Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

Identifikasi Kondisi Kerusakan Tanah

Hasil dan pembahasan dari penelitian ini berupa klasifikasi kerusakan


tanah di kabupaten Pangkep yang termasuk dalam areal kerja efektif.
Penyaringan areal kerja efektif dengan cara melakukan overlay peta kondisi
awal (peta potensi kerusakan tanah) dengan peta RTRW sehingga
didapatkan peta yang memuat informasi area untuk produksi biomassa.
Setelah proses penyaringan areal kerja efektif, maka luas areal menjadi
berkurang karena informasi peta yang akan digunakan hanya pada kawasan
budidaya khusus untuk produksi biomassa yaitu kegiatan pertanian,
perkebunan dan hutan tanaman. Adapun identifikasi kondisi kerusakan tanah
terdiri dari berbagai parameter yaitu (1) potensi kerusakan tanah per
kabupaten, (2) analisa hasil laboratorium tanah dan (3) peta status
kerusakan tanah.

4.1 Potensi Kerusakan Tanah

Potensi kerusakan tanah adalah data berupa peta yang berisi informasi
tentang gambaran kondisi tanah yang berpotensi mengalami kerusakan.
Potensi Kerusakan Tanah dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu curah hujan, jenis
tanah, penggunaan lahan dan lereng. Data yang digunakan pada penelitian
ini adalah data tahun 2016. Hasil overlay menunjukkan bahwa di Kabupaten
Pangkep terdapat 3 kelas potensi kerusakan tanah. Mulai dari potensi
kerusakan tanah rendah, potensi kerusakan tanah sedang, dan potensi
kerusakan tanah tinggi, sedangkan untuk potensi kerusakan tanah sangat
tinggi tidak ada. Luasan untuk masing-masing potensi kerusakan tanah di
Kabupaten Pangkep yaitu potensi kerusakan rendah seluas 14706,79 Ha

1| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
(18,94 %), potensi kerusakan sedang seluas 42365,44 (54,56%), dan potensi
kerusakan tanah tinggi seluas 20578,87 (26,50%).

2| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
Gambar 4.1 Peta potensi kerusakan tanah Kabupaten Pangkep

4.2. ANALISA HASIL LABORATORIUM TANAH


3| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN
Tanah adalah bagian penting dalam menunjang kehidupan
makhluk hidup di muka bumi. Terutama di bidang pertanian, tanah
menjadi faktor terpenting yang menentukan keberhasilan produktivitas
tanaman pertanian. Tanah merupakan media tumbuh tanaman. Apabila
kondisi tanah sudah rusak, maka kesuburannya pun akan berkurang,
sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman pertanian juga menjadi
berkurang atau rendah. Kerusakan tanah dapat dikurangi dengan upaya
konservasi tanah. Konservasi tanah adalah pemeliharaan dan
perlindungan terhadap tanah secara teratur guna mengurangi dan
mencegah kerusakan tanah dengan cara pelestarian.

Faktor pembatas kerusakan tanah dilakukan sesuai dengan tuntutan


perencanaan pembangunan dan perkembangan wilayah yang
memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya lahan atau tanah. Penentuan
faktor pembatas kerusakan tanah dilakukan dengan metode penyesuaian
(matching) berdasarkan interpretasi data baik dari lapangan maupun hasil
analisa contoh tanah sesuai Lampiran Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 150 Tahun 2000 Tanggal 23 Desember 2000 tentang Kriteria
Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Adapun hasil penyesuaian
tersebut disajikan pada Tabel 4.19.

4| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
Tabel 4.1. Hasil Pengamatan, Pengukuran Serta Hasil Analisa sampel Tanah di
Laboratorium Parameter Kerusakan Tanah Wilayah Kabupaten Pangkep.

Nomor Contoh Parameter Ekstrak H2O 1:2,5 Porositas

P
Kode pH Redoks DHL BD PD
Pasir Debu Liat Klas
Urut Pengirim
(%) (%) (%) Tekstur --- --uS
Laboratorium --gr/cm3-- --
mV--- cm-1--
Liat
1 T1 PLG 13 42 45 5,06 92,8 123,5 0,96 2,33 5
Berdebu

2 T2 PRT 4 32 64 Liat 5,11 84,6 148,6 1,01 2,45 5

Lempung
3 T3 ME*(1) 33 32 35 4,7 75,2 96,3 1,3 2,56 4
Berliat

4 T4 AWA*(2) 20 26 54 Liat 4,74 95,2 86,2 1,01 2,41 5

Lempung
5 T5 PGA 30 36 34 5,22 38,4 125,3 1,13 2,33 5
Berliat

6 T6 NYP*(3) 30 38 32 Liat 4,88 85,2 65,8 1,36 2,41 4

Lempung
7 T7 OKI*(4) 13 75 12 5,93 62,1 122,3 1,15 2,74 5
Berliat

Liat
8 T8 TG*(5) 13 45 42 4,83 85,2 86,3 1,49 2,53 4
Berlempung

Lempung
9 T9 SST 3 62 35 Berliat 5,25 65,2 105,3 1,21 2,45 5
Berdebu
Lempung
10 T10 MKS 15 71 14 4,71 98,6 96,3 1,23 2,33 4
berdebu
Lempung
11 T11 BTK*(6) 21 65 14 5,03 63,2 114,2 1,09 2,41 5
berdebu
Lempung
12 T12 PDH 18 64 18 5,25 74,2 104,3 1,44 2,41 4
berdebu
Lempung
13 T13 UPG 60 30 10 6,29 62,2 185,6 1,32 2,41 4
berpasir

5| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
Lempung
14 T14 X*(7) 55 31 14 5,45 70,1 114,3 1,28 2,41 4
berpasir
Lempung
15 T15 LBS 32 35 33 5,1 82,6 125,6 1,14 2,54 5
berliat

6| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
4.3. Penentuan Status Kerusakan Tanah

Penetapan status kerusakan tanah diperoleh dari hasil verifikasi


pengambilan sampel tanah dan analisis sampel tanah di laboratorium. Hasil
analisis tanah setiap parameter dicocokan dengan ambang batas kritis yang
ada. Berdasarkan data ini kemudian dihitung besarnya nilai frekuensi relatif.
Total nilai inilah yang diklasifikasikan menjadi penetapan status kerusakan
tanah. Berikut ini hasil analisis laboratorium dan pengamatan lapangan atas
masing-masing indicator kerusakan tanah.

4.3.1 Ketebalan Solum

Ketebalan solum adalah jarak vertikal dari permukaan tanah sampai ke


lapisan yang membatasi keleluasaan perkembangan sistem perakaran.
Pengukuran ketebalan solum dilakukan secara langsung pada keprasan
tanah yang ada di daerah lokasi titik sampel dengan menggunakan meteran,
mulai dari permukaan tanah sampai ke lapisan pembatas sistem perakaran.
Pengukuran ketebalan solum mengacu pada kebutuhan minimum perakaran
untuk dapat berkembang dengan baik, sehingga akan berdampak terhadap
pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan kondisi
kedalaman solum masuk dalam kategori tidak rusak karena berada di atas
ambang kritis yaitu antara 25 225 cm. ambang kritis untuk ketebalan
solum yaitu < 20 cm

4.3.2 Kebatuan Permukaan

Kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu di permukaan


tanah. Batu adalah semua material kasar yang berukuran diameter > 2 mm.
Kebatuan permukaan memegang peranan yang penting dalam mendukung
kemudahan dalam pengelolaan tanah. Tanah yang memiliki kebatuan tinggi
akan mengakibatkan penurunan jumlah vegetasi, sehingga penutupan lahan

7| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
juga semakin berkurang. Jumlah vegetasi tanaman yang berkurang akan
berdampak terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi biomass. Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian kondisi kebatuan
permukaan masuk dalam kategori tidak rusak karena berada diambang
kritis, namun terdapat dua titik yang melibihi ambang batas yaitu titik 60
dan 61. Nilai kebatuan permukaan pada lokasi penelitian berkisar anatar 1
60 %. Ambang kritis untuk kebatuan permukaan yaitu > 40 %.

4.3.3 Komposisi Fraksi

Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari pasir kuarsitik


(50 2.000 m) dengan debu dan lempung (< 50 m). Tanah tidak dapat
menyimpan air saat kandungan pasir kuarsanya > 80 %. Komposisi fraksi
pasir memegang peran penting dalam menentukan tata air dalam tanah
yang berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan mengikat air
oleh tanah. Komposisi pasir yang makin meningkat kecepatan infiltrasi,
tetapi mengurangi kemampuan mengikat air dan aliran permukaan (Suripin,
2011). Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat
menentukan kemampuan tanah dalam menyimpan dan menghantarkan air,
menyimpan dan menyediakan hara bagi tanaman.

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa semua wilayah tidak


masuk dalam kategori rusak karena nilai komposisi fraksinya berada di atas
ambang kritis. Hal ini menunukkan bahwa Fraksi koloid (klei) yang tinggi
lebih besar dari 18% dan kandungan pasir yang kurang dari 80% sehingga
berdasarkan komposisi fraksi tidak ada pengaruh terhadap kerusakan tanah.
Ambang kritis untuk komposisi fraksi < 18 % koloid ; > 80 % pasir.

8| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
80

70

60

50
Pasir (%)
40 Debu (%)
Liat (%)
30

20

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gambar. 4.2. Grafik Komposisi Fraksi Hasil Uji Laboratorium

4.3.4. Berat Volume

Berat Volume (BV) atau kerapatan lindak (bulk density) adalah perbandingan
antara massa total tanah dengan volume total tanah. Berat isi merupakan
indikator tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman untuk
menembus tanah. Menurut Sutanto (2005) menyatakan bahwa berat isi
tanag sangat dipengaruhi oleh tekstur dan bahan organik. Hasil analisis
laboratorium menunjukkan bahwa kondisi berat volume masuk dalam
kategori tidak rusak, karena berada di bawah ambang kritis. Ambang kritis
untuk berat volume (BV) yaitu > 1,4 gr/cm3.

4.3.5. Porositas

Porositas total tanah adalah persentasi ruang pori yang ada dalam
tanah terhadap volume tanah (PMNLH, 2006). Porositas akan menentukan
kemampuan tanah untuk meloloskan air serta kemampuan tanah untuk
menyimpan air dan hara. Volume pori tanah menurut peranannya dalam
menahan air dapat dibedakan menjadi pori makro dan mikro. Ketersediaan

9| PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
air akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman
(Solichatun, 2005)

Pori makro tidak dapat menahan air, karena air akan diloloskan ke bawah
oleh gaya gravitasi. Pori mikro merupakan pori yang berukuran kecil dengan
membentuk pipa kapiler dan mampu menahan air, sehingga air tersedia bagi
tanaman. Porositas ini sangat dipengaruhi ukuran butiran tanah, bahan
organik, bentuk ukuran dan struktur tanah. Hasil analisis laboratorium
menunjukkan bahwa kondisi porositas total tanah tidak ada yang rusak.
Ambang kritis untuk porositas total yaitu < 30 % ; > 70 %.

Porositas
60

50

40 Porositas

30

20

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gambar. 4.3. Grafik Komposisi Porositas Hasil Uji Laboratorium

4.3.6. Permeabilitas

Permeabilitas tanah adalah kecepatan air melewati tubuh tanah secara


vertical dengan satuan cm/jam. Pelolosan air yang terlalu rendah akan
menyebabkan aliran permukaan besar yang berdampak pada peningkatan
erosi. Pelolosan air yang tinggi akan menyebabkan kemampuan tanah untuk
menyimpan air dan hara menjadi rendah. Hasil analisis laboratorium

10 |PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
menunjukkan bahwa tidak ada masuk kategori rusak. Ambang kritis untuk
permeabilitas yaitu yaitu < 0,7 cm/jam ; > 8,0 cm/jam.

4.3.7. pH Tanah

pH adalah keasaman tanah yang dicerminkan oleh konsentrasi H+


dalam tanah. Nilai pH menjadi bermasalah jika pH < 4.5 atau > 8.5, untuk
tanah di lahan kering. pH tanah memiliki peranan yang penting dalam hal 1)
Menentukan mudah tidaknya unsure hara diserap oleh tanaman, 2)
menunjukkan kemungkinan adanya hara yang meracun dan 3)
mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Hasil analisis
laboratorium menunjukkan bahwa nilai pH tergolong kategori tidak rusak
karena semua wilayah berada di luar ambang kritis, sehingga masuk tanah
tidak rusak. Ambang kritis untuk pH tanah yaitu < 4,5 ; > 8,5.

pH
7

5
pH
4

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gambar. 4.4. Grafik Komposisi pH Hasil Uji Laboratorium

4.3.8. Daya Hantar Listrik


11 |PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN
Daya Hantar Listrik (DHL) adalah sifat menghantarkan listrik air. Air
yang banyak mengandung garam akan mempunyai DHL yang tinggi. Daya
Hantar Listrik (DHL) akan berpengaruh terhadap kandungan garam yang ada
di dalam tanah. Semakin rendah nilai DHL maka kandungan garam di dalam
tanah akan rendah. Garam mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya
melalui : a) keracunan yang diakibatkan penyerapan unsure penyusun garam
secara berlebihan, b) penurunan penyerapan air yang dikenal sebagai
cekaman air, c) penurunan dalam penyerapan unsure hara yang penting
bagi tanaman (FAO, 2005). Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa
kondisi DHL masuk kategori tidak rusak karena nilainya semua berada
dibawah ambang kritis. Ambang kritis untuk daya hantar listrik yaitu > 4,0
mS/cm.

DHL
200
180
160
140
DHL
120
100
80
60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gambar. 4.5. Grafik Komposisi DHL Hasil Uji Laboratorium

4.3.9 Reaksi Reduksi dan Oksidasi

12 |PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
Nilai redoks adalah suasana oksidasi-reduksi tanah yang berkaitan
dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan oksigen di dalam tanah. Nilai Eh
> 200 mV berarti suasana tanah oksidatif (tanah di lahan kering). Fungsi
nitrogen yang paling menyolok adalah dorongan pertumbuhan vegetatif di
atas tanah, pertumbuhan ini tidak dapat berlangsung kecuali dengan adanya
cukup banyak fosfor, kalium dan unsure-unsur utama lainnya yang tersedia.
Persediaan yang cukup dari nitrogen yang dapat digunakan selama
kehidupan awal tanaman mungkin merangsang pertumbuhan dan
menghasilkan kedewasaan yang lebih awal (Fahmi dan Hanudin, 2008). Hasil
analisis menunjukkan bahwa reaksi oksidasi dan reduksi tidak masuk dalam
kategori rusak karena berada dalam ambang kritis yaitu nilai reaksi reduksi
dan oksidasi yaitu < 200 mV.

Redoks
120

100

80 Redoks

60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gambar. 4.6. Grafik Komposisi Redoks Hasil Uji Laboratorium

4.3.10 Jumlah Mikroba Tanah

Jumlah mikroba tanah adalah total populasi mikroba di dalam tanah yang
diukur dengan colony counter. Jumlah mikroba normal pada umumnya
adalah 107 cfu/g tanah. Mikroba tanah yang berkumpul di dekat perakaran
13 |PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN
tanaman (rhizosfer) yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan tudung
akar sebagai sumber makanan mikroba tanah. Populasi mikroba disekitar
rhizosfer didominasi oleh mikroba yang menguntungkan tanaman, maka
akan memperoleh manfaat untuk pertumbuhan dan perkembangannnya
(Setiawati, 2006). Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah mikroba tidak
masuk kategori rusak karena jumlahnya melimpah jauh diatas ambang kritis
yaitu 105 - 106. Ambang kritis jumlah mikroba < 102 cfu/gram.

Jumlah Mikroba
450000
400000
350000
300000 Jumlah Mikroba
250000
200000
150000
100000
50000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gambar. 4.7. Grafik Komposisi Jumlah Mikroba Hasil Uji Laboratorium

14 |PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
Tabel 4.1. Rekapitulasi Evaluasi Status Kerusakan Tanah

kebatua Jumla
No Ketebal Komp. Porosit Perm
n pH Redok h
samp an Fraksi BV as eabili DHL
permuka (H20) s Mikrob t
el solum Pasir Total tas
an a

1 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

4 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

5 1 0 0 0 0 0 0 0 4 0

6 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

7 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

8 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

9 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

10 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

11 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

12 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

13 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

14 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

15 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

15 |PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
4.4. Peta status kerusakan tanah

Peta status kerusakan tanah merupakan output akhir yang berisi


informasi tentang status, sebaran dan luasan kerusakan tanah pada wilayah
yang dipetakan. Penetapan status kerusakan tanah diperoleh dari hasil
verifikasi pengambilan sampel tanah dan analisis sampel tanah di
laboratorium. Hasil analisis tanah setiap parameter dicocokan dengan
ambang batas kritis yang ada. Berdasarkan data ini kemudian dihitung
besarnya nilai frekuensi relatif. Total nilai inilah yang diklasifikasikan menjadi
penetapan status kerusakan tanah. Sebaran spasial status kerusakan tanah
dapat dilihat pada gambar 4.9. Luas total status kerusakan tanah di
kabupaten Pangkep untuk survey tahun 2016 seluas 61.026,41 Ha yang
hanya terdiri dari satu kelas status kerusakan tanah yaitu status kerusakan
tanah rusak ringan dapat dilihat pada gambar 4.2.

Tabel 4.2 Status Kerusakan Tanah dan Faktor Pembatas serta luasannya di
Kabupaten Pangkep

Keterangan Luas

No Simbol Status
Kerusaka Pemabata
n Tanah s titik Ha %
Rusak Redoks, 1, 2, 3, 61.026,41
Ringan ketebalan 4, 5, 6,
solum 7, 8, 9,
10, 11,
12, 13,
1 R.I-r,f 14, 15 100

16 |PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN


KEPULAUAN
Ga
mbar 4.2. Peta Kerusakan Tanah Kabupaten Pangkep
17 |PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN

Anda mungkin juga menyukai