Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

LAPORAN KEGIATAN

Kunjungan ke Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah di laksanakan pada hari

Rabu tanggal 13 Juli 2016. Kegiatan di mulai dari jam 08.00 14.00 WIB. Awal

kegiatan kami menuju kantor administrasi di pandu oleh petugas ibu nunik untuk

bertemu dengan dr.Edi Cahyono.

Gambar 1. Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah

Kemudian kami di beri pengarahan oleh dr. Edi Cahyono dan dr. santi pada

pukul 08.20 09.30 WIB penjelasan materi tentang Morbus Hansen.


Gambar 2. Pengarahan dengan dr. Edi dan dr. Santi

1. Definisi

Penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman m.leprae yang

menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan saraf

pusat.

2. Endemis Kusta

Indonesia merupakan negara dengan endemis kusta, merupakan negara urutan

ketiga terbanyak di dunia setelah Brazil dan India. Untuk di Jawa Timur

sendiri merupakan daerah endemis, terutama di daerah Pasuruan dan Babat

(Lamongan). Bahkan di Pasuruan sendiri, prevalensi morbus Hansen lebih

banyak dialami oleh anak-anak dan 15% sampai mengalami cacat.


3. Penularan

Melalui 2 cara yaitu droplet dan kontak langsung yang lama.

4. Gejala

Pada kelainan saraf tepi : sensorik (hipoestesi ataupun anastesi pada lesi kulit

yang terserang), motoric (kelemahan otot biasanya di daerah ekstremitaas

atas, bawah, muka dan otot mata) dan autonomy (kelenjar keringat sehingga

lesi terserang tampak lebih kering). Gejala lain dari pembesaran saraf tepi :

terutam yang dekat dengan permukaan kulit, N. ulnaris, N. aurikularis

magnus, N. peroneus komunis, N. tibialis posterior

Kelainan kulit dan organ kulit : hipopigmentasi ataupun eritematus dengan

adanya gangguan estesi yng jelas. Bila gejala berlanjut dapt timbul fasies

leonine, penebalan cuping telinga, madarosis, anastesi simetris pada kedua

kaki dan tangan.

5. Cardinal sign

- Kelainan kulit yang hipopigmentasi atau eritematosa dengan anastesi yang

jelas

- Kelainan saraf tepi berupa penebalan syaraf disertai gangguan fungsi

- BTA +

Diagnosis di tegakkan bila di jumpai 1 tanda utama gejala tersebut.


6. Klasifikasi Morbus Hansen

a. Pausibasiler nodul 1-5, asimetris, batas tegas, kering dan kasar, anastesi

jelas, hipopigmentasi, penebalan saraf tepi terjadi dini, BTA -


b. Multibasiler nodul 5, simetris, batas tidak tegas, halus berkilat,

anastesi tidak jelas, eritematus, penebalan syaraf tepi terjadi lanjut, BTA +
7. Tipe kecacatan
0 : tidak ada kecacatan
1 : cacat tidak terlihat kasat mata
2 : cacat bisa di lihat langsung dengan kasat mata
8. Reaksi kusta
Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit

kusta yang merupakan suatu reaksi imunologis dengan akibat merugikan

penderita. Terdapat 2 tipe reaksi yaitu:


- Reaksi tipe 1 : disebabkan karena hipersentivitas tipe IV. Antigen dari m.

leprae bereaksi dengan T. lymphosit karena adanya perubahan yang cepat

dari imunitas seluler (CMI : celluler mediated immunity). Gejala timbul

pada kusta tipe boerderline (BT, BB, BL) karena ketidakstabilan

imunologis. Lesi di kulit makula eritematus, menebal, terasa panas dan

nyeri tekan. Bila berat dapat membengkak sampai pecah. Gejala syaraf

biasanya menonjol berupa keradangan syaraf yang mendadak, pada satu

atau beberapa syaraf tepi ( paling sering pada nervus ulnaris dan nervus

medianus, dengan gejala nyeri yang hebat dan atau adanya gangguan

fungsi.
- Reaksi tipe 2 : terjadi karena kompleks imun (reaksi antigen antibody yang

melibatkan komplemen) istilah eritema ENL (Eritema Nodusum Leprosum)

digunakan pada lesi kulit yang berupa nodul-nodul eirtematous. Dapat terjadi

sebelum, selama ataupun setelah pengobatan. Gejala terutama pada ENL yaitu
nodul kemerahan yang nyeri, pada perabaan dapat superfisial atau dalam.

Pada reaksi tipe 2 berat, lesi ENL menjadi vesicular atau bula dan pecah,

disebut sebagai eritema nekrotikans. Dapat juga mnyerang mata (iridosiklitis),

testis (orkitis), ginjal ( nefritis), sendi (artritis). Gejala sistemik berupa

malaise, panas badan, sakit kepala dan kelemahan otot.


Tipe TT Tipe BT
Tipe BB Tipe BL
Tipe LL
Gambar 3. Tipe-tipe MH
9. Pemeriksaan MH

Pemeriksaan harus dilakukan di tempat yang terkena paparan sinar matahari.

Karena jika tidak, pada beberapa pasien yang diberikan steroid, bercaknya dapat

menjadi kabur.
Berat ringannya penyakit Kusta/MH yang dialami oleh pasien dilihat dari

Prevention of Dissability dari pasien (POD). Beberapa poin POD yang penting

adalah :
- Apakah ada nyeri raba
- Apakah terdapat kemunduran otot sebelum 6 bulan terakhir
- Apakah ada 2 titik mati rasa sebelumnya dalam 6 bulan terakhir
- Apakah terdapat lagoftalmus 6 bulan terakhir
- Apakah terdapat bercak aktif di sekitar saraf tepi, yang diperiksa diantaranya

adalah nervus auricularis magnus, n. ulnaris, n. medianus, n. radialis, n.

peroneus communis, n. popliteal lateralis, dan n. tibialis posterior

Gambar 4 Lembar POD

Pemeriksaan POD bermanfaat untuk melihat bahwa apabila kusta sudah

menyerang hingga ke saraf (neuritis), jika gejala yang dialami lebih dari 6 bulan,

biasanya pemberian kortikosteroid sudah tidak akan memberikan dampak yang

signifikan karena kecacatan yang ditimbulkan bisa permanen.

10. Terapi MH
Pengobatan Kausal : MDT-WHO

1.Pausibasiler : Rifampisin 600mg/bln, diminum didepan petugas (dosis

supervisi). DDS 100mg/hari Pengobatan diberikan secara teratur selama 6

bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 9 bulan. Setelah selesai minum

6 dosis dinyatakan RFT (Realisis Form Treatment)

2. Multibasiler : Rifampisin 600mg/bln, (dosis supervise), Lamprine

300mg/hari, (dosis supervise), Ditambahkan Lamprine 50mg/hari, DDS

100mg/hari. Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis (bulan)

dan diselasaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis

dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesi masih aktif dan BTA +.

Lalu setelah sesi penjelasan dan diskusi berakhir, kami melihat beberapa

pemeriksaan yang dilakukan oleh dr. Santi dan Pak Purwoto. Salah satu pasien yang

diperiksa adalah pasien yang rawat inap. Pemeriksaan yang dilakukan adalah

pemeriksaan POD kepada pasien laki-laki. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pak

Purwoto menggunakan sarung tangan dan masker sebagai universal precaution.

Kemudian, digunakan juga pulpen kecil yang nantinya berfungsi untuk melakukan

pemeriksaan POD yaitu dengan menekan secara halus ujung pulpen ke telapak tangan

maupun telapak kaki penderita.


Gambar 5 pemeriksaan pada pasien

Pemeriksaan awal didahului dengan pemeriksaan n. ulnaris, medianus dan

radialis. Untuk pemeriksaan itu, jari kelingking pasien digerakkan keluar sambil

tangan pemeriksa menahannya. Untuk ibu jari, penderita mendorong ibu jarinya

kearah telapak tangan dan tangan pemeriksa menahannya. Lalu untuk memeriksa n.

radialis, penderita diminta untuk mengepalkan tangan lalu menirukan gaya seolah-

olah akan mengegas sepeda motor, dan pemeriksa menahan gerakan tersebut di

pergelangan tangan penderita.

Lalu kemudian dilakukan pemeriksaan saraf yang lain, salah satunya adalah

pemeriksaan nervus peroneus communis dan nervus tibialis posterior. Diraba dan

dirasakan bersamaan, manakah yang lebih tebal atau apakah terdapat rasa nyeri ketika
dilakukan penekanan di salah satu sisi. Saat pemeriksaan tersebut, kaki penderita

diminta menggantung sehingga nervus dapat lebih mudah untuk dicari.

Langkah berikutnya adalah melakukan pemeriksaan POD dengan menekan

menggunakan pulpen pada titik-titik tertentu di telapak tangan dan kaki. Syaratnya

adalah tangan pemeriksa harus menopang seluruhnya tangan penderita dan penderita

diminta untuk rileks serta tidak tegang. Penderita dijelaskan jika nanti saat ditekan

dengan pulpen, penderita menutup mata. Sambil menutup mata, penderita diminta

menunjuk ke titik yang sebelumnya ditekan dengan pulpen menggunakan jari

telunjuk tangan yang tidak diperiksa (jika tangan kiri yang diperiksa, penderita

menunjuk dengan telunjuk tangan kanan). Hal itu berlaku juga untuk pemeriksaan

POD di telapak kaki.

Kemudian, kami diajak oleh dr. Santi untuk menuju kantor ruang melati dan

ruang rawat inap melati. Disana kami diberitahu untuk dapat melihat status pasien

dan setelah itu kami dicarikan sebuah kasus oleh dr. Santi sebagai pembelajaran yang

nantinya akan di anamnesis, pemeriksaan fisik hingga edukasi kepada pasien. Kasus

tersebut disusun dan dibuat di lembar terpisah agar dibuat seperti laporan kasus.

Pasien merupakan pasien baru masuk tanggal 11 Juli 2016.


Gambar 6 Kantor Ruang Melati

Setelah selesai, lalu kami menuju ruang diskusi untuk menyusun kasus dan

mempersiapkan ruangan sebelum berdiskusi dengan dr. Ivony Nilasari, Sp.KK.

Kemudian setelah dr. Ivony datang, kami dijelaskan kembali morbus Hansen, dimulai

dari anamnesis, pemeriksaan fisik hingga edukasi.

Pembahasannya meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Anamnesis

Keluhan saat pasien datang pertama kali untuk berobat:


- Bercak-bercak
- Tangan terasa tebal
- Gejala motorik (clawing, drop hand, drop foot)
- Bentol-bentol merah, nodul
- Luka-luka kronis di tangan dan kaki
- Keluhan lagoftalmus

2. Pemeriksaan Obyektif
- Pasien diminta untuk membuka bajunya (seluruhnya)
- Sebaiknya pemeriksaan di bawah sinar matahari langsung
- Pemeriksaan kepala : bercak di wajah, nodul
Alis : madarosis
Mata : lagoftalmus
Hidung : saddle nose
Telinga : infiltrate
Leher : pembesaran n. auricularis magnus
Corpus : ginekomastia
Testis : orchitis
- Pemeriksaan sensoris pada bercak
Sebelumnya penderita dijelaskan bahwa akan dilakukan pemeriksaan

dengan kapas. Bila terasa, nanti rasanya seperti ini (disentuhkan/digores

pada kulit yang normal). Kemudian dibandingkan dengan yang sakit,

sembari pasien harus menutup mata. Alat-alat yang digunakan adalah

kappa (dipilin kecil-kecil) untuk rangsang raba, jarum (nyeri) dan yang

paling sensitive adalah suhu (panas/dingin).

3. Pemeriksaan POD
Pemeriksaan POD dilakukan diantaranya saat: pasien datang, saat mengambil

obat, setiap 2 minggu setelah pemberian steroid, setiap 2 minggu kalau sedang

reaksi kusta.
- Pemeriksaan pertama adalah pemeriksaan kekuatan menutup kelopak mata

atau dilihat apakah terdapat lagoftalmus atau tidak


- Pemeriksaan nervus auriculasris magnus
Pasien diminta untuk menoleh kea rah bahu kanan dan bahu kiri. Lalu

diperhatikan n. auricularis magnus yang membentang di muskulus

sternokleidomastoideus. Dilihat apakah terdapat penebalan atau rasa nyeri.


- Pemeriksaan nervus ulnaris
Pasien diminta untuk menekuk siku, lalu kita cari n. ulnaris diantara

epicondylus lateralis dan medialis (disitulah letaknya)


- Pemeriksaan tangan (motoric)
Pemeriksaa nervus medianus dengan cara memegang ibu jari, ibu jari pasien

ditekan/ mencegah ibu jari pasien menekuk. Pemeriksaan nervus ulnaris

dengan gerakan kelingking ke arah lateral dari penderita ditahan oleh

pemeriksa. Pemeriksaan nervus radialis yaitu dengan menahan pergelangan

tangan dengan tangan dokter.


- Pemeriksaan Kaki
Pemeriksaan nervus peroneus communis dengan cara membandingkan kanan

dan kiri bersamaan. Letaknya di belakang dari caput tibialis. Pemeriksaan

tibialis posterior dengan cara membandingkan kanan dan kiri di bawah dari

malleolus medalis. Kemudian untuk pemeriksaan motoriknya, penderita

diminta mengangkat kedua pergelangan kaki ke atas dan pemeriksa

menahannya.
4. Cardinal Sign
- Bercak putih kemerahan disertai hipoestesi/anestesi
- Penebalan saraf tepi disertai dengan gangguan fungsi
- BTA (+)
5. Perbedaan Morbus Hansen Tipe PB dan MB

PB MB
Bercak < 5 Bercak > 5
Hipopigmentasi Hiperpigmentasi
Batas Batas tidak jelas
Asimetris Simetris
Penebalan saraf (single) Penebalan saraf (multiple)
Distribusi penebalan saraf asimetris Distribusi penebalan saraf simetris
BTA (-) BTA (+)

6. Penatalaksanaan
Pemberian MDT dengan waktu pemberian yang telah ditentukan. Pemberian MDT

bertujuan untuk mengurangi resistensi obat.


7. Monitoring
- POD pasien
- Kalau pasien tampak anemis, cek liver function test dan jangan minum MDT

terlebih dulu
- Harus minum rifampisin (memfragmentasi 93% bakteri sehingga bakteri cepat

rusak)
8. Edukasi
- Keteraturan minum obat
- Rutin kontrol
- Cara minum obat (saat awal pertama kali di depan petugas)
- Obat lamprene efek sampingnya kulit bisa menjadi hitam
- Obat rifampisin dapat menyebabkan BAK berwarna merah
- Perawatan diri (jangan lupa pakai pelindung kaki, menggunakan sarung

tangan, dan jika terdapat luka harus segera diarawat serta dibersihkan)
9. Rehabilitasi
- Pembuatan sandal khusus
- Menggunakan cruch (tongkat)
- Bedah reonstruksi seperti drop hand atau drop foot
Dengan syarat yaitu : usia produktif, tidak dalam pengobatan kusta/bebas

reaksi selama minimal 6 bulan

Pembahasan selesai pukul 15.15. Lalu kemudian dr. Edy Cahyono meminta untuk

foto bersama dengan staf yang lainnya. Dan acara hari itu ditutup dengan foto

bersama di depan poli rawat jalan kusta.


Gambar 7 foto bersama dengan dr. Edy Cahyono dan Staff Rs Kusta Sumber Glagah

Anda mungkin juga menyukai