi An. SN
Bahan Makanan Alergi
Telur -
Susu/Produk olahannya -
Gluten/Gandum -
Udang -
Ikan -
Kacang-kacangan -
Lainnya -
Keterangan : () = alergi, (-) = tidak alergi

Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan pasien mengaku pasien


tidak memiliki alergi makanan, namun pasien menderita asam urat satu bulan
ynag lalu sehingga memiliki pantangan terhadap makanan yang mengandung
kadar purin tinggi. Hal ini harus dipertimbangkan dalam pemilihan bahan
makanan dalam pemberian intervensi diet untuk pasien. Pasien memiliki
kebiasaan makan yang tidak teratur, pasien hanya dua kali makan utama, yaitu
pagi dan siang dan jarang makan malam. Pasien tidak suka makan sayur dan
dalam sehari dapat menghabiskan tiga cangkir kopi. Berikut asupan makanan
pasien menurut kebiasaan makan pasien sebelum masuk rumah sakit.
Tabel 7 Persentase asupan SMRS
Zat Gizi Asupan Kebutuhan % Asupan
Energi (kkal) 1772 1601 110.7
Protein (g) 72.7 60.0 121.2
Lemak (g) 41.4 44.5 93.0
Karbohidrat (g) 275.6 240.2 114.7

Berdasarkan Tabel 7 di atas diketahui bahwa asupan energi dan zat gizi
pasien tergolong baik dilihat dari persentase asupan energi dan zat gizi pasien
telah mencapai lebih dari 80% kebutuhan. Pasien biasanya dalam sehari dapat
mengonsumsi nasi 4P, lauk hewani 3P, lauk nabati 2P, buah 2P, 1P roti dan 3P
kopi.

Riwayat Personal
Pasien tinggal bersama istri dan dua orang anak, serta aseorang adik.
Pasien merupakan lulusan SD, dan bekerta sebagai buruh rebutan. Istri pasien
merupakan ibu rumah tangga. Kondisi ekonomi pasien tergolong menengah
kebawah. Pasien memiliki riwayat asam urat dari ibu.

III.5.2 Diagnosa Gizi


Domain Intake
NI.5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi berkaitan dengan pembedahan yang
dialami pasien ditandai dengan peningkatan kebutuhan energi sebesar
30% dari kebutuhan menjadi 2080 kkal.
Domain Perilaku
NB.1.1 Kurangnya pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan dengan
kurangnya terpaparnya pengetahuan tentang makanan dan zat gizi ditandai
dengan kebiasaan makan yang tidak teratur dan tidak suka mengonsumsi
sayuran.

III.5.3 Intervensi Gizi


Tujuan Intervensi
1. Memenuhi kebutuhan zat gizi pasien.
2. Mempertahankan status gizi pasien.
3. Memberikan konseling gizi kepada pasien.
Syarat Diet
1. Energi cukup, yaitu 2080 kkal.
2. Protein cukup, yaitu 78 g.
3. Lemak cukup, 10-25% dari total kebutuhan energi yaitu 57.8 g.
4. Karbohidrat cukup, sisa dari kebutuhan energi total yaitu 312 g.
Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi
BMR = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) (6.8 x U)
= 66 + (13.7 x 49) + (5 x 160) (6.8 x 45)
= 1231.3 kkal
Kebutuhan Energi = BMR x FA x FS
= 1231.3 x 1.3 x 1.3
= 2080 kkal
Kebutuhan Protein = 15% x Kebutuhan Energi
= 15% x 2080 kkal
= 312 kkal/4
= 78 g
Kebutuhan Lemak = 25% x Kebutuhan Energi)
= 25% x 2080 kkal
= 520 kkal/9
= 57.8 g
Kebutuhan KH = (Sisa dari kebutuhan energi (kebutuhan protein dan
lemak))/4
= (2080 kkal (312 + 520) kkal)/4
= 1248 kkal/4
= 312 g

Preskripsi Diet
Diberikan diet : NB 1700
Bentuk : Makanan biasa
Jalur : Oral
Frekuensi : 3 kali makan utama 2 kali makan selingan

Implementasi
Diberikan diet biasa sesuai dengan kebutuhan pasien dengan energi
sebesar 1700 kkal pada hari pertama dan kedua pengamatan, kemudian
ditingkatkan menjadi 2080 kkal namun diberikan secara bertahap dimulai dari
80% kebutuhan pasien yaitu 1700 kkal pada hari ketiga. Perencanaan pemberian
makan pasien dijadwalkan 3 kali makan utama yaitu makan pagi, siang dan malan
serta 2 kali makan selingan yaitu selingan pagi dan selingan sore. Berikut
pembagian makan sehari pasien dalam satuan penukar dan tingkat ketersedian gizi
pasien.
Tabel 8 Pembagian makan intervensi hari ke-1 Tn.K
Golongan Pembagian Porsi Makan (P)
Makanan Pagi Selingan I Siang Selingan II Malam
Makanan Pokok 1.0 0.0 1.5 0.0 1.5
Protein Hewani 0.6 0.0 3.1 0.0 1.5
Protein Nabati 0.4 0.0 0.0 0.0 0.5
Sayuran 0.2 0.0 0.8 0.0 1.0
Buah-buahan 0.0 0.0 0.5 0.0 1.3
Gula 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Minyak 1.0 0.0 1.4 0.0 1.0
Susu 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Snack 0.0 0.7 0.0 1.5 0.0
Tabel 9 Tingkat ketersediaan intervensi hari ke-1
Zat Gizi Kebutuhan Ketersediaan % Ketersedian Keterangan
Energi (kkal) 1601 1704 106.4 Baik
Protein (g) 60.0 58 96.7 Baik
Lemak (g) 44.5 48 107.9 Baik
Karbohidrat (g) 240.2 299 124.6 Lebih

Tingkat ketersedian merupakan perbadingan antara ketersedian dengan


kebutuhan gizi pasien. Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat
ketersediaan energi dan zat gizi pasien tergolong baik kecuali karbohidrat yang
tergolong lebih. Pada intervensi hari ke-1 dan ke-2 diet diberikan berdasarkan
kebutuhan nenergi dan zat gizi pasien sebelum pasien menjalani operasi.
Tabel 10 Pembagian makan intervensi hari ke-2 Tn.K
Golongan Pembagian Porsi Makan (P)
Makanan Pagi Selingan I Siang Selingan II Malam
Makanan Pokok 1.0 0.0 1.9 0.0 2.5
Protein Hewani 0.6 0.0 2.9 0.0 1.4
Protein Nabati 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Sayuran 0.2 0.0 0.5 0.0 1.0
Buah-buahan 0.0 0.0 0.9 0.0 0.6
Gula 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Minyak 1.0 0.0 1.0 0.0 1.4
Susu 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Snack 0.0 0.9 0.0 1.3 0.0

Tabel 11 Tingkat ketersediaan intervensi hari ke-2


Zat Gizi Kebutuhan Ketersediaan % Ketersedian Keterangan
Energi (kkal) 1601 1702 106.3 Baik
Protein (g) 60.0 59.0 98.3 Baik
Lemak (g) 44.5 42.7 95.9 Baik
Karbohidrat (g) 240.2 261.8 108.9 Baik

Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa tingkat ketersediaan


energi dan zat gizi pasien yang terdiri dari protein, lemak dan kerbohidrat
tergolong baik.
Tabel 12 Pembagian makan intervensi hari ke-3 Tn.K
Golongan Pembagian Porsi Makan (P)
Makanan Pagi Selingan I Siang Selingan II Malam
Makanan Pokok 0.5 0.0 2.5 0.0 1.5
Protein Hewani 0.6 0.0 1.5 0.0 0.9
Protein Nabati 0.6 0.0 0.0 0.0 0.5
Sayuran 0.0 0.0 0.6 0.0 1.0
Buah-buahan 0.0 0.0 1.2 0.0 1.1
Gula 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Minyak 1.0 0.0 1.4 0.0 1.0
Susu 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Golongan Pembagian Porsi Makan (P)
Makanan Pagi Selingan I Siang Selingan II Malam
Snack 0.0 1.8 0.0 1.2 0.0

Tabel 13 Tingkat ketersediaan intervensi hari ke-3


Zat Gizi Kebutuhan Ketersediaan % Ketersedian Keterangan
Energi (kkal) 1664 1705 102.5 Baik
Protein (g) 62.4 49.5 79.3 Defisit sedang
Lemak (g) 46.2 42.8 92.6 Baik
Karbohidrat (g) 249.6 258.0 103.4 Baik

Berdasarkan Tabel 13 di atas diketahui bahwa tingkat ketersedian energi


dan zat gizi pasien tergolong baik, kecuali protein yang tergolong defisit sedang.
Hari ke-3 intervensi pasien diberikan diet deng energi sebesar 1700 atau 80% dari
kebutahan pasien setelah menjalani operasi. Berikut grafik tingkat ketersediaan
zat gizi pasien selama tiga hari intervensi disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik tingkat ketersediaan zat gizi pasien

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa tingkat ketersediaan energi dan zat
gizi pasien selama tiga hari intervensi tergolong baik, telah mencapai 90%
kebutuhan.

Konseling Gizi
Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien diketahui bahwa pasien selalu
melewatkan makan malam, pasien juga tidak menyukai sayuran. Pasin sudah
mengetahui jenis makanan yang dihindari terkait dengan penyakit asam urat yang
diderita pasien. Berdasarkan hasil wawancara tersebut pasien diberikan konseling
mengenai gizi seimbang, pola makan yang baik, serta jenis makanan yang
anjurkan dan dihindari terkait penyakit asam urat pasien. Konseling dilakukan
dengan tatap muka langsung dan tanya jawab.
III.5.4 Monitoring dan Evaluasi

Rencana Monitoring dan Evaluasi


Monitor yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi pasien yang
bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi sesuai yang diharapkan oleh klien
maupun tim. Evaluasi yaitu mengukur perkembangan/perubahan yang terjadi
sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus diukur berdasarkan
tanda dan gejala dari diagnosis gizi. Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi
dilakukan untuk mengetahui respon pasien terhadap intervensi yang diberikan dan
tingkat keberhasil intervensi (PGRS 2013). Hal-hal yang akan dimonitoring dan
dievaluasi antara lain monitoring antropometri, biokimia, fisik dan klinis, asupan,
dan perubahan perilaku pasien.

Monitoring Asupan
Monitoring asupan sangat penting untuk mengetahui tingkat kecukupan
gizi pasien selama intervensi, selain itu untuk menilai asupan makanan pasien
meningkat atau menurun sehingga dapat dikoreksi. Berikut Tabel 14 tingkat
kecukupan gizi pasien selama tiga hari intervensi.
Tabel 14 Tingkat kecukupan gizi pasien
Zat Gizi Kebutuhan Asupan
1&2 3 Ke-1 % Ke-2 % Ke-3 %
E (kkal) 1601 1664 1528 95.4 1535.4 95.9 1368 82.2

P (g) 60.0 62.4 47.8 80.0 54.9 91.5 39.8 63.8

L (g) 44.5 46.2 47.5 106.7 39.8 89.4 42.9 92.9

KH (g) 240.2 249.6 172.7 71.9 231.8 96.5 219.5 87.9

Tingkat kecukupan merupakan perbandingan antara asupan dengan


kebutuhan gizi pasien. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi ergolong baik yaitu
pada rentang 90-119% (Depkes 1996). Hari ke-1 intervensi tingkat kecukupan
energi dan zat gizi pasien tergolong baik untuk energi dan lemak, namun
tergolong defisit untuk karbohidratdan protein, hari ke-2 intervensi tingkat
kecukupan energi dan karbohidrat tergolong baik. Hari ke-3 intervensi tingkat
kecukupan energi dan zat gizi pasien tergolong defisit kecuali lemak. Berikut
grafik tingkat kecukupan energi dan zat gizi pasien selama tiga hari intervensi.
Gambar 3 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa selama tiga hari intervensi


asupan energi dan zat gizi pasien telah mencapai 80% kebutuhan kecuali protein
pada hari ketiga intervensi dan karbohidrat pada pertama intervensi. Pembrian diet
pada hari ketiga dimulai dari 80% kebutuhan pasien hal ini dilakukan karena
selama dua hari intervensi dengan diet yang sama sebelum operasi dan pasien
dengan keadaan normal asupan energi dan zat gizi pasien belum mencapai 100%.
Nilai asupan terendah adalah pada intervensi hari ke-3 hal ini dikarenakan pasien
tidak mau menghabiskan makanan yang diberikan dan meminta untuk segera
diberikan izin pulang.

Monitoring Antropometri
Monitoring antropometri digunakan untuk menentukan status gizi pasien.
Pengukuran atropometri hanya dilakukan sekali yaitu pada hari pertama intervensi
sehingga antropometri pasien tidak dapat dimonitoring, hal ini dikarenakan pasien
kesulitan untuk berdiri untuk ditimbang karena baru selesai menjalani operasi
pada bagian selangkang pasien, sedangkan pengukuran melalui LILA
dikhawatirkan hasilnya akan menjadi bias karena pengukuran BB sebelumnya
dilakukan langsung dengan timbangan.

Monitoring Biokimia
Monitoring biokimi ditujukan untuk melihat perkemabangan nilai
biokimia pasien terutama hasil biokimia yang berkaitan dengan gizi. Hasil
pemeriksaan biokimia pasien hanya dilakukan satu kali selama tiga hari intervensi
yaitu pada hari pertama intervensi tanggal 24 November 2015. Berikut hasil
pemeriksaan laboratorium pasien disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 24 November 2015
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil Keterangan
Hemoglobin (g/dl) 13.2 17.3 14.6 Normal
Hematokrit (%) 40-52 43 Normal
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil Keterangan
Leukosit (103/L) 3.8-10.6 7.1 Normal
Trombosit (103/L) 150-440 263 Normal
Sumber : Rekam medik No 64228 Rawat Inap Cempaka, RSU Kabupaten Tangerang
Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui bahwa hasil pemeriksaan hematologi
pasien yang terdiri dari hemoglobin, leukosit, trombosit, dan hematoktrit
tergolong normal.

Monitoring Fisik dan Klinis


Monitoring fisik dan klinis dilakukan untuk melihat gambaran umum
keadaan pasien. Berikut data hasil monitoring fisik dan klinis pasien Tn.M
disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil monitoring pemeriksaan klinis dan fisik an. R

Nilai Hasil
Pemeriksaan
Rujukan 25/11/15 26/11/15 27/11/15
Takanan darah (mmHg) 80-120 110/80 110/80 110/70
Suhu (C) 36-37 37 36 36
Pernapasan (kali/menit) 18-20 20 20 20
Mual - - -
Nafsu makan berkurang - -
Lemas - - -
Pusing - - -
Nyeri pada benjolan hernia
Perubahan warna pada area - - -
selangkangan
Sumber : Rekam medik No 00063488 Rawat Inap Anyelir Atas, RSU Kabupaten Tangerang
Keterangan : () = ada, (-) = tidak ada

Berdasarkan data monitoring fisik klinis pasien diketahui bahwa tekanan


darah, suhu tubuh,dan pernafasan pasien tergolong normal, namun selama
intervensi pasien terus merasakan nyeri di area selangkangan.

Monitoring Pengetahuan Gizi


Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien diberikan konseling
mengenai gizi seimbang, pola makan yang baik, serta makanan yang diajurkan
dan dibatasi terkait dengan penyakit asam urat yang diderita pasien. Pasien telah
mengetahui bagaimana pola makan yang baik, jenis makanan yang dianjurkan dan
dibatasi terkait penyakit asam urat yang diderita pasien seperti menghindari
makanan tinggi purin seperti seafood dan jeroan, mulai membiasakan diri
mengonsumsi sayur-sayuran serta menegtahui bahwa konsumsi olahan kacang-
kacangan seperti tahu dan tempe masih diperbolehkan namun dibatasi. Pasien
selama intervensi juga telah mematuhi diet yang diberikan dan tidak
mengonsumsi makanan di luar rumah sakit.

III.6 Resume
Pasien Tn.K didiagnosa medis Hernia scrotalis dextra reponible dengan
diagnosa gizi utama NI.5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi berkaitan dengan
pembedahan yang dialami pasien ditandai dengan peningkatan kebutuhan energi
sebesar 30% dari kebutuhan menjadi 2080 kkal. Hari pertama dan kedua
intervensi atau sebelum operasi diet pasien masih diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien ketika sehat namun setelah operasi atau intervensi hari ketiga
kebutuhan pasien meningkat. Operasi yang dijalani pasien menyebabkan
peningkatan kebutuhan energi dan zat gizi pasien menjadi energi 2080 kkal,
protein 78 g, lemak 57.8 g dan karbohidrat 312 g, diet diberiak secara bertahap
dimulai dari 80% kebutuhan setelah operasi yaitu energi 1664 kkal, protein 62.4 g,
lemak 46.2 g, dan karbohidrat 249.6 g. Selama tiga hari intervensi tingkat
ketersedian energi dan zat gizi pasien mencapai 90% kebutuhan sedangkan asupan
mencapai 80% kebutuhan pasien. Hasil pemeriksaan biokimi, fisik dan klinis
pasien selama tiga hari intervensi tergolong normal, pasien pun memeatuhi
anjuran gizi yang telah disampaikan.

Anda mungkin juga menyukai