Anda di halaman 1dari 11

Nama : Indah Lanovia Farkhani

NPM : 137100011

Malaria Dalam Kehamilan

Ny. A datang ke Puskesmas pukul 10.00 tanggal 7 Mei 2015 untuk memeriksakan

kehamilannya, mengeluh panas dingin 3 hari, badan ngilu, HPHT 3 Maret 2015, dari

hasil pemeriksaan test darah dinyatakan bahwa Ny. A positif Malaria ( RDT + ).

Pembahasan

Interaksi antara Malaria dengan Kehamilan

Malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling

mempengaruhi. Perubahan fisiologis dalam kehamilan kehamilan dan perubahan

patologis akibat malaria mempunyai efek sinergis terhadap kondisi masing-masing,

sehingga semakin menambah masalah baik bagi ibu hamil, janinnya maupun dokter

yang menanganinya. P. falciparumdapat menyebabkan keadaan yang memburuk dan

dramatis untuk ibu hamil. Primigravida umumnya paling mudah terpengaruh oleh

malaria, berupa anemia, demam, hipoglikemia, malaria serebral, edema pulmonar,

sepsis puerperalis dan kematian akibat malaria berat dan hemoragis. Masalah pada

bayi baru lahir adalah berat lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin terhambat,

infeksi malaria dan kematian.


Tabel l. Malaria dalam Kehamilan: Masalah yang berlipat ganda

Lebih sering Malaria lebih sering terjadi dalam kehamilan daripada populasi

terjadi umum. Penyebabnya kemungkinan karena adanya imunosupresi

dan hilangnya acquired immun selama kehamilan


Gejala lebih Atipik Dalam kehamilan, malaria cenderung menampakkan gejala atipik

yang mungkin disebabkan adanya perubahan hormonal,

imunologis dan hematologis selama kehamilan.


Lebih Berat Disebabkan perubahan hormonal dan imunologis koloni parasit

cenderung membesar 10 kali lilpat sehingga semua

komplikasiP.falciparum lebih sering terjadi selama kehamilan.


Lebih Fatal P.falciparum malaria dalam kehamilan cenderung lebih berat,

dengan tingkat infeksius l3% lebih tinggi daripada saat tidak hamil
Terapi harus Sejumlah anti malaria merupakan kontra indikasi diberikan saat

selektif hamil dan seringkali menimbulkan efek samping yang berat. Oleh

karena itu terapinya sering sulit, terutama infeksi malaria berat

yang disebabkan P. falciparum.


Masalah lain Penanganan komplikasi malaria sering sulit karena pengaruh

perubahan fisiologis selama kehamilan. Harus dilakukan

pengawasan ketat terhadap pemberian cairan, kontrol suhu

dll. Keputusan untuk terminasi kehamilan juga sering dipersulit

oleh risiko kematian janin, pertumbuhan janin terhambat dan

ancaman persalinan prematur.

Patofisiologi

Patofisiologi malaria dalam kehamilan sangat dipengaruhi oleh perubahan

sistem imunologis oleh adanya organ baru yaitu plasenta. Terjadi penurunan sistem
imunitas didapat yang dramatis selama kehamilan, terutama pada nulipara. (Efek

imunitas antimalaria ditransfer kepada janin)

Terdapat sejumlah hipotesa yang menjelaskan patofisiologi malaria dalam

kehamilan, yaitu:

Hipotesis l:

Hilangnya kekebalan antimalaria secara konsisten berhubungan dengan

terjadinya imunosupresi selama kehamilan misalnya: penurunan respon

limfoproliferatif, peningkatan level kortisol serum. Hal ini dikondisikan untuk

mencegah penolakan terhadap janin. Akan tetapi, kejadian ini tidak menurunkan

reaksi imunologis pada ibu multigravida yang pernah menderita malaria.

Hipotesis -2:

Apakah yang hilang adalah cell mediated immunity saja, atau transfer

antibodi mediated immunity secara pasif juga terganggu sehingga ibu hamil mudah

terkena malaria?

Hipotesis -3: plasenta adalah organ yang baru bagi seorang primigravida sehingga

memungkinan adanya imunitas host yang langsung menerobos atau adanya zat

tertentu pada plasenta yang memudahkan P. falciparum untuk memperbanyak diri.

Peran plasenta, suatu organ baru saat hamil:

P. falciparum mempunyai kemampuan unik untuk melakukan cytoadhesion dan

adhesion molecules spesifik terhadap CD 36 dan intercellular adhesion molecul-


l yang mungkin terlibat dalam proses infeksi malaria yang berat pada anak dan

wanita dewasa yang tidak hamil. Chondroitin sulfat A diketahui merupakan molekul

perekat untuk membantu melekatnya parasit ke sel.

Gejala klinik

Selama kehamilan lebih dari setengah kasus malaria bermanifestasi atipik/tidak khas.

Demam

Pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam pola demam, mulai dari afebris,

demam tidak terlalu tinggi yang terus menerus hingga hiperpireksia. Pada trimester

kedua kehamilan gambaran atipik lebih sering terjadi karena proses imunosupresi.

Anemia

Di negara berkembang, yang merupakan endemis malaria, anemia merupakan gejala

yang sering ditemukan selama kehammilan. Penyebab utama anemia adalah

malnutrisi dan kecacingan. Dalam kondisi seperti ini, malaria akan menambah berat

anemia. Malaria bisa bermanifestasi sebagai anemia, sehingga semua kasus anemia

harus diperiksa kemungkinan malaria. Anemia merupakan gambaran klinik yang

sering ditemukan pada pasien multigravida dengan imunitas parsial yang hidup di

daerah hiperendemis.

Splenomegali
Pembesaran limpa bisa terjadi , dan menghilang pada trimester dua

kehamilan. Bahkan splenomegali yang menetap sebelum hamil bisa mengecil

selama kehamilan.

Komplikasi:

Komplikasi cenderung lebih sering dan lebih berat selama kehamilan. Komplikasi

yang sering timbul dalam kehamilan adalah edema paru, hipoglikemia dan

anemia. Komplikasi yang lebih jarang adalah kejang, penurunan kesadaran, koma,

muntaber dan lain-lain.

Komplikasi malaria dalam kehamilan

Anemia :

Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk anemia. Hal ini disebabkan:

1. Hemolisis eritrosit yang diserang parasit

2. Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil

3. Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.

Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara usia

kehamilan 16-29 minggu. Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat

memperberat anemia ini.

Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas

maternal. Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca salin.

Anemia yang signifikan (Hb <7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi

darah. Sebaiknya diberikan packed red cells daripada whole blood untuk

mengurangi tambahan volume intravaskuler. Transfusi yang terlalu cepat, khususnya

whole blood dapat menyebabkan edema paru.


Edema paru akut

Edema paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih sering terjadi pada

wanita hamil daripada wanita tidak hamil. Keadaan ini bisa ditemukan saat pasien

datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan. Kejadiannya lebih

sering pada trimester 2 dan 3.

Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan

adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat

meningkatkan risiko mortalitas.

Hipoglikemia

Keadaan ini juga anehnya merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi

dalam kehamilan. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia

adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi

parasit

2. Sebagai respon terhadap starvasi/kelaparan

3. Peningkatkan respon pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi

(misalnya guinine) menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.

Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik dan dapat

luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi

malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll. Akan tetapi sebagian pasien

dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan kesadaran,

pingsan dan lain-lain yang hampir menyerupai gejala malaria serebral. Oleh karena

itu semua wanita hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang
mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam

sekali. Hipoglikemia juga bisa rekuren sehingga monitor kadar gula darah harus

konstan dilakukan.

Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan laktat asidosis dan

pada keadaan seperti ini risiko mortalitas akan sangat meningkat. Hipoglikemia

maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-tanda yang spesifik.

Imunosupresi

Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi

menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat

menekan respon imun.

Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis imunoglobulin.

Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah penyebab imunosupresi dalam

kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas didapat terhadap

malaria sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria. Infeksi malaria yang

diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi. Pasien juga lebih sering

mengalami demam paroksismal dan relaps.

Infeksi sekunder (Infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan pneumonia

algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena

imunosupresi ini.

Risiko Terhadap Janin

Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin. Tingginya demam,

insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat


menimbulkan efek buruk terhadap janin. Baik malaria P. vivax dan P.

falciparum dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P.

falciparum lebih serius.(Dilaporkan insidensinya mortalitasnya l5,7% vs

33%) Akibatnya dapat terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin

dalam rahim, insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer),

berat badan lahir rendah dan gawat janin. Selain itu penyebaran infeksi secara

transplasental ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital.

Malaria kongenital

Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5%

kehamilan. Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta

dapat melindungi janin dari keadaan ini. Akan tetapi pada populasi non imun dapat

terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria. Kadar quinine

plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga

kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin. Keempat

spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang lebih sering

adalah P. malariae. Neonatus dapat menunjukan adanya demam, iritabilitas, masalah

minum, hepatosplenomegali, anemia, ikterus dll. Diagnosis dapat ditegakkan dengan

melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan di tumit, kapan saja

dalam satu minggu pascanatal. Diferensial diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh,

infeksi CMV, Herpes, Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.

Pregnancy malaria dan intensitas transmisinya

Manifestasi klinik malaria dalam kehamilan berbeda antara daerah dengan

transmisi rendah dengan transmisi tinggi karena berbedanya tingkat imunitas. Pada
daerah endemik, imunitas yang didapat tinggi sehingga mortalitas jarang terjadi,

sering asimtomatik dan juga jarang terjadi parasitemia. Sekuestrasi plasmodium di

plasenta dan terjadi plasenta malaria, sedangkan hasil pemeriksaan plasmodium di

darah tepi seringkali negatif. Parasitemia yang berat terjadi terutama pada trimester

2 dan 3, anemia dan gangguan integritas plasenta meyebabkan berkurangnya

hantaran nutrisi ke janin sehingga menyebabkan berat lahir rendah, abortus, kematian

janin dalam rahim, persalinan prematur dan semakin meningkatnya morbiditas dan

mortalitas pada janin. Masalah ini lebih sering terjadi pada kehamilan pertama dan

kedua karena kadar parasitemia akan menurun pada kehamilan2 berikutnya. Strategi

penanganan malaria pada ibu hamil di area dengan transmisi tinggi adalah terapi

intermiten dan pemakaian kelambu berinsektisida.

Di daerah dengan transmisi rendah, masalahnya sangat berbeda. Risiko

malaria dalam kehamilan lebih tinggi dan dapat menyebabkan kematian maternal

serta abortus spontan pada >60% kasus. Berat lahir rendah dapat terjadi walaupun

telah diterapi; namun malaria yang asimtomatik jarang terjadi. Strategi

penanganannya adalah pencegahan dengan kemoprofilaksis, deteksi dini dan

pengobatan yang adekuat.

Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan

Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam

kehamilan, yaitu:

1. Pengobatan malaria

2. Penanganan komplikasi

3. Penanganan proses persalinan


Terapi Malaria

Terapi malaria dalam kehamilan harus energetik, antisipatif dan seksama(careful)

Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik memperlakukan semua kasus

sebagai kasus malaria falciparum, dan memeriksa tingkat keparahan penyakit dengan

melihat keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu, hemoglobin, hitung

parasit, SGPT, bilirubin dan kreatinin serum serta glukosa darah.

Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk dan menunjukkan

komplikasi yang dramatik. Oleh karena itu harus dilakukan monitoring ketat serta

me nilai kemungkinan timbulnya komplikasi pada setiap pemeriksaan/visite rutin.

Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamiklan menimbulkan masalah yang

khusus dalam penanganan malaria. Selain itu, sejumlah obat anti malaria merupakan

kontraindikasi untuk kehamilan atau dapat menimbulkan efek samping yang

berat. Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat memberikan terapi

pada pasien-pasien malaria dengan kehamilan.

Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit dan pola

sensitivitas di daerah tersebut (terapi empiris)

Hindari obat yang menjadi kontra indikasi

Hindari kelebihan/kekurangan dosis obat

Hindari pemberian cairan yang berlebihan/kurang.

Pertahankan asupan kalori yang adekuat.

Antimalaria dalam kehamilan

Semua trimester : quinine: Artesunate/artemether/arteether


Trimester dua : mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine

Trimester tiga : sama dengan trimester 2

Kontraindikasi : primaquine; tetracycline; doxycycline; halofantrine

Anda mungkin juga menyukai