Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
pekerjaan konstruksi. Ilmu Ukur Tanah menjadi dasar bagi beberapa mata kuliah lainnya
seperti rekayasa jalan raya, irigasi, drainase dan sebagainya. Dalam kegiatan hibah
pengajaran ini. Misalnya semua pekerjaan teknik sipil tidak lepas dari kegiatan pengukuran
pekerjaan konstruksi seperti pembuatan jalan raya, saluran drainase, jembatan, pelabuhan,
jalur rel kereta api dan sebagainya memerlukan data hasil pengukuran agar konstruksi yang
Untuk memperoleh hasil pengukuran yang baik dan berkualitas baik ditinjau dari segi
biayanya yang murah dan tepat waktu juga dari segi kesesuaian dengan spesifikasi teknis
yang dibutuhkan diperlukan metode pengukuran yang tepat serta peralatan ukur yang tepat
B. TUJUAN
2) Untuk dapat mengetahui peralatan dan prosedur dalam pengukuran menggunakan Theodolit.
C. MANFAAT
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi
tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang hanya
memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada
satuan sekon (detik). Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang
digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan
pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi
sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut
juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu horisontal,
sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca
Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas
dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau
perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan
atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington 1997) Instrumen
pertama lebih seperti alat survey theodolit benar adalah kemungkinan yang dibangun oleh
Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl) di Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas
dan tripod. Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran di
sayap vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering setengah lingkaran.
Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk pengukuran sudut
horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang pada vertikal setengah lingkaran. Nanti
satu instrumen telah alidade pada vertikal setengah lingkaran dan setengah lingkaran
keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan sudut horisontal
secara langsung. Pada akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti dengan pengamatan
teleskop. Ini pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite
yang menjadi modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse
Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin
pemisah sangat akurat dari desain sendiri. Di dalam pekerjaan pekerjaan yang berhubungan
dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan
Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat Datar bila
sudut verticalnya dibuat 90. Dengan adanya teropong pada theodolit, maka theodolit dapat
dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung, theodolit sering digunakan
5. Lensa obyektif
Syarat syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolite (pada galon air) sehingga
Theodolit Berkompas
Pengukuran detil cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur (Theodolite)
titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai
dengan perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan
azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring m. Tempatkan alat ukur
theodolite di atas titik kerangka dasar atau titik kerangka penolong dan atur sehingga alat siap
untuk pengukuran, ukur dan catat tinggi alat di atas titik ini. Dirikan rambu di atas titik bidik
dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo kotak. Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga
bayangan tegak garis diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian kencangkan
kunci gerakan mendatar teropong. Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak
bebas. Setelah jarum setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth magnetis dari tempat
alat ke titik bidik. Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan benag
tengah, atas dan bawah serta catat dalam buku ukur. Bila memungkinkan, atur bacaan benang
tengah pada rambu di titik bidik setinggi alat, sehingga beda tinggi yang diperoleh sudah
merupakan beda tinggi antara titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil yang dibidik.
a. Deklinasi magnet.
b. atraksi lokal.
skala mendatarnya tidak bisa di atur. Theodolit yang di maksud adalah theodolit type T0
2. Theodolite Repitisi
Konsruksinya kebalikan dari theodolit reiterasi, yaitu bahwa lingkaran mendatarnya dapat
Akibatnya dari konstuksi ini, maka bacaan lingkaran skala mendatar 0, dapat
ditentukan kearah bdikan / target myang dikehendaki. Theodolit yang termasuk ke dakm jenis
ini adalah theodolit type TM 6 dan TL 60-DP (Sokkisha ), TL 6-DE (Topcon), Th-51 (Zeiss)
Rambu
Gambar 2. Rambu
Bentuk rambu mirip dengan mistar kayu yang besar, dilengkapi dengan skala
pembacaan tiap satu sentimeter dan skala besarnya merupakan huruf E. Panjang rambu
adalah tiga meter. Bahan rambu ada yang dari kayu maupun alumunium. Rambu berguna
untuk membantu theodolit dalam menentukan jarak secara optis. Hal yang perlu diperhatikan
adalah dalam memegang rambu harus tegak lurus terhadap titik yang ditinjau.
Patok Kayu
Patok kayu dibuat dari reng atau bujur sangkar dan panjangnya 90 centimeter
yang salah satu ujungnya diruncingkan dan di ujung lainnya di beri paku payung agar
Pengukuran Poligon
Cara membuat suatu polygon adalah cara pertama untuk menentukan tempat lebih
dari satu titik. Penentuan titik dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a. Penentuan ralatif dengan menempatkan beberapa titik yang terletak di atas satu garis lurus,
maka empat titik-titik itu dapat dinyatakan dengan dengan jejak dari suatu titik yang terletak
di atas garis lurus itu pula. Titik-titik yang diambil sebagai dasar untuk menghitung jarak-
jarak dinamakan titik nol. Karena titik-titik dapatterletak di sebelah kiri dan kanan titik nol
(O)> maka kepada titik yang terletak di sebelah kanan titik nol (o) diberi jarak dengan titik
positif (+)dan titik yang terletak di sebelah kiri titik nol diberi jarak dengan tanda negative (-).
Buat skala dengan bagian yang sama (ke kiri dan ke kanan) dengan satuan jarak 1 m, 10 m,
(B) 0 A
AB = xa xb
= (+20) (-40)
= +60
Cara menentukan tempat titik-titik dengan menggunakan suatu titik nol pada garis harus
Hal ini digunakan apabila cara di atas titik tidak dapat dilakukan, karena titik-titik tidak
terdapat di suatu garis lurus. Sebagian besar penentuan tempat titik-titik ialah dua garis lurus
n = bilangan bulat (belum tentu sama dengan banyaknya titik), harganya harus dicari dengan
memisahkan f = 0 dan harga n diambil bilangan bulat yang paling dekat dengan n yang
= (n 2) 1800 + f
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini peralatan yang digunakan antara
alat. Hal ini dilakukan untuk menghindari akan digunakannya alat yang ternyata rusak dan
1. Menyiapkan peralatan yang digunakan, check seluruh peralatan. Hal ini perlu karena
2. Mengambil statif dan tinggikan secukupnya. Usahakan letaknya mendatar atau rata.
3. Pasang alat ukur Theodolite dan kecangkan, hal ini dilakukan agar titik as alat tepat
4. Stabilkan alat dengan cara meyetel Nivo. Apabila tidak tepat berada diatas titik paku,
geser alat sedikit kearah titik patok, alat kembali distabilkan karena akibat pergeseran ini
5. Arahkan teropong ke rambu ukur belakang. Baca angka yang tertera di rambu ukur
7. Kemudian alat diarahkan ke titik berikutnya (rambu muka). Kemudian lakukan metode
8. Untuk mencari besaran sudutnya dengan cara diselisihkan antara bacaan sudut kedua
titik tersebut.
10. Apabila pekerjaan di titik selesai, pindahkan alat ukur tersebut ke titik lainnya. Lakukan
1. Theodolite dipasang pada Sta. A. Kemudian dicatat tinggi alat diatas Station.
2. Teropong diatur sehingga terbaca sudut miringnya dan garis bidik jatuh pada titik C di
3. Kendurkan scrup pengunci lingkaran tegak dan bidik titik kedua D pada rambu. Catat
4. Hitung perbedaan antara bacaan kedua titik pada rambu. Harga ini dinamakan selisih
Dalam praktikum ini kita memakai Ilmu Ukur Tanah (Plane Surveying) . Ilmu Ukur tanah
dianggap sebagai disiplin ilmu, teknik dan seni yang meliputi semua metoda untuk
pengumpulan dan pemrosesan informasi tentang permukaan bumi dan lingkungan fisik bumi
yang menganggap bumi sebagai bidang datar, sehingga dapat ditentukan posisi titik-titik di
permukaan bumi. Dari titik yang telah didapatkan tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta.
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini mahasiswa akan berlatih melakukan pekerjaan-
pekerjaan survey, dengan tujuan agar Ilmu Ukur Tanah yang didapat dibangku kuliah dapat
diterapkan di lapangan, dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat memahami dengan
baik aspek diatas.
Dengan praktikum ini diharapkan dapat melatih mahasiswa melakukan pemetaan situasi
teritris. Hal ini ditempuh mengingat bahwa peta situasi pada umumnya diperlukan untuk
berbagai keperluan perencanaan teknis atau keperluan-keperluan lainnya yang menggunakan
peta sebagai acuan.
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :
Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap sama dengan
garis unting-unting.
Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap titik. Bidang
horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk ketinggian, misalnya
permukaan laut rata-rata.
Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya terhadap datum
yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah sekelilingnya.
Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong
horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah nivo, yang berbentuk
tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syarat-syarat sbb :
Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
a. Benang stadia, yaitu dua buah benag yang berada di atas dan dibawah serta sejajar dan
dengan jarak yang sama dari benang diafragma mendatar. Dengan adanya benang stadia dan
bantuan alat ukur waterpass berupa rambu atau bak ukur alat ini dapat digunakan sebagai alat
ukur jarak horizontal atau mendatar. Pengukuran jarak dengan cara seperti ini dikenal dengan
jarak optik.
b. Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan skala ukuran sudut.
Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang dinyatakan dengan bacaan sudut dari bidikan
yang ditunjukkan oleh benang diafragma tegak dapat diketahui, sehingga bila dibidikkan ke
dua buah titik, sudut antara ke dua titik tersebut dengan alat dapat ditentukan atau dengan
kata lain dapat difungsikan sebagai alat pengukur sudut horizontal.
Gambar 2.1
Pengukuran jarak
Caranya :
skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A
pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benar-benar lurus, tidak melengkung
himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka bacaan skala inilah yang
merupakan jarak antara titik A dan titik B
Gambar 2.2
pengukuran jarak pada tanah miring
caranya :
jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi dalam beberapa
selang (pada gambar di atas bagi dua selang)
skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan bantuan unting-unting), tarik
agar pita dalam keadaan datar sampai berimpit dengan titik 1, maka diperoleh d1
dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga didapat d2
maka :
dAB = d1 + d2
Gambar 2.3
Pengukuran sudut mendatar
Caranya :
alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan
target dipasang di titik A dan di tiik B
alat dalam kedudukan biasa diarahkan ke target di titik A (arah pertama)
atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga dapat melihat garis-
garis diafragma (benang silang) denga jelas
atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target di tiik A dengan
terang dan jelas
tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup penggerak halus
horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran horisontalnya. Ulangi pembacaan
tersebut minimal 3 kali, kemudian hitung rata-rata harga hasil bacaannya, catat sebagai L1
(B)
teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B, dengancara yang sama
seperti di atas, catat sebagai L2 (B)
teropong dibalikkan dalam kedudukan luar biasa an diputar seearah jarum jam, dengan
kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara yang sama seperti di atas, baca skala
lingkarannya dan catat sebagai L2 (LB)
putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan luar biasa), dengan
menggunakan cara yang sam seperti di atas, bacalah skala lingkran horisontalnya dan catat
sebagai L1 (LB)
urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah pengukuran sudut 1 seri.
Gambar 2.4
Prinsip hitungan poligon
Diketahui :
koordinat titik A
sudut jurusan A1
diukur dilapangan :
jarak datar dA1
sudut mendatar 1
dihitung :
koordinat titik 1 (X1, Y1)
koordinat titik 2 (X2, Y2)
Tahapan hitungan :
Menghitung koordinat titik 1 :
X1 = XA + XA1 Y1 = YA + YA1
X1 = XA + dA1 Sin A1 Y1 = YA + dA1 Cos A1
Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung menggunakan
koordinat titik 1, apabila d12 dan A1 diketahui. d12 dapat diukur dan biasanya sudut yang
diukur dilapangan adalah sudut mendatar 1. 12 dapat dihitung dari A1 dan 1
12 = {( A1+ 180) + 1 } 360
= A1 + 1 - 180
Demikian pula untuk menghitung titik-titik selanjutnya dapat dilakukan secara brtahap
dan berurutan menggunakan data koordinat titik sebelumnya. Sudut jurusan titik selanjutnya,
dapat dihitung menggunakan 12 dan sudut mendatar yang diukur di titik tersebut
Gambar 2.5
Bentuk poligon lepas
Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang disebabkan oleh
pengukuran sudut mendatar dan jarak. Contoh : titik 1 telah mempunyai kesalahan akibat
adanya pengukuran jarak, titik 2 akan mempunyai kesalahan juga yang lebih besardari titik 1
dan begitu seterusnya. Semakin panjang poligonnya, ketelitiannya akan semakin turun.
B. Poligon terikat
Pada poligon terikat diberikan satu titik ikat awal berikut jurusan awal dan juga titik ikat
akhir atau sudut jurusan akhir.
a) Poligon dikontrol dengan sudut jurusan akhir
Titik awal diikatkan ke titik A dan untuk orientasi diberikan sudut jurusan awal, sedangkan
titik terakhir diberikan sudut jurusan akhir. Akibat adanya sudut jurusan awal awal dan akhir,
maka semua ukuran sudut yang sehadap dapat dikontrol.
Gambar 2.6
Poligon teikat dan dikontrol pada sudut jurusan akhir
Diukur dilapangan :
Jarak datar d1, d2, d3, d4, dan d5
Sudut datar 1, 2, 3, 4
Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk menghitung titik 2 diperlukan
12 dimana :
12 = {( 0+ 180) + 1 } 360
= 0 + 1 - 180
D`an
45 = {( 34+ 180) + 4 } 360
= 34 + 4 - 180
= 0 + 1 + 2 + 3 + 4 720
a 0 = 1 + 2 + 3 + 4 720
1 + 2 + 3 + 4 = ( a 0 ) + 720
Dimana f() adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran sudut.
Gambar 2.7
Poligon terikat dan dikontrol koordinat akhir
BAB III
METODE PENGUKURAN
Gambar 3.2
Unting-unting
c. Unting Unting
Unting-unting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, unting-unting ini berfungsi sebagai
tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di atas patok.
Gambar 3.3
Unting-unting
d. Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang berukuran 34
cm, lebar 10 cm, panjang 300 cm, bahkan ada yang panjangnya mencapai 500 cm. Ujung
atas dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan ukuran
milimeter dan diberi tanda pada bagian-bagiannya dengan cat yang mencolok. Bak ukur
diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih, maksudnya bila dilihat dari jauh tidak
menjadi silau. Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama
secara detail.
Gambar 3.4
Rambu ukur/Bak ukur
e. Payung
Payung digunakan untuk melindungi pesawat dari sinar matahari langsung maupun hujan
karena lensa teropong pada pesawat sangat peka terhadap sinar matahari.
Gambar 3.5
Payung
f. Kompas
Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam pengukuran sehingga dijadikan
patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut sudut azimut.
Gambar 3.6
Kompas
g. Nivo
Di dalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang menyinggung
permukaan atas tepat ditengah. Selain itu, dalam tabung nivo terdapat gelembung yang
berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah tepat berada ditengah.
Gambar 3.7
Nivo kotak
h. Rol Meter
Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m dan dilengkapi tangkai untuk
mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.
Gambar 3.8
Rol Meter
i. Patok
Patok ini terbuat dari kayu dan mempunyai penampang berbentuk lingkaran atau segi
empat dengan panjang kurang lebih 30-50 cm dan ujung bawahnya dibuat runcing, berfungsi
sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam pengukuran.
Gambar 3.9
Patok
Gambar 3.10
Blangko data, Alat tulis dan Kalkulator
b. Profil Melintang
Waterpass diletakkan pada patok utama dan diseimbangkan kembali kedudukan nivo nya
seperti pada pengukuran profil memanjang.
Pada jarak yang memungkinkan diletakkan bak ukur. Titik yang diukur disebelah kanan
waterpass diberi simbol a, b dan disebelah kiri diberi simbol c dan d.
Pengukuran dilakukan secara teliti mulai dari patok pertama sampai pada patok terakhir.
Semua data yang diperoleh dicatat pada tabel yang tersedia
3.4.2. Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam
mengoperasikan alat ini, yaitu :
a. Memasang alat di atas kaki tiga Alat ukur waterpass tergolong kedalam Tripod Levels, yaitu
dalam penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan pertama
yang harus dikuasai adalah memasang alt ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini jangan
dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di kaki
tiga ke lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus diperhatikan juga
antara lain :
Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus pas, sehingga waterpass
terpasang di tengah kepala kaki tiga.
Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena itu sebaikny tiga
skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi tiga tersebut.
Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar tidak mudah
bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung kaki tiga dan alat terlepas.
b. Mendirikan Alat ( Set up ) Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang
pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah memenuhi
persyaratan berikut:
Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan gelembung nivo
kotak ada di tengah.
Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelembung nivo tabung ada
di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
c. Membidikan Alat Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan
teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan jelas,
memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan terakhir menepatkan benang
diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan.
3.4.3. Membaca Hasil Pembidikan Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca, yaitu :
a. Pembacaan Benang atau pembacaan rambu.
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada rambu ukur yang
dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan benang stadia atas dan bawah.
Bacaan yang tepat dengan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah
(BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan yang
tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara benang
diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka :
BA BT = BT BB atau BT = ( BA BB) Persamaan ini biasa digunakan untuk
mengecek benar atau salahnya pembacaan.
Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat berdiri alat
dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara rambu-rambu ukur yang dibidik.
Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara tempat berdiri alat
dengan tempat rambu ukur yang dibidik.
Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan tegak dan ada yang
terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan dalam satuan meter (m) atau centimeter
(cm). Sebagai contoh terlihat pada Gambar.
b. Pembacaan Sudut Waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar berskala,
sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut mendatar atau sudut horizontal.
Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digunakan, yaitu :
Satuan derajat
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 360 bagian, setiap bagian dinyatakan
dengan 1 derajat (1), setiap derajat dibagi lagi menjadi 60 bagian, setiap bagian dinyatakan
dengan 1 menit (1) dan setiap menit dibagi lagi kedalam 60 bagian dan setiap bagian
dinyatakan dengan 1 detik (1).
Satuan grid.
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 400 bagian, setiap bagian dinyatakan
dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi menjadi 100 bagian, setiap bagian dinyatakan
dengan 1 centigrid (1cg) dan setiap centigrid dibagi lagi kedalam 100 bagian dan setiap
bagian dinyatakan dengan 1 centi-centigrid (1ccg). Salah satu contoh pembacaan sudut
horizontal dari alat ukur waterpass NK2 dari Wild.
b. Alat ukur penyipat datar ditempatkan diantara titik A dan B. Jarak alat ukur penyipat datar
antara kedua bak ukur diambil kira-kira sama. Diusahakan agar pesawat tetap berada
ditengah tengah. Pada kedua titik tersebut diletakkan bak ukur. Arahkan pesawat ke bak
ukur A (pembacaan belakang) dan hasil pembacaannya dinamakan R. Lalu pesawat diputar
searah jarum jam untuk melakukan pembacaan benang tengah pada bak ukur B (pembacaan
muka) dan hasil pembacaannya dinamakan V. Maka beda tinggi antara titik A dan B:
c. Menempatkan alat ukur di luar titik A dan titik B, hal ini dilakukan dilakukan bila keadaan
terpaksa, mungkin karena adanya penghalang seperti sungai, selokan atau saluran-saluran air
lainnya antara kedua titik tersebut. Pada gambar dibawah ini, pesawat ditempatkan di sebelah
kanan titik B selanjutnya dilakukan pembacaan benang tengah dan hasil pembacaan bak ukur
B disebut V, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :
Dari ketiga cara tersebut, yang paling teliti adalah dengan cara menempatkan alat ukur
tersebut di antara dua titik yang akan diukur beda tingginya karena dengan mengubah
arahnya sesuai dengan arah jarum jam maka kesalahannya negatif, juga kesalahan
atmopsferiknya saling berbagi.
3.6. Hambatan
Hambatan yang terjadi di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya /
proses pengukuran yaitu :
Faktor Kurangnya pemahaman tentang teori pengukuran,
Faktor bahan dan alat,
Terlebih lagi faktor cuaca juga memperlambat proses pengukuran karena apabila cuaca hujan
otomatis tim pengukur berhenti sejenak untuk berteduh dari hujan.
3.7. Rumus rumus yang di gunakan
3.7.1. Rumus Perhitungan Profil Memanjang
Dimana :
D = Jarak Optis
Ba = Benang Atas
Bb = Benang Bawah
BAB IV
ANALISA DATA
Untuk melihat file analisa data anda dapat mendownload linl di bawah ini :
http://www.4shared.com/account/dir/jynjf14p/_online.html#dir=110598012
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan maka dapat kami simpulkan bahwa :
1. Theodolit adalah alat ruang yang digunakan untuk mengukur sudut
jurusan, jarak dan beda tinggi titik di permukaan tanah.
2. Poligon adalah rangkaian garis khayal di atas permukaan bumi yang
merupakan garis lurus yang menghubungkan titik-titik dan
merupakan suatu obyek pengukuran. Poligon juga biasa disebut
sebagai rangkaian segi banyak untuk pembuatan peta.
3. Untuk mendapatkan hasil yang benar maka hasil pengukuran sudut
jurusan, jarak dan beda tinggi titik harus mendapatkan koreksi
dengan ketentuan tidak melebihi batas toleransi.
4. Untuk mendapatkan tinggi titik di permukaan tanah guna
penggambaran peta kontur maka diperlukan pengukuran beda tinggi
pada poligon.
4.2 Saran
Saran-saran yang dapat kami berikan bertolak dari kesimpulan yang kami buat
adalah:
1. Agar waktu pelaksanaan praktikum dapat dipercepat sehingga dalam
pembuatan laporan tidak terburu-buru.
2. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang besar sebaiknya
dalam menjalankan praktikum, praktikan harus dibimbing sebaik-
baiknya mengingat praktikan baru pertama kali melakukan
pengukuran seperti ini.
3. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal diperlukan
tingkat ketelitian yang sangat tinggi.
4. Pembimbing harus lebih paham tentang teori maupun praktek
lapangan dengan mempunya satu prinsip / ketentuan.
Survei atau pengukuran tanah adalah ilmu teknik dan akurat menentukan
atau tiga-dimensi posisi terrestrial poin dan jarak dan sudut antara mereka. Titik-
titik ini biasanya di permukaan bumi , dan mereka sering digunakan untuk
menetapkan lahan peta dan batas-batas untuk kepemilikan atau tujuan
pemerintah (Anonim, 2008).
Gambar Ukur di dalam surat ukur harus sesuai dengan keadaan fisik di
lapangan. Dan bila tidak sesuai dengan keadaan di lapangan itu berarti Sertifikat
tidak sah. Di dalam pengukuran sebidang tanah atau beberapa bidang tanah,
petugas ukur akan mengajak pemohon yang akan mensertifikatkan tanah dan
juga akan mengundang tetangga (pemilik tanah yang bersebelahan) untuk
menyaksikan pengukuran. (Asas Kontradiktur Delitimasi). Tujuan petugas ukur
mengundang tetangga (pemilik tanah) yang berbatasan adalah untuk
menunjukan batas-batas tanahnya agar tidak terjadi kesalahan dalam penetapan
batas dan tidak salah dalam pengukuran (Alitawana, 2009).
B. Teodolite
Pada pengukuran terdapat dua jenis unsur pengukuran, yaitu jarak dan
sudut. Selanjutnya unsur jarak dapat dibagi dua pula, yaitu unsur jarak mendatar
(d) dan beda tinggi (h). Sedangkan unsur sudut dibagi menjadi sudut sudut
horizontal, vertical dan sudut jurusan. Sudut ini berperan penting dalam
kerangka dasar pemetaan yang datanya diperoleh dari lapangan dengan alat
yang dirancang sedemikian rupa konstruksinya sesuai dengan ketelitian. Alat ini
dikenal sebagai alat ukur ruang (Theodolit). Sedangkan untuk mengukur beda
tinggi antara dua titik atau lebih dipermukaan bumi digunakan alat ukur penyipat
datar (waterpass). Untuk pengukuran jarak dari suatu titik ke titik lain dapat
digunakan pita ukur, waterpass dengan bantuan rambu ukur, atau dengan
metoda Tachymetri (Darfis, Irwan. 1995).
A. Alat
a. Teodolite manual
b. Teodolite digital
c. GPS
d. Meteran
e. Senter
f. Balok ukur
g. Kompas
B. Bahan
C. Cara Kerja
a. Tempatkan alat ukur theodolite di atas titik kerangka dasar atau titik kerangka
penolong dan atur sehingga alat siap untuk pengukuran, ukur dan catat tinggi
alat di atas titik ini.
b. Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo
kotak.
d. Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum
setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth magnetis dari tempat alat ke
titik bidik.
A. Hasil Pengamatan
Tingg
Ting
i
gi Ca Ct Cb H
Loka temp
Koordinat alat (c (cm (c L (cm) (c
si at
(h1) m) ) m) m)
(mdpl
(cm)
)
07o3339,7
LS 93,8 20 17 3290.
I 131 148 93,00 190 -42
0 6 3 96
110o5131,5
BT
07o3339,7
LS 149, 90,0 15 142, 13
II 110 0,33 1600 7
5 0 1 5 5
110o5132,5
BT
07o3339,1
LS 90,0 272,3 14 11
III 129 150 131 3200 19
0 8 7 5
o
110 5132,4
BT
07o3339,1
LS 90,0 185,7 14 12
IV 125 153 135 1600 18
0 5 3 7
o
110 5131,3
BT
Lokasi I
= 32.91 m
Lokasi II
L = 100 x (Ca-Cb)
= 100 x (151-135)
= 1600 cm
= 16 m
Lokasi III
L = 100 x (Ca-Cb)
= 100 x (147-115)
= 3200 cm
= 32 m
Lokasi IV
L = 100 x (Ca-Cb)
= 100 x (143-127)
= 1600 cm
= 16 m
Lokasi I
H = h1 h2
= 148 190
= - 42 cm
= - 0,42 m (maka tinggi titik lebih rendah daripada letak penembakan titik).
Lokasi II
H = h1 h2
= 149,5 142,5
= 7 cm
= 0,07 m
Lokasi III
H = h1 h2
= 150 131
= 19 cm
= 0,19 m
Lokasi IV
H = h1 h2
= 153 135
= 18 cm
= 0,18 m
d. Gambar Sketsa
Gambar 1.1 gambar sketsa polygon kelompok 2
Gambar 1.2 gambar sketsa polygon tertutup kelompok 4
V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
A. Pembahasan
Ilmu ukur tanah adalah ilmu pengetahuan dan teknik mengenai penentuan
titik secara akurat titik dan lokasi pada permukaan bumi dan jarak serta sudut
diantaranya (Wongsotjitro,1980).
Jarak titik II dengan III adalah 16 m dengan beda tinggi titik II dan III
adalah 7 cm, dengan ketinggian pada titik II terletak pada 110 dpl. Sedangkan
pada kelompok dua jarak titik II dengan III adalah 17 cm dengan beda tinggi +7
cm. Perbedaan jarak antara titk II dan III adalah 1 cm, hal ini dikarenakan
peletakan tongkat ukur yang digunakan untuk pembacaan menyebabkan
jaraknya berbeda.
Jarak antara titik III dengan titik IV adalah 32 m dengan beda tinggi 19 cm
karena pada titik III terletak pada ketinggian 129 dpl. Sedangkan pada kelompok
dua diperoleh jarak antara titik III dengan IV adalah 32 m dengan beda tinggi
20,5 cm. Perbedaannya terletak pada beda tingginya, hal ini dikarenakan
peletakan tinggi tripod yang menyebabkan letaknya dan juga masukan
rumusnya juga menjadi berbeda.
Jarak antara titik IV dengan titik I adalah 16 m dengan beda tinggi 18 cm.
sedangakan pada kelompok dua jarak antara titik IV dengan titik I adalah 15,25
m dengan beda tinggi 16,5 cm. Perbedaan ini dikarenakan peletakan tripod yang
lebih rendah daripada peletakan tripod pada kelompok empat dan juga karena
peletakan tongkat ukur yang lebih dekat daripada kelompok empat.
B. Kesimpulan
b. Hasil pengukuran di lapang pada titik 1 mempunyai jarak 32,91 m dan beda
tinggi -42 m, pada titik 2 mempunyai jarak 16 m dan beda tinggi 7 m. Pada titik
3 mempunyai jarak 32 m dan beda tinggi 19 m. pada titik 4 mempunyai jarak 16
m dan beda tinggi 18 m.
c. Hubungan korelasi antara jarak pada peta dan jarak sebenarnya adalah jarak
pada peta berbeda nyata terhadap jarak sebenarnya dan jarak sebenarnya
berbeda tidak nyata terhadap jarak pada peta.
Anonim. 2008. Operators Manual Elektronic Digital Theodolit. Shokkisha CO. Ltd.
Shibuya, Tokyo. diakses Tanggal 3 Juni 2010 pukul 16.00 WIB.
Darfis, Irwan. 1995. Penuntun Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Faperta Universitas Andalas.
Padang.
Gabungan Asisten Survey. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I.
Fakultas Teknik Universitas Andalas. Padang.