PENDAHULUAN
1
4. Untuk Mengetahui Prevalensi Penyakit Rabies di Indonesia.
5. Untuk Mengetahui Bagaimana pencegahan dan penanganan penyakit
rabies.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Virus rabies adalah singlestranded RNA, berbentuk seperti peluru berukuran
180 x 75 m. Sampai saat inisudah dikenal 7 genotip Lyssa virus dimana genotip
1 merupakan penyebab rabies yang paling banyak di dunia.Virus ini bersifat labil
dan tidak viable bila berada diluarinang. Virus menjadi tidak aktif bila terpapar
sinar matahari,sinar ultraviolet, pemanasan 1 jam selama 50 menit, pengeringan,
dan sangat peka terhadap pelarut.
Virus masuk melalui kulit yang terlukaatau melalui mukosa utuh seperti
konjungtiva mata, mulut, anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea.
Infeksimelalui inhalasi virus sangat jarang ditemukan. Setelah virus rabies masuk
melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat
masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf
posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulaidari 7 hari sampai lebih dari 1
tahun, rata-rata 1-2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan
luasnyakerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasigigitan ke sistem
saraf pusat, persarafan daerah lukagigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada
gigitan di kepala, muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jaritangan 40
hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari,gigitan di badan rata-rata 45 hari.
Asumsi lain menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak
sarafyang ditempuh , melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada tiap
bagian tubuh, contohnya gigitan padajari dan alat kelamin akan mempunyai masa
inkubasi yang lebih cepat.
Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah, menengah
pada gigitan daerah lengan dan tangan, paling rendah bila gigitan ditungkaidan
kaki. (Jackson, 2003. WHO, 2010). Sesampainya diotak virus kemudian
memperbanyak diri dan menyebarluas dalam semua bagian neuron, terutama
predileksi terhadap sel-sel sistemlimbik, hipotalamus dan batangotak. Setelah
memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer
dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom.Dengan
demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan
berkembang biak dalam jaringan, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.
3
Pada intinya masa inkubasi tergantung dari jarak lokasi gigitan dengan Central
Nervous system, semakin jauh lokasi portdentry dari virus Rabies ini dari otak
maka semakin lama masa inkubasinya.
Rabies terdiri dari dua bentuk yaitu dumb rabies dan furious rabies. Pada dumb
rabies umumnya terjadi gangguan menelan, bersembunyi dan jarang menggigit,
selanjutnya dalam kurun waktu sekitar empat hari akan terjadi paralisa progresif
yang berakhir dengan kematian. Bentuk iniumumnya jarang menular ke manusia.
Pada manusia , Fase prodromal berlangsung pendek sekitar dua sampai empat
hari yang ditandai dengan malaise, anorexia,sakit kepala, nausea, vomit, sakit
tenggorokan dan demam. Selanjutnya memasuki fasesensorik yang berupa
terjadinya sensasi abnormal di sekitar tempat infeksi yangkemudian berlanjut ke
fase exitasi berupa ketegangan, ketakutan, hyperlacrimasi, dilatasipupil, keringat
berlebihan, halusinasi, kakuotot, keinginan melawan, dysphagia
sehinggahypersalivasi dan hydrophobia. Kematian biasanya diakibatkan karena
paralisaotot pernafasan.
4
Masa inkubasi pada anjing dan kucing rata-rata sekitar 2 minggu tetapi dilaporkan
dapat terjadi antara 10 hari 8 minggu dan pada manusia 2-3 minggu, dengan
masa yang paling lama 1 tahun, tergantung pada:
a. Jumlah virus yang masuk melalui luka
b. Dalam atau tidaknya luka
c. Dekat atau tidaknya luka dengan susunan syaraf pusat
d. Perlakuan luka pasca gigitan
Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan di tempat suntikan selama
14 hari. virus menuju ke susunan syaraf pusat melalui syaraf perifer terutama pada
hypocampus dan sel Purkinje dan kelenjar ludah
Pada anjing 3-5 hari sebelum gejalah klinis terlihat, kelenjar ludah telah
mengandung virus dan akan terus infeksi selama hewan sakit. Virus ditularkan
terutama melalui luka gigitan, oleh karena itu bangsa karnivora adalah hewan
utama penyebar rabies antara hewan atau ke manusia
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak
dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran
oleh kuku hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-
kukunya. Saliva yang ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva
mungkin infeksius. Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup
untuk menimbulkan bahaya rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi
dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar. Penularan rabies melalui
transplan kornea dari penderita dengan ensefalitis rabies yang tidak didiagnosis
pada resipen/penerima sehat telah direkam dengan cukup sering. Penularan dari
orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi dan jarang
terjadi.
Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus
tidak bisa masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka
gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan
didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior
tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Bagian otak yang terserang
adalah medulla oblongata dan annons hoorn.
5
Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas
dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-
sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam
neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen
dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus ini
menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh dan berkembang biak
dalam jaringan jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya. Gambaran
yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang
khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonotik yang bersifat akut
yang disebabkan oleh virus kelompok negative sense single-stranded RNA,
Golongan Mononegavirales, Family Rhabdoviridae, Genus Lyssavirus (Priangle,
1991). Menurut World Health Organization (WHO), Rabies menduduki peringkat
12 Daftar penyakit yang mematikan (Mattos Dan Rupprecht,2001).
6
Barat, Papua, provinsi DKI Jakarta, prrovinsi Jawa Timur, provinsi Daerh
Istimewa Yogyakarta, provinsi Jawa Tengah, dan pulau-pulau di sekitar Sumatera.
Sepanjang tahun 2008-2010 telah terjadi kasus rabies di daerah bebas seperti di
pulau Bali, kabupaten Garut, kabupaten Tasikmalaya, kabupaten Cianjur,
kabupaten/kota Sukabumi, kabupaten Lebak di provinsi Banten, dan kota Gunung
sitolai di pulau Nias (Anonimous, 2010).
Gambar berikut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan PET dari 78,5% pada
tahun 2013 menjadi 79,4% pada tahun 2014
7
Pada tahun 2014 terdapat 42.958 kasus gigitan hewan penularan rabies. Kasus
GHPR paling banyak terjadi di Bali dengan prevalensi 21.161 kasus dengan kasus
meninggal berdasarkan tes Lyssa yang positif rabies adalah satu orang. Diikuti
oleh Nusa Tenggara Timur dengan prevalensi 5.340 kasus GHPR serta Sulawesi
utara dengan prevalensi 3.601 kasus GHPR dengan 22 positif rabies.
Sedangkan pada tahun 2015 terdapat 25 provinsi tertular penyakit rabies dari
34 provinsi di Indonesia (SK Kementerian Pertanian). Sebanyak Sembilan
provinsi lainnya bebas rabies, lima diantaranyaprovinsibebashistoris (Papua,
Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan NTB). Dan empat provinsi
dibebaskan( Jawa Tengah. DI Yoyakarta, JawaTi,urdan DKI Jakarta).
Kasus kematian karena rabies (Lyssa) di tahun 2015 mengalami penurun dari
195 pada tahun 2009 menjadi 118 kasus Lyssa pada tahun 2015. Namun, kasus
GHPR mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi sebesar 80.433 kasus.
8
Pada tahun 2015 terdapat 80.433 kasus GHPR. Kasus GHPR paling banyak
terjadi di Bali yaitu dengan prevalensi 42.630 kasus, diikuti oleh NTT dengan
prevalensi 7.386 kasus. Sedangkan untuk kematian akibat rabies (Lyssa) terdapat
118 kasus. Terjadi paling banyak di Sulawesi Utara sebanyak 28 kasus dan Bali
senyak 15 Kasus.
Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan
dalam pelaksanaannya akan bekerjasama dengan semua instansi. Agar pencegahan
dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman khusus berlandaskan
pada surat keputusan bersama antara menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan
Menteri Dalam Negeri tentang pencegahan dan penanggulangan rabies.
9
pengawasan lalu lintasnya, serta sector Kesehatan untuk penanganan kasus gigitan
pada manusia dan penderita Rabies (Lyssa). Adapun upaya yang telah dilakukan
kementrian kesehatan dalam penanganan rabies di Indonesia adalah menyediakan
vaksin anti rabies (VAR) dan refrigerator, menyediakan media KIE peningkatan
kapasitas pengendalian rabies.
10
tersangka/hewan Rabies atau penderita Rabies) tetapi tidak ada luka, maka tidak
perlu diberikan pengobatan VAR dan SAR. Pada kasus luka risiko rendah dapat
diberikan VAR namun perlu melihat kondisi hewan penggigitnya. Sedangkan pada
kasus luka risiko tinggi harus diberikan VAR dan SAR. Kasus Gigitan Hewan
penular Rabies harus segera ditangani, karena jika tidak segera ditangani setelah
terkena gigitan dan muncul gejala, hal ini sering berakhir fatal dengan kematian.
Menurut WHO dan CDC (Centers for Disease Control and Prevention), sekali
gejala Rabies muncul, hampir pasti kecil peluang penyembuhannya secara
statistik. Maka dari itu, segera cuci luka setelah di gigit hewan penular Rabies
(HPR) dan mendatangi fasilitas kesehatan yang biasa menangani kasus gigitan
HPR sebaiknya jangan tunggu hingga muncul gejala. Belum diketemukan
obat/cara pengobatan untuk penderita Rabies sehingga selalu diakhiri dengan
kematian pada hamper semua penderita Rabies baik manusia maupun hewan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis yang berupa penyakit
viral akut pada Susunan Saraf Pusat dengan gejala berupa kelumpuhan progresif
serta seringkali berakhir dengan kematian.
Pada hewan, khususnya anjing, gejala klinis dapat dikategorikan dalam
beberapa fase yaitu fase prodromal yang berupa demam dan terjadi perubahan
perilaku, selanjutnya memasuki fase eksitasi berupa kegelisahan, respons yang
berlebihan terhadap suara ataupun cahaya dan anjing cenderung menggigit.
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak
dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran
oleh kuku hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-
kukunya.
Prevalensi penyakit rabies di Indonesia yaitu pada tahun 2014 terdapat 25
provinsi tertular rabies dari 34 provinsi di Indonesia. (Kementerian Pertanian).
Sebanyak provinsi lainnya bebas rabies, lima diantaranya provinsi bebas historis
( Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta).
11
Sedangkan pada tahun 2015 terdapat 25 provinsi tertular penyakit rabies dari 34
provinsi di Indonesia (SK Kementerian Pertanian). Sebanyak Sembilan provinsi
lainnya bebas rabies, lima diantaranyaprovinsibebashistoris (Papua, Papua Barat,
Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan NTB). Dan empat provinsi
dibebaskan( Jawa Tengah. DI Yoyakarta, JawaTi,urdan DKI Jakarta).
Pencegahan rabies dapat dilihat langkah-langkah di bawah ini:
1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing,
kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas Rabies.
2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk
tanpa izin ke daearh bebas rabies.
3. Melaksanakan vaksinasi rutin terhadap anjing, kucing dank ear dengan
target khusus 70% populasi anjing yang ada di daerah tertular
3.2 Saran
Penyakit Rabies atau Lyssa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan mematikan
oleh karena itu disarankan agar sebaiknya kita berhati-hati dalam memelihara
hewan yang rentan terhadap penyakit rabies seperti anjing, kucing dll. Jika
terdapat tanda-tanda yang mencurigakan terhadap hewan peliharaan sebaikknya
segera dibawa ke dokter hewan untuk diperiksa. Sebaiknya juga menempatkan
hewan peliharaan dalam kandang dan senantiasa memperhatikan kebersihan
kandang dan sekitarnya. Dan dianjurkan agar melaksanakan vaksinasi rabies
terhadap hewan secara teratur setiap tahun ke Dokter hewan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Utami, s., Sumianto, B. 2010. Identifikasi Virus Rabies PadaAnjing Liar di Kota
Makassar. JurnalSainVeteriner, Vol 28 NO 2:1.2&4
13