Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batu Saluran Kemih

2.1.1 Definisi

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter)
dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini dapat terbentuk di dalam ginjal
(batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu terbentuk dari
pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein.

BSK dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang
berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama
dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter)
menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan
uretra) dapat menghambat buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis
maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik
yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga
daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter
terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri
kram yang hebat.

2.2 Sistem Kemih

Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan
darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di
pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak di pergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan dalam bentuk urine (air kemih).
Sistem kemih terdiri atas saluran kemih atas (sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih
bawah. Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia

2.2.1 Saluran Kemih Atas

a. Ginjal

Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal merupakan organ yang
berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya
sekitar 2,5 cm. Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai penyaring darah yang terletak di
bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding
belakang abdomen. Setiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis
renalis ke dalam kandung kemih. Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Selama 24 jam
dapat menyaring darah 170 liter. Fungsi yang lainnya adalah ginjal dapat menyaring limbah
metabolik, menyaring kelebihan natrium dan air dari darah, membantu mengatur tekanan
darah, pengaturan vitamin D dan Kalsium. Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan
dalam melalui suatu proses majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi pasif,
dan sekresi. Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate dari plasma darah
terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus proksimal berfungsi mengabsorpsi dari
substansi-substansi yang berguna bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian
memelihara homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama
manusia mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya. Gangguan fungsi
ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Obstruksi
menyebabkan perubahan struktur dan fungsi pada traktus urinearius dan dapat berakibat
disfungsi atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal. Berikut ini adalah
gambar anatomi ginjal normal dan ginjal dengan BSK :

Gambar 2. Anatomi Ginjal Normal dan Ginjal dengan BSK

b. Ureter

Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan kandung
kemih (vesica urinearia), dengan panjang 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Saluran
ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati
pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat tersangkut
dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan nyeri (kolik ureter). Lapisan
dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah
terdiri dari lapisan otot polos, lapisan sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan
mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinearia). Setiap ureter akan
masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah suatu struktur
muskuler yang dapat membuka dan menutup sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa
lewat menuju ke dalam kandung kemih. Air kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari
ureter akan di tampung dan terkumpul di dalam kandung kemih.

2.2.2 Saluran Kemih Bawah

a. Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan kantong muscular yang bagian dalamnya dilapisi oleh
membran mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya sebagai tempat menampung air
kemih yang dibuang dari ginjal melalui ureter yang merupakan hasil buangan penyaringan
darah. Dalam menampung air kemih kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal yaitu
untuk volume orang dewasa lebih kurang adalah 30-450 ml. Kandung kemih bersifat elastis,
sehingga dapat mengembang dan mengkerut. Ketika kosong atau setengah terdistensi,
kandung kemih terletak pada pelvis dan ketika lebih dari setengah terdistensi maka kandung
kemih akan berada pada abdomen di atas pubis. Dimana ukurannya secara bertahap
membesar ketika sedang menampung jumlah air kemih yang secara teratur bertambah.
Apabila kandung kemih telah penuh, maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan
pesan untuk berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung
kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan keluar melalui uretra. Pada saat itu,
secara bersamaan dinding kandung kemih berkontraksi yang menyebabkan terjadinya
tekanan sehingga dapat membantu mendorong air kemih keluar menuju uretra.

b. Uretra

Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-
kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang pubis ke bagian penis panjangnya 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari uretra
prostatika, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika merupakan saluran
terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti kumparan yang bagian tengahnya lebih
luas dan makin ke bawah makin dangkal kemudian bergabung dengan uretra membranosa.
Uretra membranosa merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra
kavernosa merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan panjang kira-kira 15 cm. Pada
wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas,
panjangnya 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina dan uretra
disini hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra laki-
laki.

2.2.3 Penyebab Pembentukan Batu Saluran Kemih

Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang
dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh terhadap
pembentukan BSK yaitu :

a. Teori Fisiko Kimiawi


Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia, fisika
maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa terjadinya batu
sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di saluran kemih.
Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu, yaitu:

1. Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar
terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu produk
tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan
terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi
dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air
dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah
kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan
pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan
pH air kemih.

2. Teori Matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel
tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat
akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga
terbentuk batu. Benang seperti laba-laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%,
heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu
batu akan semakin membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang
timbulnya batu.

3. Teori Tidak Adanya Inhibitor


Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organik terdapat
bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat,
nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat adalah
gliko-samin glikans dan uropontin. Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat
dan Zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan
kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah
terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat
pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar
tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian
individu terjadi pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-
sama terjadi supersanturasi.

4. Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang berbeda
sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran. Keadaan ini disebut nukleasi
heterogen dan merupakan kasus yang paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang
menempel pada kristal asam urat yang ada.

5. Teori Kombinasi
Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa
teori yang ada.

6. Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman tertentu.
Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu survit
dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan
molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu
survit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang
menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas,
dan Staphiloccocus. Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana
penyebab pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200
nanometer yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram
negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat
mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu,
kemudian kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan membesar.
Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK mengandung nano bakteria.
b. Teori Vaskuler
Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol darah
yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya BSK, yaitu :

1. Hipertensi
Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada
orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak 52%. Hal
ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180 dan aliran darah
berubah dari aliran lamine r menjadi turbulensi. Pada penderita hipertensi aliran
turbelen tersebut berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranalls
plaque) disebut juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.

2. Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui
glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol
tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat
sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori epitaksi). Menurut
Hardjoeno diduga dua proses yang terlibat dalam BSK yakni supersaturasi dan
nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam
jumlah yang besar dalam urine, yaitu ketika volume urine dan kimia urine yang
menekan pembentukan menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam
urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian
merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan
nukleasi heterogen. Analisis batu yang memadai akan membantu memahami
mekanisme patogenesis BSK dan merupakan tahap awal dalam penilaian dan awal
terapi pada penderita BSK.

2.2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih


Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat
diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium,
magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.
a. Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar
70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk
murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat,
batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu
tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau
darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
1. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan
konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu
berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar
menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam
urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai
dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa).
Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak
90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan
kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan
merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20%
pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air
kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk
membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu Sistin
Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan
batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain
karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu
yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan
pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani
yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

2.3 Epidemiologi Penyakit Batu Saluran Kemih


2.3.1 Distribusi dan Frekuensi
Berdasarkan data dari Urologic Disease in America pada tahun 2000, insidens
rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih atas adalah
pada kelompok umur 55-64 tahun 11,2 per-100.000 populasi, tertinggi kedua adalah
kelompok umur 65-74 tahun 10,7 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis
kelamin berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih atas adalah pada jenis kelamin
laki-laki 74 per-100.000 populasi, sedangkan pada perempuan 51 per-100.000
populasi. Insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran
kemih bawah adalah pada kelompok umur 75-84 tahun 18 per-100.000 populasi,
tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 11 per-100.000 populasi. Insidens
rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih bawah adalah
jenis kelamin laki-laki 4,6 per-100.000 populasi sedangkan pada perempuan 0,7 per-
100.000 populasi.4 Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Amerika Serikat
pada tahun 2005, jenis kelamin laki-laki dengan batu kalsium 75%, batu asam urat
23,1%, batu struvit 5%, dan batu cysteine 0,5%, sedangkan pada perempuan jenis batu
kalsium 86,2%, batu asam urat 11,3%, batu struvit 1,3%, dan batu cysteine 1,3%.
Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Australia Selatan pada tahun 2005
yaitu pada jenis kelamin laki-laki jenis batu kalsium oksalat 73%, batu asam urat 79%,
sedangkan pada perempuan jenis batu struvit 58%. Analisis jenis batu berdasarkan
kelompok umur, jenis batu kalsium oksalat 50-60 tahun, batu asam urat 60-65 tahun
dan batu struvit 20-55 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hardjoeno dkk pada
tahun 2002-2004 di RS dr.Wahidin Sudirohusodo Makasar berdasarkan jenis kelamin
proporsi tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki 79,9 % sedangkan wanita 20,1%. Di
RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2007 jumlah pasien rawat inap BSK 113 orang,
berdasarkan kelompok umur proporsi tertinggi adalah kelompok umur 46-60 tahun
39,8%, berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki
80,5%, dan berdasarkan jenis batu proporsi yang tertinggi adalah jenis batu kalsium
oksalat 100%, struvite 96,5%, dan Cystine 66,4% .

2.3.2 Determinan
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
BSK pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan disekitarnya.
a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Termasuk
faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga.
1. Umur
Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun,
sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab
pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan
faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk
(2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69% pada kelompok umur 20-49
tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK paling sering didapatkan pada
usia 30-50 tahun.
2. Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki tiga
kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya kejadian
BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada lakilaki yang
lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-
laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih
perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon
testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta
adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi
garam kalsium. Insiden BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-
300 per 100.000 populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000
populasi.
3. Heriditer/ Keturunan
Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit
BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut
sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian Latvan,
dkk (2005) di RS. Sedney Australia berdasarkan keturunan proporsi BSK pada
laki-laki 16,8% dan pada perempuan 22,7%.
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu seperti
geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
1. Geografi
Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah
pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi
oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung
mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan sebagainya. Letak geografi
menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu tempat dengan tempat lainnya.
Faktor geografi mewakili salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti
kebiasaan makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi
predoposisi kejadian BSK.
2. Faktor Iklim dan Cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya banyak
ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi akan
meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih.
Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan pembentukan
kristal air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan
lebih berisiko menderita penyakit BSK.
3. Jumlah Air yang di Minum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang
diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut. Bila
jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air
kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK.
4. Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK. Misalnya
saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh normalnya adalah
600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan meningkatkan risiko
terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein yang tinggi terutama
protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air kemih, akibatnya kadar asam
urat dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang tinggi juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi.
5. Jenis Pekerjaan
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk
dalam melakukan pekerjaannya.
6. Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih yang
dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan
oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit.

2.4 Gejala Gejala Batu Saluran Kemih


Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi
yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala
ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil, dan
dysuria. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan
akan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar
biasa ( kolik). Gejala klinis yang dapat dirasakan yaitu :
a. Rasa Nyeri
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung
dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh
area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut
sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri
yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering
ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air
kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.

b. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga
menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai
jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di kulit.
c. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi
dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena
kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan
Staphiloccocus. d. Hematuria dan kristaluria Terdapatnya sel darah merah bersama
dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat
membantu diagnosis adanya penyakit BSK.
d. Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual
dan muntah.

2.5 Penatalaksanaan Medis Batu Saluran Kemih


Tujuan dasar penatalaksanaan medis BSK adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan
mengurangi obstruksi yang terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa,
pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan, tanpa operasi, dan
pembedahan terbuka.
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yaitu dengan
diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa intervensi
medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan tertentu
yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya kalsium) yang efektif
mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah
ada. Setiap pasien BSK harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari.
2. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu dapat
keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin
hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen dapat
diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk
mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih
atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu
dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan obat tertentu
dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya.
3. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan
gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah. Alat ESWL
adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980.
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi fragmen-
fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL dapat
mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan
lama rawat inap di rumah sakit.
4. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK
yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih
melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut
dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa
tindakan endourologi tersebut adalah :
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem
kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat ureteroskopi
per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter
maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
d. Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui
alat keranjang Dormia.
2.5.5 Tindakan Operasi
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan batu
secara spontan tanpa pembedahan atau operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak
merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan
pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana
batu berada, yaitu :
a. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
dalam ginjal
b. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
ureter
c. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di vesica
urinearia
d. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
uretra

2.6 Pencegahan Batu Saluran Kemih


Pencegahan BSK terdiri dari pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama,
pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua, dan pencegahan tersier atau
pencegahan tingkat ketiga. Tindakan pencegahan tersebut antara lain :
1. Pencegahan Primer
Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mencegah agar tidak terjadinya
penyakit BSK dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari penyakit BSK.
Sasarannya ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat, belum pernah menderita
penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan
kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya adalah untuk menghindari
terjadinya penyakit BSK, dianjurkan untuk minum air putih minimal 2 liter per hari.
Konsumsi air putih dapat meningkatkan aliran kemih dan menurunkan konsentrasi
pembentuk batu dalam air kemih. Serta olahraga yang cukup terutama bagi individu
yang pekerjaannya lebih banyak duduk atau statis.
2. Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan perkembangan
penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya komplikasi. Sasarannya
ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit BSK. Kegiatan yang
dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini. Diagnosis Batu Saluran
Kemih dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik, laboraturium, dan radiologis.
Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada daerah organ
yang bersangkutan :
a. Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual, dan demam
(tidak selalu).
b. Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul
(flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat batu
melewati ureter menuju kandung kemih.
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu peningkatan jumlah
leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan adanya kandungan nitrit dalam
urine. Selain itu, nilai pH urine harus diuji karena batu sistin dan asam urat dapat
terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah
terbentuk pada pH urine lebih dari 7,2. Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa
tindakan radiologis yaitu:
a. Sinar X abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih. Dimana dapat
menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi batu yaitu
dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat, sedangkan dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan
campuran. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun
batu diluar ginjal.
b. Intravenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal,
sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
c. Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien yang
alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasn pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk
menunjukan batu ureter, dan tidak dapat membedakan klasifikasi batu.
d. Computed Tomographic (CT) scan
Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan
lokasi batu.

3. Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi
sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif.
Sasarannya ditujukan kepada orang yang sudah menderita penyakit BSK agar
penyakitnya tidak bertambah berat. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan
rehabilitasi seperti konseling kesehatan agar orang tersebut lebih memahami tentang
cara menjaga fungsi saluran kemih terutama ginjal yang telah rusak akibat dari BSK
sehingga fungsi organ tersebut dapat maksimal kembali dan tidak terjadi
kekambuhan penyakit BSK , dan dapat memberikan kualitas hidup sebaik mungkin
sesuai dengan kemampuannya.

Anda mungkin juga menyukai