Islah Gusmian
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
islahgusmian@gmail.com
Abstrak
Artikel ini membahas tentang pergulatan tafsir Al-Quran bahasa Jawa dalam ru-
ang sosial, budaya, dan politik pada era akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Jawa
dalam kajian ini diletakkan dalam konteks geososial-budaya yang melahirkan be-
ragam tradisi dan budaya yang khas dan unik. Dari segi ruang sosial budaya, tafsir
Al-Quran bahasa Jawa lahir dari tiga geososial-budaya utama, yaitu pesantren de-
ngan tradisi pesisir, kraton dengan tradisi kauman, dan masyarakat umum dengan
tradisi urban dan putihan. Dari geososial pesisir melahirkan tafsir dengan tradisi
pegon dan makna gandul, dari geososial kraton melahirkan tafsir model macapat
dengan aksara Jawa, dan masyarakat umum melahirkan karya tafsir yang meng-
adopsi aksara Latin sebagai media penulisan. Di balik penulisan tafsir tersebut
sejumlah aspek menjadi penggeraknya, yaitu pengajaran agama Islam, semangat
pemurnian Islam, peneguhan Islam tradisional, kepentingan dakwah, dan politik
perlawanan terhadap kolonial Belanda.
Kata kunci
Tafsir Al-Quran, Jawa, huruf Jawa, pegon, identitas.
142 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
Abstract
This article discusses the polemic surrounding Qur'anic interpretations in Javanese,
in the social, cultural, and political spheres in the late 19th and early 20th centuries.
In this review, Java is seen in its geo-social and cultural context, that produced a
variety of traditions and cultures which are distinctive and unique. In terms of socio-
cultural space, the Qur'anic exegesis in Javanese emerged from three major socio-
cultural milieus: the pesantren or Islamic boarding school in the coastal tradition, the
palace with its kauman tradition, and the general public with the urban and putihan
tradition. While the coastal areas produces the tradition of pegon and gandul
translation, the palace milieu produced the form of court interpretation known
as macapat in Javanese script, while the general public sphere produced works of
Qur'anic interpretation which adopted the Latin alphabet. Behind the writing of these
Qur'anic interpretations, there is range of driving forces including the teaching of the
Islamic religion, the spirit of Islamic purification, the affirmation of traditional Islam,
the interests of propaganda, and political resistance against Dutch colonialism.
Keywords
Tafsir Al-Quran (Qur'anic exegesis), Javanese language, Javanese script, pegon, identity.
.
.
( ) :
(
.)
( ) (
)
( )
.
:
.
.
Tafsir Al-Quran Bahasa Jawa Islah Gusmian 143
Pendahuluan
Penafsiran Al-Quran hakikatnya bukan sekadar praktik memahami
teks (na) Al-Quran, tetapi juga berbicara tentang realitas yang terjadi
dan dihadapi oleh penafsir. Sebagai produk budaya, tafsir Al-Quran
berdialektika dengan kultur, tradisi, serta realitas sosial politik. Di sepanjang
sejarah penulisan dan publikasi tafsir Al-Quran di Nusantara hal-hal
tersebut terjadi. Di antaranya tampak pada pemakaian bahasa, aksara,
serta isu sosial, politik, dan ideologi yang dikontestasikan. Dalam dinamika
penulisan tafsir Al-Quran yang demikian, tafsir Al-Quran berbahasa Jawa
merupakan fenomena yang penting dikaji. Di tengah popularitas bahasa
Indonesia dan aksara Latin sejak era awal abad ke-20didorong oleh
politik etis Belanda dan momentum Sumpah Pemuda pada 1908bahasa
Jawa masih hidup dalam tradisi penulisan tafsir Al-Quran di Indonesia
dengan variasi aksara yang digunakan, yaitu aksara Pegon, Latin, dan Jawa.
Sejak era abad ke-19 hingga awal abad ke-21, tafsir Al-Quran berba-
hasa Jawa ditulis dan dipublikasikan. Sejumlah ulama memainkan peran
utama dalam keberlangsungan penulisan tafsir berbahasa Jawa tersebut.
Mereka ini juga berada di garda depan dalam gerakan politik dan kebu-
dayaan. Pada awal abad 19 K.H. Muammad Sli bin Umar as-Samaran
(1820-1903)dikenal juga dengan nama Kiai Saleh Daratmenulis tafsir
Fai ar-Ramn f Tarjamh Kalm Mlik ad-Dayyn. Pada akhir abad ke-
20 K.H. Misbah Zainul Mustafa Bangilan (1916-1994) yang menulis al-Ikll fi
Man at-Tanzl dan K.H. Bisri Mustafa Rembang (1915-1977) yang menulis
al-Ibrz li Marifati Tafsr al-Qurn al-Azz.
Selain tiga karya tafsir yang memakai aksara Pegon di atas, terdapat
tafsir Al-Quran berbahasa Jawa yang ditulis dengan aksara Latin, yaitu
Tafsir Al-Quran Basa Jawi karya K.H. Muhammad Adnan (1889-1969) yang
dipublikasikan pada era 1960-an dan Tafsir Quran Hidaajatur-Rahmaan
yang ditulis oleh Moenawar Chalil (1909-1961) yang dipublikasikan pada
1958.1 Pada awal era 1990-an muncul juga tafsir Al-Quran berbahasa Jawa
dengan aksara Latin, yaitu al-Huda Tafsir Quran Basa Jawi karya Bakri Sya-
hid (1918-1994), yang dipublikasikan pada tahun 1976 dan Sekar Sari Kidung
Rahayu, Sekar Macapat Terjemahanipun Juz Amma karya Ahmad Djawahir
Anomwidjaja yang dipublikasikan pada 1992 dan mengalami cetak ulang
untuk kali kedua pada 2003.2
Artikel ini akan mengkaji pergulatan budaya, ideologi, dan politik
1
Moenawar Chalil, Tafsir Quran Hidaajatur Rahmaan,Juz 1 (Solo: AB. Siti Sjamsijah,
1958).
2
Ahmad Djawahir Anomwidjaja, Sekar Sari Kidung Rahayu, Sekar Macapat Terje-
mahanipun Juz Amma (Yogyakarta: Bentang, 2003).
144 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
3
Lihat Karl Mannheim, Ideology and Utopia, an Introduction to the Sociology of Know-
ledge (London: Routledge & Kegan Paul Ltd. 39, t.th).
4
Suma Riella Rusdiarti, Bahasa, Pertarungan Simbolik, dan Kekuasaan, dalam Ma-
jalah Basis, Nomor 11-12, Tahun Ke-52, November-Desember 2003, hlm. 34; Pierre Bourdieu,
The Field of Cultural Production: Essays on Art and Literature (US: Columbia University Press,
1993), khususnya pada bab Field of Power, Literary Field, and Habitus.
5
Fauzan Saleh, Teologi Pembaruan, Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad
XX (Jakarta: Serambi, 2004), hlm. 40.
6
Ibid.,hlm. 41.
Tafsir Al-Quran Bahasa Jawa Islah Gusmian 145
adalah selalu terbuka dan cair dengan hal-hal yang baru, tetapi mereka
tidak begitu saja melepaskan tradisinya sendiri, dan bagi para wali penye-
bar Islam sikap tersebut dimanfaatkan sejauh tidak bertentangan dengan
aspek fundamental dan teologi Islam.
Memasuki awal abad ke-19 Islam di Jawa mulai memperoleh spirit
baru dari proses meningkatnya kontak dengan pusat ortodoksi di Timur
Tengah. Setiap tahun, ratusan orang Islam dari Nusantara pergi haji ke Me-
kah. Sebagian mereka bermukim di sana dalam waktu yang lama untuk
mendalami ilmu agama Islam, kemudian pulang menjadi penyebar Islam
di Jawa. Pertautan keilmuan ini telah melahirkan model dan cara pandang
Islam yang mereka kembangkan. Sebagian penulis tafsir Al-Quran bahasa
Jawa, yaitu K.H. Saleh Darat, K.H. Raden Adnan, K.H. Bisri Mustafa, dan
K.H. Moenawar Chalil adalah orang-orang yang pernah menimba ilmu
dengan para ulama di Mekah.
Perkembangan dan penyebaran Islam di Jawa sangat diwaspadai oleh
Belanda, karena dipandang bisa mengancam kepentingan ekonomi dan
politik yang telah lama mereka bangun. Ketakutan Belanda memuncak
sejak pecah perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro pada
1825-1830. Reaksi Belanda atas Islam ini mengharuskan mereka memba-
ngun aliansi dengan penguasa Jawa dan kalangan aristokrat, serta pengua-
sa lokal untuk mempertahankan kekuasaan.7 Sebagai penasihat penguasa
Belanda, Hurgronje kemudian melakukan pemetaan sosial terkait dengan
perkembangan Islam di Jawa sebagai acuan kebijakan Belanda. Ia mem-
bagi tiga wilayah utama terkait dengan Islam, yaitu: pesantren yang secara
umum berada di wilayah pesisir; kompleks kauman yang biasanya berada
di sekitar masjid di pusat kota dan kraton; dan kelompok putihan di daerah
pedesaan. Inilah pusat dari proses penetrasi Islam terhadap budaya Jawa.8
Di wilayah ini, menurut Hurgronje, hukum Islam benar-benar dapat
berjalan. Masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat salat, tetapi juga
sebagai tempat pelaksanaan peradilan agama. Imam (pemimpin salat) dan
khatib bukan hanya sebagai fungsionaris masjid, tetapi sekaligus sebagai
hakim agama. Serambibagian depan masjid yang terbukadipakai
sebagai tempat pelaksanaan peradilan tersebut. Setiap Senin dan Kamis,
penghulu disertai dengan beberapa staf ahli, melaksanakan peradilan
agama tersebut.9
Di tiga basis sosial yang dipetakan oleh Hurgronje tersebut tafsir Al-
Quran bahasa Jawa lahir dan ditulis oleh para kiai. Masing-masing mencer-
7
Ibid., hlm. 56.
8
Hurgronje, Islam di Hindia Belanda, terj. S. Gunawan (Jakarta: Bhratara, 1973), hlm.
20-1.
9
Ibid.
146 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
10
Mengenai penyebar Islam di pesisir ini lihat misalnya, R.P. Soeparmo, Tjatatan Se-
djarah 700 Tahun Tuban (Tuban: Pertjetakan Seruni, 1971), hlm. 102-115.
11
Nur Sam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 54.
12
Tentang sejarah hidup K.H. Saleh Darat, lihat H.M. Danuwijoto, Ky. Saleh Darat
Semarang, Ulama Besar dan Pujangga Islam Sesudah Pakubuwono IV dalam Majalah Mim-
bar Ulama, nomor 17 tahun 1977, hlm. 68; M. Muchoyyar HS, Tafsr Faidl ar-Ramn f Tar-
jamah Tafsr Kalm al-Mlik al-Adyn karya K.H.M. Shaleh As-Samarani, Suntingan Teks,
Terjemah dan Analisis Metodologi Disertasi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2002.
13
Tentang sejarah hidup K.H. Bisri Mustafa, lihat Ahmad Zaenal Huda, Mutiara
Pesantren, Perjalanan Khidmah K.H. Bisri Mustofa (Yogyakarta: LKiS, 1998).
14
Biografi singkat K.H. Misbah bisa dibaca misalnya dalam sejumlah karyanya. Lihat
Misbah Mustafa, Shalat dan Tatakrama (Tuban: Penerbit al-Misbah, 2006); Misbah Zainul
Mustafa, Anda Ahlusunnah Anda Bermadzhab (Bangilan: Al-Misbah, 2006).
Tafsir Al-Quran Bahasa Jawa Islah Gusmian 147
Pegon telah terjadi di dunia pesantren dan masyarakat pesisir. K.H. Ahmad
Rifai (1786-1869) Kalisalak, misalnya, hampir seluruh karya-karyanya ditu-
lis dengan aksara Pegon.15 Sebuah naskah yang di dalamnya berisi banyak
teks yang diyakini para kiai di Kajen sebagai karya Syekh Ahmad Mutamak-
kin (1645-1740 M) juga ditulis dengan memakai aksara Pegon.16
Selain pemakaian aksara Pegon, dalam tradisi pesantren juga hidup
tradisi makna gandul. Makna gandul merupakan sistem pemaknaan atas
teks berbahasa Arab dengan cara meletakkan kata atau kalimat terjemah-
annya di bawah kosakata yang diterjemahkan tersebut. Kalimat terjemah-
an tersebut ditulis menggantung dengan kemiringan 45 derajat. Sistem
makna gandul ini disertai sejumlah rumus untuk menandai posisi kata
dalam rangkaian kalimat. Misalnya, posisi mubtada disimbolkan dengan
kata utawi dengan tanda huruf mim, khabar disimbolkan dengan kata iku
dan dengan tanda huruf kha, fil disimbolkan dengan kata sopo/opo dan
dengan tanda huruf fa, mafl bih disimbolkan dengan kata ing dan de-
ngan tanda huruf mim dan fa.17
Model makna gandul telah menjadi model analisis gramatika Arab
yang komprehensif yang dilakukan dalam sistem pembelajaran teks-teks
keislaman di pesantren. Ia merupakan suatu sistem pembelajaran yang
kreatif dan efektif. Dengan sistem ini pembaca akan memperoleh tiga
keuntungan sekaligus, yaitu mengetahui makna dasar kosakata yang diter-
jemahkan, kedudukan setiap kata di dalam rangkaian kalimat, serta mak-
na-makna tafsiriyah yang terkandung di dalamnya.
Model makna gandul ini sejak abad 19 telah hidup di pesantren-
pesantren di daerah Jawa, Sunda, dan Madura sebagai metode pengajar-
an. Di Sunda, model makna gandul ini disebut ngalogat dan pertama kali
diperkenalkan oleh Ajengan Ahmad Dimyati pada 1910.18 Metode ini dia-
dopsi dari tradisi pesantren di Jawa. Data ini diperkuat dengan kenyataan
bahwa ayah Ajengan Ahmad Dimyati sebelumnya telah mengajar dengan
memakai bahasa Jawa. Pada tahap selanjutnya, karena alasan banyak san-
tri Sunda merasa agak asing dengan bahasa Jawa, Ajengan Ahmad Dimyati
15
Terkait studi tentang tokoh ini, lihat Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa, Pemikiran
dan Gerakan Islam KH Ahmad Rifai Kalisalak (Yogyakarta: LKiS, 2001).
16
Lihat Islah Gusmian, Pemikiran Tasawuf Syekh Ahmad Mutamakkin: Kajian Herme-
neutik atas Naskah Arsy al-Muwahhidin dalam Jurnal Lektur dan Khazanah Keagamaan,
Vol. 11, No. 1, Juni 2013.
17
Terkait model simbol ini, lihat Ahmad Hafani Razzaq al-Manduri, Kaifiyah al-Man
bi al-Ikhtir Li alabah al-Madris wa al-Mahid ad-Dniyyah (Tulung Agung: Al-Hidayah,
t.th.).
18
Iip Zulkifi Yahya, Ngalogat di Pesantren Sunda Menghadirkan yang Dimangkirkan
dalam Henri Chambert-Loir (ed), Sadur Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia (Ja-
karta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 364.
148 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
21
Wawancara penulis dengan Muhtarom pada tanggal 19 Agustus 2010.
22
Dalam tulisan Abdul Basit Adnan tentang biografi K.H.R. Mohammad Adnan, tidak
dijelaskan Tafsir Anom yang keberapa. Saya menduga Tafsir Anom yang dimaksud adalah
Tafsir Anom V, ayah kandung K.H.R. Mohammad Adnan (mantan Rektor IAIN Sunan Kalija-
ga Yogyakarta). Berdasarkan wawancara Mahmud Yunus dengan K.H.R. Mohammad Adnan,
bahwa ayahnya, yakni Tafsir Anom V, adalah pendiri Madrasah Manbaul Ulum bersama
Sasrodiningrat. Lihat Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hida-
karya Agung, 1984), hlm. 286.
23
Abdul Basit Adnan dan Abdul Hayi Adnan, Prof. K.H.R. Mohammad Adnan dalam
Damami dkk (editor), Lima Tokoh Pengembangan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Yogya-
karta: Pusat Penelitian IAIN Sunan Kalijaga, 1998), hlm. 5.
24
Ibid., hlm. 287.
25
Tentang sejarah hidup Raden Adnan, lihat Abdul Hadi Adnan, Pak Adnan: Jangan
Minta-minta Jabatan dalam Prof. Kiai Haji Raden Muhammad Adnan (Jakarta: t.tp., 1996),
hlm. 30.
150 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
keislaman dalam bentuk serat yang lahir di kompleks keraton secara umum
ditulis memakai aksara Jawa.
Pemakaian aksara Latin pada tiga karya tafsir ini terkait dengan
habitus serta kebutuhan pembaca tafsir. Dalam komunikasi sehari-hari,
masyarakat yang dihadapi oleh ketiga penulis tafsir tersebut adalah ma-
syarakat urban yang lebih dekat dengan aksara Latin daripada aksara Jawa
maupun aksara Pegon. Mereka telah mengalami proses pendidikan di
sekolah-sekolah formal. Di sinilah mereka dikenalkan aksara Latin, tetapi
mereka jarang dikenalkan dengan aksara Pegon. Sebaliknya, di lingkung-
an pesantren proses belajar mengajar aksara Arab dan Pegon lebih sering
dipakai, sedangkan aksara Latin, meskipun diperkenalkan kepada peserta
didik, jarang dipakai dalam pencatatan dan penyalinan pengetahuan yang
diajarkan oleh para guru.
tanah Haramain, terus bergerak. Kiai Saleh Darat adalah salah satu tokoh
dalam penulisan tafsir Al-Quran bahasa Jawa yang mempunyai transmisi
keilmuan dengan ulama di Timur Tengah. Pengalaman akademiknya ini
telah menggerakkan dirinya untuk melakukan pengajaran Islam melalui
sejumlah kitab yang ia tulis. Di dalam pengantar yang ia tulis untuk karya
tafsirnya ini, ia menjelaskan tentang tujuan tersebut.
Lan ana iki terjemah kelawan sun ringkes sak untara, wondene rereten kang
cukul sangka surasane ayat mangka hiya sun tulis kelawan sekira kang luwih
aham tur kelawan ngalap cukup maksud wong kang pada ningali ing iki ter-
jemah supaya bisa nyukup, wah muga-muga Allah subhanahu wa taala apar-
ing munfaat sabab iki tarjamah tafsir Al-Quran al-Karim marang awak ingsun
dewe lan marang para ikhwaninal muslimin. Lan muga dadi sebabe sadat f
ad-drain, amin bijhi al-mursaln.29
Terjemahan ini saya susun secara ringkas. Adapun hal-hal yang lahir dari
pengertian ayat, saya tulis secara umum dari maksud ayat, agar para pembaca
terjemahan ini mudah memahaminya. Mudah-mudahan Allah subnahu
wa tala, melalui terjemahan ini, memberikan manfaat kepada diri saya dan
saudara sesama muslim. Semoga terjemahan ini menjadikan sebab saya sela-
mat di dunia dan akhirat, mn bijhi al-mursaln.
Maksud kata rabb adalah Allah yang memerintah, menguasai, dan merawat
semua hamba-Nya. Ia mempunyai sifat jall dan jaml. Allah adalah Zat
yang merawat ruhani para hamba dengan memberikan beragam kemuliaan,
29
Lihat Pengantar yang ditulis oleh Syekh Muhammad Saleh bin Umar as-Samarani
dalam Hidyah ar-Ramn f Tarjamah min Tafsr al-Qurn al-Musamma Fai ar-Ramn
(Cirebon: Maktabah Miriyyah, 1930), hlm. 3-4.
30
Lihat Syekh Muhammad Saleh bin Umar al-Samarani, Fai ar-Ramn (Singapura:
Haji Muhammad Amin, t.th.), hlm. 11.
Tafsir Al-Quran Bahasa Jawa Islah Gusmian 153
31
Dalam surat yang dia tulis untuk Stella pada 6 November 1899, Kartini mengung-
kapkan kegelisahannya dengan lantang: Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau
aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya. Al-Quran terlalu suci, tidak boleh diter-
jemahkan ke dalam bahasa apa pun. Di sini tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Orang-
orang di sini belajar membaca Al-Quran tapi tidak mengerti yang dibacanya. Kupikir, pe-
kerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Lihat
Kartini, Surat-Surat Kartini, Renungan tentang dan untuk Bangsanya, terj. Sulastin Sutrisno
(Jakarta: Penerbit Djambatan, 1979), hlm. 18. Lihat juga Hasan Muarif Ambary dkk (ed.),
Suplemen Ensiklopedi Islam , jilid 2 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), hlm. 143-4.
32
Sayyid Usmn adalah seorang ulama yang juga menjadi adviseur honorair (penasi-
hat) untuk urusan Arab pada pemerintah kolonial Belanda, dan teman Snouck Hurgronye.
Dia lahir di Batavia, tepatnya di daerah Pekojan pada 17 Rabiul Awal 1238/1822 dari pasang-
an bernama Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya yang lahir di Mekah dari keturunan
Hadramaut, dan Aminah, anak dari Syekh Abdurrahman Misri. LihatKariel A. Steenbrink,
Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, hlm. 134.
33
Dalam buku ini, sebagaimana dikutip Ichwan, ia menegaskan bahwa haram hu-
154 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
Tetapi kata walah di sini oleh sebagian orang, yang menafsirkannya de-
ngan keinginannya sendiri, dimaknai sebagai sarana mengunjungi kuburan
orang-orang yang dianggap sakti, keramat, dan hal-hal lain. Mengacu pada hal
demikian, ayat ini kemudian diuraikan bahwa orang yang hendak meraih tu-
juan atau supaya permohonannya dikabulkan Tuhan, minta bantuan kepada
39
Moenawar Chalil, Tafsir Quran Hidaajatur-Rahmaan, Juz 1, hlm. 76.
40
Ibid., hlm. 38.
156 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
orang yang dipandang dekat kepada Allah, seperti para nabi, wali dan orang-
orang yang keramat. Padahal, redaksi dalam ayat ini secara jelas menunjuk-
kan bahwa orang yang beriman agar takut kepada Allah dan mencari wasi-
lah kepada-Nya dengan cara menjalankan segala perbuatan yang baik dan
perilaku-perilaku yang dengannya Allah rida.
Pada bagian lain, Chalil juga tampak sangat prihatin melihat seba-
gian umat Islam yang menyalahgunakan Al-Quran dalam berbagai praktik
yang menurutnya dipandang tidak relevan, seperti untuk rajah, mengobati
orang sakit dan sejenisnya, meskipun mereka itu percaya bahwa Al-Quran
sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia.41 Dengan karya tafsirnya ini
Chalil menempatkan Al-Quran sebagai spirit dalam melakukan gerakan
pembaruan Islam di Indonesia dan menentang berbagai bentuk takhayul
yang dipandangnya menyesatkan dan merusak akidah Islam.
Ibid., hlm. 164. Lihat juga Moenawar Chalil, Al-Quran dalam Abadi 12 Februari 1960.
41
Lihat Mark R. Woodwaard, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, terj.
42
Ada hadis yang menjelaskan: barang siapa membaca tiga ayat di akhir Surah
al-Baqarah, yaitu dari lillhi m fis-samwti sampai dengan fanurn al al-
qaum al-kfirn, setan tidak berani mendekat pada rumah yang penghuninya
membaca ayat di atas selama tiga malam, wallhu alam.
Pada bagian lain, ketika menafsirkan kata syif di Surah al-Isr/17: 82,
K.H. Bisri tidak memaknainya dengan obat atau penyembuh fisik, tetapi
obat dari kesesatan,44 tetapi di berbagai karyanya yang lain ia memakai
ayat-ayat Al-Quran sebagai sarana pengobatan untuk penyembuhan suatu
penyakit.45 Penafsiran K.H. Bisri ini sebenarnya bukan hal baru di kalang-
an umat Islam. Hal serupa bisa ditemukan dalam kitab at-bb an-Nabaw
karya Ibnu Qayyim al-Jauz. Kitab yang banyak dirujuk oleh kalangan mus-
lim pembaru ini juga berbicara tentang berbagai praktik pengobatan yang
memanfaatkan ayat-ayat Al-Quran sebagai media.
di Jawa yang berada di garda depan dalam melawan penjajah. Meskipun ti-
dak ada dokumen tentang kebijakan Belanda yang melarang penerjemah-
an dan penafsiran Al-Quran ke dalam bahasa lokal, tetapi melalui fatwa
Sayyid Usmanulama yang memberi bantuan informasi tentang Islam ke-
pada Snouck Hurgronjetentang keharaman menerjemahkan Al-Quran
ke dalam bahasa selain Arab menjadi penting diletakkan dalam konteks
ini.
K.H. Saleh Darat yang menulis tafsir dengan aksara Pegon adalah upa-
ya yang strategis. Pertama, secara implisit karya tafsir ini merupakan anti-
tesis dari fatwa Sayyid Usman di atas. Kedua, protes R.A. Kartini terhadap
umat Islam ketika itu yang mengajarkan Al-Quran hanya dari aspek cara
membaca, tanpa mempelajari isi, memperoleh salurannya.
Aspek-aspek representasi sikap politik penafsir tampak pada dua karya
tafsir yang lain, yaitu al-Huda karya Bakri Syahid dan al-Ikll karya K.H.
Misbah Mustafa. Konteks sosial politik kedua tafsir ini adalah rezim Orde
Baru. Secara umum, Bakri Syahid dalam al-Huda memberikan dukungan
pada praktik politik dan kebijakan Orde Baru. Misalnya, ia memberikan
dukungan atas asas Pancasila yang dibangun oleh rezim Orde Baru. Ketika
menjelaskan makna Surah Ynus/10: 7 menulis:
masyarakat utawi negari ingkang dados idham-idhamanipun punika ing-
kang sosialis-religius, inggih punika masyarakat adil makmur ingkang anya-
kup materiil lan spirituiil, lahiriyah lan bathiniyah, donya lan akherat ingkang
tansah angsal karidlaning Allah. Para sutrisna mugi dadosa kawigatosan
politis-sosiologis, bilih negara Republik Indonesia punika negara kesatuan lan
negara hukum, serta negara berketuhanan Yang Maha Esa, boten atheis, sanes
negari secularis, lan boten negari Islam (ingkang leres negari ingkang masyara-
katipun 90% angrungkebi agama Islam).48
... masyarakat atau negara yang diidam-idamkan adalah negara yang sosialis-
religius, yaitu masyarakat yang adil makmur, secara material dan spiritual,
lahir dan batin, serta dunia dan akhirat yang selalu memperoleh rida Allah.
Para sabahat, semoga menjadi perhatian politis-sosiologis bahwa negara Re-
publik Indonesia ini adalah negara kesatuan dan negara hukum, serta negara
berketuhanan Yang Maha Esa, bukan negara ateis, bukan negara sekular, dan
juga bukan negara Islam (yang benar adalah negara yang masyarakatnya 90 %
memeluk agama Islam.
48
Bakri Syahid, al-Huda, Tafsir Quran Basa Jawi, hlm. 364, ck. 491.
Tafsir Al-Quran Bahasa Jawa Islah Gusmian 159
dan nilai-nilai Pancasila. Dengan cara demikian, menurut dia, keadilan dan
kemakmuran bisa tercapai sesuai dengan yang dicita-citakan.
Sumonggo para sutrisno samia sesarengan anindaken syariat agami Islam
ingkang saestu, serta amalaken Pancasila ingkang saestu, Insya Allah adil
lan makmur ingkang dados ancas tujuan kita sami, saged kalaksanan sarana
pitulunganipun Pangeran Allah swt.49
49
Ibid., hlm. 661, catatan kaki no. 685.
Misbah Zainul Mustafa, al-Ikll f Man at-Tanzl, juz 20, hlm. 3.370. Terkait kisah ini,
50
bandingkan dengan M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, volume 10, hlm. 305-307.
160 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
Kang mengkene iki kedadihan diulangi ana ing zaman sak iki. Raja dunya, ya-
iku Amerika lan Rusia pada usaha ngurangi rikate pertumbuhan penduduk,
ana ing kalangan umat Islam lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa nuli lumaku
ing negara-negara sak dunya iki, termasuk Indonesia kanthi alasan pangan
bakal ora bakal ngukupi, nguwaterake akihe pengangguran lan liyo-liyane.51
Hal demikian itu terjadi lagi pada zaman sekarang. Raja dunia, yaitu Amerika
dan Rusia berusaha mengurangi cepatnya pertumbuhan penduduk di kalang-
an umat Islam melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, kemudian berlaku di
negara-negara seluruh dunia, termasuk Indonesia. Alasannya adalah bahan
makanan yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan penduduk, mengkha-
watirkan jumlah pengangguran yang meningkat, dan hal lainnya.
Simpulan
Seluruh uraian di atas menggambarkan bahwa dalam arus penulisan
tafsir Al-Quran bahasa Jawa telah terjadi adanya pergulatan kepentingan,
kebutuhan, sikap kritis penulis tafsir atas realitas sosial politik. Tafsir Al-
Quran bahasa Jawa ditulis bukan semata-mata demi kepentingan penga-
jaran yang bersifat religius, tetapi juga terkait dengan sikap penafsir atas
masalah sosial, budaya, dan politik. Satu karya tafsir Al-Quran dimung-
kinkan memiliki lebih dari satu aspek tujuan, karena konteks ruang sosial
dan politik yang dimiliki. Pergulatan yang dimilikinya menunjukkan ada-
nya kompleksitas yang rumit dan tidak mudah digeneralisasi hanya dalam
satu konteks.
diundang harus diperhitungkan dengan kemampuan untuk menjamu dan menghormati
mereka. Kalau kemampuan menjamu hanya untuk 20 orang, jangan mengundang 40 orang.
54
Buku ini diterbitkan kali pertama pada 1992 oleh Penerbit Yayasan Bentang Budaya
Yogyakarta.
55
Lihat penjelasan di Kata Pengantar Penerbit buku ini edisi cetak kedua 2003.
162 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
Daftar Pustaka
Abdul Aziz, Abd ar-Rahman ibn. Mujarrabat. Semarang: Toha Putra, t.th.
Adnan, Abdul Basit dan Abdul Hayi Adnan, Prof. K.H.R. Mohammad Adnan
dalam Damami, dkk (editor). Lima Tokoh Pengembangan IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Yogyakarta: Pusat Penelitian IAIN Sunan Kalijaga, 1998.
Adnan, Abdul Hadi. Pak Adnan: Jangan Minta-minta Jabatan dalam Prof. Kiai
Haji Raden Muhammad Adnan. Jakarta: t.tp., 1996.
Ambary, Hasan Muarif dkk (ed.). Suplemen Ensiklopedi Islam, jilid 2. Jakarta: PT.
Ichtiar Baru van Hoeve, 1996.
Anam, Choirul. Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama. Sala: Jatayu,
1985.
Anomwidjaja, Achmad Djuwahir. Kidung Rahayu, Sekar Macapat Terjemahanipun
Juz Amma.Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1992.
Anwar, Abu Abd al-Hamid Zakhwan. al-Mujarrabt al-Kubr f ikr Khaw Kalam
Rabb al-Wara. Semarang: Toha Putra, t.th.
Anwar, Abu Abd al-Hamid Zakhwan. Doa Jaljalut Soho Nutur Tarikatipun lan Kha-
siyatipun. Semarang: Toha Putra,t.th.
Asif, Muhammad. Karakteristik Tafsir al-Ibrz karya Bisri Mustafa, Skripsi di Jurusan
Ushuluddin STAIN Surakarta, 2010, hlm. 97-99.
Bin Umar as-Samarani, Muhammad Saleh. Fai ar-Ramn. Singapura: Haji Mu-
hammad Amin, t.th.
Bin Umar as-Samarani, Muhammad Saleh. Hidyah ar-Ramn f Tarjamah min
Tafsr al-Qurn al-Musamm Fai ar-Ramn. Cirebon: Maktabah Misriyah,
1930.
Bourdieu, Pierre. The Field of Cultural Production: Essays on Art and Literature. US:
Columbia University Press, 1993.
Bruinnesen, Martin Van. Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan,
1995.
Chalil, Moenawar. Al-Quran dalam Abadi 12 Februari 1960.
Chalil, Moenawar. Tafsir Quran Hidaajatur Rahmaan Juz 1. Sala: AB. Siti Sjamsijah,
1958.
Danuwijoto, H.M. Ky. Saleh Darat Semarang, Ulama Besar dan Pujangga Islam Se-
sudah Pakubuwono IV dalam Majalah Mimbar Ulama, nomor 17 tahun 1977.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta: De-
partemen Agama RI, 1994.
Djamil, Abdul. Perlawanan Kiai Desa, Pemikiran dan Gerakan Islam KH. Ahmad
Rifai Kalisalak. Yogyakarta: LKiS, 2001.
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Ma-
hasin, cetakan 2. Jakarta: Pustaka Jaya, 1983.
Gusmian, Islah Al-Quran dalam Pergumulan Muslim Indonesia dalam Jurnal
Tashwirul Afkar Lakpesdam NU Jakarta, No. 18 Tahun 2004.
Gusmian, Islah. Pemikiran Tasawuf Syekh Ahmad Mutamakkin: Kajian Herme-
neutik atas Naskah Arsy al-Muwahhidin dalam Jurnal Lektur dan Khazanah
Keagamaan, Vol. 11, No. 1, Juni 2013.
164 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
Hamim, Thoha. Paham Keagamaan Kaum Reformis, terj. Imron Rosyidi. Yogyakar-
ta: Tiara Wacana, 2000.
Huda, Ahmad Zaenal. Mutiara Pesantren, Perjalanan Khidmah K.H. Bisri Mustafa.
Yogyakarta: LKiS, 1998.
Hurgronje, Snouck. Mekka in the Latter Part of the Nineteeenth Century. Leiden: E.J.
Brill, 1931.
Hurgronje. Islam di Hindia Belanda, terj. S. Gunawan. Jakarta: Bhratara, 1973.
Ichwan, Moch. Nur. Negara, Kitab Suci dan Politik Terjemah Resmi Al-Quran di
Indonesia dalam Henri Chambert-Loir (ed). Sadur Sejarah Terjemahan di In-
donesia dan Malaysia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Kartini, Surat-Surat Kartini, Renungan tentang dan untuk Bangsanya, terj. Sulastin
Sutrisno. Jakarta: Penerbit Djambatan, 1979.
Mannheim, Karl. Ideology and Utopia, an Introduction to the Sociology of Know-
ledge. London: Routledge & Kegan Paul Ltd. 39, t.th.
Muchoyyar HS, M. Tafsr Faidl ar-Ramn f Tarjamah Tafsr Kalm al-Mlik al-
Adyn karya K.H.M. Shaleh As-Samarani, Suntingan Teks, Terjemah dan Anal-
isis Metodologi Disertasi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2002.
Muhsin, Imam. Tafsir Al-Quran dan Budaya Lokal: Studi Nilai-nilai Budaya Jawa
dalam Tafsir al-Huda karya Bakri Syahid, Disertasi di UIN Sunan Kalijaga Yog-
yakarta, 2008.
Mustafa, Misbah. Shalat dan Tatakrama. Tuban: Penerbit al-Misbah, 2006.
Mustafa, Bisri. Al-Ibrz li-Marifah Tafsr al-Qurn al-Azz, jilid I dan II. Kudus:
Penerbit Menara Kudus, t.th..
Mustafa, Bisri. Imam ad-Dn. Kudus: Menara Kudus, t.th.
Mustafa, Misbah Zainul. Al-Ikll f Man at-Tanzl,juz 1. Surabaya: Toko Kitab Al-
Ihsan, t.th.
Mustafa, Misbah Zainul. Anda Ahlusunnah Anda Bermadzhab. Bangilan: Al-Mis-
bah, 2006.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih. Yogyakarta: PP. Mu-
hammadiyah, t.th.
Razzaq, Ahmad Hafani. Kaifiyah al-Man bi al-Ikhtir Li alabah al-Madris wa
al-Mahid ad-Dniyyah. Tulung Agung: Al-Hidayah, t.th.
Rusdiarti, Suma Riella. Bahasa, Pertarungan Simbolik, dan Kekuasaan, dalam Ma-
jalah Basis, Nomor 11-12, Tahun Ke-52, November-Desember 2003.
Saleh, Fauzan. Teologi Pembaruan, Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia
Abad XX. Jakarta: Serambi, 2004.
Sam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS, 2005.
Soeparmo, R.P. Tjatatan Sedjarah 700 Tahun Tuban. Tuban: Pertjetakan Seruni, 1971.
Syarani, K.H. Makhfuzh. Sila al-Mumin. Magelang: Cahaya, 1971.
Syahid, Bakri. Al-Huda Tafsir Quran Basa Jawi. Yogyakarya: Bagus Arafah, 1979.
Umar, M. Ali Chasan. Mujarrobat Besar. Semarang: Toha Putra, t.th.
Woodwaard, Mark R. Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, terj. Hairus
Salim HS. Yogyakarta: LKiS, 2008
Yahya, Iip Zulkifi. Ngalogat di Pesantren Sunda Menghadirkan yang Dimangkir-
Tafsir Al-Quran Bahasa Jawa Islah Gusmian 165
Wawancara
Wawancara dengan Muhtarom pada tanggal 19 Agustus 2010.
166 uuf, Vol. 9, No. 1, Juni 2016: 123140
Sampul Tafsir al-Ibrz karya K.H. Bisri Mustafa terbitan Menara Kudus.