Anda di halaman 1dari 30

KESEHATAN REMAJA DI INDONESIA

10.09.2013

Objektif

1. Mengetahui masalah kesehatan remaja di Indonesia.

2. Mengetahui program-program penanganan masalah remaja di Indonesia.

Sehat adalah keadaan sejahtera seutuhnya baik secara fisis, jiwa maupun sosial, bukan
hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Remaja merupakan kelompok masyarakat
yang hampir selalu diasumsikan dalam keadaan sehat. Padahal banyak remaja yang
meninggal sebelum waktunya akibat kecelakaan, percobaan bunuh diri, kekerasan,
kehamilan yang mengalami komplikasi dan penyakit lainnya yang sebenarnya bisa
dicegah atau diobati. Banyak juga penyakit serius akibat perilaku yang dimulai sejak
masa remaja contohnya merokok, penyakit menular seksual, penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), Human Immunodeficiency Virus -
Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS), kurang gizi, dan kurang berolahraga.
Semua ini, yang akan mencetuskan penyakit atau kematian pada usia muda.

Pada masa remaja terjadi perubahan baik fisis maupun psikis yang menyebabkan
remaja dalam kondisi rawan pada proses pertumbuhan dan perkembangannya. Masa ini
merupakan masa terjadinya proses awal pematangan organ reproduksi dan perubahan
hormonal yang nyata. Remaja menghadapi berbagai masalah yang kompleks terkait
dengan perubahan fisis, kecukupan gizi, perkembangan psikososial, emosi dan
kecerdasan yang akhirnya menimbulkan konflik dalam dirinya yang kemudian
memengaruhi kesehatannya. Remaja yang mengalami gangguan kesehatan berupaya
untuk melakukan reaksi menarik diri karena alasan-alasan tersebut. Pencegahan
terhadap terjadinya gangguan kesehatan pada remaja memerlukan pengertian dan
perhatian dari lingkungan baik orangtua, guru, teman sebayanya, dan juga pihak terkait
agar mereka dapat melalui masa transisi dari kanak menjadi dewasa dengan baik.

Siapakah yang termasuk dalam kelompok remaja?

Remaja dimengerti sebagai individu yang berada pada masa peralihan dari masa kanak
ke masa dewasa. Peralihan ini disebut sebagai fase pematangan (pubertas), yang
ditandai dengan perubahan fisis, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Pada masa
pubertas, hormon yang berhubungan dengan pertumbuhan aktif diproduksi, dan
menjadikan remaja memiliki kemampuan reproduksi. Perkembangan psikologis
ditunjukkan dengan kemampuan berpikir secara logis dan abstrak sehingga mampu
berpikir secara multi-dimensi. Emosi pada masa remaja cenderung tidak stabil, sering
berubah, dan tak menentu. Remaja berupaya melepaskan ketergantungan sosial-
ekonomi, menjadi relatif lebih mandiri. Masa remaja merupakan periode krisis dalam
upaya mencari identitas dirinya.

Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum mampu menguasai fungsi fisis dan psikisnya
secara optimal, remaja termasuk golongan anak. Untuk hal ini, remaja dikelompokkan
menurut rentang usia sesuai dengan sasaran pelayanan kesehatan anak. Disesuaikan
dengan konvensi tentang hak-hak anak dan UU RI no. 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, remaja berusia antara 10-18 tahun.

Mengapa perlu memperhatikan kesehatan remaja?

Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dari aspek fisis, emosi, intelektual, dan
sosial pada masa remaja merupakan pola karakteristik yang ditunjukkan dengan rasa
keingintahuan yang besar, keinginan untuk bereksperimen, berpetualang, dan mencoba
bermacam tantangan, selain cenderung berani mengambil risiko tanpa pertimbangan
matang terlebih dahulu. Ketersediaan akan akses terhadap informasi yang baik dan
akurat, serta pengetahuan untuk memenuhi keingintahuan mempengaruhi keterampilan
remaja dalam mengambil keputusan untuk berperilaku. Remaja akan menjalani perilaku
berisiko, bila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat dan
selanjutnya menerima akibat yang harus ditanggung seumur hidupnya dalam berbagai
bentuk masalah kesehatan fisis dan psikososial.

Beberapa alasan mengapa program kesehatan remaja ini perlu diperhatikan antara lain
disebabkan:

1. Jumlah remaja di Indonesia lebih kurang 20% dari populasi;

2. Remaja merupakan aset sekaligus investasi generasi mendatang;

3. Upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia;

4. Untuk melindungi sumber daya manusia potensial.

Bagaimana keadaan kesehatan remaja di Indonesia?

Remaja menghadapi masalah kesehatan yang kompleks, walaupun selama ini


diasumsikan sebagai kelompok yang sehat. Dari beberapa survei diketahui besaran
masalah remaja, sebagaimana ditunjukkan oleh data berikut: survei demografi dan
kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan 17% perempuan yang saat ini
berusia 45-49, menikah pada usia 15 tahun; Sementara itu, terdapat peningkatan secara
substansial pada usia perempuan pertama kali menikah. Perempuan usia 30-34 tahun
yang menikah pada usia 15 tahun sebesar 9%, sedangkan perempuan usia 20-24 tahun
yang menikah pada usia 15 tahun sebesar 4% (BPS and Macro International, 2008).

Menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, persentase
perempuan dan lelaki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun merupakan :

Perokok aktif hingga saat ini: Perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%.

Mantan peminum alkohol: Perempuan: 1,7%; dan lelaki: 15,6%.

Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %.

Lelaki pengguna obat dengan cara dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan 1,3%.

Perempuan pertama kali pacaran pada usia <12 tahun: 5,5%; pada yusia 12-14
tahun: 22,6%; usia 15-17 tahun: 39,5%; usia 18-19 tahun: 3,2%. Melakukan petting
pada saat pacaran: 6,5%.

Lelaki pertama kali pacaran pada usia <12 tahun: 5,0%; usia 12-14 ytahun:
18,6%; usia 15-17 tahun: 36,9%; usia 18-19 tahun: 3,2%. Melakukan petting saat
pacaran: 19,2%.

Pengalaman seksual pada perempuan: 1,3%; lelaki: 3,7%.y

Lelaki yang memiliki pengalaman seks untuk pertama kali pada usia: <15 tahun:
1,0%; usia 16 tahun : 0,8%; usia 17 tahun: 1,2%; usia 18 tahun: 0,5%; usia 19
tahun: 0,1%.

Alasan melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum menikah ypada


remaja berusia 15-24 tahun ialah: Untuk perempuan alasan tertinggi adalah karena
terjadi begitu saja (38,4%); dipaksa oleh pasangannya (21,2%). Sedangkan pada
lelaki, alasan tertinggi ialah karena ingin tahu (51,3%); karena terjadi begitu saja
(25,8%).

Delapan puluh empat orang (1%) dari responden pernah mengalami KTD, 60%
di antaranya mengalami atau melakukan aborsi.

Kasus AIDS sampai dengan 31 Maret 2009 dilaporkan melalui laporan triwulan
Direktorat jendral pengendalian penyakit dan pengendalian lingkungan (Ditjen P2PL),
sebagai berikut:

Persentase kumulatif kasus AIDS berdasarkan:


Cara penularan: pengguna jarum suntik: 42%; heteroseksual: 48,4%;
yhomoseksual: 3,7%.

Kelompok usia: 15-19 tahun: 3,08%; 20-29 tahun: 50,5%.

Provinsi dengan jumlah pasien AIDS terbanyak pada pengguna napza ysuntik
adalah Jawa Barat, sebanyak 2.366 orang.

Persentase kasus AIDS pada pengguna napza suntik di Indonesia yberdasarkan


jenis kelamin, yaitu: lelaki: 91,8%; perempuan: 7,5%; tidak diketahui: 0,7%.

Persentase kumulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di yIndonesia


berdasarkan golongan usia, yaitu: 15-19 tahun: 1,7%; dan 20-29 tahun: 64,7%.

Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007:

Secara nasional persentase kebiasaan merokok penduduk Indonesia berumur


>10 tahun sebesar 23,7%, lelaki 46,8%; dan perempuan: 3 %. Jika kebiasaan
merokok ini dibagi menurut karakteristik usia responden, didapatkan data bahwa
pada usia 10-14 tahun: 0,7%; usia 15-24 tahun: 17,3%.

Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut


karakteristik responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan, yaitu:

1. Umur 5-14 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,2%; diabetes mellitus: 0%; tumor 1,0%.

2. Umur 15-24 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,3%; diabetes mellitus: 0,1%; tumor:
2,4%.

3. Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut


karakteristik responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau dengan
gejala:

4. Umur 5-14 tahun: asma: 2%, jantung: 2,2%, diabetes mellitus: 0%.

5. Umur 15-24 tahun: asma 2,2%, jantung: 4,8%, diabetes mellitus: 0,4%.

Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke


atas (berdasarkan self reporting questionnaire-20) menurut karakteristik responden
15-24 tahun adalah: 8,7%

Prevalensi anemi menurut kelompok umur 5-14 tahun: 9,4%; 15-24 tahun: 6,9%.
Prevalensi cedera dan penyebab cedera menurut karakteristik yresponden usia
5-14 tahun: cedera akibat terjatuh: 78,4%; usia 15-24 tahun: cedera akibat terjatuh
47,9%.

Prevalensi jenis cedera menurut karakteristik responden berusia 5-14 tahun: luka
lecet 62,5%; usia 15-24 tahun: luka lecet 57,8%.

Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk berusia 10 tahun ymenurut


karakteristik usia: 10-14 tahun: 66,9%; 15-24 tahun: 52%. Sedangkan jika dilihat
berdasarkan jenis kelamin lelaki: 41,4%; dan perempuan: 54,5%.

Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan oleh data di atas merupakan
hasil akhir dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral
yang dianut, serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang turut memengaruhi. Sebagai
contoh bagaimana SPN akan menyebabkan kehamilan dan persalinan dengan
komplikasi, bayi yang dilahirkan dengan komplikasi, atau mengakibatkan KTD yang
dapat menimbulkan kejadian aborsi yang menyebabkan kematian. Demikian halnya
dengan penyalahgunaan napza yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi HIV yang
selanjutnya menjadi AIDS dan akhirnya mengakibatkan kematian. Secara tidak langsung
masalah kesehatan remaja tersebut turut menghambat laju pembangunan manusia
(human development) di Indonesia, dan pencapaian pembangunan tujuan millenium
(millenium development goal).

Apa yang telah dilakukan?

enanganan masalah remaja dilakukan melalui kerjasama multi-sektoral dan


multidimensional, dengan intervensi pada aspek preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif yang komprehensif.

Program kesehatan remaja sudah mulai diperkenalkan di puskesmas sejak satu dekade
yang lalu. Selama lebih dari 10 tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam
pemberian informasi, berupa penyuluhan dan diskusi dengan remaja tentang masalah
kesehatan melalui wadah usaha kesehatan sekolah (UKS), karang taruna, atau
organisasi pemuda, dan kader remaja lainnya yang dibentuk oleh puskesmas. Petugas
puskesmas berperan sebagai fasilitator dan narasumber. Pemberian pelayanan khusus
kepada remaja yang disesuaikan dengan keinginan, selera, dan kebutuhan remaja
belum dilaksanakan. Remaja yang berkunjung ke puskesmas masih diperlakukan
selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan atau penyakitnya.

Melihat kebutuhan remaja dan memperhitungkan tugas puskesmas sebagai barisan


terdepan pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, puskesmas sebaiknya
memberikan pelayanan langsung kepada remaja sebagai salah satu kelompok
masyarakat yang dilayaninya. Pelayanan kesehatan remaja di puskesmas amat
strategis dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien mengingat ketersediaan
tenaga kesehatan dan kesanggupan jangkauan puskesmas ke segenap penjuru
Indonesia seperti halnya keberadaan remaja sendiri, dari daerah perkotaan hingga
terpencil perdesaan. Sesuai dengan kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari
pelayanan klinis medis, melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih
tinggi. Rujukan sosial juga dilakukan oleh puskesmas, misalnya penyaluran kepada
lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalahgunaan napza, atau
penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam
upaya rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum untuk
memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti
suatu kasus belum banyak dilakukan. Pelayanan komprehensif kepada remaja ini
merupakan bentuk kerjasama berbagai sektor yang diawali dengan komitmen antar
institusi terkait.

Bagaimana bentuk pelayanan kesehatan remaja?

Beberapa tahun terakhir mulai dilaksanakan beberapa model pelayanan kesehatan


remaja yang memenuhi kebutuhan, hak dan selera remaja di beberapa propinsi, dan
diperkenalkan dengan sebutan pelayanan kesehatan peduli remaja atau disingkat
PKPR. Sebutan ini merupakan terjemahan dari istilah adolescent friendly health
services (AFHS), yang sebelumnya dikenal dengan youth friendly health
services (YFHS).
Pelayanan kesehatan remaja sesuai permasalahannya, lebih intensif kepada aspek
promotif dan preventif dengan cara peduli remaja. Memberi layanan pada remaja
dengan model PKPR ini merupakan salah satu strategi yang penting dalam
mengupayakan kesehatan yang optimal bagi remaja kita. Pelayanan kesehatan peduli
remaja diselenggarakan di puskesmas, rumah sakit, dan tempat-tempat umum lainnya
di mana remaja berkumpul.

Hingga akhir tahun 2008, sebanyak 1611 dari 8114 puskesmas di seluruh Indonesia
(22,39%) melaporkan telah melaksanakan PKPR dengan jumlah tenaga yang dilatih
untuk menangani PKPR ini sejumlah 2866 orang. Sementara itu beberapa rumah sakit
seperti rumah sakit Kariadi, Semarang, rumah sakit Fatmawati di Jakarta, dan rumah
sakit Hasan Sadikin Bandung, telah melakukan pengembangkan tim kesehatan remaja
atau poliklinik kesehatan remaja.

Selain itu, beberapa badan donor telah memberikan dukungan bagi


pendekatan pelayanan kesehatan peduli remaja. Di propinsi Jawa Barat, remaja di
sekolah dilatih dan dibina oleh puskesmas menjadi konselor sebaya; di propinsi Papua
dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pelayanan bagi remaja dilaksanakan di luar gedung
puskesmas; Di beberapa propinsi lainnya petugas kesehatan dilatih agar kompeten
dalam menghadapai masalah kesehatan remaja.

Jenis kegiatan dalam PKPR


Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dapat dilaksanakan di
dalam atau di luar gedung. Untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan
oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan
kemitraan.

Jenis kegiatan tersebut meliputi:

1. Pemberian informasi dan edukasi1.

Dilaksanakan di dalam atau di luar gedung, baik secara perorangan atau


berkelompok.

Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah, atau
dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan)
puskesmas.

Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, focus group discussion (FGD),


diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media
elektronik (radio, email, dan telepon/hotline, SMS).

Menggunakan sarana komunikasi informasi edukasi (KIE) yang lengkap, dengan


bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orangtua, guru) dan mudah
dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta
perlu bersikap santai.

2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke puskesmas
adalah:

Bagi remaja yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu
pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.

Petugas dari balai pengobatan umum, balai pengobatan gigi, kesehatan ibu dan
anak (KIA) dalam menghadapi remaja yangdatang, diharapkan dapat menggali
masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk
kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila diperlukan.

Petugas yang menjaring remaja dari ruangan, dan juga petugas - loket atau
petugas laboratorium, seperti halnya petugas khusus PKPR juga harus menjaga
kerahasiaan remaja tersebut, dan memenuhi kriteria peduli remaja.

Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil


rujukan kasus per kasus.
3. Konseling

Tujuan konseling dalam PKPR yaitu:

Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar


dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya
untuk mengatasi masalah tersebut.

Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya


secara berkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar mampu:

1. mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.

2. meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada


dirinya.

3. mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.

4.Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)

Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila
remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup
menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. Pendidikan ketrampilan hidup
sehat merupakan adaptasi dari life skills education (LSE). Sedangkan life skills atau
keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi
kebutuhan, dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari secara efektif.
Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup
yang luas, yaitu: kesehatan fisis, mental, dan sosial.

Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi
kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi
masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan
tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan
dikenal dengan istilah PKHS. Pendidikan ketrampilan hidup sehat dapat diberikan
secara berkelompok di mana saja, antara lain: di sekolah, puskesmas, sanggar, rumah
singgah, dan sebagainya.

Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:

1.Pengambilan keputusan
Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam
menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang
mengakibatkan masa depan menjadi suram.
2.Pemecahan masalah
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan
pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisis.

3. Berpikir kreatif
Berfikir kreatif akan membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Berpikir kreatif terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang
ada dan mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski
tak menghasilkan suatu keputusan, berpikir kreatif akan membantu remaja merespons
secara fleksibel segala situasi dalam keseharian hidup.

4. Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara objektif.
Hal ini akan membantu mengenali dan menilai faktor yang memengaruhi sikap dan
perilaku, misalnya: tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan media.

5. Komunikasi efektif
Komunikasi ini akan membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal
maupun non-verbal. Harus disesuaikan antara budaya dan situasi, dengan cara
menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan
mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana mereka
membutuhkan.

6. Hubungan interpersonal
Membantu menjalin hubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga mereka
dapat meciptakan persahabatan, meningkatkan hubungan baik sesama anggota
keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial, dan yang terpenting adalah mereka
dapat mempertahankan hubungan tersebut; Hubungan interpersonal ini sangat penting
untuk kesejahteraan mental remaja itu sendiri. Keahlian ini diperlukan juga agar terampil
dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.

7. Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan, serta
pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan
kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi.
Kesadaran diri ini harus dimiliki untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan
hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati terhadap orang lain.

8. Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja mampu
membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja untuk
mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga
membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang mengalaminya.
9. Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi
dapat memengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons emosi
dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi
kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara benar.

10. Mengatasi stres


Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh, membantu
mengontrol stres, dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan
di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle). Diajarkan pula bagaimana
bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres yang tak terhindarkan tidak
berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.

Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk
menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut,
berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan
mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi,
sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.

Dalam menghindari diri dari tindak kekerasan baik fisis ataupun mental, beberapa
kompetensi dari life skills ini dapat membantu remaja mengambil keputusan agar dapat
merespons ancaman atau tindak kekerasan tersebut. Kekerasan fisis termasuk
kekerasan seksual dapat dihindari dengan berpikir kritis dan kreatif serta menggunakan
komunikasi efektif untuk menghindari dan menyelamatkan diri dari ancaman tersebut.
Kekerasan mental (tekanan, pelecehan, penghinaan) tidak menimbulkan akibat psikis
apabila kompetensi life skills diterapkan seperti berpikir kreatif, pengendalian emosi dan
komunikasi efektif.

Pelaksanaan PKHS di puskesmas di samping meningkatkan pengetahuan dan


keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga
dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan
promosi tentang adanya PKPR di puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber
penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya.

5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya

Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai
salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan
remaja atau konselor sebaya dan pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh,
yaitu kelompok ini berperan sebagai agen perubahan di antara kelompok sebayanya
agar berperilaku sehat. Lebih dari itu, kelompok ini terlibat dan siap membantu dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Kader yang berminat, berbakat, dan
sering menjadi tempat curhat bagi teman yang membutuhkannya dapat diberikan
pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan
konseling.

Kesimpulan

Remaja bukanlah kelompok masyarakat yang tidak menghadapi masalah kesehatan.


Perilaku berisiko yang dijalani akibat tidak tepatnya keputusan yang diambil pada masa
remaja yang labil menghadapkan remaja kepada masalah kesehatan. Di Indonesia, laju
masalah kesehatan pada remaja sebagai akibat perilaku berisiko jauh lebih cepat
daripada penanganan yang dilakukan oleh banyak pihak. Koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi menjadi esensial bagi upaya penanganan masalah kesehatan pada remaja
untuk menekan laju tersebut. Remaja dengan sifat khasnya dilibatkan secara aktif dalam
tiap upaya, selain dididik sejak dini dan dibekali dengan pendidikan ketrampilan hidup
sehat hingga terampil dalam mengembangkan potensi dirinya untuk hidup secara kreatif
dan produktif. Remaja diberi kesempatan dan akses seluas-luasnya agar berperilaku
positif dan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi dirinya sendiri maupun
orang lain serta mampu menghadapi tantangan secara efektif dalam kehidupannya,
sehingga pembangunan manusia dan tujuan pembangunan milenium dapat tercapai.

Penulis : Rinni Yudhi Pratiwi http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-


anak/kesehatan-remaja-di-indonesia diakses tgl 08/06/2016 jam 10.57 WIB

Sumber : Buku The2nd Adolescent Health National Symposia: Current Challenges in


Management

Artikel: Komunikasi Keluarga untuk Menciptakan Karakter Remaja yang Sehat, Cerdas, dan Ceria

http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=1456&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897 diakses tgl 08/06/16 jm 11.13

Artikel: Remaja dan orang tua http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?


ID=1446&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897

Artikel: REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=1444&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897

Artikel: MENJADI ORANG TUA HEBAT MELALUI POLA PENGASUHAN YANG TEPAT
http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=1441&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897
Artikel: REMAJA : WARNING STAGE BAGI ORANG TUA http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=1440&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897

Artikel: SEKSUALITAS DAN REMAJA http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?


ID=1429&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897

Artikel: MAU DIKEMANAKAN REMAJA SAAT INI ? http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?


ID=1422&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897

Artikel: Membangun Kualitas Remaja Yang Lebih Baik http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?


ID=1423&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897

Artikel: Sex Bebas Di Kalangan Pelajar http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?


ID=1425&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897

Judul Komunikasi Keluarga untuk Menciptakan Karakter Remaja yang


Sehat, Cerdas, dan Ceria

Isi Oleh Rahmat Nazillah

Duta Mahasiswa GenRe Aceh 2012, Juara 2 Duta Mahasiswa GenRe


Nasional 2012

Remaja merupakan transisi dari masa anak-anak menuju masa


dewasa. Biasanya umur yang digolongkan ke dalam kategori remaja
adalah 12 tahun - 21 tahun. Menurut para ahli remajaberasal dari kata
latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang
mencakup kematangan mental, emosional sosial, dan fisik (Hurlock,
1992).

Dari pengertian yang dikemukakan diatas pastinya pada masa ini


remaja akan mengalami beberapa kesulitan dan hambatan, baik
secara mental, pemikiran, dan lain sebagainya yang disebabkan belum
matangnya perkembangan pertumbuhan pola pikir yang dialami oleh
remaja tersebut. Pada masa transisi inilah peran lingkungan sekitar
sangat diharapkan untuk membantu perkembangan remaja, terutama
dalam hal ini adalah peran keluarga.

Keluarga adalah bagian penting dari sebuah perkembangan anak yang


menuju dewasa. Banyak kasus remaja yang terjadi akhir-akhir ini tidak
lain merupakan akibat dari kelalaian orang tua yang berfungsi sebagai
pelindung dan pengawas bagi anak-anak mereka yang sedang
berkembang.

Dalam sebuah keluarga terdapat delapan fungsi yang harusnya


diamalkan demi terbentuknya keluarga yang harmonis dan sejahtera.
Diantara delapan fungsi tersebut antara lain: fungsi agama, fungsi
sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi
reproduksi, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi lingkungan.

Saat pembentukan karakter bagi seorang remaja maka fungsi


perlindungan tentu sangat berperan penting, karena pengaruh era
globalisasi yang tidak terkendali tentu saja dapat berdampak buruk
bagi seorang remaja jika tidak diawasi dan dilindungi. Selain itu fungsi
pendidikan dan lingkungan juga dapat membantu membentuk karakter
seorang remaja. Tentu dalam hal ini pendidikan dan lingkungan
keluarga positiflah yang dapat membentuk remaja menjadi remaja
yang baik.

Pada sebuah keluarga tentu komunikasi adalah bagian terpenting,


karena komunikasi merupakan penghubung antar perasaan dari tiap
anggota keluarga itu sendiri. Terlebih komunikasi antar orang tua dan
anak merupakan bagian terpenting untuk membentuk karakter si
anak.

Dalam hal ini, orang tua diharapkan menjadi teman bicara dan curhat
si anak yang sedang beranjak dewasa tersebut, terlebih pada saat
remaja si anak pasti akan mengalami gejolak dalam kehidupan, seperti
masalah percintaan, pergaulan, pendidikan, dan lain sebagainya yang
mestinya orang tua tahu dan ikut andil dalam mendidik mereka para
remaja.

Pola komunikasi dalam keluarga tentu semua orang harus memahami


dengan baik, terlebih disaat remaja yang sedang mengalami gejolak
pastinya orang tua tidak boleh serta merta menyalahkan bahkan
menghukum si anak dengan hukuman yang berat. Pada dasarnya,
dimasa ini remaja yang sedang berkembang hanya memerlukan
panutan dan contoh yang baik untuk perkembangan pola pikir mereka
ke depan.

Dalam hal ini keluarganya yang harus membantu remaja tersebut


untuk berkembang, bukannya orang lain. Maka sangat diharapkan bagi
para orang tua dapat mengamalkan 8 (delapan) fungsi keluarga demi
menjaga masa depan anak-anak dan juga keluarga mereka sendiri.
Sehingga nantinya anak-anak mereka yang sedang berkembang ini
dapat menjadi remaja yang sehat, cerdas, dan ceria. (*)

JudulInggris

IsiInggris

Kategori BkkbN

TanggalArtikel 1/6/2016

Created at 1/29/2016 4:26 PM by nadweb

Last modified at 1/29/2016 4:26 PM by


nadweb
Copyright 2012 BKKBN. All Right Reserved
Jl.Permata No.1 Halim Perdanakusuma
Jakarta, Indonesia.
Judul Remaja dan orang tua

Isi Penulis Qasimil Junaidi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala

Relawan PPKS Bungong Jeumpa Aceh.

Masa remaja merupakan masa yang paling sulit untuk dihadapi oleh
setiap individu. Masa remaja adalah masa paling kritis bagi
perkembangan dirinya untuk menjadi siapa dirinya dikala dewasa.

Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik maupun
psikologis, dalam masa ini remaja mulai mencari identitas diri dan
tidak lagi mau dianggap anak-anak, merasa diri sudah dewasa dan
pantas untuk bergaul dikhalayak ramai.

Usia masa remaja menurut dari World Health Organization (WHO) 10


s.d 19 tahun, sementara United Nations menyebut masa remaja disaat
15 s.d 24 tahun. Hal ini kemudian disatukan dalam batasan kaum
muda (young people) yang mencakup yaitu 10 s.d 24 tahun.

Banyak perubahan terjadi dalam jiwa seseorang disaat ia mulai


memasuki usia remaja, perubahan fisik yang begitu mencolok seperti
tumbuh bulu-bulu, berjakun, perubahan suara pada laki-laki, begitu
juga pada perempuan perubahan mulai datangnya menstruasi, mulai
tumbuhnya payudara, panggul mulai melebar, dan disertai tumbuhnya
jerawat.

Tak hanya secara fisik secara psikologis pun terjadi pada usia remaja,
merubah penampilan menjadi lebih dewasa, sering merasa bosan
terhadap hal yang pernah dilakukan seperti permainan yang
dimainkan, emosi yang tinggi, membantah dan membangkang dengan
orang tua, tidak mau dikekang, dan ingin diberikan hak penuh untuk
menjalani hidupnya sendiri.

Pada masa ini, orang tua juga mulai sering mengeluh dengan sikap
anak yang dianggap nakal, mengeluh karena tidak mengerti kemauan
para remaja, dan remaja pun mengeluh bahwa orang tua tidak mau
dan tidak bisa mengerti dunia mereka.

Dalam hal ini orang tua dan anak pun tidak bisa menemukan titik temu
untuk berkomunikasi dengan baik karena hanya mengutamakan sudut
pandang masing-masing. Remaja memandang dengan sudut pandang
dengan nilai dan keinginan sendiri sedangkan orang tua dengan
pengalaman yang selama ini mereka miliki.

Tentunya masing-masing pihak juga harus mengerti akan kondisi ini,


Orang tua juga harus mengerti zaman sudah berubah, sedangkan
remaja juga harus memahami, yang dilarang oleh orang tua adalah
kebaikan buat dirinya kelak.

Melihat kondisi remaja saat ini, dalam fase pencarian identitas diri
Created at 12/10/2015 8:59 AM by
nadweb

Last modified at 1/28/2016 2:32 PM by


nadweb
Judul REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

Isi Rahmad Ridha

Duta Mahasiswa GenRe Putra 2015

Masa remaja merupakan masa seseorang mencari jati dirinya dan


sejalan dengan itu pula mereka akan di hadapi dengan berbagai
macam masalah. Terkadang tidak semua masalah dapat
diselesaikannya dengan baik sehingga hal-hal tersebut
mengarahkannya ke arah yang salah dan menimbulkan kelakuan-
kelakuan yang menyimpang atau disebut kenakalan remaja.
Kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak
terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun pada
masa remaja si pelaku. Masalah-masalah itu bisa timbul dari
keluarganya sendiri maupun dari lingkungan sosialnya. Seringkali
didapati adanya trauma masa lalunya,perlakuan kasar dan tidak
menyenangkan dari lingkungannya,maupun trauma dengan kondisi
lingkungannya,seperti kemiskinan dan lain lain yang meimbulkan HDR
(Harga Diri Rendah) dan rasa tertekan.

Mengatasi kenakalan remaja berarti menata kembali emosi remaja


yang hancur akibat pengalaman buruknya pada masa lalu. Trauma-
trauma masa lalunya harus diselesaikan,konflik-konflik psikologis yang
menggantung harus diselesaikan, mereka harus diberikan lingkungan
dan suasana yang berbeda dari sebelumnya. Pertanyaannya adalah
tugas siapakah itu? Tugas Orang tuanya? Tugas Saudaranya? Tugas
pemerintah? Atau siapa? Tentu ini bukan pertanyaan yang gampang
untuk dijawab.

Akhir-akhir ini kasus kenakalan remaja semakin meluas,bahkan hal ini


sudah berlangsung sejak dulu. Para pakar baik pakar
hukum,psikolog,maupun pakar agama dan pakar pakar lainnya sudah
mengupas masalah masalah yang tak kunjung habisnya ini. Kenakalan
remaja diibaratkan seperti lingkaran hitam yang tak pernah putus,
yang terus ada dari hari ke hari,bulan ke bulan,tahun ke tahun, bahkan
masa ke masa yang permasalahnya semakin rumit. Hal ini tentu saja
sejalan dengan perkembangan arus globalisasi dan teknologi yang
semakin berkembang , arus informasi yang semakin mudah di akses
dan gaya hidup yang modernisasi. Disamping hal hal ini bermanfaat
bagi dunia edukasi, tapi hal hal ini juga menimbulkan dampak negative
yang cukup meluas bagi remaja pada khususnyaapabila
penggunaannya tanpa pengawasan yang baik dari orang tua.

Berdasarkan data terbaru dari BPS RI dan Bappenas pada tahun 2013,
kelompok umur penduduk Indonesia rentang usia 10 sd 19 tahun
berjumlah 44.241.000 jiwa, hal ini tentunya bisa menjadi aset bangsa
yang berharga apabila remaja dapat menunjukkan potensi dirinya dan
bisa menjadi malapetaka apabila remaja-remaja penerus bangsa ini
terjerumus ke dalam lingkaran yang menyimpang.Secara umum
permasalah-permasalahan remaja yang terjadi dewasa kini antara
Created at 10/5/2015 10:17 AM by nadweb

Last modified at 10/5/2015 10:17 AM by


nadweb
Judul MENJADI ORANG TUA HEBAT MELALUI POLA PENGASUHAN YANG
TEPAT

Isi Tumbuh dan berkembang merupakan sebuah siklus yang akan dan
pasti dialami oleh setiap manusia yang masih diberikan umur oleh
Penciptanya. Berawal dari dalam kandungan, lahir, tumbuh dan terus
berkembang sampai akhirnya membangun keluarga baru dan memulai
sebuah siklus baru lagi. Membangun keluarga merupakan awal
lahirnya sebuah generasi baru, sebagai unit terkecil keluarga menjadi
ujung tombak dalam menyiapkan generasi kedepan. Keluarga memiliki
tugas berat dalam mendidik dan membina tumbuh kembang anak.
Menjadi orang tua bukan hal yang mudah, banyak hal yang harus
disiapkan baik dari segi fisik maupun psikis. Orang tua yang hebat
bukanlah orang tua yang hanya mampu memenuhi kebutuhan finansial
anak, tidak juga yang mampu memberikan fasilitas terbaik bagi anak-
anaknya, namun lebih dari itu menjadi orang tua hebat harus mampu
mengisi setiap unsur dari diri anak untuk tumbuh dan berkembang
secara baik.

Setiap orangtua harusnya memiliki sebuah konsep dalam pengasuhan


anak-anaknya kelak. Pangasuhan sendiri bermakna proses mendidik,
mengajarkan karakter, kontrol diri dan membentuk tingkah laku yang
diinginkan (Dalam BkkbN; Menjadi Orang Tua Hebat dalam Mengasuh
Anak, 2014). Dengan demikian, sebuah pengasuhan yang baik itu
nantinya diharapkan mampu menciptakan orang dewasa yang cerdas,
dalam arti mampu mengatasi setiap tantangan hidup yang kelak
dihadapinya. Memiliki kemampuan berbicara dengan baik, percaya diri,
mandiri dan bertanggung jawab sehingga ketika melakukan adaptasi
dimanapun nantinya anak hidup dan berkembang ia akan selalu
menggunakan kecerdasan-kecerdasan yang telah dibekali orang
tuanya.
Pengasuhan dengan kasih sayang juga akan menciptakan anak-anak
yang tangguh dan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yang
buruk. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini lingkungan dimana anak
tumbuh dan berkembang tidak terlepas dari pengaruh informasi, baik
itu yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Namun, anak-
anak yang sudah dibekali kemampuan selektifitas tinggi melalui
pengasuhan yang baik akan mampu bertahan dari serangan-serangan
informasi yang negatif tadi.

Ada empat tipe pola pengasuhan yang biasa kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Yang pertama adalah pola pengasuhan Otoriter,
dimana pada pola ini seringkali orangtua memaksa anak untuk
mengikuti apa yang orangtua inginkan. Orang tua cenderung membuat
begitu banyak aturan main dalam setiap menit kehidupan anak. Dalam
kondisi-kondisi tertentu anak dengan pola pengasuhan yang demikian
akan merasa tertekan, manarik diri dan menjadi tidak percaya pada
orang tua, yang pada akhirnya terjadi jurang pemisah antara anak dan
orang tua, dan bisa dipastikan kondisi ini membuat anak tumbuh
menjadi anak yang tidak percaya diri atau sebaliknya menjadi anak
yang agresif.

Yang kedua adalah pola pengasuhan Permisif, dimana pada pola ini
Created at 9/4/2015 11:28 AM by nadweb

Last modified at 9/4/2015 11:28 AM by


nadweb
Judul REMAJA : WARNING STAGE BAGI ORANG TUA

Isi oleh : Ira Meutya, S.Psi

Widyaiswara Pertama BKKBN Aceh

Dalam kehidupan seorang manusia, ada masa dimana manusia


tersebut berada pada area abu-abu, masa tersebut dinamakan dengan
masa remaja. Menurut para ahli, remaja adalah manusia yang tidak
lagi bisa dikatakan anak-anak namun juga belum sampai pada
pemikiran secara dewasa. Setiap manusia pasti akan melewati masa
ini. Pada masa ini biasanya keragu-raguan muncul sebagai teman
setia dalam setiap keputusan yang akan diambil. Menurut Hurlock
pada masa ini seseorang akan mengalami pencarian jati diri,
kercayaan yang diberikan lingkungan sekitar baik rumah, sekolah
maupun masyarakat sangat menentukan bagaimana remaja itu
bersikap nantinya, namun tidak jarang stereotip yang di berikan oleh
lingkungan membuat sebagian besar remaja sedikit tertatih-tatih
melalui masa-masa ini.

Masalah-masalah yang dihadapi remaja tidak selalu datang dari


kalangan atas dalam hal ini orang-orang yang lebih tua, namun juga
dari kalangan mereka sendiri. Beberapa masalah yang sering dihadapi
oleh remaja dalam melewati masa abu-abu ini antara lain, issu seputar
keluarga, depresi, nilai sekolah atau masalah yang timbul di
lingkungan sekolah, napza dan alkohol, merokok, penyimpangan pola
makan, dilecehkan atau dihina serta menjadi sasaran keisengan teman
sebaya dan yang terakhir adalah seks bebas.

Masalah remaja yang sering terjadi di seputar keluarga adalah kurang


harmonisnya komunikasi antara orangtua dengan anak remajanya. Hal
ini bisa disebabkan beberapa hal, salah satunya karena interaksi yang
kurang sehingga antara orang tua dan anak remaja saling tidak
mengetahui kondisi masing-masing, akhirnya ketika ada kesempatan
berkumpul, lebih sering terjadi selisih paham dari pada suasana yang
menyenangkan. Selain itu kesibukan dan tuntutan hidup membuat
orang tua terkadang tidak memiliki banyak waktu untuk berkomunikasi
dengan anak remajanya, kadang remaja yang memiliki masalah tidak
mendapatkan solusi dari orang tuanya, sehingga mencari solusi dari
teman sebaya yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
kurang lebih sama dengan dirinya, namun memiliki banyak waktu
untuk mendengarkan.

Remaja-remaja yang lose control keluarga, terkadang juga


menimbulkan masalah lain, seperti pola hidup tidak sehat dengan
mengkonsumsi minuman keras atau narkoba, paling sederhana adalah
merokok. Padahal seperti kita ketahui bersama bahwa merokok
Created at 8/21/2015 11:03 AM by nadweb

Last modified at 8/21/2015 11:03 AM by


nadweb
Judul SEKSUALITAS DAN REMAJA

Isi

Pada masa remaja sudah memasuki puberitas, dimana perubahan fisik dan karakteristik mulai terlihat
pada masa ini, bahkan perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja belum menikah semakin meningkat
pada masa ini, hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa remaja perempuan dan remaja
laki-laki usia 15- 24 tahun menyatakan pernah melakukan hubungan seks pranikah masing-masing 1% pada
remaja perempuan dan 9% pada remaja laki-laki (SKRRI, 2007). Masih berdasarkan sumber data yang sama
menunjukkan pengalaman berpacaran remaja di Indonesia cenderung semakin berani dan terbuka seperti,
berpegangan tangan, berciuman serta meraba dan merangsang. Perilaku seksual pranikah dikalangan remaja
diperkuat dengan data dari Depkes tahun 2009 di 4 kota besar (medan, Jakarta Pusat, Bandung dan Surabaya),
menunjukan bahwa 35,9% remaja mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah
dan 6,9% responden telah melakukan hubungan seks pranikah.

Banyak faktor menyebabkan remaja berprilaku seksual


yang tidak sehat,seperti faktor biologis karena pada masa ini
remaja mulai mengalami peningkatan hormon testoteron yang
meningkatkan ransangan seksual pada remaja, dan factor social
seperti membentuk suatu pertemuan dengan teman sebayanya.
sedangkan pada masa ini remaja sudah mulai tertarik dan
membina hubungan intim dengan lawan jenisnya, keinginan
untuk mendapatkan hubungan intim dengan lawan jenisnya
membuat remaja sudah tidak malu dan takut untuk
mengekspresikan perilaku seksual untuk memuaskan dirinya
dan lawan jenisnya sebagai bentuk ekspresi rasa sayang dan
cinta kepada pasangannya tanpa memperhatikan resiko yang
akan dihadapi dikemudian harinya.

Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang


sangat pesat pada masa ini, diiringi dengan perkembangan
informasi dan teknologi semakin maju maka peran orang tua
sangat penting dalam memberikan pendidikan seksual untuk
anaknya karena pada masa peralihan ini banyak informasi yang
berhubungan dengan seksualitas terkadang salah untuk
dipahami oleh remaja, maka agar anak bisa memahami dan
mengetahui secara benar apa itu perilaku seksual, diperlukan
peran orang tua dalam penyampaian informasi tanpa
meganggap anak masih terlalu muda untuk mengetahui hal-hal
Created at 11/19/2013 4:20 PM by nadweb

Last modified at 11/19/2013 4:20 PM by


nadweb
Judul MAU DIKEMANAKAN REMAJA SAAT INI ?

Isi

Program Genre merupakan pemutakhiran program yang dulunya


adikenal dengan program PKBR ( penyiapan kehidupan
berkeluarga bagi remaja ) dimana di dalam program Genre ini
menyampaikan beberapa konsep dan praktek hidup sehat dan
berakhlak mulia, yang merupakan upaya preventif terhadap
masalah masalah remaja berkaitan dengan seksualitas
pranikah, nasrkoba dan HIV AIDS.

Dalam rangka mewujudkan generasi berencana di Indonesia,


program PKBR dihadapkan dengan lingkungan strategic, yang
berkembang sangat cepat dan luas. Salah satu diantaranya
adalah globalisasi informasi ini tanpa disadari, telah
meliberalisasi dan merubah norma etika dan moralitas agama
menjadi nilai nilai kehidupan sekuler ( liberation of life norms
from religiousity to secularism). Seperti yang diindikasikan oleh
prilaku remaja berkaitan dengan seks pranikah, narkoba dan HIV
AIDS : 62,7 % remaja SMP dan SMA menyatakan tidak perawan
( berdasarkan survey komnas PA 2008 ); 1,5 % dari jumlah
penduduk (3.200.000) adalah pencandu narkoba, dan 78 %
diantaranya adalah remaja (BNN, 2004) ; dan terdapat 20.440
kasus orang Indonesia hidup dengan AIDS dimana 53 persen
diantaranya adalah remaja usia 15 29 tahun (Kemkes, 2010).
Apabila perilaku remaja yang tidak sehat dan tidak sesuai
dengan nilai nilai akhlak mulia ini terus berlangsung, tentu
akan mengganggu tugas tugas pertumbuhan dan
perkembangan kehidupan remaja, baik secara individual
maupun social.

Perilaku seksual remaja Indonesia tampaknya sudah sangat


mengkhawatirkan dan kekhawatiran ini sangat beralasan,
seperti yang telah kita lihat dari beberapa hasil penelitian
tentang penyimpangan perilaku hidup remaja. Bahwa hal ini
menunjukkanperlu adanya peningkatan penyuluhan dan
pembinaan bagi remaja melalui program unggulan berupa
program PIK KRR (pusat informasi Konseling Kesehatan
reproduksi remaja)dan Program Pendewasaan usia Perkawinan
(PUP)yang kemudian dikombinasikan dengan program PKBR
( Penyiapan Berkeluarga bagi remaja) dan yang lebih penting
lagi adalah Pemantapan dalam Pengetahuan KESPRO
(Kesehatan Reproduksi) bagi remaja.

Dalam kehidupan remaja perubahan nilai ini, terlihat dari


perilaku hidup remaja yang tidak sehat dan yang tidak
Created at 5/31/2013 3:50 PM by nadweb

Last modified at 5/31/2013 3:50 PM by


nadweb
Judul Membangun Kualitas Remaja Yang Lebih Baik

Isi

Remaja merupakan salah satu bagian yang terpenting


dalam menemtukan kualitas sebuah bangsa, remaja
yang memiliki kualitas yang baik akan menjadi pilar
perubahan suatu bangsa menujuk kea rah yang lebih baik.
Remaja remaja yang berkualitas tinggi adalah remaja remaja
yang memiliki karakter intregritas pribadi yang dapat di
pertanggung jawabkan secara intelektual, ekonomi, social
budaya oleh kerena itu , persoalan ini sangat penting yang
menjadi fokus perhatian kita bersama.

Berdasarkan hasil survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia


( SKRRI) penelitiam remaja mengaku mempunyai teman yang
pernah melakukan hubungan seksual pranikah usia 14-19 tahun
(perempuan 34,7%, laki laki 30,9%) usia 20 -24 tahun
( perempuan 48.6%,laki laki 46,5%). Data ini
menunjukkan gaya hidup dan pergaulan remaja kita mengalami
persoalan yang sangat serius, bahwa remaja kita mengalami
pergeseran nilai dan degradasi moral di tengah
kehidupan remaja kita, oleh karena itu pemerintah harus serius
memperhatikan dan menangani persoalan ini agar remaja
remaja kita dapat terbebas dari praktek pergaulan seks bebas.

Bangsa kita sangat memerlukan remaja-remaja yang


berkualitas sebagai agen perubahan bangsa yang akan datang.
Remaja yang berkualitas adalah remaja yang mampu menjaga
konsistensi moralnya dan tidakbertentangan dengan nilai nilai
agama dan akar budaya bangsa.

Membangun kualitas remaja yang baik harus berangkat dari


proses keluarga yang utuh, oleh karena itu fungsi keluaga
sangat penting untuk pembentuk karakter dini dari seorang
remaja terutama fungsi pendidikan agama dalam keluarga.
Orang tua adalah bagian terpenting dalam keluarga, harus
mampu menjadi sosok idola sekaligus menjadi teladan utama
dalam pengamalan nilai nilai agama dalam kehidupan anak
anak remaja.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At-tahrim Ayat 6
yang artinya : Hai orang orang yang beriman peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu;penjaganyan malaikai malaikai yang
kasar,yang tidak mendurhakaiAllah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.

Kemudian dalam surat yang lain Allah menyatakan Dan


hendaklah kamu takut kepada Allah orang-orang yang
seadainaya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah,yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraaan )
mereka oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar
Created at 5/31/2013 3:55 PM by nadweb

Last modified at 5/31/2013 3:55 PM by


nadweb
Judul Sex Bebas Di Kalangan Pelajar

Isi

Beberapa waktu lalu, kita dikejutkan oleh sebuah hasil survey yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi (Dinkes Prov) Aceh pada 2012
lalu, di mana pelaku seks pranikah di kalangan pelajar Banda Aceh
sebanyak 50% (aceh.tribunnews.com, 09/03/2013).

Ilustrasi

Tidak hanya itu, dari data Badan Kependudukan dan Keluarga


Berencana Nasional (BKKBN) tentang Survei Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia pada 2002-2003, dilaporkan bahwa remaja yang
mengaku memiliki teman yang pernah berhubungan seksual sebelum
menikah pada usia 14-19 tahun, saat itu masih pada angka 34,7% untuk
remaja putri dan 30,9% untuk remaja putra. Sedangkan temuan terakhir
sudah menunjukkan peningkatan sampai menyentuh 93.7% (Seputar
Indonesia, 24/2/2012).

Temuan berdasarkan survei atau penelitian semacam ini bukanlah


merupakan berita yang menggembirakan. Tapi itulah kenyataan
mengemuka yang hadir dalam kehidupan kita. Lunturnya budaya malu
dalam diri remaja lebih banyak disebabkan keinginan mereka untuk
mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa mereka eksis dan pantas
untuk dianggap bagian dari masyarakat tersebut. Sehingga hal itu
menyebabkan pergeseran nilai-nilai ketimuran yang dianut, termasuk
dalam masalah seks di usia remaja.

Keretakan stigma

Dalam pergaulan remaja saat ini bergulir sebuah stigma yang terlanjur
diaminkan bahwa mereka yang tidak ikut serta dalam pergaulan bebas
akan dianggap sebagai sebuah ketertinggalan. Mereka merasakan
keanehan terhadap yang tidak pernah bermalam minggu dengan
pasangannya atau pun hanya pergi dengan teman sesama jenisnya saja.

Sadar atau tidak, keretakan stigma seperti di atas sedikit banyak akan
berkontribusi pada lahirnya budaya tak malu yang kemudian juga
berimbas pada terjadinya perilaku seks bebas. Kita tentunya bertanya-
tanya mengapa ketimpangan perilaku tersebut malah menjadi sebuah
potret realitas baru yang kemudian diagung-agungkan sebagai sebuah
pembenaran di kalangan generasi muda. Bahkan di negeri yang katanya
bersyariat itu.

Dan ketika ini ditabalkan pada sebuah negeri dengan segala peraturan
Created at 5/31/2013 4:04 PM by
nadweb

Last modified at 6/3/2013 8:41 AM by


nadweb

Kondisi Remaja Mengkhawatirkan


Jumat, 8 November 2013

JAKARTA, bkkbn online

Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 Kesehatan Remaja menunjukkan
remaja putri lebih mudah ditemui untuk diwawancarai. Remaja pria lebih sulit ditemui karena
mobilitasnya sangat tinggi. Melihat kondisi itu, perlu ada solusi agar kegiatan yang dilakukan
remaja pria itu positif.

Misalnya, dengan memberikan fasilitas kegiatan bagi remaja dan mengarahkan agar para
remaja bisa menyalurkan bakatnya, dan peran orangtua sangat diperlukan agar remaja merasa
nyaman dan aman di lingkungan keluarga, kata Deputi bidang Keluarga Sejahtera dan
Pemberdayaan Keluarga BKKBN Dr Sudibyo Alimoeso, MA, saat membuka seminar hasil SDKI
Remaja 2012 di Gedung Bidakara, Jakarta, Kamis (7/11/13).

Pada seminar yang mengangkat tema Menyongsong masa depan remaja yang berkualitas dan
bertanggungjawab, Sudibyo mengaku sangat prihatin melihat kondisi remaja saat ini. Kasus
video porno di salah satu SMP Negeri di Jakarta baru-baru ini heboh, menurut Sudibyo, itu
hanya sebagian dari permasalahan yang dihadapi remaja.

Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia dalam SDKI 2012 mengungkap perilaku
pacaran yang dinilai mengkhawatirkan. Banyak yang tidak tahu soal kesehatan reproduksi.
Nggak tahu, tapi kok ingi coba-coba. Hampir 30 persen remaja sudah meraba-raba, dan itu pasti
berlanjut. Kualitas pacaran remaja kita mengkhawatirkan," kata Sudibyo.

Menurut Sudibyo, disinilah peran orangtua sangat diperlukan. Orangtua harus bersedia sebagai
teman diskusi yang komunikatif, informatif dan menyenangkan, orang tua bisa mencegah
perilaku seksual yang tidak sehat pada anak-anak remaja. Jadi, orang tua tidak boleh menjadi
figur yang menakutkan sehingga anak-anak sungkan mendiskusikan kesehatan reproduksi,
ujarnya.

Survei Kesehatan Reproduksi Remaja 2012 mengungkap beberapa perilaku berpacaran remaja
yang belum menikah, antara lain, sebanyak 29,5 persen remaja pria dan 6,2 persen remaja
wanita pernah meraba atau merangsang pasangannya, sebanyak 48,1 persen remaja laki-laki
dan 29,3 persen remaja wanita pernah berciuman bibir, sebanyak 79,6 persen remaja pria dan
71,6 persen remaja wanita pernah berpegangan tangan dengan pasangannya.

Selain itu, diketahui, umur berpacaran untuk pertama kali paling banyak adalah 15-17 tahun,
yakni pada 45,3 persen remaja pria dan 47,0 persen remaja wanita. Dari seluruh usia yang
disurvei yakni 10-24 tahun, cuma 14,8 persen yang mengaku belum pernah pacaran sama
sekali.(kkb2). http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=936

Anda mungkin juga menyukai