Anda di halaman 1dari 2

Sudah hampir setengah jam aku berdiri di sini menggenggam surat berwarna

merah muda bertuliskan alamat dan nama lengkapku, aku terkejut saat
mengambilnya dari kotak surat yang ada dihalaman rumahku. Sudah hampir
setahun yang lalu kamu harus pergi tanpa aku tahu kapan kamu akan kembali.
Maafkan aku lancang memanggilmu dengan sebutan kamu. Apalah aku ini
dihadapanmu, tidak lebih dari seseorang yang kamu lupakan disaat saat terakhir
itu.
Kurang lebih setahun lalu kamu membuat ku mengucap janji untuk tidak lagi
mencarimu setelah kamu pergi, tepat setelah kamu bilang bahwa aku tidak bisa
menemuimu esok hari. Walaupun kamu mengatakannya sambil tersenyum.
Apakah kamu tahu apa yang begitu menyakitkan dari sebuah janji ? Adalah saat
dimana kamu tidak bisa mengingkarinya.
Aku sudah sangat lelah berkelahi dengan hati kecilku yang meminta untuk
mengingkari janji itu, aku sudah bosan berargumen dengan pikiranku sendiri
bahwa mengingkari janjimu bukanlah satu kesalahan yang besar dihidupku.
Kamu memang orang yang bisa membuat orang yang keras kepala ini untuk
berjanji. Melingkarkan kelingking satu sama lain.
Tapi sejak kurang lebih dua hari lalu, aku ingin mengingkari janji yang pernah
kita buat. Aku ingin jadi pengecut yang tidak bisa menepati janji. Aku ingin
menjadi seorang pecundang yang mengingkari janji. Tapi apalah dayaku, aku
hanya mampu memandangi surat darimu, yang entah dari kapan hari kamu
menuliskannya untukku. Aku hanya berani memandangnya, aku bisa saja
membakarnya tapi aku tidak bisa karena kamu tahu betul bahwa setiap surat
yang dikirim selalu membawa pesan khusus untuk orang yang dituju. Dan aku
satu-satunya orang yang kamu kenal, yang sangat menghargai sepucuk surat.
Entah itu dari siapapun.
Berat rasanya untuk mengembalikan surat yang bahkan masih rapih ini
kepadamu. Tapi lebih berat lagi jika aku terus terusan menyimpannya tapi tidak
punya nyali untuk membacanya. Meskipun hanya selembar kertas berisi
beberapa paragraf yang kamu tulis untukku pun jika kubaca dan lalu kubalas,
kamu tidak akan pernah membalasnya. Tidak akan.
Butuh waktu untuk menjadi pemberani hari ini. Berdiri didepanmu.
Memandangmu yang sedang tersenyum. Sembari aku meneguhkan niatku untuk
mengembalikan surat yang kamu kirim kepadaku satu tahun yang lalu.
Aku kembalikan surat yang kamu tulis dan setangkai bunga matahari, bunga
kesukaan kamu.
Laki laki itu pergi setelah meletakkan sebuah surat berwarna merah jambu dan
setangkai bunga matahari diatas batu pualam berwarna krem bertuliskan nama
dan terselip foto seseorang yang tersenyum.

***
Untuk Arman,
Halo, apa kabar ?
Maafkan aku yang tiba tiba mengirimkan surat kepadamu, ini karena aku tidak
bisa berbohong kepada diriku sendiri. Terakhir aku bilang padamu bahwa aku
tidak akan kembali bukan ? memang benar, karena aku tidak punya kuasa untuk
kembali. Itu diluar kekuasaanku.
Maafkan aku, aku selalu berbohong akhir akhir ini. Aku berkata aku tidak ingat
kepadamu, lupa siapa kamu, bahkan aku pernah menyuruhmu pergi dengan
tidak sopan. Asal kamu tahu setelah orang tua ku aku hanya mengingat
wajahmu. Aku tidak bisa berbuat apa apa diantara selang kecil yang masuk
melalui hidungku untuk membantuku bernafas dan bunyi kedipan layar monitor
disebelah ranjangku.
Maafkan aku, untuk hari hari dimana kamu harus terpaksa bercerita dari awal
kita bertemu hanya membuatku mengingat siapa dirimu. Karena sebenarnya aku
sangat menyukai saat kamu bercerita bagaimana aku bisa mengenalmu. Aku
tidak pernah bisa melupakan hari dimana kita bertemu, itu sangat konyol.
Dan saat hari itu tiba aku tidak bisa berbuat sesuatu selain berbohong padamu.
Aku berbohong aku akan pergi sesuatu tempat untuk sementara. Nyatanya
selamanya.
Arman terimakasih,
untuk pertemuan yang aku sendiri tidak menyangka akan menjadi seperti ini.
Untuk semua waktu yang pernah kamu berikan disela sela waktu sibukmu.
Untuk 100 bunga matahari.
Untuk 100 surat berwarna biru, kamu selalu bilang warna biru itu
menggambarkan langit, yang disetiap kepingan langit ada harapan dari doa dia
manusia dibumi.
Untuk sudah menjadi teman, sahabat baik meskipun aku bukan seorang yang
menyenangkan untuk dijadikan sahabat.
Dan untuk janjimu yang sedang kau tepati.
Terimakasih Arman.

Salam, Mara.

Anda mungkin juga menyukai