Kelompok 1
Golongan III
Anggota Kelompok :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
DAFTAR ISI
ISI Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................
1.3 Tujuan Formulasi ............................................................................................
1.4 Manfaat Formulasi............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Indikasi
Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksternal yang
disebabkan bakteri (McEvoy, 2002). Indikasi lainnya yakni blepharitis, katarak,
konjungtivitis bernanah, traumatik keratitis, trachoma, ulcerative keratitis (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Struktur Kimia
Rumus Struktur:
(Sweetman, 2009)
BM: 323, 13 g/mol (Sweetman, 2009)
Kelarutan
Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, sedikit larut dalam kloroform
(CHCl3), mudah larut dalam propilen glikol, dalam aseton, dan dalam etil
asetat (Depkes RI, 1995).
Stabilitas
Terhadap cahaya: penyimpanan salep mata diusahakan terlindung dari
sinar matahari (Reynolds, 1982).
Terhadap suhu: Stabuk pada suhu 350C dengan penambahan sodium
metabisulfit dan disodium edetat, umumnya stabilitas akan berkurang pada
suhu 250C (Lund, 1994) dan akan tetap stabil selama 2 tahun jika
disimpan pada suhu 20-250C (Reynolds, 1982).
Terhadap pH: Stabil pada pH 4,5-7,5 (Depkes RI, 1995) pKa 5,5,
(McEvoy, 2002).
Terhadap oksigen: Sediaan ini tidak stabil dengan adanya oksigen yang
berada dalam sediaan.
Titik Lebur : 149-1530C (Depkes RI, 1995).
Inkompabilitas
Kloramfenikol sodium suksinat inkompatibilitas dengan adanya kandungan
seperti aminofilin, ampisilin, asam askorbat, calsium klorida, chlorpromasin
HCl, garam eritromisin, gentamisin sulfat, natrium hidrokortison suksinat,
natrium nitrofurantoin, dsb (Lund,1994).
Organoleptis
Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang dperoleh dari minyak mineral,
sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butylhidroksitoluena
tidak lebih dari 10 bpj. Berupa cairan kental, transparan, tidak berflouresensi,
tidak berwarna, hamper tidak berbau, tidak mempunyai rasa (Depkes RI,
1979).
Kelarutan
Tidak larut dalam air. Sedikit larut dalam alkohol, dan larut dalam minyak
menguap (Sweetman, 2009).
Stabilitas
Parafin merupakan zat yang stabil, kecuali dengan pemanasan dan pembekuan
yang berulang dapat mengubah komponen fisiknya. Parafin harus disimpan
pada tempat yang tertutup rapat, dengan temperatur tidak kurang dari 40C
(Rowe et al., 2003).
Inkompatibilitas
Tidak kompatibel dengan agen pengoksidasi kuat (Rowe et al., 2003).
Penggunaan
Sebagai basis salep, emolien dan pembersih pada kondisi kulit tertentu, dan
sebagai lubrikan dalam sediaan mata pada pengobatan mata yang kering
(Sweetman, 2002).
2.3.2 Dosis
Untuk sediaan salep mata, kloramfenikol digunakan sebanyak 0,51% dalam
sediaan (Ansel, 2008). Untuk pengobatan infeksi mata, kloramfenikol
biasanya digunakan sebanyak 0,5% dalam larutan atau sebanyak 1% dalam
salep mata (Sweetman, 2009). Oleskan 3-4 kali sehari (BNF, 2007).
BAB III
FORMULASI
3.1 Permasalahan
1. Pembuatan salep mata harus steril maka alat-alat dan bahan yang
digunakan harus steril (Lund, 1994).
2. Kloramfenikol berupa hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang (Depkes RI, 1995), sedangkan pada praktikum diminta
membuat sediaan salep mata, dimana diharapkan salep tidak mengandung
bagian-bagian yang kasar serta homogen dengan basis.
3. Umumnya stabilitas kloramfenikol akan berkurang pada suhu 250C (tidak
tahan terhadap panas) (Lund, 1994) sehingga tidak dapat dilakukan
sterilisasi akhir terhadap sediaan ini.
4. Basis salep harus benar-benar halus (bebas dari partikel kasar), sehingga
dalam penggunaannya tidak mengiritasi mata, dan agar memberikan
kenyamanan (Jenkins et al., 1957).
5. Pada formula yang diajukan, terdapat perbedaan titik lebur dari masing-
masing basis yang digunakan.
Formula II
R/ Kloramfenikol 1%
Adeps lanae 6
Parafin cair 40
Setil alkohol 2,5
Vaselin flavum ad 100
(Marlina, dkk., 1995)
Formula III
R/ Kloramfenikol 1%
Cetyl alkohol
Destiled water
Liquid paraffin atau propilen glikol
Span 40 atau Tween 40
(Lund, 1994).
Kloramfenikol
1 tube = 5 gram; kloramfenikol 1% b/b sehingga:
Kloramfenikol = 1% b/b x 100 gram
= 1 gram
= 5 gram/100 gram x 1 gram
= 0,05 gram
Adeps Lanae
5 gram/100 gram x 6 gram = 0,3 gram
Parafin Cair
5 gram/100 gram x 40 gram = 2 gram
Konversi ke mL
Masa x Bj
= 2 x 0,88
= 1,76 mL
Setil Alkohol = 5 gram/100 gram x 2,5 gram = 0,125 gram
Stiffening
Setil Alkohol 0,125 gram 0,375 gram
agent
Basis
Vaselin Flavum 2,525 gram 7,575 gram
hidrokarbon
BAB IV
PELAKSANAAN
4.1.2 Bahan:
Kloramfenikol
Adaps lanae
Vaselin flavum
Parafin cair
Setil alkohol
4.4.2 Homogenitas
Diamati homogenitasnya
BAB V
5.1 Hasil
Homogenitas Homogen
Ket :
H* = Diameter diukur secara horisontal
V* = Diameter diukur secara vertikal
D* = Diameter diukur secara diagonal
Waktu yang diperlukan setiap pergantian beban adalah 1 menit (60 detik)
Beban 50 gram
Pengukuran I
3,4 cm 50 gram
S = = 2,83 cm.g/s
60 detik
Pengukuran II
3,3 cm 50 gram
S = = 2,75 cm.g/s
60 detik
Pengukuran III
3,4 cm 50 gram
S = = 2,83 cm.g/s
60 detik
5.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dibuat sediaan semisolida yaitu sediaan salep mata dengan
menggunakan bahan aktif kloramfenikol 1%, sesuai dengan yang telah ditetapkan
dalam literatur yakni untuk sediaan salep mata kloramfenikol digunakan sebanyak
0,5-1% (Ansel, 2008). Kloramfenikol dalam sediaan ini berkhasiat untuk mengobati
infeksi superficial pada mata yang disebabkan oleh bakteri (McEvoy, 2002). Bobot
sediaan salep mata kloramfenikol yang dibuat adalah 5 gram sebanyak 3 sediaan.
Salep mata yang ideal tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar, dasar
salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan obat tersebar
dengan perantaraan air mata, obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan, salep
mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril (Anief, 2000). Sediaan yang
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan
sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita dan salep mata yang
menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan memberikan
keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan metode
analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif (Lachman
2008).
Sediaan salep mata kloramfenikol merupakan sediaan steril yang tidak tahan
terhadap panas, sehingga tidak dapat dilakukan sterilisasi akhir terhadap sediaan ini.
Dengan demikian untuk menjamin sterilitas dari sediaan salep mata kloramfenikol,
maka selama proses produksi harus dilakukan secara aseptis, dimana semua alat-alat
dan bahan-bahan yang akan digunakan saat proses pembuatan salep mata harus
disterilisasi terlebih dahulu kemudian dalam pengerjaannya dijaga seminimal
mungkin dari kontaminasi mikroba. Basis salep dapat disterilisasi sekaligus dilebur
dengan cara memanaskannya dengan menggunakan oven pada suhu 70oC dan dilapisi
dengan kasa steril. Mortir dan stamper disterilisasi dengan cara pembakaran langsung
dengan bunsen. Zat aktif kloramfenikol sendiri secara teoritis dapat disterilisasi
dengan metode radiasi. Metode sterilisasi ini dilakukan untuk menjamin sterilitas
sediaan salep mata kloramfenikol dan mencegah kontaminasi mikroba dan pirogen.
Berdasarkan formula yang digunakan, kloramfenikol berperan sebagai zat aktif
sedangkan adeps lanae, vaselin flavum dan parafin cair digunakan sebagai basis dan
setil alcohol sebagai Stiffening agent. Basis yang digunakan berupa basis campuran
agar diperoleh salep mata yang ideal. Pemilihan basis didasari oleh sifat
kloramfenikol serta syarat basis ideal untuk salep mata yakni, tidak mengiritasi mata,
harus memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi
cairan mata dan dasar salep mata yang digunakan juga harus bertitik lebur yang
mendekati suhu tubuh (Ansel, 2008).
Kloramfenikol merupakan suatu senyawa yang sukar larut dalam air (Depkes
RI, 1995) oleh karena itu digunakan basis berlemak atau hidrokarbon yakni, vaselin
(Depkes RI, 1995). Vaselin yang digunakan merupakan vaselin kuning karena vaselin
putih masih mengandung H2SO4, karena dapat mengiritasi mata sehingga tidak dapat
digunakan untuk sediaan mata. Vaselin kuning memiliki titik lebur yang tinggi yakni
38-600C (Depkes RI, 1995) sehingga diperlukan penurunan titik lebur agar titik lebur
basis mendekati suhu tubuh. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan Adeps lanae
yang memiliki titik lebur 38 44o C (Sweetman, 2009). Selain sebagai basis salep,
adeps lanae berfungsi sebagai emulgator yang dapat menyerap air dan memiliki efek
melembutkan sehingga memudahkan untuk kontak dengan cairan mata (Kibbe,
2000). Vaselin flavum merupakan basis salep petrolatum yang titik lebur atau titik
melumernya mendekati suhu tubuh, sehingga dengan demikian basis ini baik
digunakan sebagai basis salep mata (Ansel, 2008). Setelah penambahan emulgator,
konsistensi salep mata dapat diatur dengan penambahan paraffin cair hingga 30%
sehingga didapat konsistensi salep yang lembut (Voigt, 1994).
Salep mata adalah suatu sediaan semisolid yang ditujukan untuk penggunaan
pada mata (Depkes RI, 1995). Sehingga untuk mempermudah mengaplikasikan
sediaan pada konjungtiva mata, maka diperlukan suatu sediaan yang memiliki
konsistensi yang tidak terlalu kental. Selain itu, pada formulasi ini digunakan pula
parafin cair sebagai salah satu basis yang bertujuan untuk menghasilkan basis yang
lebih halus karena parafin cair merupakan basis salep hidrokarbon yang dapat
digunakan untuk mengatur tingkat kekerasan basis berlemak sehingga akan diperoleh
konsistensi basis yang diinginkan dengan mengganti 10% bobot vaselin flavum
dengan paraffin cair (Jenkins et al., 1957). Parafin cair juga dapat berfungsi sebagai
lubrikan apabila digunakan dalam konsentrasi 3-60 %.
Dari formulasi tersebut dapat dihitung penimbangan masing-masing bahan 5
gram untuk 3 sediaan. Kloramfenikol ditimbang menggunakan kertas perkamen
sebanyak 0,1 gram. Adeps lanae ditimbang menggunakan kertas perkamen yang
dilapisi dengan parafin cair sebanyak 0,99 gram. Vaselin flavum juga ditimbang
menggunakan cawan porselin sebanyak 7,92 gram. Untuk paraffin cair ditimbang
menggunakan beaker gelas sebanyak 0,99 gram.
Setelah bahan ditimbang, tahap pertama yang dilakukan adalah mencampurkan
basis. Basis dicampurkan dengan teknik peleburan karena basis mempunyai titik
lebur yang berbeda-beda. Peleburan basis dilakukan dari basis yang memiliki titik
lebur tertinggi hingga basis dengan titik lebur terendah. Hal tersebut dilakukan agar
peleburan tidak berlangsung lama. Peleburan dilakukan didalam oven untuk
mengurangi kontaminasi, bila dibandingkan dengan peleburan dengan penangas air.
Peleburan ini juga berfungsi untuk sterilisasi bahan di mana vaselin yang
mengandung kolesterol (lemak bulu domba) dapat disterilkan menggunakan udara
panas tanpa mengurangi kualitasnya (Voigt, 1994).
Peleburan basis dilakukan pada cawan porselen yang telah dilapisi dengan kain
kasa steril. Peleburan dilakukan menggunakan pemanasan kering pada oven dengan
suhu 70C sampai seluruh basis melebur sempurna. Peleburan ini juga berfungsi
untuk sterilisasi bahan di mana vaselin yang mengandung kolesterol (lemak bulu
domba) dapat disterilkan menggunakan udara panas tanpa mengurangi kualitasnya
(Voigt, 1994). Kain kasa steril berfungsi sebagai penyaring (filter) basis salep agar
diperoleh basis salep yang halus dan bebas dari partikel-partikel pengotor sehingga
pada pemakaiannya tidak akan menimbulkan iritasi pada jaringan mata. Pada saat
peleburan basis salep, sesekali dilakukan pengadukan di dalam oven agar basis
terlarut dan tercampur dengan baik. Setelah dilakukan peleburan, diperoleh campuran
basis salep yang berwarna kuning susu. Setelah seluruh basis melebur sempurna
kemudian dilakukan pencampuran bahan aktif dengan basis. Pencampuran dilakukan
pada saat basis masih dalam keadaan panas karena apabila dibiarkan sampai dingin
maka basis akan mengeras perlahan sehingga akan terjadi kesulitan pencampuran.
Setelah basis melebur sempurna, basis kemudian ditambahkan ke dalam
kloramfenikol yang sebelumnya telah digerus hingga halus. Penggerusan
kloramfenikol ini bertujuan untuk menjamin kehomogenitasan sediaan dan
memperoleh ukuran partikel kloramfenikol yang lebih kecil agar terdispersi homogen
dalam basis yang digunakan sehingga nantinya sediaan salep mata yang dihasilkan
memenuhi persyaratan homogen dan bebas partikel. Pencampuran basis dengan zat
aktif dilakukan berdasarkan peraturan pembuatan salep nomor 4 yakni campuran
salep yang dibuat dengan cara dicairkan harus digerus hingga dingin (Anief, 2000).
Pada awal pencampuran salep mata berwujud cair dan perlahan mulai mengental
seiring dengan turunnya suhu pada saat penggerusan. Setelah sediaan dingin, sediaan
kemudian dimasukan ke dalam wadah.
Pencampuran bahan aktif dan basis dilakukan di dalam mortir dengan cara
digerus perlahan. Basis ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang berisi
kloramfenikol yang telah digerus sambil terus dilakukan penggerusan agar bahan
aktif dan basis tercampur merata dalam sediaan. Pada saat penggerusan,
kloramfenikol dapat bercampur dengan basis dan diperoleh campuran semisolid yang
homogen dan berwarna kuning. Setelah diperoleh campuran yang homogen kemudian
campuran tersebut dimasukan ke dalam tube yang telah disterilisasi sebelum dengan
oven pada suhu 180C selama 30 menit. Penggunaan tube dinilai paling cocok untuk
wadah sediaan salep karena tube memiliki luas permukaan jalan keluar yang rendah
sehingga menjamin penekanan kontaminasi selama pemakaiannya sampai tingkat
yang minimum serta memberikan perlindungan terhadap cahaya yang baik (Voigt,
1994). Campuran bahan kemudian dimasukkan ke dalam wadahsalep dengan hati-hati
dan dilakukan di dekat lampu spiritus untuk menjaga kondisi pencampuran tetap
aseptis. Sediaan akhir yang diperoleh praktikan bertekstur halus dan berwarna
kuning.
Keuntungan utama salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah adanya
penambahan waktu kontak antara obat dengan mata. Waktu kontak antara obat
dengan mata 2 sampai 4 kali lebih besar apabila digunakan salep dibandingkan tetes
mata. Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada
sediaan larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak
yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi.Sedangkan
kekurangan salep mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep
meleleh dan menyebar melalui lensa mata (Ansel, 2008).
Setelah sediaan dikemas, dilakukan evaluasi fisika yang meliputi uji
organoleptis, homogenitas, daya sebar, dan daya lekat. Pada uji organoleptis
dilakukan dengan cara mengamati penampilan fisik dari salep mata yang meliputi
bentuk, warna dan bau dari sediaan yang dibuat, diperoleh sediaan kental berwarna
kuning keputihan dengan bau yang khas. Warna kuning tersebut diperoleh dari
vaselin flavum yang digunakan sebagai basis. Pada uji homogenitas diperoleh sediaan
yang bersifat homogen dan tidak terdapat partikel. Hal tersebut menandakan bahwa
salep mata yang dihasilkan memenuhi syarat homogen dan bebas partikel yang
ditunjukkan oleh tidak terdapatnya butiran butiran kasar pada sediaan yang
menandakan zat aktif kloramfenikol sudah terdispersi secara homogen.Menurut
British Pharmacopea, batas ukuran partikel untuk salep mata yaitu setiap 10
mikrogram zat aktif tidak boleh memiliki partikel lebih besar dari 90 nm, tidak boleh
lebih dari 2 partikel lebih besar dari 50 nm dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm
(Lukas, 2006).Jadi bisa dikatakan sediaan yang dibuat sudah baik karena sudah tidak
terdapat butiran butiran kasar.
Uji lain yang dilakukan adalah uji daya lekat untuk mengetahui lamanya salep
melekat. Salep dikatakan baik jika daya lekatnya besar pada tempat yang diobati
(misal kulit), karena obat tidak mudah lepas sehingga dapat menghasilkan efek yang
diinginkan. Sediaan yang dibuat memiliki daya lekat selama 3,58 sekon. Dari hasil
yang diperoleh bahwa daya rekat salep mata cukup singkat yaitu 3,58 sekon, hal ini
menandakan basis yang digunakan mampu melepaskan bahan obat dengan baik dan
melebur ketika mengenai lensa mata sehingga kaburnya pandangan setelah
pemakaian dapat dikurangi walaupun tidak terlalu signifikan.
Uji terakhir yang dilakukan adalah uji daya sebar untuk mengetahui luas daerah
menyebarnya salep pada mata yang diobati. Suatu salep dikatakan baik apabila daya
menyebarnya besar. Pada sediaan ini, untuk uji vertikal diperoleh luas permukaan
salep sebesar 2,25 cm2 pada uji tanpa beban, 10,24 cm2 pada beban 50 gram, 14,44
cm2pada beban 100 gram dan 17,64 cm2pada beban 150 gram. Uji horizontal
diperoleh luas permukaan salep sebesar 1,69 cm2 pada uji tanpa beban, 10,89 cm2
pada beban 50 gram, 13,69 cm2pada beban 100 gram dan 17,64 cm2pada beban 150
gram. Dan uji diagonal diperoleh luas permukaan salep sebesar 2,56 cm2 pada uji
tanpa beban, 10,89 cm2 pada beban 50 gram, 14,44 cm2pada beban 100 gram dan
16,81 cm2pada beban 150 gram. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa
salep mata yang dibuat memiliki pertambahan luas permukaan seiring dengan
bertambahnya beban sehingga salep dapat dikatakan memiliki daya sebar yang baik.
Dengan adanya daya sebar basis yang baik, maka akan menjamin pelepasan bahan
obat pada tempat atau bagian tubuh yang dioleskan (Voight, 1994).
Setelah evaluasi selesai, dilakukan tahap terakhir pada proses produksi yakni
pengemasan sediaan. Setelah semua campuran masuk ke dalam wadah, sediaan diberi
etiket kemudian dimasukkan ke dalam kemasan. Sediaan salep mata ini disimpan
pada suhu kamar dan diletakkan pada tempat yang terlindung dari cahaya (Reynolds,
1982). Pengemasan akhir ini bertujuan untuk melindungi produk dan menambah nilai
estetika serta daya tarik produk.
BAB VI
6.1.1 Formula yang digunakan untuk membuat sediaan semisolida steril salep mata
kloramfenikol 1% adalah:
R/ Kloramfenikol 1%
Adeps lanae 6
Parafin cair 40
Setil alkohol 2,5 99 %
Vaselin flavum ad 100
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, P.O., Knoben, J.E., and Troutman, W.G. 2002. Handbook of Clinical Drug
Data. 10th edition. New York: Mc Graw Hill.
BNF. 2007. British National Formulary 54. England: BMJ Publishing Group and
RPS Publishing.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Jenkins, Glenn L., Don E. Francke, Edward A. Brecht, Glen J. Sperandio. 1957.
Scovilles The Art of Compounding. New York: McGraw-Hill Book Company.
Kibbe, A. H. 2000. Handbook Of Pharmaceutical Excipients Third Edition. London:
Pharmaceutical Press.
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Marlina., A. Ilyas., dan L. Yenny. 1995. Liberasi dari Beberapa Salep Mata. Jurnal
Matematika dan Pengetahuan Alam. Vol 1(1). Hal. 124-130. ISSN: 0853-
0033.
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America: American
Society of Health System Pharmcists.
Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight Edition
Book 1. London: Pharmaceutical Press (PhP).
Rowe, C. R., P. J. Shekey and P. J. Weller. 2003. Hand Book of Pharmaceutical
Excipients 4th ed. USA: Pharmaceutical Press and American Pharmaceutical
Association.
Rowe, R.C., Paul J.S., Marian E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association
Seth, V. 2009. Textbook of Pharmacology, Third Edition. India: Elsevier.
Sweetman, S. C. 2002. Martindale: The Complete Drug Reference Thirty-Third
edition. London Chicago: Pharmaceutical Press.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference Thirty-Sixth
edition. London: Pharmaceutical Press.
Tjay, H. T. dan Rahardja K. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.